MUATAN KEISLAMAN PADA MATA PELAJARAN IPA DAN IPS (Perspektif Tujuan Institusional MI) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Kewajiban dan syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdl)

  

MUATAN KEISLAMAN

PADA MATA PELAJARAN IPA DAN IPS

(Perspektif Tujuan Institusional MI)

  

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Kewajiban dan syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdl)

  

DISUSUN OLEH

NAMA : WIJISUWARNO

  

NIM : 114 02 032

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

  

SALATIGA

2005

  DR. Rahmat Haryadi, M.Pd NIPJ 150254238

  (Perspektif Tujuan Institusional MI) Selanjutnya kami mohon agar skripsi mahasiswa tersebut di atas untuk dapat dimunaqasahkan. Demikian harap menjadi periksa.

  2 M ' /

  L m i a a

  j

  n f

  ’alaikum Wr. Wb Salatiga, 18 Agustus 2004 Pem nmbing

  W assalamu

  Nama : Wiji Suwarno NIM : 114 02 032 Judul : Muatan Keislaman Dalam Mata Pelajaran IPA dan IPS

  DR. Rahmat Haryadi, M.Pd Dosen STAIN Salatiga Jl. Stadion No.03 Salatiga

  ’alaikum Wr. Wb Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:

  Assalamu

  Salatiga

  Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga Di

  Hal : Naskah Skripsi Sdr. Wiji suwarno

  

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 3(tiga)expl.

  • I

  /

DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JC Stadion Wo. 03 teCp. (0298) 323706 <Fa$s. (0298)323433 W'e6siU: E-nuriti administrasi@ stainsaiatiga.acnd

PENGESAHAN

  Skr ipsi saudara Wiji Suwarno dengan Nomor Induk Mahasiswa 114 02 032 yang berjudul: MUATAN KEISLAMAN PADA MATA PELAJARAN IPA DAN IPS (PERSPEKTIF TUJUAN INSTITUSIONAL MI), Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

  Salatiga,

  26 Pebruari 2005

  17 Muharam 1426 H PANITIA UJIAN

  MOTTO

“ALLAH memberikan hikmah kepada siapa yang

dikehendakinya dan barang siapa yang diberik hikmah

  , sungguh telah diberi kebajikan yang banyak .

  Dan tidak

ada orang yang dapat mengambil pelajaran kecuali

orang yang berakal. (QS:Al-Baqarah:269)"

  ILMU ADALAH PELITA, MAKA CARILAH ILMU AGAR HIDUP SENANTIASA DALAM KEADAAN TERANG (by: Jiefo-s)

  PERSEMBAHAN 1. Kepada Istri “Ifonilla Yenanti” dan anak “Avesina RiPan Maula” tercinta, terima kasih atas dukungan yang diberikan.

  2. Kepada Bapak/ Ibu yang telah mendidik dan menunjukkan jalan yang terbaik.

  3. Kepada seluruh dosen dan pegawai STAIN Salatiga, khususnya staf perpustakaan yang telah membantu, baik moril maupun spirituil

  4. Kepada rekan rekan semua yang telah membantu teselesainya penusunan skripsi ini.

  5. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas semua yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

  

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim.

  Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, segala puji bagi Allah seru seluruh alam, sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Amiin.

  Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sekaligus penulis sampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan ini,di antaranya kepada:

  1. Bapak. Badwan,M.Ag, selaku ketua STAIN Salatiga

  2. Bapak Drs. Kastolani, M.Ag selaku ketua Prodi

  3. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku pembimbing

  4. Seluruh staf perpustakaan STAIN Salatiga yang telah memberikan dukungan baik fisik maupun non fisik

  5. Semua pihak yang telah mendukung penulisn ini.

  Untuk itu penulis berdoa agar amal baik tersebut diterima oleh Allah. SWT sebagai amalan yang shaleh, dan mendapat balasan yang setimpal. Dan tak lupa penulis mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi sempurnanya skripsi ini. Akhrinya sebagai hamba yang memiliki keterbatasan ini, penulis senantiasa mengharapkan hidayah, taufiq dan ridho Allah SWT. Semoga skrisi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khusunya dan pembaca pada umumnya.

  Salatiga, 18 Agustus 2004 Penulis

  Wiji Suwarno

  NIM. 11402032

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTA ISI

  BAB I : PENDAHULUAN

  

  

  

   BAB II : EKSISTENSI MI DALAM PENDIDIKAN NASIONAL

  A. Sejarah dan Legalitas

  

  

  

  

  

  

  BAB III : MATA PELAJARAN IPA DAN IPS DI MI A. Mata Pelajaran IPA

  

  

  

  

  B. Mata Pelajaran IPS

  

  

  

  

  r

  

BAB IV : MUATAN KEISLAMAN PADA MATA PELAJARAN IPA DAN

IPS (PERSPEKTIF TUJUAN INSTITUSIONAL MI) A. Muatan Keislaman Pada Mata Pelajaran IPA Untuk MI.. 48 B. Perspektif T ujuan Institusional Tentang Muatan Keislaman

  

   Daftar Pustaka ......

