IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KOTA SURAKARTA

KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh : ADITYA DWI NUGROHO D0108113 SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Administrasi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Drs. H. Sakur, MS NIP. 19490205 198012 1 001

Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari : Tanggal : Panitia Penguji :

1. Dra. Sri Yuliani, M.Si ( ................................... ) NIP. 19630730 199003 2 002

Ketua

2. Faizatul Ansoriah, S. sos, M.Si (.....................................) NIP. 19820304 200812 2 003

Sekretaris

3. Drs. H. Sakur, MS (.....................................) NIP. 19490205 198012 1 001

Penguji

Mengetahui, Dekan

MOTTO

Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga hakimmu

(Khalifah ‘Ali)

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri

(Bung Karno)

Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi, jika kita

menyerah, maka habislah sudah (Penulis)

PERSEMBAHAN

Dengan setulus hati dan mengucap syukur kepada Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk:  Kedua orang tuaku yang tercinta untuk kasih

sayang, doa, nasihat dan dukungan yang tak pernah berhenti sampai kapanpun.

 Kakak

dan Adikku tersayang

yang telah memberikan motivasi, semangat dan dukungan serta untuk keceriaan yang selalu menemani hari- hariku

 Inang’s Community untuk keceriaan, kebersamaan

dan dukungan disaat suka dan duka  Yostine Uthami seseorang yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan kebersamaan disaat suka dan duka

 Almamaterku UNS

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah memperjuangkan agama Allah di muka bumi ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak di bawah ini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Drs. H. Sakur, MS selaku pembimbing skrispi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. AW Erlin Mulyadi, S.Sos, M.PA. selaku pembimbing akademis yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah.

3. Prof. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret.

4. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret 4. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

6. Ibu Widiastuti Pratiwiningsih, Bapak Subandi, Ibu Esti, Bapak Bambang, dan Ibu Widi selaku informan yang telah banyak memberikan banyak informasi sebagai materi analisis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Teman-teman seperjuangan AN ’08 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya. Semoga ilmu yang kita dapat bersama-sama di bangku kuliah dapat bermanfaat bagi diri kita pribadi dan orang lain. Kita semua harus sukses dan berhasil amiin.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga sadar bahwa skripsi ini juga masih jauh dari sempurna, maka dengan senang hati akan menerima kritik dan saran atas perbaikan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagai para pembaca.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….…..

E. Validitas Data……………………………………………….……..

F. Teknik Analisis Data….…………………………….………….….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………...………..…..

1. Profil Kota Surakarta..….…………………………….………...

2. Visi misi Kota Surakarta..……………………………………...

3. Wilayah Administrasi……………..……………………….……

4. Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta……………….

5. Tinjauan Umum Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil Kota Surakarta..……………………………………... ..………………

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………………..…........

1. Proses Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta…............................................................................

a. Proses Tahapan Pendaftaran Penduduk Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010.....................................

b. Proses Tahapan Pencatatan Sipil Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010............................................

c. Proses Pengolahan Infomasi Administrasi Kependudukan Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010....................................................................................

2. Hambatan yang terjadi dalam Implementasi Kebijakan

Kota Surakarta………………………………........................................

a. Ukuran-Ukuran dasar dan Tujuan-tujuan Kebijakan..................

b. Tingkat Kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran............

c. Sumber Daya........................................................................

d. Komunikasi Antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas.............

A. Kesimpulan…………………………………………………………...

B. Saran…………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

125 126

Halaman Tabel I.1 : Tabel I.2 :

Tabel IV.1 :

Tabel IV.2 :

Hasil Sensus Penduduk Indonesia……………………………………… Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010…………… Pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2011…………………………… Matrik Penilaian Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan di Kota Surakakarta……………………………………………………..

63

122

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 : Model Van Meter danVan Horn............................................. 22

Gambar II.2 : Model Mazmanian dan Sabatier............................................ 25 Gambar II.3 : Model George C. Edwards III………………………………. 27 Gambar II.4 : Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle………… 28 Gambar II.5 : Kerangka Berfikir…………………………………………… 39 Gambar III.3 : Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman..................... 49 Gambar IV.1 : Peta Jabatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

Surakarta ................................................................................ .. 56

Gambar IV.2 : Proses Pembuatan/Penggantian Kartu Keluarga…................ .. 75 Gambar IV.3 : Proses Pembuatan KTP .......................................................... 77 Gambar IV.4 : Proses Perpindahan Penduduk antar Kota/Kabupaten dalam

Satu Provinsi dan antar Provinsi dalam wilaah NKRI ........... 80

Gambar IV.5 : Proses Pembuatan Akta Kelahiran……………...…………… 86 Gambar IV.6 : Proses Pembuatan Akta Kematian…………………….. ....... 89

Aditya Dwi Nugroho. D0108113. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KOTA SURAKARTA. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. 2012.

