PERBANDINGAN KEADAAN SATURASI OKSIGEN PADA INHALASI HALOTAN DAN ISOFLURAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PERBANDINGAN KEADAAN SATURASI OKSIGEN PADA

  INHALASI HALOTAN DAN ISOFLURAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DAVID KURNIAWAN SUGIJANTO G0009050 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

  PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbandingan Keadaan Saturasi Oksigen pada Inhalasi Halotan dan Isofluran David Kurniawan Sugijanto, NIM : G.0009050, Tahun : 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

  Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Kamis, Tanggal 3 Januari 2013 Pembimbing Utama Nama : R. Th. Supraptomo, dr., Sp. An.

  NIP : 19570308 198603 1 006 (...................................) Pembimbing Pendamping Nama : Sri Hartati H., Dra., Apt., S. U NIP : 19490709 197903 2 001 (...................................) Penguji Utama Nama : H. Marthunus Judin, dr., Sp. An.

  NIP : 19510221 198211 1 001 (...................................) Anggota Penguji Nama : Enny Ratna Setyawati, drg NIP : 19521103 198003 2 001 (...................................)

  Surakarta, Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM

  NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

  PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Surakarta, 13 Desember 2012 David Kurniawan Sugijanto NIM. G0009050

  

ABSTRAK

David Kurniawan S, G.0009050, 2012. Perbandingan Keadaan Saturasi Oksigen

Pada Inhalasi Halotan dan Isofluran. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas

Sebelas Maret, Surakarta.

  

Latar Belakang: Anestesi inhalasi dengan halotan dan isofluran diketahui dapat

mempengaruhi keadaan saturasi oksigen pada pasien. Ini disebabkan karena kedua

agen tersebut menekan pusat pernapasan dan menurunkan respon ventilasi pasien

melalui cara yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan

keadaan saturasi oksigen pada pemberian halotan dan isofluran sebagai obat

anestesi inhalasi.

  

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah

Sentral RSUD dr. Moewardi. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.

  

Terdapat dua kelompok dalam penelitian ini, yaitu kelompok yang mendapat

anestesi halotan dan yang mendapat anestesi isofluran. Masing-masing kelompok

diamati keadaan saturasi oksigennya selama proses operasi berlangsung melalui

bed side monitor . Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan

Uji Mann Whitney.

  

Hasil Penelitian: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok,

halotan dan isofluran, mengalami penurunan saturasi oksigen pada fase induksi

(halotan = 96,55 ± 1,23; isofluran = 97,05 ± 0,75; p = 0,213 ) . Hasil analisis

selanjutnya menunjukkan tidak ada perbedaan saturasi oksigen yang signifikan

secara statistik antara kelompok halotan dan isofluran (p = 0,213).

  

Simpulan Penelitian: Tidak ada perbedaan keadaan saturasi oksigen yang

signifikan antara kelompok anestesi halotan dan isofluran pada fase induksi,

intubasi, 5 menit setelah insisi, 10 menit setelah insisi dan 15 menit setelah insisi.

  

Agen anestesi halotan dan isofluran sama-sama dapat menurunkan saturasi

oksigen pada fase induksi.

  Kata Kunci: anestesi inhalasi, halotan, isofluran, saturasi oksigen.

  

ABSTRACT

David Kurniawan Sugijanto, G.0009050, 2012. Comparison of Oxygen

Saturation between Halothane and Isoflurane Inhalation. Mini Thesis, Faculty of

Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

  

Background: Inhalative anesthesia with halothane and isoflurane are known to

influence the oxygen saturation in patients. Both of these agents depress the

respiration center and reduce the ventilation response in different way. This study

aimeds to compare the state of oxygen saturation by giving halothane and

isoflurane as inhaled anesthetics drug.

  

Methods: This study was an observational analytic study with cross-sectional

approach. The study was conducted at the Central Installation of Surgery dr.

  

Moewardi Hospital. Samples were taken by consecutive sampling . There were

two groups in this study, the first group received halothane anesthesia, the other

group received isoflurane anesthesia.. The state of oxygen saturation during

operation was observed for two groups used bedside monitor. The data which

have been collected then be analyzed using the Mann Whitney test.

  

Results: This study revealed a decrease in oxygen saturation for both groups,

halothane and isoflurane in the induction phase (halothane = 96,55 ± 1,23;

isoflurane = 97,05 ± 0,75; p = 0,213 ). The further analysis showed no statistically

significant difference in oxygen saturation between halothane and isoflurane

groups (p = 0,213 ).

  

Conclusion: There are no significant differences in changes of oxygen saturation

between the halothane and isoflurane anesthesia on the induction phase,

intubation, 5 minutes after incision, 10 minutes after incision and 15 minutes after

incision. Both of these agent anesthesia, halothane and isoflurane, can degrade

oxygen saturation at induction phase.