  Lampiran-lampiran

  90

  1 BABI

  

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

  I slam adalah agama samawi yang menjadi rahmatan lil alam in, artinya bahwa Islam menjadi agama yang mengejawantah dalam sendi-sendi kehidupan manusia dan menjadi rahmat untuk segala isi alam. Dengan segala aturan dan hukum yang ditetapkannya, Islam membuka ruang bagi segenap manusia untuk mengaktualisasikan dirinya dalam segala bidang kehidupan yang kelak dapat bermanfaat dan membawa keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

  Islam sebagai agama wahyu yang memberikan bimbingan kepada umat manusia dalam semua aspek kehidupan—minimal dengan ajaran-ajaran yang bersifat garis besar-, dapat diibaratkan sebagai jalan raya yang lurus dan mendaki, yang dapat mengantarkan umat manusia ke tempat (derajat) tertinggi.

  Jalan raya itu cukup lebar, yang pinggir kiri dan kanannya berpagar Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Pada jalan raya yang lurus itu terdapat jalur-jalur yang jumlahnya sebanyak aspek kehidupan manusia, seperti teologi, ibadat, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya.1

  1 Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, him. 445

  N ilai-nilai keislaman ini yang kemudian diharapkan menjadi corak pada setiap gerak dan segala aktivitas kehidupan umat manusia, tidak terkecuali dalam pendidikan, yang kemudian dikenal sebagai pendidikan Islam.

  Pendidikan Islam merupakan bentuk pendidikan yang diarahkan pada pencapaian kesejahteraan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat.

  Pendidikan Islam menjadi warna dan landasan moral-etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa, yang berangkat dari jati diri individunya. Dalam tujuan pendidikan nasional termaktub sasaran pendidikan adalah tercapainya manusia seutuhnya, yang ciri utamanya adalah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab2, dengan berbagai atribut lainnya yang menyangkut cipta, rasa dan karsa.

  Dalam jenjang pendidikan dasar yang bercirikhas Islam, dalam hal ini Madrasah Ibtidaiyah (MI), berbagai mata pelajaran umum (mapel non Islam) yang terangkum dalam rumusan Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) atau kurikulum, kiranya perlu adanya ruang untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam di dalamnya, dengan harapan substansi materi yang diterima siswa nanti memiliki bobot keislaman yang dapat dijadikan landasan ketika sudah sampai kepada dataran praktisnya. Ruang atau wilayah inilah yang sebenarnya bisa menjadi nuansa khas pembelajaran di sebuah sekolah Islam,

  2 Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

  Nasional,

  PT. Kloang Klede Putra Timur, Jakarta, 2003, him. 6

  3 dalam hal ini Madrasah Ibtidaiyah (Ml). Hal ini Sejalan dengan pemikiran A.

  Syafi’i Ma’arif yang memberikan pernyataan bahwa kegiatan di biuni haruslah berorientasi ke langit, suatu orientasi transendental, agar kegiatan itu mempunyai makna spiritual yang mengatasi mang dan waktu.3 termasuk di dalamnya adalah pendidikan.

  Mata pelajaran IPA dan IPS di MI, adalah jenis mata pelajaran yang mengupas pengetahuan tentang kondisi

  bio

  (kehidupan) dan

  social

  (kemasyarakatan) yang mengarah pada pengetahuan tentang kebesaran Tuhan, yang telah menjadikan segenap isi alam ini sebuah laboratorium bebas sehingga manusia mampu berfikir dan memiliki keluasan ilmu pengetahuan, baik tentang diri maupun lingkungan sekitar.

  (j;* jUauUl 0 ) c 3 ^ (0 )”^ P U jl^ p l J i.

  (i)jSh bfi'jj

  “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal darah

  , Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang

  mengajarkan manusia dengan pena; Ia mengajarkan manusia dari apa yang tidak diketahuinya fQS:Al-Alaq ayat 1-5) ”.4

  Tidak sekedar berfikir pada diri sendiri, Allah SWT pun menganjurkan untuk berkehidupan sosial.

  3 A. Syafi’i Ma’arif dalam buku karangan Muahaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan h tam. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, him. 2 4 Depag RI, A I-Q ur’an dan Terjemahannya; Depag RI, Jakarta, 1969, him.

  4

  U jZ i j S j ;> UI ^Ull j s I jSjliji (J G J “Hai manusia, sesungguhnya Kami m enciptakan kamu dari seorang laki-laki, seorang perempuan, dan m enjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku- suku supaya kamu saling mengenal (QS: Al-H

  ujurat ayat 13) ’° Hal inilah yang menjadi latar belakang ketertarikan penulis untuk menelaah substansi program pembelajaran IPA dan IPS MI. Peneiaahan ini mengandung maksud penulis, yang ingin mengetahui seberapa jauh peluang, dan sekaligus memaparkan tentang muatan keislam an atau nilai-nilai Islam

  yang terdapat dalam Program Pembelajaran IPA dan IP S kaitannya dengan tujuan institusional MI.

