IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BEKASI
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI KOTA BEKASI
SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan PublikProgram Studi Admninistrasi Negara
Disusun oleh :
Nadia Nurul Kodariah
NIM 6661132716FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2017O
Fainna ma'a al'usri yusran. Inna ma'a al'usri yusran
Artinya:
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah ayat 5-6)
Sebagai bentuk terima kasih, skripsi ini dipersembahkan untuk
mamahku tercinta serta keluarga yang senantiasa selalu mendukung
dalam menyelesaikan skripsi ini.
ABSTRAK
Nadia Nurul Kodariah. 6661132716. Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif
di Kota Bekasi. Program studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Dr. Agus
Sjafari, M.Si., dan Pembimbing II: Gandung Ismanto, M.M.Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai resiko untuk kecacatan. Akan tetapi, pemerintah sendiri belum memberikan perhatian sepenuhnya kepada mereka. Hal ini dapat dilihat dari hak-hak penyandang disabilitas yang seharusnya terpenuhi tetapi terabaikan oleh pemerintah. Saat ini keberadaan penyandang disabilitas masih dianggap sebelah mata, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Pada wilayah Kota Bekasi sendiri penyandang disabilitas pun seringkali dilewatkan dalam pembangunan kota terutama pada aspek pendidikan, dalam hal ini pendidikan inklusif. Fakta yang peneliti temukan di Kota Bekasi yaitu standarisasi sarana dan prasarana dalam pengelolaan dan pembukaan pendidikan inklusif di sekolah reguler, keterbatasan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam mendapatkan pendidikan, rendahnya pemahaman dari tenaga pendidik di sekolah reguler mengenai anak berkebutuhan khusus (ABK) dan sistem pendidikan inklusif, tidak adanya keberadaan guru pendamping khusus (GPK) dengan lulusan Pendidikan Luar Biasa yang terdapat di sekolah inklusif, serta kurang tertibnya administrasi pendataan dari dinas terkait mengenai pendidikan inklusif. Penelitian ini mengkaji tentang “Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di Kota Bekasi”. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Kota Bekasi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Kota Bekasi. Teori yang digunakan yaitu konsep implementasi Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono (2011:94). Teknik analisis data yang digunakan model Irawan Prasetya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di Kota Bekasi belum dilaksanakan secara optimal karena masih terdapat banyaknya hambatan dan kendala, baik pada sekolah inklusif maupun pemerintah Kota Bekasi. Oleh karena itu diperlukan usaha yang maksimal dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan kerjasama dan koordinasi yang baik antar berbagai institusi dan lembaga pelaksana kebijakan.
Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Pendidikan Inklusif di Kota Bekasi
ABSTRACT
Nadia Nurul Kodariah. 6661132716. Implementation of Inclusive Education Policy in
Bekasi City. State Administration Science Study Program. Faculty of Social Science and
Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I : Dr. Agus Sjafari,
M.Si., and Advisor II: Gandung Ismanto, M.M.
Indonesia is a country with various risks for disability. However, the government itself
has not paid full attention to them. This can be seen from the rights of persons with
disabilities that should be fulfilled but neglected by the government. Currently the
existence of persons with disabilities is still considered one eye, both by the government
and society. In the area of Kota Bekasi itself, people with disabilities are often
overlooked in urban development especially on education aspect, in this case inclusive
education. Facts that researchers find in Bekasi City is the standardization of facilities
and infrastructure in the management and opening of inclusive education in regular
schools, accessibility limitations for children with special needs (ABK) in getting
education, low understanding of educators in regular schools about children with
special needs (ABK) And inclusive education systems, the absence of special escort
teachers (GPK) with graduates of Special Education in inclusive schools, and the lack
of proper administration of data collection from related agencies on inclusive
education. This study examines the "Implementation of Inclusive Education Policy in
Bekasi City". This research was conducted to describe and analyze the implementation
of inclusive education policy in Kota Bekasi, and what factors influence the
implementation of inclusive education policy in Bekasi City. The theory used is the
concept of Mazmanian and Sabatier implementation in Subarsono (2011: 94). Data
analysis technique used Irawan Prasetya model. The results of this study indicate that
Implementation of Inclusive Education Policy in Bekasi City has not been implemented
optimally because there are still many obstacles and obstacles, both in inclusive school
and Bekasi city government. Therefore, maximal effort is needed in providing inclusive
education with good cooperation and coordination among various institutions and
implementing agency of policy.Keywords: Policy Implementation, Inclusive Education in Bekasi City
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan inayah-Nya kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul berjudul
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BEKASI
”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ilmu Sosial pada konsentrasi kebijakan publik program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Doa yang tiada henti dan jerih payah dari ibunda yang tulus, ikhlas dan tidak pantang menyerah dalam memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti.