  Keywords: inhalation anesthesia, halothane, isoflurane, oxygen saturation

  

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas anugerah dan berkat-

Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Keadaan

  Saturasi Oksigen Pada Inhalasi Halotan dan Isofluran”.

  Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah

memberikan bantuan baik moral maupun material. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

  

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan FK

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Mbak Enny dan

Mas Nardi sebagai Staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.

  

3. R.Th. Supraptomo, dr.,Sp.An., selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar

telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

  

4. Sri Hartati H., Dra., Apt., S. U, selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan semangat, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

  

5. H. Marthunus Judin, dr., Sp.An., selaku Penguji Utama yang telah

memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. drg. Enny Ratna Setyawati selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

  

7. Seluruh residen anestesi yang telah memberikan bimbingan selama

pengambilan data di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Moewardi Surakarta.

  

8. Papa, mama, kakakku grace, dan ko harry yang telah memberikan doa,

semangat, dukungan, dan segalanya untuk menyelesaikan skripsi ini.

  

9. Prabu, dympna, hima, dan santi yang telah sangat banyak memberikan saran

dan bantuan pengetahuan, tenaga, semangat serta dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

  

10. Seluruh teman dan rekan sejawat pendidikan dokter 2009 FK UNS atas segala

kebersamaan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

  

11. Pihak-pihak yang tidak dapat penulisan sebutkan satu-persatu atas bantuan

dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan

di masa datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

  Surakarta, 13 Desember 2012

  

DAFTAR ISI

PRAKATA ....................................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah .........................................................

  1 B. Rumusan Masalah ...................................................................

  3 C. Tujuan Penelitian ....................................................................

  3 D. Manfaat Penelitian ..................................................................

  4 BAB II. LANDASAN TEORI .....................................................................

  5 A. Tinjauan Pustaka ......................................................................

  5 1. Anestesi Umum ..................................................................

  5 2. Anestesi Inhalasi ................................................................

  6 a. Halotan ...........................................................................

  7 b. Isofluran .........................................................................

  8 3. Saturasi Oksigen.................................................................

  9 B. Kerangka Pemikiran ...............................................................

  15 C. Hipotesis ..................................................................................

  16 BAB III. METODE PENELITIAN...............................................................

  17 A. Rancangan Penelitian ................................................................

  17 B. Lokasi Penelitian .......................................................................

  17 C. Subjek Penelitian. ......................................................................

  17 D. Besar Sampel .............................................................................

  19 E. Teknik Sampling .......................................................................

  20 F. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................

  20 G. Definisi Operasional Variabel ..................................................

  20 H. Sumber Data ..............................................................................

  23 I. Instrument Penelitian ................................................................

  23

  

K. Teknik Analisis Data Statistik ..................................................

  25 BAB IV. HASIL PENELITIAN....................................................................

  26 A. Deskripsi Sampel .......................................................................

  26 B. Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Kelompok Halotan dan Isofluran ....................................................................................

  27 BAB V. PEMBAHASAN.............................................................................

  33 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

  36 A. Simpulan ....................................................................................

  36 B. Saran ...........................................................................................

  36 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

  37 LAMPIRAN.....................................................................................................

  40

  

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Sampel........................................

  17 Tabel 4.2 Nilai Perbandingan Saturasi Oksigen (%) Kelompok Halotan dan Isofluran Berdasarkan Fase Pengukuran Anestesi ...................................................................................

  28 Tabel 4.3 Hasil Uji Korelasi Berat Badan dengan Variabel Lain.........

  31 Tabel 4.4 Hasil Uji Korelasi Pearson Saturasi Oksigen Awal dengan Variabel Lain ...........................................................................

  32

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin ...............................

  14 Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Kestabilan Saturasi Oksigen Pada Kelompok Halotan dan Isofluran ........................................

  29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Anestesiologi mempunyai peranan penting dalam bidang kedokteran. Tidak hanya untuk menghilangkan rasa sakit waktu pembedahan, tapi juga

  mendasari berbagai tindakan lainnya seperti bantuan resusitasi, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun (Mansjoer, 2000).

  Salah satu metode anestesi yang dikenal saat ini adalah melalui inhalasi. Keunggulan dari metode inhalasi ini terletak pada jalur masuk obat yang melalui paru-paru sehingga memiliki konsentrasi yang tinggi bila dibandingkan dengan metode anestesi lainnya. Selain itu, potensinya yang tinggi dan konsentrasinya yang dapat dikendalikan melalui mesin, memungkinkan titrasi dosis untuk menghasilkan respon yang diinginkan (Stoelting dan Miller, 2007).

  Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien.

  Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas. Konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat anestesia dalam alveoli yang sudah menimbulkan

  

1 analgesia pada pasien, dipakai sebagai satuan obat potensi dari obat anestesia inhalasi tersebut yang populer disebut dengan “MAC” (minimal alveolar

  consentration

  ) (Mangku dan Senapathi, 2010), beberapa contoh anestesi inhalasi adalah halotan dan isofluran.

  Halotan merupakan cairan yang tidak berwarna, berbau enak serta tidak merangsang/mengiritasi, mudah menguap (volatile), tidak mudah meledak atau terbakar meskipun dicampur dengan oksigen (Sjamsuhidajat dan de jong, 2005). Efek analgesi halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Depresi napas terjadi pada semua konsentrasi halotan yang menimbulkan anestesia. Halotan secara langsung menghambat otot jantung dan otot pembuluh darah serta menurunkan aktivitas saraf simpatis yang berefek pada penurunan kekuatan kontraksi otot jantung, curah jantung dan tekanan darah. (Zunilda dan Elysabeth, 2008).

  Isofluran merupakan halogenasi eter berbentuk cairan, tidak berwarna, tidak mudah terbakar atau meledak, tidak mengandung zat pengawet dan relatif tidak larut dalam darah tetapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahan nafas pada pasien (Mangku dan Senapathi, 2010). Tendensi timbulnya aritmia amat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitasi jantung terhadap katekolamin. Isofluran menyebabkan depresi napas dan menekan respon ventilasi terhadap hipoksia, sehingga ventilasi perlu dikendalikan untuk mendapatkan normokapnia (Zunilda dan Elysabeth, 2008). Proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesia yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran (Mangku dan Senapathi, 2010).

  Saturasi oksigen merupakan salah satu parameter hemodinamik yang perlu diperhatikan kestabilannya selama tindakan induksi anestesi berlangsung. Dengan memperhatikan bahwa kedua obat anestesi inhalasi, isofluran dan halotan dapat menyebabkan depresi napas, serta terdapatnya perbedaan kecepatan dalam proses induksi dimana isofluran lebih cepat dari halotan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keadaan saturasi oksigen dalam darah yang disebabkan oleh kedua obat tersebut.

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar balakang penelitian yang telah diuraikan, maka didapatkan rumusan masalah yaitu: apakah terdapat perbedaan yang berarti pada penggunaan anestesi inhalasi halotan dan isofluran terhadap keadaan saturasi oksigen?

  C. Tujuan Penulisan

  Untuk membandingkan keadaan saturasi oksigen pada penggunaan halotan dan isofluran sebagai obat anestesi inhalasi.

D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritik:

  Sebagai pembuktian teori bahwa pemberian anestesi inhalasi dengan isofluran dan halotan dapat mempengaruhi keadaan saturasi oksigen.

2. Manfaat Aplikatif:

  Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mempertimbangkan pemberian obat anestesi inhalasi.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Umum Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral

  yang disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (justafli dan said, 1989; mansjoer, 2000). Komponen anestesia yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot, yang dikenal dengan “Trias Anestesia” (Muhiman, dkk, 1989).

  Trias anestesi dapat dicapai dengan menggunakan obat tunggal atau dengan menggunakan beberapa macam obat karena tidak semua obat memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan mengkombinasikan beberapa obat, mungkin terjadi interaksi antar obat sehingga bersama memberikan efek yang diharapkan (Katzung, 1997).

  Sebelum anestesi diberikan, perlu adanya persiapan-persiapan yang meliputi: anamnesis pasien, pemeriksaan fisik dan laboratorium jika ada indikasi, kebugaran pasien klasifikasi status fisik, makan dan minum terakhir, serta premedikasi (Said, 2010). Berdasarkan klasifikasi dari American Society

  of Anesthesiology (ASA)

  , status fisik pasien pra-anestesi dibagi menjadi:

  5 ASA I : Pasien sehat yang memerlukan operasi ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah atau penyakit lain ASA III : Pasien dengan gangguan atau kelainan sistemik berat dengan berbagai sebab ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya ASA V : Pasien yang tidak diharapkan hidup setelah 24 jam baik dioperasi maupun tidak.

2. Anestesi Inhalasi

  Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar anestesi umum yang paling sering digunakan (Dobson, 1994). Anestesi inhalasi diserap dan didistribusikan sebagai akibat dari tekanan gradien dan keseimbangan ketika tegangan udara inspirasi sama dengan tegangan udara inhalasi di alveoli, darah, dan jaringan.

  Ketika penggunaan anestesi inhalasi dihentikan, tegangan alveolar menurun dan terjadi proses keseimbangan dari jaringan ke vena dan ke alveoli untuk dilakukan ekspirasi. Oleh karena itu, anestesi inhalasi yang memiliki koefisien tegang terendah menunjukkan permulaan dan pemutusan efek yang paling cepat (Becker, 2008).