  Untuk itu penulis, mencoba mengangkat masalah tersebut dalam tulisan ini, yang kemudian penulis kemas dalam judul

  “MUATAN KEISLAMAN PADA MATA PELAJARAN IPA DAN IPS (Perspektif Tujuan Institusional MI)”

B. PEN tG A SA N ISTILAH

  Untuk menghindari kemungkinan terjadinya salah penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis dalam penggunaan kata pada judul skripsi ini. 5

  5 Depag RI, A1-Qur 'an dan Terjemahannya, O P.Cit, him 847

  5 maka pe nulis perlu memberikan penjelasan dari beberapa istilah yang penulis pergunakan dalam judul di atas:

  1. Muatan keislaman; berasal dari kata muat, yang berarti terdapat ruang untuk diisi. Jika mendapat imbuhan -an, sehingga menjadi muatan, maka ia berarti sesuatu yang dapat dibawa, atau diangkut.6 Keislaman. berasal dari kata Islam, yaitu agama tauhid yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad saw selama 23 tahun di Mekah dan Madinah. Intisari Islam itu sebenarnya terkandung dalam kata Islam itu sendiri, karena ia berarti: (I) berserah diri, menundukkan diri, atau taat sepenuh hati, dan (2) masuk ke dalam salam, yakni selamat sejahtera, damai, hubungan yang harmonis, atau keadaan tanpa noda dam cela. Jadi intisari Islam adalah berserah diri atau taat sepenuh hati kepada kehendak Allah demi tercapainya kepribadian yang bersih dari cacat dan noda, hubungan yang hannonis dan damai sesama manusia, atau selamat sejahtera di dunia dan akhirat.7 Jadi muatan keislaman yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sesuatu yang dapat dibawa, diangkut atau diisikan tentang materi atau nilai yang ada di dalam agama Islam mencakup aqidali, syariah, dan atau akhlak

  6 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa InoJnesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, him. 206

  7 Harun Nasution dkk, OP.Cil. him. 445

  6

  2. Mata Pelajaran IPA dan IPS M ata pelajaran adalah

  sejenis pelajaran yang harus diajarkan (dipelajari) untuk sekolah dasar atau sekolah lanjutan.8

  IPA adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam, dan

  IPS adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan Sosial yang keduanya merupakan bagian dari mata pelajaran yang ada di sekolah tingkat dasar atau tingkat lanjut.

  3. Tujuan Institusional Tujuan Institusional

  adalah tujuan yang akan dicapai oleh suatu institusi,9 tetapi tetap pada koridor tujuan pendidikan nasional secara umum.

  Artimya bahwa tujuan itu dicanangkan oleh suatu institusi pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan.

  4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Madrasah adalah sebutan lain dari sekolah yang lazimnya diperuntukkan

  bagi sekolah-sekolah agama saja dan lebih khusus lagi sekolah Islam. Adapun Ibtidaiyah yang berarti permulaan, adalah salah satu jenis tingkatan dari tingkatan lainnya, antara lain: tsanawiyah yang berarti kedua, dan ‘aliyah yang artinya tinggi.10 adapun perbandingannya,

  Madrasah Ibtidaiyah (M l) ini adalah setara dengan sekolah dasar pada umumnya.

  8 Depdikbud, Kamus.... OP.Cil, him. 565

  9 Oemar Hamalik, Perecanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, him. 125

  10 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung agung, Jakarta, 1991, him. 199

  7 Jad i maksud keseluruhan judul dalam tulisan ini adalah nilai-nilai Islam yang dapat dibawa atau diterapkan dalam materi mata pelajaran IPA dan IPS untuk MI, yang dirujukkan kepada Tujuan Institusionalnya.

C. RUMUSAN MASALAH

  Dari latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah yang penulis kembangkan dalam penulisan ini adalah:

  1. Sejauhmanakah muatan keislaman pada mata pelajaran IPA di MI?

  2. Sejauhmanakah muatan keislaman pada mata pelajaran IPS di MI?

  3. Bagaimanakah Perspektif Tujuan Institusional tentang muatan keislaman pada mata pelajaran IPA dan IPS MI?

D. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui muatan keislaman pada mata pelajaran IPA di MI.

  2. Untuk megetahui muatan keislaman pada mata pelajaran IPS di MI.

  3. Untuk mengetahui perspektif Tujuan Institusional tentang muatan keislaman pada mata pelajaran IPA dan IPS MI.

E. METODE PENELITIAN

  1. Jenis Penelitian Apabila dilihat dari tempat di mana penelitian dilakukan, maka penelitian ini tergolong ke dalam penelitian literer atau lebih dikenal

  8 dengan pen elitian kepustakaan (library research), artinya data yang dikumpulkan dan dianalisis adalah data dan informasi tertulis berupa konsep atau teori yang bersumber dari buku yang ada kaitannya dengan pembahasan yang dimaksudkan. Dalam hal ini penulis mengacu pada pendapat Tatang M. Arfin yang mengatakan bahwa penelitian literer dimaksudkan sebagai studi kepustakaan, karenanya penulis meneliti dan menggali data dari bahan bahan tertulis'1

  2. Sumber Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada data primer yaitu : a. Depag RI, Penyesuaian Materi Kurikulum 1994 Berdasarkan Sistem