Sehubungan dengan hal itu maka peneliti juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus selaku Pembimbing
I yang selalu mengarahkan, memberikan masukan dan kritikan yang membangun, memberikan semangat, dan motivasi kepada peneliti.
3. Ibu Rahmawati, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4 . Bapak Iman Mukhroman, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5 . Bapak Kandung Ismanto, M.Si Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6 . Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7 . Bapak Gandung Ismanto., S.Sos., M.M., Dosen Pembimbing Akademik Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memberikan banyak arahan dan masukan dalam penelitian ini sekaligus selaku Pembimbing II yang juga selalu memberikan pengarahan, saran serta kritikan kepada penelitian skripsi ini.
8. Terimakasih kepada Mamah ku tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.
9. Terimakasih kepada Bapak Didi Ruchdiana atau yang biasa dipanggil FF yang selalu memberikan dukungan, semangat serta selalu menemani peneliti dalam melakukan wawancara.
10. Terima kasih kepada teman-teman seperjuanganku yang kami namakan grup Skripsweet yaitu Nindya Noprianti Putri, Fita Fitriyah, Dyah Pratiwi, dan Rima Herdiyana.
11. Terima kasih juga untuk teman-teman kost-an 39B Pondok Indah Estate yang selalu menyemangatiku dan selalu menghiburkan dalam mengerjakan
Skripsi ini, yaitu Silvia Nur Hidayati, Galih Eka Ariska, Puri Ventika Malau, Sekar Andini, Mutia Rizky Septiani, Trisnawati Inas, Sintia Mutiarani, Dede Miladia, Puspita Sari, dan Meydiana Rosha.
12. Terima kasih kepada Terima kasih kepada seluruh informan yang telah bersedia untuk diwawancara dan telah memberikan informasi serta data-data yang dibutuhkan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
13. Terima kasih kepada teman-teman seangkatan Administrasi Negara Untirta 2013.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna sempurnakan skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi peneliti.
Serang, Juni 2017 Peneliti
Nadia Nurul Kodariah
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................... 20
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 21
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................. 21
1.5 Tujuan Penelitian .............................................................................. 21
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................ 22
1.6.1 Manfaat Praktis .............................................................................. 22
1.6.2 Manfaat Teoritis ............................................................................ 22
1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................... 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 25
2.1.1 Deskripsi Teori Kebijakan Publik ................................................. 26
2.1.2 Tahapan-Tahapan dalam Pembentukan Kebijakan Publik ............ 28
2.1.3 Ciri dan Jenis Kebijakan Publik .................................................... 29
2.1.4 Proses Kebijakan Publik ................................................................ 31
2.2 Konsep Analisis Kebijakan Publik ................................................... 33
2.2.1 Teori Analisis Kebijakan Publik .................................................... 33
2.2.2 Pendekatan Analisis Kebijakan ..................................................... 34
2.2.3. Sistem Kebijakan .......................................................................... 34
2.2.4 Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan ................................................ 36
2.2.5 Metodologi dan Prosedur Analisis Kebijakan ............................... 38
2.3.1 Teori Implementasi Kebijakan ...................................................... 39
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik ...................................................................................................... 40
2.3.3 Model-model Implementasi Kebijakan Publik .............................. 41
2.4 Policy Evaluation (Evaluasi Kebijakan) ........................................... 46
2.4.1 Konsep Evaluasi Kebijakan Publik ............................................... 46
2.4.2 Model Evaluasi Kebijakan Publik ................................................. 47
2.4.3 Sifat Evaluasi Kebijakan Publik .................................................... 48
2.4.4 Fungsi Evaluasi .............................................................................. 49
2.5. Konsep Pendidikan .......................................................................... 49
2.6. Konsep Kebijakan Pendidikan ......................................................... 51
2.7. Tinjauan umum tentang Pendidikan inklusif dan Pendidikan khusus ............................................................................................................ 53
2.7.1 Pengertian Pendidikan inklusif ...................................................... 53