Permasalahan kependudukan yang dihadapi di Indonesia adalah ketidakakuratan data tentang kependudukan. Bahkan sering terjadi permasalahan data kependudukan pusat dengan data kependudukan daerah sering berbeda. Perbedaan data ini sering menimbulkan kekacauan ketika data kependudukan mana yang paling akurat untuk dijadikan sumber data bagi kebijakan/ program pembangunan pemerintah demi kesejahteraan rakyat dan juga untuk data Pemilih untuk Pemilu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi kebijakan administrasi kependudukan diKota Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposivesampling, yaitu Kepala Bagian Pendaftaran Penduduk, Kepala Sub bagian Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, dan pengolahan SIAK, dan Masyarakat Kota Surakarta. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara, observasi dan telaahdokumen. Sedangkan untuk validitas data dilakukan dengan trianggulasi data atau sumber. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif.

Hasil penelitian dapat diketahui, bahwa Implementasi kebijakan administrasi kependudukan di Kota Surakarta baik dalam proses tahapan pendaftaran penduduk, proses tahapan pencatatan sipil dan juga proses pengolahan Sistem Informasi Adminstrasi Kependudukan (SIAK) dalam proses pelaksanaanya sudah berjalan dengan baik . Terlihat dari sudah sesuainya baik alur atapun proses yang ada dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Administrasi Kependudukan dengan pelaksanaanya dilapangan. Masyarakat sudah taat dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting lainnya juga patuh dalam melengkapi syarat-syarat dan prosedur yang ada. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam implementasi administrasi kependudukan di Kota Surakarta dapat terlihat dari beberapa indikator seperti ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, walaupun sudah terdapat tupoksi dan tujuan yang jelas ternyata belum mencapai target 100%. Indikator tingkat kepatuhan juga masih terhambat dengan masih adanya respon aparat yang kurang cepat dan kepatuhan masyarakat juga masih belum semuanya mematuhi prosedur yang ada. Sumberdaya baik aparat maupun fasilitas masih sangat kurang dalam melaksanakan kebijakan administrasi kependudukan ini. Komunikasi sudah berjalan dengan adanya sosialisasi dan koordinasi namun ada kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi yang harus diperhatikan agar tidak terjadi konflik. Selain itu dukungan antar bidang atau badan lain diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berakibat konflik. Kemampuan yang berbeda-beda dari

Aditya Dwi Nugroho. D0108113. THE IMPLEMENTATION OF DEMOGRAPHY ADMINISTRATION POLICY IN SURAKARTA. Thesis. Administration Science Department of Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. 2012.

Demography problem that face by Indonesia is the inaccuracy of file about demography it self. Problems that often happen are the differentiate file between central demography and region demography. This can create chaos when the government decides which data that has the highest accuracy to become the source when they make a policy or developing program for the sake of society and also for the general election files. This research has purpose to see the implementation of demography administration Policy in Surakarta.

This research is a descriptive qualitative research and it takes a place in Department of Demography and Civil registration Surakarta. The choosing infoman technique that implement in this research is purposive sampling, they are Chief of civil registration, Sub-leader of civil registration, Civil register and SIAK creator, and last the citizen of Surakarta. Collective data technique using interview method, observation and document study. As for the validity of the research I am using source and data triangulation. Analysis data technique using analysis interactive model.