  Keamanan dari semua obat anestesi inhalasi yang terpenting adalah berapapun obat yang masuk pada pasien melalui paru-paru dapat keluar dengan cara yang sama. Oleh karenanya, selama pasien masih bernapas, efek obat anestesi bersifat reversibel. Di samping itu, melalui pernapasan spontan, pasien dapat menyesuaikan sendiri dosisnya dan depresi respirasi akan mengurangi jumlah gas yang terhirup sehingga membantu mencegah overdosis (Fenton, 2000).

a. Halotan

  Halotan merupakan derivat halogen hidrokarbon dengan nama kimia 2,bromo-2-khloro-1.1.1. trifluoroetan, mempunyai MAC 0,75% dan koefisien partisi gas darah 2,5. Halotan secara khas menyebabkan pernapasan yang dangkal dan cepat, peningkatan frekuensi napas tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi alveolar menurun dan tekanan CO

  2 istirahat ( resting PaCO 2 ) meningkat (Morgan, 2006).

  Efek halotan terhadap ventilasi berkaitan dengan mekanisme pusat (depresi medulla spinalis) dan perifer (disfungsi otot intercosta) (Morgan, 2006). Halotan secara langsung menghambat otot jantung dan otot pembuluh darah serta menurunkan aktivitas saraf simpatis. Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya kekuatan kontraksi otot jantung, curah jantung, tekanan darah dan retensi perifer (Zunilda dan Elysabeth, 2008). Dengan adanya penurunan curah jantung, maka akan mempengaruhi transport O

  2 dan juga menyebabkan penurunan saturasi O 2 (Morgan, 2006).

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Phillips et al. (1988) pada anak-anak yang diinduksi anestesi dengan halotan tanpa premedikasi terjadi penurunan SpO

  2 berkisar sampai 85% dari 95,70% sebelum

  induksi, sedangkan isofluran terjadi penurunan sampai dibawah 75%, hal ini terjadi pada 1 menit setelah induksi

b. Isofluran

  Isofluran merupakan halogenasi eter dengan nama kimia 1-chloro- 2,2,2-trifluoroethyl difluoromethyl ether. Efek depresi pada otot jantung dan pembuluh darah yang ditimbulkannya lebih ringan dibanding obat anestesia volatil yang lain. Isofluran mempunyai MAC 1,15% dan koefisien partisi gas/darah 1,4 (Muhiman, dkk, 1989). Jika dibandingkan dengan halotan, isofluran memiliki koefisien partisi gas/darah yang lebih rendah, sehingga dalam hal kecepatan induksi dan eliminasi isofluran lebih cepat dari halotan.

  Isofluran menyebabkan depresi napas dan menekan respon ventilasi terhadap hipoksia. Isofluran dapat memicu reflek saluran napas yang menyebabkan hipersekresi, batuk, dan spasme laring. Ditambah dengan terganggunya fungsi silia di saluran napas, anestesia yang lama dapat menyebabkan menumpuknya mukus di saluran napas. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pasokan O

  2 yang menyebabkan penurunan

  saturasi O 2 (Zunilda dan Elysabeth, 2008).

3. Saturasi Oksigen

  Oksigen diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan energi melalui proses metabolisme di mitokondria, untuk itu diperlukan sistim transportasi yang meliputi paru dan kardiovaskuler (Rogers dan Kreit, 1995). Oksigen dibawa oleh darah dari paru ke jaringan seluruh tubuh melalui 2 mekanisme yaitu, secara fisika larut dalam plasma dan secara kimia terikat dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO

  2 ). Dalam keadaan normal oksigen

  yang terikat oleh hemoglobin lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan yang terlarut dalam plasma. Kebutuhan jaringan akan oksigen dan pengambilannya oleh paru sangat tergantung pada hubungan afiniti oksigen terhadap hemoglobin, hubungan tersebut dapat dilihat pada kurva disossiasi oksihemoglobin (KDO).

  KDO ialah suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara saturasi oksigen atau kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen dengan tekanan parsial oksigen pada ekuilibrium yaitu pada keadaan suhu 37

  C, pH 7,40 dan Pco

  2

  40 mmHg. Sedangkan saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang diikat hemoglobin dalam darah yang menunjukkan sebagai sebuah prosentase dari “Maximal Binding Capacity” (Dorland, 2002).

  Satu molekul hemoglobin dapat mengikat maksimal empat molekul oksigen. 100 molekul hemoglobian dapat bersama-sama mengikat 400 (100 x 4) molekul oksigen, jika keseratus molekul hemoglobin ini hanya mengikat 380 molekul oksigen,itu berarti bahwa molekul hemoglobain tersebut hanya mengikat ( ) x 100 = 95% dari jumlah maksimal molekul oksigen yang seharusnya dapat diikat, sehingga nilai saturasi oksigennya adalah 95% (Hill.