2.7.2 Hakikat dan Tujuan Pendidikan Inklusif ....................................... 53
2.7.3 Landasan Pendidikan Inklusif ....................................................... 54
2.7.5 Deskripsi Teori Pendidikan Khusus .............................................. 57
2.7.6 Fungsi Pendidikan Kebutuhan Khusus .......................................... 58
2.7.7 Pendidikan Khusus dan Sekolah Inklusif ...................................... 59
2.8. Kebijakan dan Program Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ............................................................................................................ 60
2.9. Penyandang Disabilitas .................................................................... 69
2.9.1 Deskripsi Teori Penyandang Disabilitas ........................................ 69
2.9.2 Jenis Penyandang Disabilitas ......................................................... 71
2.9.3 Hak Penyandang Disabilitas .......................................................... 73
2.10. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 76
2.11. Kerangka Berpikir ......................................................................... 80
2.12. Asumsi Dasar ................................................................................. 84
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 85
3.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 86
3.3 Fokus Penelitian ............................................................................... 87
3.5 Variabel Penelitian............................................................................ 88
3.5.1 Definisi Konseptual ....................................................................... 88
3.5.2 Definisi Operasional ...................................................................... 89
3.6 Instrumen Penelitian ........................................................................ 90
3.7 Informan Penelitian .......................................................................... 92
3.8 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 94
3.9 Teknik Analisis Data ........................................................................ 97
3.10. Uji Keabsahan Data ....................................................................... 99
3.11. Agenda Penelitian .......................................................................... 100
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Deskrpsi Objek Penelitian ................................................................ 102
4.1.1 Gambaran Umum Kota Bekasi ...................................................... 102
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Pendidikan Kota Bekasi......................... 112
4.2 Deskripsi Data .................................................................................. 118
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian .............................................................. 118
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian ....................................................... 121
4.2.3 Model Analisis Data ...................................................................... 124
4.3.1 Karakteristik Masalah .................................................................... 128
4.3.2 Karakteristik Kebijakan ................................................................. 162
4.3.3 Variabel Lingkungan ..................................................................... 182
4.4 Pembahasan ...................................................................................... 186
4.4.1 Karakteristik Masalah .................................................................... 187
4.4.2 Karakteristik Kebijakan ................................................................. 194
4.4.3 Variabel Lingkungan ..................................................................... 198
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 204
5.2 Saran ................................................................................................. 206
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Jumlah Penyandang Disabilitas yang ada di wilayah Kota Bekasi .......... 3Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian..................................................................... 93Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ............................................................................. 95Tabel 3.3 Jadwal Penelitian.................................................................................. 101Tabel 4.1 Daftar luas dan kelurahan berdasarkan kecamatan di wilayah KotaBekasi ................................................................................................................... 108