From the result of research we can conclude that, the process of implementation of demography administration policy can divide into some part they are: civil registration, civil record and Information of demography administration system (SIAK) are working well. We can see it from appropriate track and process in The Surakarta’s Region Regulation Number 10 Year 2010 About Demography Administration with The Implementation in The Field. Society has obedient on giving report about demography event and other event also obedient on completing the condition and procedure that exist. Obstacles that exist in the implementation of demography administration in the city of Surakarta can be seen from several indicators such as basic measurement, and policy purposes, despite of the main task and function existence and clear purpose, the fact is the target 100% not achieve yet. Pursuance level indicator also still late with the existence of slow response apparatus and for the pursuance of society is not all society obey the exist procedure. Resources like apparatus or facility still lack in implementing this demography administration policy. Communication has been done with the existence of socialization and coordination but there are difficulties in the communication that need to be pay attention so conflict won’t happen. Beside that support between sector and other group are needed so misunderstanding that leading to conflict won’t happen. Different ability from each executor apparatus becomes obstacle that will create respond and intensity of doing the policy implementation hampering.

commit to user

commit to user

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa (Amir Buton, 2010). Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang tinggi pula. Jumlah penduduk Indoneesia dari tahun 1971-2010 serta pertumbuhannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel I.1

Hasil Sensus Penduduk Indonesia (dalam juta jiwa) Tahun

1990 2000 2010 Jumlah Penduduk

Jumlah Kenaikan Penduduk

31,9 25,7 32,5 Prosentase Kenaikan Penduduk -

Sumber : (Amir Buton,2010) Selama kurun waktu 40 tahun jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan. Pada tahun 1971-1980 penduduk Indonesia bertambah sebanyak 28,3 juta jiwa. Begitu Sumber : (Amir Buton,2010) Selama kurun waktu 40 tahun jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan. Pada tahun 1971-1980 penduduk Indonesia bertambah sebanyak 28,3 juta jiwa. Begitu

Program KB pada tahun 1990-2000 terbukti bias mengatasi peningkatan pertambahan penduduk dan juga ledakan penduduk di Indonesia karena pada 10 tahun ini penduduk Indonesia bertambah 25,7 juta jiwa. Hal ini menandakan bahwa program KB bisa mengatasi masalah pertumbuhan penduduk di Indonesia. Namun dengan bergantinya orde baru menjadi masa reformasi pada akhir tahun 1990an dan juga bergantianya kepala pemerintahan di Indonesia program KB yang sering gencar-gencarnya di publikasikan pemerintah kepada masyarakat seakan-akan menghilang dan tidak lagi didengung-dengungkan agar para rakyat melaksanakan program KB tersebut. Terlihat dengan terjadinya kenaikan pertambahan penduduk pada tahun 2000-2010 sebesar 32,5 juta jiwa, dimana pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 ini paling besar selam 40 tahun terkahir. Semakin besarnya pertumbuhan penduduk pada 10 tahun terakhir ini menandakan bahwa pemerintahan pada masa reformasi belum bisa mengatasi permasalahan pertumbuhan penduduk dan juga ledakan penduduk. Oleh karena itu pada saat ini pemerintah kembali gencar-gencarnya memberikan publikasi dan juga penyuluhan kepada masyarakat agar kembali melaksanakan program KB, karena program ini

dengan pencapaian kualitas SDM yang tinggi mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang antara lain adalah : kemiskinan, kesehatan, pengangguran. Pencatatan Peristiwa kependudukan juga menjadi permasalahan, antara lain perubahan alamat, pindah dating untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap dan peristiwa penting antara lain kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan, dan perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan anak, serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya yang dialami oleh seseorang merupakan kejadian yang harus dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan kependudukan. Untuk itu, setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Inti permasalahan kependudukan yang dihadapi di Indonesia adalah ketidakakuratan data tentang kependudukan. Penyajian data yang ada di Indonesia sering terjadi perbedaan data kependudukan dari data dari sensus penduduk maupun register penduduk. Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan data penduduk Indonesia berdasarkan data Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) ada 259.940.857 jiwa, sedangkan data penduduk Indonesia berdasarkan data BPS ada 237.440.363 jiwa (www.id.berita.yahoo.com). Selain itu jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 menurut data register adalah 32.380.687 jiwa

Perbedaan data ini sering menimbulkan kekacauan ketika data kependudukan mana yang paling akurat untuk dijadikan sumber data bagi kebijakan/ program pembangunan pemerintah demi kesejahteraan rakyat dan juga data pemilih untuk pemilu.