  2009).Saturasi oksigen normal pada individu yang sehat menunjukkan nilai antara 97% sampai 99%.

  Afiniti oksigen terhadap hemoglobin dipengaruhi oleh suhu, pH darah, tekanan parsial karbondioksida dan 2,3 difosfogliserat, serta beberapa keadaan klinis seperti keracunan karbonmonoksida ,anemia, hipoksia dan berada di tempat ketinggian.

a. Suhu

  KDO normal ditentukan secara fisiologis pada suhu 37 C jika terjadi peningkatan suhu akan menyebabkan tekanan parsial oksigen meningkat,sehingga afiniti oksigen terhadap hemoglobin akan menurun akibatnya semakin mudah penglepasan oksigen (Guyton, 2007). Pada keadaan ini KDO akan bergeser ke kanan atau sebaliknya jika terjadi penurunan suhu KDO akan bergeser ke kiri. Pada aktivitas terjadi peningkatan suhu tubuh dan kebutuhan oksigen di jaringan, ini dapat dikompensasi oleh KDO yang bergeser ke kanan.

  b. pH

  • Peningkatan ion hidrogen (H ) atau karbondioksida akan menurunkan afiniti oksigen terhadap hemoglobin. Ini dikenal dengan efek Bohr. Dan sebaliknya oksigenisasi dari hemoglobin akan menurunkan afiniti karbondioksida ini yang dikenal dengan efek Haldane. Kedua efek tersebut muncul karena interaksi antara oksigen, ion hidrogen dan karbondioksida dengan hemoglobin. Pada jaringan kapiler karbondioksida akan berdifusi sebagai gas terlarut dan berikatan dengan rantai hemoglobin membentuk karbominohemoglobin atau berikatan dengan air (H

2 O) membentuk garam (bikarbonat) dengan bantuan enzim karbonik

  anhidrase. Ion hidrogen yang dihasilkan oleh kedua reaksi di atas akan menstabilkan bentuk konformasi T pada hemoglobin yang mengakibatkan oksigen dilepas ke jaringan (Hsia, 1998).

  c.

2 PO

  Apabila PO

  2 darah menintkat, misalnya seperti pada kapiler paru, Hb

  berikatan dengan sejumlah besar O

  2 mendekati 100% jenuh, PO 2 60-100

  mmHg : Hb

  2 bertambah) dan KDO

  ≥ 90% jenuh (afinitas Hb terhadap O bergeser ke kiri. Dan apabila PO

  2 menurun, seperti pada kapiler sistemik,

  PO

  2 antara 40 & 20 mmHg (75-35% jenuh), sejumlah besar O 2 dilepas dari Hb setiap penurunan PO

  2 , afinitas Hb tehadap O 2 berkurang dan KDO bergeser kekanan.

  d.

2 PCO

  2

  2 PCO darah meningkat seperti pada kapiler sistemik sehingga CO

  berdifusi dari sel ke darah mengikuti gradiennya menyebabkan penurunan afinitas Hb terhadap O

  2 (Hb lebuh banyak membebaskan O 2 ), KDO bergeser ke kanan.

  Apabila PCO

  2 darah menurun seperti pada kapiler paru sehingga

  CO

  2 berdifusi dari darah ke alveoli menyebabkan peningkatan afinitas Hb

  terhadap O

  2 (Hb lebih banyak mengikat O 2 ) KDO bergeser ke kiri. CO

  2

  juga dapat mempengaruhi pH intraseluler sehingga terjadi penurunan pH intraseluler yang akan meningkatkan efek Bohr (Brandis, 2006).

e. 2,3 DIFOSFOGLSERAT (2,3 DPG)

  Metabolisme sel darah merah tergantung oleh glikolisis dan 2,3 DPG. 2,3 DPG dibentuk melalui jalan pintas tanpa menghasilkan ATP dengan bantuan enzim DPG sintesis. Pada keadaan normal 1,3 DPG akan diubah menjadi 3 fosfogliserat dengan bantuan enzim fosfogliserat kinase dengan menghasilkan ATP dan selanjutnya akan menjadi fosfoenolpiruvat, piruvat, dan laktat. 2,3 DPG mempunyai afiniti terhadap hemoglobin yang lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Selain menurunkan afiniti terhadap oksigen ikatan tersebut juga akan menurunkan pH intraseluler sehingga akan meningkatkan efek Bohr.