  Semester Kelas V dan VI,

  Semarang, Depag RI b'. Depag RI, Pedoman Guru Mata Pelajaran IPS di Madrasah

  Ibtidaiyah,

  Jakarta, Dirjend Kelembagaan Agama Islam, 2002

  c. Depag RI, Konsep Dasar IPA I, Jakarta, Dirjend Kelembagaan Agama Islam, 2002

  d. Depag RI, Buku Pedoman Guru Mata Pelajaran: Konsep Dasar IPA I/

  Madrasah Ibtidaiyah,

  Jakarta, Dirjend Kelembagaan Agama Islam,

  2002

  Selain itu digunakan pula pustaka sekunder, yaitu sumber data untuk melengkapi dan merupakan penunjang yang dijadikan sebagai alat 1

  1

  9 bantu dalam menganalisa permasalahan yang muncul, yaitu melalui buku tafsir dan buku -buku lain yang mendukung.

  3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, legger, agenda, dan sebagainya.12

  4. Metode Analisis dan Sintesis

  a. Metode Analisis Metode Analisis adalah jalan yang dipakai dalam mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan jalan mengadakan perincian terhadap objek yang diteliti atau cara terhadap suatu objek ilmiah tertentu

  • dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain. Untuk sekedar memperoleh kejelasan hal tersebut.13

  Dalam penelitian ini, metode tersebut akan digunakan untuk mengetahui sejauh mana muatan keislaman pada materi pelajaran IPA dan IPS korelasinya dengan tujuan Institusional MI.

  12 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Raja Grafindo 1996,. him. 84

  13 Ibid, him. 59

  10

  b. Metode Sintesis Metode sintesis adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dengan cara mengumpulkan atau menggabungkan1'1.

  Dalam penelitian ini,metode sintesis tersebut akan digunakan untuk memadukan antara muatan keislaman dengan muatan materi pelajaran IPA dan IPS di Ml.

  5. Metode Induksi dan Deduksi

  a. Metode Induksi Metode induksi yaitu suatu cara, jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah yang bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.1

  15 Metode ini digunakan dalam rangka menelaah beberapa konsep dari materi IPA dan IPS, yang kemudian disimpulkan dalam bentuk yang lebih umum. Sehingga memudahkan penulis dalam menganalisa sejauhmana muatan keislaman dalam materi tersebut, dan memudahkan penulis untuk mengaitkannya dengan tujuan institusional Madrasah Ibtidaiyah.

  4

  14 Ibid. him. 61

  15 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat. PT. RajaGrafindo, Jakarta, 1997, him. 57

  11

  b. Metode Deduksi

  Metode deduksi adalah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dan pengamatan atas hal-hal masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang lebih khusus.16

  Metode ini digunakan untuk mengetahui tentang nilai-nilai atau muatan keislaman yang melingkupi secara umum materi pembelajaran

  IPA dan IPS di MI.

  c. Metode Komparasi Metoe komparasi adalah pandangan hidup yang bersangkutan dibandingkan dengan pandangan kelompok-kelompok lain, entah yang agak serupa, atau yang sangat berrbeda.17

  Dalam metode komparasi digunakan dalam rangka membandingkan tentang nilai-nilai Islam atau muatan keislaman dengan muatan materi IPA dan IPS di MI.

  d. Metode Interpretasi Metode Interpretasi adalah cara atau jalan yang dipakai dalam mempelajari obyek (nilai-nilai Islam atau muatan keislaman

  16 Ibid, him. 44 17 .Anton Baker, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Kanisius, Yogyakarta, 1990, him. 96

  12 dan mater i IPA dan IPS MI) agar tercapai pemahaman yang benar

  18 menganai hal tersebut. Interpretasi juga dapat diartikan sebagai suatu konsep yang paling dasar mengenai hakikat materi. Metode ini digunakan untuk meneliti tentang muatan-muatan materi di antara keduanya.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan tentang : latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Peneletian, dan Sistematika Penulisan. BA BII. EKSISTENSI MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) DALAM PENDIDIKAN NASIONAL Pada bab ini diuraikan tentang : Sejarah, Legalitas, Tujuan Institusional, dan Kurikulum 1

  8

  18 Ibid, him. 41

  13 BAB UI MATA PELAJARAN IPA DAN IPS DI MADRASAH

  IBTIDAIYAH (MI)

  A. MATA PELAJARAN IPA Pada bab ini dibahas mengenai Eksistensi Mata Pelajaran IPA di Ml yang meliputi: Pengetian dan Tujuan Mata Pelajaran IPA,

  Fungsi Mata Pelajaran IPA di MI, IPA Dalam Pandangan Islam, dan Ruang Lingkup Muatan Materi IPA Untuk Ml.