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut kecamatan tahun 2011-2015 .................... 111Tabel 4.3 Daftar spesifikasi informan penelitian ................................................. 122Tabel 4.4 Daftar sekolah penerima peserta didik difabel di Kota Bekasi ............ 128Tabel 4.5 Persentase ABK pada sekolah inklusif ................................................ 144Tabel 4.6 Daftar Jumlah Guru di Kota Bekasi ..................................................... 156Tabel 4.7 Matriks Pembahasan ............................................................................ 200
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Tiga Elemen Sistem Kebijakan .......................................................... 35Gambar 3.2 Model Implementasi Grindle ............................................................. 38Gambar 3.3 Model Kesesuaian Implementasi Kebijakan ...................................... 42Gambar 4.1 Peta Administratif Kota Bekasi ....................................................... 106Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kota Bekasi ......................... 111Gambar 4.3 Ruang kelas SMP IT YPI 45 Bekasi ................................................ 132Gambar 4.4 Ruang kelas SDN Kalibaru IV ......................................................... 133DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Foto Lampiran 2 Member Check Lampiran 3 Surat Pernyataan Lampiran 4 Surat Ijin Mencari Data Lampiran 5 Surat keterangan dari sekolah Lampiran 6 Surat Data Sekolah Penerima Difabel Lampiran 7 Data jumlah penyandang disabilitas di Kota Bekasi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penyandang disabilitas yang dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai orang cacat, sering dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sehingga hak-haknya pun diabaikan. Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai resiko untuk kecacatan. Akan tetapi, pemerintah sendiri belum memberikan perhatian sepenuhnya kepada mereka. Hal ini dapat dilihat dari hak-hak penyandang disabilitas yang seharusnya terpenuhi, tetapi terabaikan oleh pemerintah.
Saat ini keberadaan penyandang disabilitas masih dianggap sebelah mata, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Keberadaan mereka seakan dianggap sebagai orang cacat yang tidak berguna dan tidak bisa hidup seperti layaknya orang normal yang lain. Kurangnya pemahaman masyarakat maupun aparatur pemerintah yang terkait tentang arti disabilitas dan keberadaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari warga negara menyebabkan penyandang disabilitas tidak mendapat hak dan kesempatan yang sama seperti warga masyarakat lainnya. Penyandang disabilitas disamakan dengan orang sakit, tidak berdaya sehingga tidak perlu diberikan pendidikan dan pekerjaan, mereka cukup dikasihani dan diasuh untuk keberlangsungan hidupnya.
Oleh karena itu, secara eksplisit Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang memberikan landasan hukum secara tegas untuk menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai warga negara Indonesia dan sebagai bagain yang tidak terpisahkan dari masyarakat sebagai warga negara Indonesia.
Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara non disabilitas. Penyandang disabilitas memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Selain itu, hak untuk hidup berkaitan dengan isu-isu mengenai hak asasi manusia bahwa manusia sebagai warga negara yang memiliki hak sipil, hak politik, hak ekonomi, sosial dan budaya.
Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, sudah sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi terutama perlindungan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlidungan, dan pemenuhan hak asasi manusia secara universal.
Penyandang disabilitas menghadapi kesulitan yang lebih besar dibandingkan masyarakat non disabilitas dikarenakan hambatan dalam mengakses layanan umum seperti, akses dalam layanan pendidikan, kesehatan, maupun dalam hal ketenagakerjaan. Kecacatan seharusnya tidak menjadi halangan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak hidup dan hak mempertahankan hidupnya.
Fakta bahwa para penyandang disabilitas masih dianggap sebelah mata berbanding lurus dengan fakta yang ada di Kota Bekasi. Kebijakan pemerintah Kota Bekasi masih terhambat dalam implementasinya. Faktor- faktor yang menyebabkan terhambatnya implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Kota Bekasi yaitu hubungan antar organisasi yang belum terjalin dengan baik, sumber daya organisasi yang kurang dan belum memahami dengan baik, kondisi lingkungan yang kurang memadai dan mendukung implementasi serta kinerja dari aparatur pemerintah yang kurang maksimal.
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan jumlah penyandang disabilitas yang ada di wilayah Kota Bekasi.
Tabel 1.1 Jumlah Penyandang Disabilitas No. Tahun Jumlah1. 2013 1.771 2. 2014 1.125 3. 2015 1.607 Berdasarkan data pada tabel 1.1 terlihat bahwa jumlah penyandang disabilitas dari tahun 2013 hingga 2015 mengalami penurunan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Namun, fakta yang peneliti temukan adalah Pemerintah Kota Bekasi sendiri kurang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan dari para penyandang disabilitas.