  Pada keadaan hipoksia kronik, anemia dan berada di tempat yang tinggi dari permukaan air laut akan meningkatkan kadar 2,3 DPG sehingga kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen menurun namun kemampuan untuk melepaskan oksigen di jaringan lebih mudah karena itu, pergeseran KDO ke kanan merupakan proses kompensasi pada keadaan klinis tersebut di atas.

f. KARBON MONOKSIDA (CO)

  Karbonmonoksida dapat berikatan dengan hemoglobin menjadi karbosihemoglobin (HbCO). Dalam keadaan normal karbonmonoksida dihasilkan pada proses penghancuran sel darah merah namun jumlahnya kecil dan kurang dari 1% yang berikatan dengan hemoglobin. Jumlah karbonmonoksida akan meningkat pada perokok sekitar 5% (Wearer, dkk, 2000). Ikatan karbonmonoksida dengan hemoglobin lebih kuat 200-250 kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Peningkatan jumlah karbonmonoksida akan menyebabkan KDO bergeser ke kiri. Pada keadaan kadar karboksihemoglobin lebih dari 30% akan terjadi asidosis metabolik dengan hiperlaktamia yang akan meningkatkan risiko kematian. Gambar 2.1: Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin (Sumber: Sherwood, 2001)

B. Kerangka Pemikiran

  • hormonal
  • psikologis
  • pH darah
  • volume darah
  • sensitivitas individu<>usia
  • jenis kelamin
  • jenis operasi
  • suhu tubuh
  • penyakit lain
  • obat-obatan
  •   Gambar 2: Kerangka Pemikiran Variabel luar yang dapat dikendalikan Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

      Halotan Isofluran

      Depresi napas dan Depresi langsung miokardium

      Curah jantung dan tekanan darah

      ,retensi perifer ↑

      Menekan pusat pernapasan Menekan respon ventilasi terhadap hipoksia

      P O2 menurun, P CO2 meningkat

      P O2 menurun, P CO2 meningkat

      Hipoksia

    C. Hipotesis

      Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori dan kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berkut: “Terdapat perbedaan keadaan saturasi oksigen pada pemberian anestesi inhalasi halotan dan isofluran.”

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

      pendekatan studi cross sectional. Dalam pendekatan cross sectional digunakan pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel bebas (faktor risiko) dan variable terikat (efek) dilakukan hanya sekali pada saat yang bersamaan (Arief, 2008).

      B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi.

      C. Subjek Penelitian

      1. Populasi Pasien yang dilakukan tindakan operasi di RSUD Dr. Moewardi selama bulan April sampai Juli 2012.

      

    17

      2. Sampel Pasien operasi dengan anestesi inhalasi selama tanggal 1 April sampai

      31 Juli 2012. Pasien yang akan melakukan pembedahan dengan kriteria sebagai berikut: a. Kriteria inklusi : - Laki-laki atau perempuan

    • Usia 15-54 tahun
    • ASA I atau II
    • Suhu tubuh normal
    • Akan dilakukan operasi dengan anestesi umum dengan anestesi inhalasi

      b. Kriteria eksklusi : - Mempunyai riwayat merokok

    • Mempunyai riwayat penyakit pernapasan
    • Mempunyai riwayat penyakit jantung

    D. Besar Sampel

      (Murti, 2010)

      = variasi populasi yang tidak diketahui nilainya, dapat diperkiakan dengan menggunakan . Dimana S

      1 = 0,6

      dan S

      2 = 0,3

      = beda mean yang diperkirakan, pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui beda saturasi oksigen dalam darah pada kelompok, yaitu halotan (98,2 mmHg) dan isofluran (98,9 mmHg)

      = tingkat kemaknaan, pada penelitian ini tingkat kemaknaan sebesar 95%. α berarti 0,05, berarti = 1.96

      Dari perhitungan di atas didapatkan hasil , yang merupakan besar sampel minimal untuk penelitian ini,sehingga jumlah yang akan dipakai sebanyak 20 sampel.

      E. Teknik Sampling

      Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling, dimana semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Hal ini dilakukan demi mempertimbangkan waktu untuk penelitian, karena dalam satu hari penelitian hanya bisa didapatkan 1-2 sampel saja (Sastroasmoro, 2011).

      F. Identifikasi Variabel Peneltian 1. Variabel bebas : obat anestesi inhalasi (halotan dan isofluran).

      2. Variable terikat : saturasi oksigen.

      3. Variable luar :

      a. Variabel luar yang dapat dikendalikan: usia, jenis kelamin, status fisik, suhu tubuh, jenis operasi, penyakit lain, dan obat-obatan.

      b. Variable luar yang tidak dapat dikendalikan: psikis, hormonal, pH darah, volume darah, nutrisi, dan sensitivitas individu.

      G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variable bebas: obat anestesi inhalasi.

      Obat anestesi inhalasi yang digunakan, yaitu halotan atau isofluran yang diberikan melalui vaporizer. Halotan yang digunakan adalah dosis induksi 1vol%, dan isofluran menggunakan dosis induksi 1vol%. Alat : vaporizer Satuan : halotan dan isofluran Skala pengukuran : skala nominal 2. Variable terikat: saturasi oksigen.