Menyikapi berbagai permasalahan itu pemerintah berusaha memperoleh data tentang kependudukan di Indonesia yang akurat untuk mampu membuat pemetaan yang tepat guna menanggulangi masalah kependudukan baik di tingkat lokal dan nasional. Data kependudukan memilki peran penting untuk digunakan dalam perencanaan kebijakan/program pemerintah seperti : penanggulangan kemiskinan, program kesehatan masyarakat, program pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk, program pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu, dan kebijakan/program pemerintah lainnya (www.crayonpedia.org). melihat banyaknya permasalahan kependudukan dan data kependudukan yang belum akurat, maka pemerintah menerbitkan kebijakan tentang administrasi kependudukan.

Administrasi Kependudukan perlu dibuat oleh pemerintah karena diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah tersebut, yang pada dasarnya merupakan sub sistem dari penyelenggaran administrasi negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Sejalan dengan arah penyelenggaraan adminstrasi kependudukan, maka pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagai sub-sub sistem pilar dari administrasi kependudukan perlu Administrasi Kependudukan perlu dibuat oleh pemerintah karena diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah tersebut, yang pada dasarnya merupakan sub sistem dari penyelenggaran administrasi negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Sejalan dengan arah penyelenggaraan adminstrasi kependudukan, maka pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagai sub-sub sistem pilar dari administrasi kependudukan perlu

Dokumen kependudukan menjadi sangat penting bagi masyarakat karena dengan adanya dokumen-dokumen kependudukan dapat digunakan oleh pemerintah untuk pelaksanaan kebijakan atau program lainnya dari pemerintah untuk kesejahteraan rakyat banyak. Peristiwa kependudukan yang dicatat untuk pertama kali misalnya Dokumen administrasi kependudukan yang harus dimiliki oleh seseorang sejak lahir adalah Akta kelahiran. Adanya Akta kelahiran tersebut menjadi bukti pengakuan status dan haknya sebagai warga negara. Selain itu Akta kelahiran dapat digunakan untuk mendaftarkan diri di pendidikan jenjang pertama. Jenis pelayanan administrasi kependudukan lainnya yaitu pembuatan KTP, dimana bagi masyarakat, KTP merupakan dokumen paling penting karena umumnya menjadi dokumen persyaratan untuk mengurus berbagai keperluan, seperti membuat kartu keluarga, paspor, perizinan, mengurus surat keterangan tidak mampu, mengurus dokumen pernikahan, melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, dan lainnya. Perkembangan beberapa tahun terakhir, peran KTP juga

Masyarakat Miskin) atau BLT (Bantuan Langsung Tunai). Bahkan pada tahun- tahun belakangan KTP juga telah memasuki ranah politik karena dianggap sebagai bukti dukungan bagi seorang calon kepala daerah dari jalur independen (non partai) dalam Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) atau pencalonan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atau sebagai Dewan perwakilan Rakyat (DPR) maupun DPRD dalam Pemilu (www.gdsindonesia.org)

Menurut Walikota Surakarta, Kota Surakarta merupakan salah satu dari sekian daerah di Indonesia yang dipilih untuk menjadi percontohan nasional dengan pendampingan Jerman dalam

Administrasi Kependudukan (www.solopos.com). Hal ini direspon secara positif oleh Pemerintah Kota Surakarta dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 532.439 jiwa, terdiri dari 262.643 laki-laki dan 269.439 wanita, yang tersebar di lima kecamatan dengan daerah seluas 44,04 km 2, tingkat

kepadatan penduduk di Surakarta adalah 12.090 jiwa/km 2 , yang merupakan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah (kepadatan Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km 2 ) dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia (Dispendukcapil Surakarta, 2010).

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010

Kecamatan

Luas Wilayah

Jumlah Penduduk

Tingkat Laki-laki Kepadatan Perempuan Jumlah Laweyan

20.151 Pasar Kliwon 4,82

12.090 Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta tahun 2010 Dalam pelaksanaan Administrasi Kependudukan Pemerintah Kota Surakarta memiliki nilai lebih karena telah memiliki Perda Administrasi Kependudukan sejak tahun 2010. Substansi utama dari Administrasi kependudukan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan meliputi:

1. Pendaftaran penduduk. Kegiatan Pendaftaran Penduduk, antara lain pencatatan biodata, penerbitan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda "Penduduk" (KTP), Surat Keterangan Pindah dan lain-lain.

Kegiatan Pencatatan Sipil antara lain Pencatatan Kelahiran, Kematian, Perkawinan dan Perceraian serta Penerbitan Akta Pencatatan Sipil.

3. Pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan.

Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan yang menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) merupakan alat untuk memfasilitasi pengelolaan database kependudukan, penerbitan Nomor Induk "Kependudukan" (NIK) dan penerapan Kartu Tanda "Penduduk" Elektronik (e-KTP). Dengan adanya perda Administrasi Kependudukan, menurut Wakil

Walikota Surakarta kota Surakarta lebih unggul dibandingkan dengan kota lainnya dalam pelaksanaannya (www.harianjoglosemar.com). Sistem administrasi kependudukan di Surakarta dilakukan dengan cepat, tepat, dan cermat. Salah satu contohnya, membuat kartu tanda penduduk (KTP) hanya membutuhkan waktu satu jam. Padahal, sebelumnya diperlukan waktu minimal satu minggu. Demikian juga dalam membuat kartu keluarga (KK). Berdasarkan perda, KK paling lambat satu bulan bisa diwujudkan, namun mampu dipercepat menjadi 1 minggu saja (www.suarakarya-online.com).

Perbedaan data antara data sensus dan data register juga dialami di Surakarta, jumlah penduduk Kota Surakarta berdasarkan data register tahun 2009 adalah 525.505 jiwa dan tahun 2010 532.439 jiwa (Dispendukcapil Surakarta, 2010). Sedangkan data yang disusun berdasarkan data sensus penduduk jumlah

atau sekitar 16,75% dari total penduduk Surakarta yang belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) yang masuk dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan kepemilikan kartu keluarga (KK) dengan sistem SIAK yang baru 52.819 KK dari jumlah total 146.780 KK. Pencatatan sipil seperti Akta Kelahiran yang sudah masuk SIAK baru 189.125 jiwa atau 35,52% dari total penduduk Surakarta, akta perkawinan yang masuk SIAK sekitar 64,53 % dari total 249.466 jiwa penduduk Surakarta yang berstatus kawin, sedangkan akta perceraian hanya 33,92% dari jumlah total penduduk Surakarta yang berstatus cerai hidup yaitu 5.195 jiwa (Dispendukcapil Surakarta, 2010) . Muncul juga permasalahan yang ada di Surakarta tentang pengolahan informasi data kependudukan yang dulunya menggunakan SIMDUK ke SIAK sering terjadi kesalahan, yang akibatnya kinerja camat dan perangkatnya di Surakarta disorot DPRD Surakarta, setelah banyak warga mengeluh data kependudukannya mulai dari Akta Kelahiran, KK, dan KTP banyak yang salah. Akibat kesalahan data itu, warga kesulitan mengurus surat administrasi yang lain. Kesalahan yang banyak terjadi ini karena dalam pengisian dilakukan oleh siswa yang sedang magang. (www.bataviase.co.id).

Namun mengingat masih adanya perbedaan data kependudukan antara data jumlah penduduk di Kota Surakarta berdasarkan sensus dan register penduduk serta masih banyaknya dokumen kependudukan seperti KK, KTP, Pindah datang dan peristiwa kependudukan lainnya, seperti Akta Kelahiran, kematian, Namun mengingat masih adanya perbedaan data kependudukan antara data jumlah penduduk di Kota Surakarta berdasarkan sensus dan register penduduk serta masih banyaknya dokumen kependudukan seperti KK, KTP, Pindah datang dan peristiwa kependudukan lainnya, seperti Akta Kelahiran, kematian,

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan diatas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Proses Implemenentasi Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta sesuai Perda Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010?

2. Hambatan-hambatan yang apa saja yang terjadi dalam implemntasi

administrasi kependudukan di Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar penelitian tersebut dapat memberikan manfaat sesuai yang dikehendaki. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Operasional

a. Untuk mengetahui proses tahapan Pendaftaran penduduk sesuai

Perda Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010.

b. Untuk mengetahui Proses Tahapan Pencatatan Sipil sesuai Perda

Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010.

c. Untuk mengetahui Proses Pengolahan informasi Administrasi c. Untuk mengetahui Proses Pengolahan informasi Administrasi

2. Tujuan Fungsional Dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Surakarta khususnya bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai acuan untuk melaksanakan kebijakan administrai kependudukan.

3. Tujuan Individual Penelitian ini disusun dalam memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang diantaranya adalah:

1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas ilmu pengetahuan tentang implementasi kebijakan Pemerintah Kota Surakarta terutama dalam administrasi kependudukan.