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Kota Bekasi dalam
pasal 9 dinyatakan bahwa salah satu program yang secara langsung ditujukan oleh masyarakat berupa subsidi, penyediaan pembiayaan untuk proyek- proyek pengembangan masyarakat, penyelenggaraan fasilitas umum atau bantuan modal usaha skala mikro atau kecil, bantuan sosial berupa bantuan dalam bentuk uang, barang maupun jasa pada panti-panti sosial/jompo, para korban bencana dan para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan perlindungan sosial berupa pemberian kesempatan kerja bagi para atlet nasional atau daerah yang sudah purna bakti dan bagi penyandang disabilitas yang mempunyai kemampuan khusus. Pasal 10 ayat 2 dinyatakan bahwa pemerintah wajib memulihkan PMKS dalam hal ini juga termasuk penyandang disabilitas agar mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya.
Pemerintah perlu bertanggung jawab secara penuh terhadap para penyandang disabilitas agar mereka dapat hidup sejahtera dan mandiri.
Tanggungjawab ini diwujudkan dengan bantuan yang diberikan pemerintah sesuai dengan kebutuhan dari penyandang disabilitas dan bersifat jangka panjang atau berkelanjutan sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal.
Akan tetapi, kinerja Pemerintah Kota Bekasi selama ini dalam melakukan tanggungjawabnya kepada penyandang disabilitas dirasa belum maksimal. Bantuan yang diberikan pemerintah belum mencakup segala aspek. Dinas Sosial sendiri paling banyak memberikan bantuan berupa pelatihan-pelatihan khusus bagi penyandang disabilitas sekaligus memberikan alat yang menunjang untuk mempraktekannya dan pemberian alat bantu khusus seperti kursi roda, kaki palsu, alat bantu dengar, dan sebagainya.
Usaha yang dilakukan pemerintah sudah cukup membantu dan memperhatikan penyandang disabilitas, akan tetapi usaha tersebut belum bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Selayaknya pemerintah memberikan program kelanjutan dari pelatihan-pelatihan yang diberikan tersebut seperti kiat-kiat untuk berwirausaha, membantu mencari tempat usaha bagi kelompok disabilitas dan memastikan bahwa usaha tersebut berjalan dengan baik. Sehingga tidak hanya bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan kemandirian para penyandang disabilitas, tetapi juga terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan menambah pendapatan daerah Kota Bekasi.
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 6 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung dala m pasal 57 yang menyatakan bahwa “setiap bangunan umum harus memiliki kelengkapan sarana dan prasarana bangunan yang memadai sesuai standar teknis yang berlaku. Salah satunya meliputi fasilitas bagi anak- anak, penyandang cacat dan lanjut usia.” Kemudian pasal 39 dinyatakan bahwa “setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia, masuk dan keluar bangunan gedung serta beraktivitas dalam bangunan gedung secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.
Mayoritas penyandang disabilitas mengalami kesulitan menjalani kehidupan keseharian nya karena keterbatasan fasilitas publik transportasi dan informasi yang tidak dirancang sesuai dengan kebutuhannya. Hak asasi manusia masih menjadi masalah dalam implementasinya. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia sering sekali dirasakan oleh penyandang disabilitas. Kebebasan yang dirasakan oleh penyandang disabilitas masih saja belum memberikan ruang sepenuhnya. Dalam potret sosial, penyandang disabilitas masih dianggap sebelah mata. Terutama berkenaan dengan masalah pelayanan publik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa fasilitas umum. Contohnya toilet yang belum disediakan untuk orang yang berkebutuhan khusus, tranportasi umum yang seharusnya memiliki sebuah ruang kosong yang diperuntukkan bagi para penyandang disabilitas, tangga landai yang dapat membantu para penyandang disabilitas, jembatan penyebrangan bagi penyandang disabilitas dan fasilitas lainnya.