      Saturasi oksigen adalah ukuran derajat pengikatan oksigen pada hemoglobin, biasa diukur menggunakan oksimeter, yang dinyatakan dalam persentase pembagian kandungan oksigen sebenarnya dengan kapasitas oksigen maksimum dan dikalikan 100 (Dorland, 2002).

      Alat ukur : bed side monitor Satuan : persen (%) Skala pengukuran : skala rasio

      3. Variable luar terkontrol

      a. Usia Usia mempengaruhi dosis dan efek dari obat anestesi. Pada penelitian digunakan subjek usia 15-54 tahun.

      b. Status fisik Subjek penelitian ini adalah pasien dengan status fisik ASA I dan II, yaitu pasien tanpa penyakit sistemik atau dengan kelainan ringan sampai sedang. c. Suhu tubuh Suhu tubuh mempengaruhi kelarutan obat anestesi. Kenaikan suhu menurunkan kelarutan obat anestesi, sebaliknya penurunan suhu akan meningkatkan kelarutan obat anestesi. Dalam penelitian digunakan subjek dengan suhu tubuh normal.

      d. Jenis operasi Jenis operasi tertentu yang dapat mempengaruhi keadaan saturasi oksigen.

      e. Penyakit lain Subjek penelitian adalah pasien tanpa riwayat penyakit pernapasan perancu dari keadaan saturasi oksigen.

      f. Konsumsi obat-obatan Obat-obatan yang dikonsumsi sebelum pemberian anestesi, termasuk obat premedikasi dan induksi, dapat mempengaruhi penelitian. Oleh karena itu, obat premedikasi dan induksi yang digunakan dibuat homogen atau yang memiliki efek seminimal mungkin terhadap keadaan saturasi oksigen.

    H. Sumber Data

      Data yang diambil adalah data primer dari pengamatan langsung di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 1 April 2012 sampai dengan 31 Juli 2012.

    I. Instrument Penelitian 1. Halotan.

      2. Isofluran.

      3. Vaporizer.

      4. Alat monitor saturasi oksigen (bed side monitor).

      J. Jalannya Penelitian

    Setiap 5 menit hingga minimal 1 jam

      INTUBASI

      INTUBASI Sampel untuk isofluran

      Induksi anestesi: Propofol 2mg/kgBB

      HALOTAN Keadaan saturasi oksigen

      Ukur saturasi oksigen Informed concent

      Ukur saturasi oksigen Premedikasi anestesi:

      SA 0,01mg/kgBB Midazolam 0,1mg/kgBB

      Fentanil 1µ/kgBB Induksi anestesi:

      Propofol 2mg/kgBB

      ISOFLURAN Ukur saturasi oksigen

      Keadaan saturasi oksigen Uji Mann

      Whitney Sampel untuk halotan

      Premedikasi anestesi: SA 0,01mg/kgBB

      Midazolam 0,1mg/kgBB Fentanil 1µ/kgBB

      Informed concent Ukur saturasi oksigen

      K. Teknik Analisis Data Statistik

      Data dalam penelitian ini akan diolah dengan teknik analisis statistik, yaitu menggunakan uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney adalah uji hipotesis yang digunakan untuk menganalisis data dengan variabel bebas nominal dengan variabel terikat berskala numerik dengan data yang memiliki distribusi tidak normal (Sastroamoro dan Ismael, 2001). Pada penelitian ini variabel bebas diklasifikasikan dengan dua cara, yaitu halotan dan isofluran.

    BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Sampel Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap pasien di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi, pada tanggal 1 April sampai 31 Juli

      2012. Jumlah total sampel yang digunakan adalah 40 orang, dimana 20 orang berasal dari kelompok halotan dan 20 sisanya berasal dari kelompok isofluran.

      Sampel dari kelompok halotan terdiri atas 6 orang pria dan 14 orang wanita, dengan usia 18-53 tahun. Sedangkan sampel untuk kelompok isofluran terdiri atas 8 orang pria dan 12 orang wanita, dengan usia 16-45 tahun. Masing-masing ditunjukkan dalam tabel 4.1

      26

    Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Sampel

      Halotan Isofluran Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

      Jenis Kelamin Pria

      6

      30

      8

      40 Wanita

      14

      70

      12

      60 Jumlah 20 100 20 100 Usia

      16-25

      6

      30

      8

      40 26-35

      5

      25

      5

      25 36-45

      6

      30

      7

      35 46-55

      3

      15 Jumlah 20 100 20 100 Berat Badan

      45-55

      8

      40

      4

      20 56-65

      12

      60

      12

      60 66-75

      4

      20 Jumlah 20 100 20 100 B.

       Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Kelompok Halotan dan Isofluran

      Berdasarkan pengamatan dari masing-masing kelompok sampel halotan dan isofluran mulai pada saat sebelum dianestesi hingga pada fase 15 menit setelah insisi, didapatkan nilai hasil saturasi oksigen yang ditunjukkan pada tabel 4.2

    Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Saturasi Oksigen (%) Kelompok Halotan dan

      Isofluran Berdasarkan Fase Pengukuran Anestesi Fase Pengukuran Halotan Isofluran P

      Anestesi (Mean ± SD) (Mean ± SD)

      Awal 98,45 ± 0,89 98,35 ± 1,04 0,723 Induksi 96,55 ± 1,23 97,05 ± 0,75 0,213

      Intubasi 98,85 ± 0,74 98,50 ± 0,89 0,151 Insisi 5’ 98,30 ± 1,03 98,55 ± 1,28 0,538

      Insisi 10’ 98,95 ± 0,94 98,60 ± 1,14 0,325 Insisi 15’ 98,80 ±1,05 99,10 ± 0,79 0,425

      Nilai saturasi oksigen kelompok halotan (mean ± SD) pada fase awal sebelum dianestesi adalah 98,45 ± 0,887; fase induksi 96,55 ± 1,234; fase intubasi 98,85 ± 0,745; fase 5 menit setelah insisi 98,30 ± 1,031; fase 10 menit setelah insisi 98,95 ± 0,945; fase 15 menit setelah insisi 98,80 ±1,056. Ini berarti rerata nilai saturasi oksigen pada fase setelah diinduksi lebih rendah daripada fase sebelum diinduksi. Sementara pada fase setelah diintubasi, nilai rerata saturasi oksigen menjadi lebih tinggi dibandingkan fase sebelum diinduksi.

      Sementara itu nilai saturasi oksigen kelompok isofluran (mean ± SD) pada fase awal sebelum dianestesi adalah 98,35 ± 1,040; fase induksi 97,05 ± 0,759; fase intubasi 98,50 ± 0,889; fase 5 menit setelah insisi 98,55 ± 1,276; fase 10 menit setelah insisi 98.60 ± 1,142 dan fase 15 menit setelah insisi 99,10 ±

      0,788. Ini berarti rerata nilai saturasi oksigen pada fase setelah diinduksi lebih rendah daripada fase sebelum diinduksi. Sementara pada fase setelah diintubasi, nilai rerata saturasi oksigen menjadi lebih tinggi dibandingkan fase sebelum diinduksi.

    Gambar 4.1 Grafik Kestbilan Rata-Rata Saturasi Oksigen Pada Kelompok

      Halotan dan Isofluran Untuk menilai kenormalan distribusi dari data yang telah diperoleh, maka digunakan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji tersebut, didapatkan hasil p = 0,059 pada fase awal; p = 0,013 pada fase induksi; p = 0,012 pada fase intubasi; p = 0,099 pada fase 5 menit setelah insisi; p = 0,059 pada fase 10 menit setelah insisi; dan p = 0,040 pada fase 15 menit setelah insisi. Karena nilai p &lt; 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data tersebut tidak normal sehingga perlu dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.

      Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney (Tabel 4.2), didapatkan nilai p untuk fase awal adalah 0,723; fase induksi adalah 0,213; fase intubasi adalah 0,151; fase 5 menit setelah insisi adalah 0,538; fase 10 menit setelah insisi adalah 0,325 dan fase 15 menit setelah insisi adalah 0,425. Dengan nilai p &gt; 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan saturasi oksigen yang tidak signifikan anatara kelompok halotan dan kelompok isofluran.

      Dalam prnrlitian ini dianalisis pula kemungkinan adanya korelasi antara berat badan dengan keadaan saturasi oksigen serta korelasi antara saturasi oksigen awal sebelum anestesi berlangsung dengan saturasi oksigen pada setiap fase. Analisis terseut dilakukan dengan menggunakan uji korelasi bivariat Pearson. Hasil dari masing-masing analisis dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4.

    Tabel 4.3 Hasil Uji Korelasi Berat Badan dengan Variabel Lain

      Variabel Berat Badan

      R P Saturasi Awal -0,037 0,821 Saturasi Induksi 0,041 0,801 Saturasi Intubasi -0,200 0,215 Saturasi Insisi menit ke- 5 -0,043 0,794 Saturasi Insisi menit ke- 10 0,166 0,305 Saturasi Insisi menit ke- 15 -0,273 0,088

    Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang kuat antara berat badan dengan saturasi oksigen di semua fase anestesi. Hal ini dapat ditunjukkan

      dengan nilai r yang kecil. Namun nilai p pada semua fase anestesi yang lebih besar daripada 0,05 dapat menandakan bahwa hasil penghitungan r pada penelitian ini tidak signifikan secara statistik, artinya hasil tersebut dapat terjadi karena faktor kebetulan (probabilitas karena by chance cukup besar).

    Tabel 4.4 Hasil Uji Korelasi Pearson Saturasi Oksigen Awal dengan Variabel Lain

      Saturasi Oksigen Awal Variabel