  B. MATA PELAJARAN IPS Pada bab ini dibahas mengenai: Pengetian dan Tujuan Mata

  Pelajaran IPS, Fungsi Mata Pelajaran IPS di MI, IPS dalam pandangan Islam, dan Ruang Lingkup Muatan Materi IPA Untuk MI

  BAB IV MUATAN KEISLAMAN PADA MATA PELAJARAN IPA DAN IPS (PERSPEKTIF TUJUAN INSTITUSIONAL MI) Pada bab ini merupakan analisa terhadap ruang lingkup materi mata pelajaran IPA dan IPS mengenai sejauhmana kandungan atau muatan keislaman yang ada di dalamnya, sekaligus menganalisa perspektif Tujuan Institusional tentang keduanya, dengan pembahasan: Muatan Keislaman Pada Mata Pelajaran

  IPA untuk MI, serta perspektif Tujuan Institusionalnya, dan pada bab ini dibahas juga dibahas mengenai: Muatan keislaman

  14 pada Mata Pelajaran IPS untuk MI, serta perspektif Tujuan Institusionalnya.

BAB V. KESIMPULAN, SARAN-SARAN, DAN PENUTUP !>ada bagian akhir penulisan disajikan data lain sebagai lampiran.

  15 BAB II

EKSISTENSI MADRASAH IBTIDAIYAH (MI)

  

DALAM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Sejarah dan legalitas

1. Masa Klasik

  Madra sah adalah salah satu bentuk kelembagaan pendidikan Islam yang memiliki sejarah sangat panjang. Pendidikan Islam—dalam pengertian luas—dapat dikatakan muncul dan berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri; yakni berawal dari pendidikan yang bersifat informal berupa dakwah Islamiyah untuk menyebarkan Islam, terutama dalam hal yang berkaitan dengan aqidah. Pada masa ini berlangsung pendidikan Islam yang diselenggarakan di rumah-rumah yang dikenal dengan Dar al-arqam. Pada masa Rasulullah saw, tempat belajar di Masjid Madinah (Masjid Nabawi). Di masjid ini ada suatu ruangan tempat belajar yang disebut suffah, sekaligus tempat menyantuni fakir miskin. Dan keadaan semacam ini berlangsung juga pada masa Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayah.

  Masa pemerintahan Bani Abbas merupakan era perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabang. Selain di masjid-masjid, kegiatan belajar mengajar juga diadakan di perpustakaan-perpustakaan, istana khalifah, dan rumah-rumah para ulama, kebanyakan masjid pada waktu itu

  16 sudah dilengkapi dengan ruang belajar, ruang baca, dan ruang perpustakaan. Para ulama dan sarjana mengajar dengan sistem halaqah (murid duduk bersila disekeliling guru), seperti yang berlangsung di Masjidil Haram,

  Masjid Madinah, dan masjid-masjid di Baghdad, Kufah, Basra, Damascus, dan Cairo.19 Sistem halaqah mempunyai pengaruh yang besar dalam sistem pendidikan modem dengan nama adult education (pendidikan dewasa).

  Dalam perkembangan berikutnya dibuat tempat-tempat belajar di luar masjid yang khusus mengajarkan anak-anak membaca, menulis, mempelajari al-Q uf an, dan dasar-dasar Islam yang disebut Kuttab 20

  Madrasah pertama yang pertama didirikan adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan pada abad kelima pada tahun 457 H oleh Nizam al-Mulk. Madrasah ini merupakan lembaga pendidikan resmi dan pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya, menggariskan kurikulum, memilih guru, dan memberikan dana yang teratur kepada madrasah, dan dari madrasah ini menghasilkan karyawan-karyawan dan pegawai-pegawai pemerintah.21 Salah seorang gurunya adalah Imam al- Ghazali. Adapun di Cairo berdiri Perguruan al-Azhar, di Spanyol berdiri

  19 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam vol. Ill, lchtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994, him. 105

  20 Ibid, him. 106

  21 Maksum, M adrasah: Sejarah dan Perkem bangannya,Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, him. 61

  17 perguruan Cordoba, dan di India berdiri Madrasah Deoband pada abad ke-

  19.22 Madrasah Deoband ini merupakan pengembangan dari sebuah

  maktab

  di Masjid Jami Deoband yang berfungsi mendidik pemimpin- pemimpin agama bagi masyarakat Islam dalam upaya mempertahankan pengetahuanserta nilai-nilai Islam dan membebaskan India dari kekuasaan

  Inggris. Madrasah Deoband juga bercita-cita mewujudkan Islam mumi sebagaimana yang diamalkan Nabi Muhammad saw, sahabat, tabi’in dan sesudahnya. Adapun nama dan tingkatan madrasah yang berkembang di negeri-negeri Islam beragam.23

2. Pertumbuhan Madrasah di Indonesia Prakemerdekaan

  Di Indonesia, perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dalam bentuk madrasah juga merupakan pengembangan dari sistem tradisional yang diadakan di surau, langgar, masjid, dan pesantren. Perkembangan selanjutnya yang mengubah sistem halaqah ke sistem klasikal dipengaruhi oleh sistem sekolah kolonial Belanda. Hal ini bertujuan untuk menandingi sekolah-sekolah Belanda yang diskriminatif dan netral agama {sekuler) yang dinilai tidak sesuai dengan cita-cita Islam. Pengaruh ini juga datang dari 2

  2 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, OP.Cil. him. 106-107

  ibid\ him. 107

  18 orang-orang Indonesia yang belajar di negeri-negeri Islam atau dari para guru dan ulama negeri-negeri tersebut yang datang ke Indonesia.'4