2. Secara Praktis Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam pelaksanaan kebijakan administrasi agar dapat lebih optimal.

Menjadi bagian dari proses pembelajaran dan menambah wawasan keilmuan serta menambah pengetahuan bagi penulis dalam memahami usaha yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam kebijakan administrasi kependudukan.

KAJIAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan

1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program, Hal ini dikemukakan oleh Lester dan Stewart ( dalam Winarno, 2008 : 144). Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat menapai tujuannya, tidak kurang tidak lebih.untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk program atau mlalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut ( Nugroho, 2009 : 494).

Sedangkan menurut pendapat lain (dalam Winarno, 2008 : 146), Van Meter dan Van Horn telah membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan- tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok), pemerintah

ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran dari suatu kebijakan itu ditetapkan atau diidentifikasikan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.

Menurut Bhuyan, A., A. Jorgensen dan S. Sharma (2010: 1) menjelaskan tentang implementasi kebijakan bahwa: “Policy implementation refers to the mechanisms, resources, and

relationships policies to program action. Understanding the nature of policy implementation is important because international experience shows that policies, once adopted, are not always implemented as envisioned and do not necessarily achieve intended results. Moreover, some services are provided with little attention as to how such activities fit into or contribute to broader policy goals. Policymakers and program implementers also often have limited understanding of how broader policies might help overcome service delivery obstacles.” (Implementasi Kebijakan mengacu pada mekanisme, sumberdaya, dan hubungan kebijakan untuk program aksi. Memahami sifat implementasi kebijakan ini penting karena pengalaman internasional menunjukkan bahwa kebijakan, sekali diadopsi, tidak selalu dilaksanakan seperti yang diharapkan dan tidak selalu mencapai hasil yang dimaksudkan. Selain itu, beberapa pelayanan disediakan dengan sedikit perhatian tentang bagaimana kegiatan tersebut masuk ke dalam atau berkontribusi pada tujuan kebijakan yang lebih luas. Para pembuat kebijakan dan pelaksana program juga sering memiliki pemahaman yang terbatas tentang bagaimana kebijakan yang lebih luas dapat membantu mengatasi relationships policies to program action. Understanding the nature of policy implementation is important because international experience shows that policies, once adopted, are not always implemented as envisioned and do not necessarily achieve intended results. Moreover, some services are provided with little attention as to how such activities fit into or contribute to broader policy goals. Policymakers and program implementers also often have limited understanding of how broader policies might help overcome service delivery obstacles.” (Implementasi Kebijakan mengacu pada mekanisme, sumberdaya, dan hubungan kebijakan untuk program aksi. Memahami sifat implementasi kebijakan ini penting karena pengalaman internasional menunjukkan bahwa kebijakan, sekali diadopsi, tidak selalu dilaksanakan seperti yang diharapkan dan tidak selalu mencapai hasil yang dimaksudkan. Selain itu, beberapa pelayanan disediakan dengan sedikit perhatian tentang bagaimana kegiatan tersebut masuk ke dalam atau berkontribusi pada tujuan kebijakan yang lebih luas. Para pembuat kebijakan dan pelaksana program juga sering memiliki pemahaman yang terbatas tentang bagaimana kebijakan yang lebih luas dapat membantu mengatasi

how well program or service is implemented. In designing the implementation programme, we have explicitly taken an approach that aims to integrate theoretical, empirical, and experiential evidence about implementation.” (Studi implementasi menggunakan pendekatan yang sangat beragam untuk mengukur seberapa baik program atau pelayanan diimplementasikan.

Dalam

merancang program implementasi, kita harus secara eksplisit mengambil pendekatan yang bertujuan untuk mengintegrasikan teori, empiris, dan bukti pengalaman tentang pelaksanaan) (www.ncbi.nlm.nih.gov).

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji ( dalam Wahab, 2010:59) bahwa:

“The execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakasanaan adala sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebi penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan).