Pada tataran yuridis formal, langkah awal untuk pemenuhan hak asasi penyandang disabilitas harus dimulai dari adanya peraturan daerah yang menjamin pemenuhan hak asasi penyandang disabilitas. Pembuatan peraturan daerah menjadi strategis dan penting karena faktor kekhususan daerah dan penjabaran perundang-undangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan pasal 41 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 5 ayat 3 menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya namun dalam prakteknya regulasi kepada mayoritas lebih banyak daripada kelompok minoritas. Kelompok minoritas ini identik dengan masyarakat lemah yang memiliki banyak keterbatasan salah satunya adalah penyandang disabilitas.
Dengan demikian, pemerintah daerah wajib memiliki peraturan daerah yang mencakup pemenuhan hak-hak dari penyandang disabilitas agar layanan publik bisa lebih inklusif memberikan ruang pubblik kepada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas karena kondisi yang terjadi saat ini pelayanan publik untuk penyandang disabbilitas belum inklusif dan masih diwarnai dengan sikap diskriminasi.
Tidak adanya peraturan daerah di Kota Bekasi yang secara khusus membahas tentang penyandang disabilitas, hal ini membuat tidak adanya acuan dan pedoman bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dirasa perlu adanya payung hukum (peraturan daerah) sebagai upaya perlindungan terhadap penyandang disabilitas dimana sampai saat ini masih banyak mengalami hambatan antara lain karena masih rendahnya penilaian masyarakat terhadap kapasitas dan potensinya, kurangnya partisipasi masyarakat seta sikap dan sikap dari penyandang disabilitas sendiri. Keberadaan peraturan daerah tentang penyang disabilitas ini nantinya sangat penting mengingat sebagai upaya perlindungan bagi penyandang disabilitas, dimana selama ini mereka seringkali tidak menikmati kesempatan yang sama seperti masyarakat lainnya.
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Tanggungjawab dan Lingkungan Perusahaan di Kota Bekasi menyatakan bahwa pelayanan sosial berupa layanan pendidikan, kesehatan, olahraga, serta santunan pekerja sosial dan perlindungan sosial berupa pemberian kesempatan kerja bagi para atlet nasional atau daerah yang sudah purna bakti dan bagi penyandang cacat yang mempunyai kemampuan khusus. Maka pemerintah wajib untuk memulihkan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Namun, diskriminasi masih menjadi masalah yang tidak kunjung teratasi hingga saat ini. Diskriminasi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat setempat, keluarga dari penyandang disabilitas yang bersangkutan serta pemerintah yang seyogyanya memperhatikan dan menangani mereka agar mendapatkan hak dan kedudukan yang sama dengan masyarakat yang lain. Penyandang disabilitas masih dianggap sebagai orang yang harus diperbaiki, tidak dapat mandiri, dan kehadirannya dapat mengganggu orang lain.
Sebagai wilayah perkotaan yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kota Bekasi awalnya merupakan salah satu wilayah yang difungsikan sebagai kota penyangga. Namun, pada perkembangannya Kota Bekasi menjadi kota metropolitan sendiri. Peningkatan jumlah penduduk, perkembangan industri dan infrastruktur yang pesat, bisa bersaing dengan ibu kota Jakarta.
Akan tetapi, menurut redaksi kabariindonesia.com, dalam perkembangan dan pertumbuhan wilayah Kota Bekasi, penyandang disabilitas seringkali dilewatkan dalam pembangunan kota. Di Kota Bekasi, ruang-ruang publik seperti trotoar dan jembatan penyeberangan serta sarana umum lainnya belum dirancang untuk memudahkan mereka para penyandang disabilitas. Di Kota Bekasi juga belum banyak lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan inklusif, yaitu menyediakan fasilitas fisik dan tenaga pendidik bagi siswa berkebutuhan khusus.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Bekasi, saat ini tercatat ada sembilan sekolah yang menerima peserta didik difabel atau sekolah inklusif di wilayah Kota Bekasi. Fakta tersebut sangat memprihatinkan apabila dibandingkan dengan jumlah sekolah penerima peserta didik difabel atau sekolah inklusif yang terdata oleh Dinas Pendidikan Kota Depok yaitu memiliki 80 sekolah inklusif pada semua jenjang, baik itu TK, SD, SMP, SMA dan SMK, yang kemudian 80 sekolah inklusif tersebut mengikuti pelatihan demi menunjang pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) yang diadakan oleh pemerintah terkait.