  Di Indonesia madrasah tersebar di berbagai wilayah, misalnya, di Surakarta didirikan Madrasah M anba'ul ‘ulum. Tahun 1905 R. Hadipati Sosrodiningrat atas gagasan dan perintah Pakubuwono IX, dengan masa belajar sampai 12 tahun. Di Surabaya berdiri Madrasah Nahdatul Watan,

  Madrasah Hizbul Wathan, Madrasah Tasywirul AJkar, di Minangakabau didirikan Sekolah Diniyah tahun 1915 oleh Zainuddin Labay El-Yunus, dan Madrasah Diniyah Putri tahun 1923 oleh Rahman El-Yunusiyah. Selain itu berdiri Madrasah Sumatra Thawalib tahun 1916 yang merupakan pengembangan dari surau Jembatan Besi yang memberikan pelajaran agama secara tradisional.''

  Madrasah berkembang setelah lahirnya organisasi-organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan, sperti Muhammadiyah tahun 1912, al- Irsyad tahun 1913, Mathla’ul Anwar tahun 1916 di Banten, Nahdatul Ulama tahun 1926, Persatuan Tarbiyah Islamiyah tahun 1928, al-Jamiatul Washliyah tahun 1930, Jamiat Khair tahun 1905 dan Persis Bandung. Nama, Jenis dan tingkatan madrasah bermacam-macam, di antaranya madrasah awwaliyah, madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Diniyah Mualimin, Diniyah Mualimat, dan Diniyah Mubalighah. 2

  4

  2

  5

  24 Ibid

  25 Iki.4

  20 Dalam pekembangannnya sesuai dengan tuntutan zaman dan masyarakat, Depag menyeragamkan nama, jenis dan tingkatan madrasah yang beragam tersebut. Pertama, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama 30% sebagai mata pelajaran dasar dan pelajaran umum

  70%. Statusnya ada yang negeri dan dikelola Depag, dan ada pula swasta dan dikelola m asyarakat, yaitu : 1 Raudlatul Atfal/ Bustanul Atfal ( Tingkat taman Anak-anak ); 2 Madrasah Ibtidaiyah (tingkat dasar) : 3 Madrasah Tsanawiyah ( tingkat menengah pertama); dan (4) Madrasah Aliyah (tingkat menengah atas), kedua, Madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama

  Islam mumi, hanya memberikan pelajaran agama yang disebut dengan madrasah diniyah, yaitu; (1) Madrasah Diniyah Awwaliyah ( tingkat dasar ), (2) Madrasah Diniyah Wusta (tingkat menengah pertama), dan (3) Madrasah Diniyah ‘Ulya ( tingkat menengah atas). Madrasah diniyah ini umumnya berada di lingkungan pesantren dan masjid dan di kelola oleh masyarakat.

  Dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa sekolah umum yang ingin memperdalam agama. Sementara di beberapa pesantren bertujuan membina calon-calon ulama.

  Mengingat semakin besarnya tugas penanganan masalah pendidikan Islam, maka bagian pendidikan pada Depag dikembangkan menjadi Jawatan Pendidikan Agama pada tahun 1950. badan ini memiliki peranan yang sangat penting dan strategis di lingkungan Depag mengingat tugas pengembangan pendidikan merupakan lahan garapan yang sangat luas dan

  19

3. Pertumbuhan Madrasah di Indonesia Pascakemerdekaan

  Setelah Indone sia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan Departemen Agama (Depag) berdiri tanggal 3 Januari 1946, pembinaan madrasah menjadi tanggung jawab departemen ini. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.

  Orientasi usaha Depag dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi ummat Islam agar pendidikan agama Islam diajarkan di sekolah- sekolah, di samping pada pengembangan madrasah itu sendiri. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh satu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama. Tugas pendidikan di lingkungan Depag itu meliputi: (1) Memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikular.

  (2) Memberi pengetahuan umum di madrasah, dan (3) Mengadakan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).26

  Dengan tugas-tugas seperti digambarkan di atas, Depag dapat dikatakan sebagai representasi umat Islam dalam memperjuangkan penyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih luas di Indonesia. Dalam kaitannya dengan perkembangan madrasah, Depag menjadi andalan secara politis dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus di kalangan pengambil kebijaksanaan.

  26 Maksum, M drasah..... OP.Cit, him. 123

  21 menantang. Beberapa tokoh yang pernah menjabat po sisi ini adalah Drs.

  Abdullah Sigit, Mahmud Yunus, Fakih Usman, dan Arifin Tamyang. Hampir semua perubahan dan pengembangan madrasah/ Pendidikan Islam pada masa pemerintahan Orde Lama tergantung pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Jawatan itu.27

  Sampai pertengahan dekade 60-an, madrasah tersebar di berbagai daerah hampir seluruh propinsi di Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah madrasah tingkat rendah pada masa itu sudah mencapai 13.057. dengan jumlah ini, sedikitnya 1.927.777 telah terserap untuk mengenyam pendidikan agama."' Perkembangan ini mnunjukkan bahwa sudah sejak awal, pendidikan madrasah memberikan siunbangan yang signifikan bagi proses pencerdasan dan pembinaan akhlak bangsa.