Untuk lebih memperjelas maksud dari berbagai pendapat-pendapat tentang implementasi kebijakan baik dari para ahli dan juga dari jurnal diatas maka akan lebih baik jika juga dijelaskan dengan menggunakan salah satu contoh nyata yang menginterpretasikan pendapat-pendapat dari para ahli dan juga jurnal diatas tentang implemntasi kebijakan. Berdasarkan uraian di atas, bisa dikatakan bahwa Untuk lebih memperjelas maksud dari berbagai pendapat-pendapat tentang implementasi kebijakan baik dari para ahli dan juga dari jurnal diatas maka akan lebih baik jika juga dijelaskan dengan menggunakan salah satu contoh nyata yang menginterpretasikan pendapat-pendapat dari para ahli dan juga jurnal diatas tentang implemntasi kebijakan. Berdasarkan uraian di atas, bisa dikatakan bahwa

Kebijakan penertiban PKL Banjarsari yang di pindah ke Semanggi yang ada di Kota Surakarta dapat dijadikan salah satu contoh implementasi suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan sangat baik tanpa adanya konflik dan semua berjalan dengan baik. Penertiban PKL di Surakarta ini merupakan contoh implementasi kebijakan yang memperhatikan hubungan organisasi atau pemerintah selaku pelaksana kebijakan dengan target group mereka yaitu para pedagang. Seperti yang dijelaskan ole Kai Spraat bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh hubungan organisasi dan berbagai kelompok target mereka. Hal ini terbukti dengan berhasilnya implementasi kebijakan penertiban PKL di Surakarta karena pemerintah Kota Surakarta sendri juga memperhatikan hubungannya dengan kelompok target kebijakan ini seperti yang diungkap oleh Walikota Jokowi dengan ”uwongke wong cilik” sehingga dalam implementasinya ada rasa saling menghargai satu sama lainnya. Keberhasilan kebijakan penataan PKL di Surakarta ini juga tidak lepas dari pelaksana Birokrat level akar rumput yang berhubungan langsung dengan para target kebijakan ini yaitu pedagang. Kepatuhan Satpol PP untuk tidak memakai Kebijakan penertiban PKL Banjarsari yang di pindah ke Semanggi yang ada di Kota Surakarta dapat dijadikan salah satu contoh implementasi suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan sangat baik tanpa adanya konflik dan semua berjalan dengan baik. Penertiban PKL di Surakarta ini merupakan contoh implementasi kebijakan yang memperhatikan hubungan organisasi atau pemerintah selaku pelaksana kebijakan dengan target group mereka yaitu para pedagang. Seperti yang dijelaskan ole Kai Spraat bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh hubungan organisasi dan berbagai kelompok target mereka. Hal ini terbukti dengan berhasilnya implementasi kebijakan penertiban PKL di Surakarta karena pemerintah Kota Surakarta sendri juga memperhatikan hubungannya dengan kelompok target kebijakan ini seperti yang diungkap oleh Walikota Jokowi dengan ”uwongke wong cilik” sehingga dalam implementasinya ada rasa saling menghargai satu sama lainnya. Keberhasilan kebijakan penataan PKL di Surakarta ini juga tidak lepas dari pelaksana Birokrat level akar rumput yang berhubungan langsung dengan para target kebijakan ini yaitu pedagang. Kepatuhan Satpol PP untuk tidak memakai

Implementasi dari sebuah kebijakan melibatkan usaha dari Policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut ”street level bureaurats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku dari kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, sabaliknya untuk kebijakan makro maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan, pemerintah desa (Subarsono, 2009 : 88).

2. Model Implementasi Kebijakan

Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi (Nugroho, 2009 : 501). Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena disini masalah- masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul dilapangan. Selain itu ancaman utama adalah konsistensi implementasi. Sebagaimana dikemukakan Peter deLeon dan Linda deLeon (2001 dalam Nugroho, 2009), pendekatan- pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat dikelompokkan menjadi tiga generasi. Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-an, memahami

T. Allison, pada generasi ini implementasi kebijakan berhimpitan dengan studi pengambilan keputusan di sektor publik. Generai kedua tahun 1980-an adalah generasi yang mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat “dari atas ke bawah”. Perspektif ini lebih focus pada tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara politik. Generasi ketiga tahun 1990-an memperkenalkan pemikiran bahwa variabel perilaku aktor pelaksanakan implementasi kebijakan lebih menentukan keberhasilan implementasi kebijakan.