Fakta yang peneliti temui di lapangan yaitu sedikitnya jumlah sekolah inklusif di Kota Bekasi dan kurangnya perhatian dari pemerintah terkait, menyebabkan timbulnya masalah keterbatasan aksesibilitas anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam mendapatkan pendidikan. Idealnya, Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit satu sekolah dasar,dan satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu-satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif sesuai dengan yang tertera pada Permendagri No. 70 Tahun 2009 sehingga semua anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ada pada wilayah Kota Bekasi mendapatkan akses pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya .
Pada tahun 2012, provinsi Jawa Barat sendiri telah mendeklarasikan diri sebagai provinsi pendidikan Insklusif. Deklarasi tersebut ditandai dengan pembacaan naskah deklarasi oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mizwar, dan penandatanganan prasasti oleh Dedi Mizwar, Direktur Pendidikan Khusus dan Pelayanan Khusus (PKLK) Kemdikbud, Mudjito dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Wahyudin Zarkasyi, di Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia. (disdik.depok.go.id/2017)
Awal mula untuk mengupayakan kesejahteraan daan hak-hak bagi penyandang disabilitas diwujudkan dengan penyetaraan pendidikan antara anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak yang normal. Dengan adanya pendidikan inklusif, mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang seperti anak-anak yang lainnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki hak untuk menjalani kehidupan secara penuh dan berkontribusi penuh dalam segala aspek. Namun untuk tumbuh dan berkembang bisa jadi sulit bagi mereka karena dihadapkan oleh resiko yang lebih besar untuk menjadi miskin dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tanpa disabilitas. Bahkan bila anak-anak memiliki ketidakberuntungan yang sama maka anak berkebutuhan khusus (ABK) menghadapi tantangan yang lebih besar akibat keterbatasan mereka dan berbagai rintangan yang dihadirkan oleh lingkungan sekitarnya.
Meremehkan kemampuan dari penyandang disabilitas merupakan hambatan utama untuk inklusi mereka dan untuk kesempatan yang setara.
Sikap yang dimaksud terdapat dalam masyarakat mulai dari para profesional, politisi, dan pembuat keputusan lainnya terhadap keluarga dan teman-teman serta para penyandang disabilitas itu sendiri karena tidak adanya bukti bahwa mereka itu berharga dan didukung seringkali meremehkan kemampuan sendiri.
Sebuah lingkungan yang bisa diakses merupakan hal yang penting bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk dapat menikmati hak-hak mereka untuk berpartisipasi dalam masyarakat dan mendapatkan kesempatan mewujudkan seluruh potensi mereka. Contohnya seperti anak berkebutuhan khusus (ABK) perlu akses pada seluruh sekolah untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari pendidikan. Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mendapatkan pendidikan bersama dengan rekan-rekan mereka yang mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif dan menjadi terintegrasi dalam kehidupan masyarakat.
Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa, dalam pasal satu menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan inklusif bertujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik yang memiliki memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya.
Upaya pemerintah untuk melaksanakan pendidikan inklusif perlu diimbangi dengan kerjasama dari berbagai pihak. Agar dalam proses implementasinya dapat berjalan sesuai dengan isi yang tertera pada kebijakan yang telah dibuat. Pendidikan inklusif ini diselenggarakan agar dapat memenuhi kebutuhan dari anak berkebutuhan khusus (ABK) secara keseluruhan dan fokus terhadap keterbatasan yang mereka miliki. Bagi siswa yang memiliki keterbatasan mental, mereka sangat sulit untuk digabungkan belajar satu kelas dengan siswa yang normal sebagaimana pada pendidikan inklusif karena secara kemampuan nalar dan logikanya pun jauh berbeda dengan siswa atau peserta didik yang normal. Oleh karena itu, mereka tidak dapat dimasukkan ke dalam pendidikan atau sekolah inklusif dikarenakan keadaan yang mereka alami. Sedangkan siswa yang memiliki keterbatasan seperti tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan kelainan yang lain dapat diikutsertakan dalam pendidikan inklusif karena dibalik keterbatasan yang mereka miliki, namun secara keseluruhan mereka normal seperti peserta didik yang lain dalam hal nalar dan logikanya. Hanya mungkin mereka membutuhkan guru pendamping khusus (GPK) dimana guru yang dimaksud adalah guru yang ditugasi untuk membantu anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam pembelajaran di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Mengingat pentingnya pendidikan inklusif ini setiap daerah perlu memiliki peraturan daerah terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif sebagai kebijakan dari pemerintah daerah yang bersangkutan dengan mengacu pada peraturan dari pemerintah pusat agar dalam pelaksanaannyadi daerah tersebut memiliki acuan yang jelas sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh daerah.
Peraturan daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, pasal 10 menyatakan bahwa walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus dan atau peserta didik di daerah khusus dalam rangka meningkatkan partisipasi pendidikan. Pasal 105 menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya.
Peraturan daerah tersebut belum diimplementasikan dengan baik, pemerintah semestinya dapat memberikan jaminan akses difabel untuk mendapatkan pendidikan dasar dan lanjutan inklusif. Tidak hanya sebatas membuka akses difabel bisa mengenyam bangku pendidikan saja, tetapi juga bisa menjamin keberlanjutan dalam menjalani proses pendidikan. Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam kehidupan, termasuk memperoleh pendidikan tetapi belum semua anak difabel dapat mengakses pendidikan dengan baik.
Beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Bekasi tergolong cukup banyak. Implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dalam hal ini penyelenggaraan pendidikan inklusif mengalami berbagai hambatan, masalah-masalah yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pertama, fakta yang peneliti temui yaitu standarisasi sarana dan prasarana dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah umum atau reguler belum akurat, karena dalam pelaksanaannya sekolah yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif harus mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, persyaratan dan kriteria tertentu. Standarisasi yang dimaksud merupakan hal yang bersifat fisik yaitu sistem sarana dan prasarana di sekolah yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam mendapatkan proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan fakta yang ditemukan dalam penelitian, standarisasi sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah reguler tidak mendukung anak berkebutuhan khusus (ABK). Meskipun telah terdapat peraturan yang menegaskan bahwa semua sekolah di Kota Bekasi harus menyelenggarakan pendidikan inklusif, namun peraturan ini tidak diimplementasikan dengan baik. Sarana dan prasarana yang tidak mendukung menyebabkan anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami kesulitan dalam menjalani proses pembelajaran di sekolah karena sarana dan prasarana yang tidak tersedia. Contohnya seperti tidak tersedianya buku dengan huruf braile bagi anak penyandang tuna netra, dan jalan atau lintasan khusus kursi roda, tidak tersedianya alat bantu belajar, kursi atau meja khusus belajar dan metode pembelajaran ataupun kurikulum khusus yang sesuaikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam proses pembelajaran di sekolah.
Pemerintah harus menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing. Untuk keperluan administrasi dan pembinaan serta kelancaran dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, sekolah perlu mengikuti alur penyelenggaraan dari program inklusif dengan mengajukan proposal penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dinas pendidikan kemudian dinas pendidikan yang bersangkutan akan menindaklanjuti dan memproses sampai dinas pendidikan provinsi menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai penyelenggara pendidikan inklusif. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya sekolah dapat dibantu oleh pemerintah karena sekolah tersebut sudah resmi dan terdaftar di dinas setempat. Hal ini kan membantu terselenggaranya pendidikan inklusif yang lebih baik, dari segi operasional maupun struktural.