  Pada tahap berikutnya, antar 70-an sampai akhir 80-an, pemerintah orde baru mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Usaha menuju ke arah ini agaknya tidak sederhana, karena secara konstitusional pendidikan nasional masih diatur oleh UU No.4 tahun 1950 jo. No 12 tahun 1954 yang belum merespon adanya pendidikan madrasah. Dan hal yang dapat dilakukan pemerintah pada tahap ini adalah memperkuat struktur madrasah baik dalam jenjang maupun kurikulumnya, sehingga lulusannya memperoleh

  27 Ibid him. 125

  28 Ibid. hJm. 126 pengakuan yang sama dengan lulusan sekoiah lain dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

3. Legalitas Madrasah di Indonesia

  Pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945, memberikan legitimasi secara umum tentang pendidikan yang seharusnya diselenggarakan oleh bangsa Indonesia. Kemudian secara perlahan madrasah atau pendidikan agama khususnya agama Islam memiliki peiuang untuk mengikuti pasal 31 UUD

  1945 tersebut, yaitu dengan direalisasikannya Undang-Undang Pendidikan tahun 1950 No. 4, dan UU pendidikan tahun 1954 No. 20. walaupun isinya dirasa belum begitu menguntungkan bagi pengembangan pendidikan Islam. UU itu antara lain menyebutkan dua hal:

  a) Dalam sekolah-sekolah negeri diselenggarakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengkuti pelajaran tersebut.

  b) Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama dengan Menteri Agama.2''

  Sampai akhir dekade 1980-an pelaksanaan pendidikan secara nasional masih bertumpu pada UU no 4 tahun 1950 jo. No. 12 tahun 1954 tentang “Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah." Namun sebelum lahirnya UU ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa kebijakan mengenai pendidikan agama, misalnya yang pertama sekali 2

  9

  29 Ibid him. 128

  23 adalah Peraturan Bersama Menteri P&K dan Menteri Agama (No. 1142/Bhg.A. (pengajaran) tanggal

  2 Desember 1946 dan No. 1285/1285/KJ (Agama) tanggal 2 Desember 1946. Dalam peraturan ini antara lain disebutkan bahwa pendidikan agama diberikan di sekolah- sekolah rendah sejak kelas IV.30

  Berdasar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yaitu: Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam

  Negeri no.6 tahun 1975, no. 03/U/197, dan no. 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah, ditetapkanlah bahwa standar pelajaran umum pada madrasah sama dengan sekolah umum, ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum, dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum, dan siswa dari madrasah dapat berpindah ke sekolah umum setingkat. ' 1

  Akhir dekade 1980-an dunia pendidikan Islam memasuki era integrasi karena lahirnya UU No. 2/ 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda dengan UU kependidikan sebelumnya, UU ini mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. UU ini mencakup jenis pendidikan sekolah dan luar sekolah, serta meliputi jenis

  30 Ibid him. 129

  24 pendidikan akademik, pendidikan professional, pendidikan kejuruan, dan pendidikan agama.32

  Tentang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, diperkuat dengan keputusan Menteri Agama Nomor 372 tahun 1993 tentang Kurikulum Pendidikan Agama Bercirikhas Agama Islam. Dalam keputusan ini diatur bahwa Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah melaksanakan kurikulum nasional sekolah dasar dan lanjutan, yang memuat mata pelajaran: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan mata-mata pelajaran yang merupakan muatan lokal.

  Memasuki dekade 90-an, kebijakan Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Dengan satu sistem yang utuh dimaksudkan bahwa pendidikan nasional tidak hanya bergantung pada pendidikan jalur sekolah tetapi juga memanfaatkan jalur luar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan langkah konkrit berupa penyusunan UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem

  Pendidikan nasional dan sekaligus menggantikan UU No. 4 tahun 1950 jo. No 12. tahun 1954. dalam konteks ini penegasan madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya.

  ' Depdikbud, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Dgolden Terayon Press, Jakarta, 1994

  25 Mela lui upaya ini dapat dikatakan bahwa madrasah berkembang secara terpadu dalam sistem pendidikan nasional." Ketetapan MPRS No. XXVII/ 1966, berisi tentang: Agama,

  Pendidikan, dan Kebudayaan, yang disusun berdasarkan alasan: pertama, bahwa agama, pendidikan dan kebudayaan merupakan unsur-unsur mutlak dalam nation and character building; kedua, bahwa falsafah Pancasila merupakan sumber untuk mempertinggi harkat dan martabat manusia; ketiga, bahwa dalam rangka mempertinggi ketahanan revolusi Indonesia salah satu faktor yang menentukan adalah moral dan mental manusia bangsa

  Indonesia.33

  34 Mengingat pentingnya agama sebagai rangkaian pembentukan watak dan karakter bangsa, maka menjadi sesuatu yang semestinya dilakukan jika pendidikan agama perlu menjadi salah satu stressing dalam proses pendidikan. Dalam hal ini pemerintah Indonesia sudah mengambil solusi diantaranya dengan melegalisasi sekolah-sekolah berciri khas Islam seperti MI, MTs, MA sampai PTAl, seperti tertuang dalam uraian di atas.