Rhys Andrews, dkk (2011: 3) memberikan penjelasan tentang model implementasi bahwa : “Implementation model is the approach that organizations adopt when

putting strategies into practice. There are two core elements of this: the extent to which responsibility is centralized or decentralized, and whether formulation and implementation are distinct and sequential activities or are intertwined An organization’s implementation model forms part of its administrative routine, which has long been recognized as crucial to understanding the dynamics of implementation.” (Model implementasi adalah pendekatan bahwa organisasi mengadopsi saat meletakkan strategi dalam praktek. Ada dua elemen inti dari: sejauh mana tanggung jawab adalah sentralisasi atau desentralisasi, dan apakah formulasi dan implementasi jelas dan sekuensial kegiatan atau saling terkait model implementasi sebuah organisasi merupakan bagian dari rutinitas administrasi yang telah lama diakui sebagai sesuatu penting untuk

memahami

dinamika

implementasi) (www. faculty.cbpp.uaa.alaska.edu).

Setiap kebijakan dalam pelaksanaannya pasti ada kelemahan yang dimiliki oleh badan pelaksana dan juga hambatan dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kelebihan dan kelemahan merupakan hal-hal yang ada didalam suatu organisasi, Setiap kebijakan dalam pelaksanaannya pasti ada kelemahan yang dimiliki oleh badan pelaksana dan juga hambatan dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kelebihan dan kelemahan merupakan hal-hal yang ada didalam suatu organisasi,

a. Model Van Meter dan Van Horn

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik (Nugroho, 2009 : 503). Model ini tidak hanya menentukan hubungan- hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas. Dalam pandangan van Meter dan van Horn, kita mempunyai harapan yang besar untuk menguraikan proses-proses dengan cara melihat bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dilaksanakan dibandingkan hanya sekedar menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat dalam suatu cara yang semena-mena. Variabel-variabel tersebut dijelaskan oleh van Meter dan van Horn sebagai berikut (Winarno, 2008 : 156) :

1. Ukuran-ukuran dasar dan Tujuan-tujuan kebijakan

Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap yang paling krusial dalam proses implementasi kebijakan untuk menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan- tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan- tujuan kebijakan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh dan juga merupakan bukti itu sendiri.

Disamping ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan adalah sumerdaya. Sumberdaya layak mendapatkan perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumberdaya yang dimaksud mencakup dan atau perangsang lain yang mndorong dan mmperlancar implementasi yang efektif.

3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan

Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan, oleh karena itu menurut van Meter dan van Horn, prospek- prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan tersebut.

4. Karakteristik badan-badan pelaksana Dalam melihat karaktaristik badan-badan pelaksana maka tidak bisa lepas dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sesuai karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Komponen ini terdiri dari ciri-ciri struktur 4. Karakteristik badan-badan pelaksana Dalam melihat karaktaristik badan-badan pelaksana maka tidak bisa lepas dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sesuai karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Komponen ini terdiri dari ciri-ciri struktur

5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implemntasi kebijakan, karAktarsitik para partisipan, bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan (Subarsono, 2009 : 101).

6. Disposisi Pelaksana (implementors) Disposisi pelaksana menakup tiga hal yang penting, yakni : (a) respons pelaksana terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi pelaksana, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh pelaksana (Subarsono, 2009 : 101).

Model Van Meter dan Van Horn

Sumber : Van Meter dan Horn, 1975 : 463 (Subarsono, 2009:100).

b. Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) yang mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni :

1. Karakteristik dari masalah

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan. Dipihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang relatif sulit dipecahkan.

Ukuran dan tujuan kebijakan

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan

Sumber daya

Disposisi pelaksana

Kondisi lingkungan ekonomi, sosial, politik

Kinerja implem

entasi

program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen, begitu juga sebaliknya.

c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasaran mencakup semua populasi, begitu juga sebaliknya.

d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat.

2. Karakteristik kebijakan:

a. Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata, begitupun sebaliknya.

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.

c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut. Sumberdaya keuangan adalah factor krusial untuk setiap program sosial.

institusi pelaksana.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi

dalam implementasi kebijakan.

3. Variabel lingkungan(diluar kebijakan)

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-program pembaharuan dibanding masyarakat yang masih tertutup dan tradisional.

b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasnya lebih mudah mendapat dukungan public dibandingkan kebijakan yang bersifat dis-insentif.

c. Sikap dari kelompok pemilih. Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara.

d. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan impelementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan

Model Mazmanian dan Sabatier

Sumber : Mazmanian, Daniel A dan Sabatier, Paul A (1983:22 dalam Subarsono, 2009:95).

c. Model George C. Edwards III