B. Tujuan Institusional

  Setiap lembaga pendidikan atau sekolah mempunyai tujuan kelembagaan sesuai dengan tujuan pendidikan yang dilaksanakan. Hal ini

  33 Ibid, him. 133

  34 Ibid bJm. 139

  26 d imaksudkan untuk menentukan arah gerak lembaga atau sekolah tersebut, sehingga target atau sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas.

  Tujuan Institusional MI dirujukkan pada tujuan madrasah yaitu: memperteguh serta memperluas dan menyempurnakan penyiaran pendidikan agama Islam dan ilmu pengetahuan, guna mencapai kesempurnaan seseorang dan masyarakat yang sesuai dengan ajaran dan kehendak Islam35 yang kemudian diselaraskan dengan tujuan pendidikan dasar pada Peraturan

  Perundangan Pendidikan Islam, yaitu: untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah36.

  Sehingga menjadi tujuan institusional MI yang relevan dengan pendidikan sederajat dalam hal ini Sekolah Dasar, yaitu memperteguh serta memperluas

  dan menyempurnakan penyiaran pendidikan agama Islam dan ilmu pengetahuan, guna mencapai kesempurnaan seseorang dan masyarakat yang sesuai dengan ajaran dan kehendak Islam serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

  Perbedaan ada pada penjabarannya kepada tujuan umum dan khusus sesuai dengan materi yang hendak disampaikan secara spesifik. Tujuan umum menunjuk pada pengembangan warga negara yang baik, meliputi

  35 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1995, him. 304

  36 Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang- Undangan Pendidikan Agam a Islam Pada Sekolah

  Umum,

  Dirjend Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 1997/1998, him. 303

  27 pengembangan aspek-aspek pengetahuan, di mana masing-masing institusi memiliki tujuan yang berbeda, tetapi berkesinambungan.

C. Kurikulum

  Ditinjau dan asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam badang olah raga, yaitu kata currere, yang berarti jarak yang ditempuh seorang pelari.'' Secara operasional curriculum is the whole

  o f interacting forces o f the total environment v38 kurikulum adalah keseluruhan

  dari kekuatan interaksi dari segenap lingkungan. Hal ini menandakan bahwa kurikulum sebagai pengejawantahan dari berbagai sisi yang akan dijadikan lahan garapan.

  Atas dasar pengertian kurikulum tersebut diterapkan dalam bidang pendidikan, dengan memberikan pengertian bahwa curriculum as all the learning

  experiences offered to pupils under aegis o f the school'9, kurikulum merupakan

  semua pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik di bawah perlindungan sekolah. Kemudian kurikulum dikemas sedemikian rupa sebagai konsentrasi keseluruhan dari sisi pendidikan yang harus ditempuh oleh peserta didik yang berupa pengalaman dari mulai memasuki dunia pendidikan (sekolah) hingga akhir dari aktivitasnya sebagai peserta didik di dunia pendidikan.

  Kurikulum merupakan aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, *

  3

  8

  3

  9

  7 Subandijah, Pengembangan dan Inomsi Kurikulum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, him. 1

  38 Hendry A. Giroux, Curriculum and Instruction: Alternative In Education, Mr Cutrhan Publising Corporation, California, 1981, him. 13

  39 PJ Hills, A Dictionary o f Education. Routledge and Kegan Paul, London, 1982, him. 118

  28 diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah. Sehingga atas dasar pengertian ini, secara operasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai:40

  1. Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang dilaksanakan dari tahun ke tahun.

  2. Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pendidik (guru) dalam melaksanakan pengajaran untuk peserta didiknya (siswa).

  3. Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dan suatu rencana pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh pendidik di sekolah.

  4. Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.

  5. Suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

  Definisi tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kurikulum sebagai program yang direncanakan dan dilakukan di sekolah; (2) kurikulum sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan di kelas. Definisi ini kemudian disertai dengan implikasinya, dapat memberikan gambaran yang lebih nyata tentang kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya dipahami atau diterima. Misalnya jika dikatakan bahwa kurikulum mungkin

  40 Subandijah, Ibid. him. 2 hanya be rupa perencanaan secara mental, dalam arti tidak diwujukan dalam bentuk tertulis.

  Kurikulum Madrasah dirumuskan di Ciloto, diberlakukan secara nasional berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 2 tahun 1971, dengan beberapa perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum itu kemudian dikenal dengan kurikulum 1973. Komponen-komponen kurikulum itu meliputi tidak saja materi agama, melainkan juga meliputi materi umum dan materi kejuruan. Contoh, pada tingkat Ibtidaiyah, kelompok dasar menempatkan tujuh pelajaran, delapan mata pelajaran dalam kelompok pokok, dan tiga mata pelajaran dalam kelompok khusus.41 4 2 untuk lebih jelasnya susunan pembagian kelompok dan isi mata pelajaran pada setiap kelompok dapat dilihat dalam daftar tabel berikut: