BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pradana Adeng Nipuna BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan

  dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Abdulkadir, 2012).

  Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal (Permenkes, 2014).

b. Tujuan PIO

  Tujuan PIO menurut Abdulkadir (2012) adalah sebagai berikut:

1) Menunjang ketersediaan informasi dalam rangka penggunaan obat yang rasional dan berorientasi kepada pasien.

  2)

  Menyediakan dan memberikan infomasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

  3)

  Menyediakan informasi untuk kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat.

c. Sasaran PIO

  Sasaran informasi obat menurut Abdulkadir (2012) adalah sebagai berikut: 1) Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, Perawat, bidan, asisten apoteker, dll. 2) Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik.

  3) Pasien dan atau keluarga pasien.

  d. Manfaat PIO

  Manfaat PlO menurut Abdulkadir (2012) adalah sebagai berikut: 1) Bagi staf farmasis : citra farmasis meningkat, kepuasan kerja meningkat, mendukung kegiatan farmasi.

  2) Bagi pasien : kesalahan penggunaan obat menurun, efek obat yang tidak diinginkan menurun. 3) Bagi dokteri, paramedis dll : meningkatkan penggunaan obat yang rasional, menj amin keamanan dan efektifitas pengobatan. membantu pemecahan masalah.

  e. Kegiatan PIO

  Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain (Permenkes, 2014). Menurut pedoman pelayanan kefarmasian di Puskesmas, informasi obat yang diperlukan pasien adalah (Permenkes, 2014) :

  

1) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan

dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam.

  Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.

  

2) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau

  harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.

  

3) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan

  pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.

  Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi (Permenkes, 2014): 1) menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

  2) membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan). 3) memberikan informasi dan edukasi kepada pasien. 4) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi. 5) melakukan penelitian penggunaan Obat. 6) membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah. 7) melakukan program jaminan mutu.

2. Pengetahuan a. Definisi

  Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya). Kemampuan pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu melalui penginderaan terhadap suatu obyek tertentu dan sangat penting terhadap terbentuknya tindakan seseorang (Taufik, 2007).

  Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui indera yang dimilikinya, seperti mata, hidung, telinga, dan alat indera lainnya. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Pulungan, 2010).

b. Tingkat Pengetahuan

  Taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan harus mengacu pada tiga jenis ranah yaitu kognitif, efektif dan psikomotorik. Selanjutnya dikatakan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), yaitu: 1) Tahu (know)

  Tahu adalah mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (comprehension)

  Memahami adalah kemampuan menjelaskan sacara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan benar. 3) Aplikasi (application)

  Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). 4) Analisis (analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis)

  Sintesis adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 6) Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengetahuan responden menjadi salah satu faktor yang menentukan prilaku seseorang. Prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebagian besar pengetahuan manusia deperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan. Sebelum orang berprilaku ia harus terlebih dahulu tahu apa manfaat prilaku tersebut bagi dirinya maupun keluarganya (Notoatmodjo, 2003).

  c. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1) Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. 2) Umur Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. 3) Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 4) Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengethuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-buku. 5) Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. 6) Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

  d. Pengukuran Pengetahuan

  Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang bersangkutan mengungkapkan hal

  • – hal yang diketahuinya dalam bentuk jawaban maupun tulisan. Bentuk pengukurannya dapat dilakukan dengan wawancara/angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian/ responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo,2003).

  Menurut Arikunto (2006) skala yang digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/ peringkat pengetahuan dituliskan dalam bentuk presentasi, yaitu:

  1) Baik : >75% 2) Cukup : 60% - 75% 3) Kurang : <60% 3.

   Kepatuhan Minum Obat a. Definisi

  Kepatuhan adalah taat mengikuti suatu rangkaian tindakan yang di anjurkan atau yang diusukan oleh tenaga kesehatan pada seseorang (Albery, 2011). Dalam pengertian lain disebutkan oleh Smet (1994) dalam Supadmi (2012) bahwa kepatuhan merupakan tingkat kepatuhan pasien sesuai dengan ketentuan yang disarankan oeh tenaga kesehatan professional.

  Kepatuhan minum obat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga medis dalam mengkonsumsi obat, meliputi keteraturan, waktu dan cara minum obat. Penilaian terhadap kepatuhan diperoleh dari total skor keteraturan, waktu dan cara minum obat (Oktaviani, 2011).

b. Faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan

  Angka kejadian kepatuhan berobat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kronisitas penyakit, frekuensi pemberian obat, harga obat, bentuk obat, daya ingat pasien, informasi, serta interaksi antara dokter dan pasien.Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan erat antara kepatuhan pasien berobat dengan beberapa faktor lainnya seperti hubungan antara dokter dan pasien, derajat berat penyakit, rasa obat, efek samping obat, lupa, asuransi kesehatan, dan jenis antibiotik yang dipakai (Wibowo dan Soepardi, 2008).

c. Cara mengukur kepatuhan

  Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk mengukur kepatuhan, yaitu (Putri, 2012). 1) Metode langsung

  Dilakukan dengan observasi pengobatan secara langsung, mengukur konsentrasi obat dan metabolismenya dalam darah. Namun, biaya yang digunakan sangat mahal. 2) Metode tidak langsung

  Dilakukan dengan menanyakan pasien tentang cara pasien menggunakan obat, menilai respon klinik, melakukan penghitungan obat (pill count), dan mengumpulkan kuesioner kepada pasien.

  Menurut Jasti, et al., (2005) dalam Pratiwi (2011), cara menghitung jumlah sisa tablet secara langsung dan menghitung

tingkat kepatuhan pasien dengan menggunakan rumus :

Kepatuhan =

  Keterangan:

  a) Patuh : 70-100%

  b) Tidak patuh : < 70 % 4.

   Antibiotik a. Definisi

  Antibiotik adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu mikroba, atau yang diproduksi seluruh atau sebagian nya secara sintesis kimia, yang dalam konsentrasi kecil dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain (Wibowo, 2012).

  Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain (Febiana, 2012).

b. Penggolongan Antibiotik

  Penggolongan antibiotik menurut Febiana (2012) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Berdasarkan struktur kimia antibiotik

  Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Golongan Aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin,tobramisin.

  b) Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan karbapenem (ertapenem,imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik,dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agenantibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis

  Penicilliumchrysognum .

  c) Golongan Glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanindan dekaplanin.

  d) Golongan Poliketida, antara lain golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

  e) Golongan Polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin. f) Golongan Kinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat,siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

  g) Golongan Streptogramin, antara lain pristinamycin, virginiamycin,mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

  h) Golongan Oksazolidinon, anatara lain linezolid. i) Golongan Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan trimetoprim. j) Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

  2) Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisida. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing

  • – masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.

  3) Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai beirkut: a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri

  Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.

  b) Inhibitor sintesis protein bakteri Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap tahap sintesis protein. Obat-

  • obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.

  c) Menghambat sintesa folat Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin, dan glutamat.

  Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba.

  d) Mengubah permeabilitas membran sel Memiliki efek bakteriostatik dan bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin.

  e) Mengganggu sintesis DNA Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.

  Obat-obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA.

  f) Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin. 4) Berdasarkan aktivitas antibiotik

  Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Antibiotika spektrum luas (broad spectrum)

  Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.

  b) Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas. 5) Berdasarkan pola bunuh antibiotik

  Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman yaitu:

  a) Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan dayabunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin,sefalosporin, linezoid, dan eritromisin.

  b) Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi ataudalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalamwaktu lama.

  Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.

c. Resistensi Antibiotika

  Kejadian resistensi terhadap penicilin dan tetrasiklin oleh bakteri patogen diare dan Neisseria gonorrhoeae telah hampir mencapai 100% di seluruh area di Indonesia. Resistensi terhadap antibiotik bisa di dapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, semua spesies bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri kontak dengan obat tersebut. Yang serius secara klinis adalah resistensi yang di dapat, dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi resisten. Resistensi silang juga dapat terjadi antara obat-obat antibiotik yang mempunyai kerja yang serupa seperti penisilin dan sefalosporin. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk resistensi terhadap suatu antibiotika adalah menginaktivasi enzim yang merusak obat, mengurangi akumulasi obat, perubahan tempat ikatan, perkembangan jalur alternatif metabolik.

  Populasi bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang berkembang dengan beberapa cara : 1) Seleksi

  Dalam suatu populasi akan terdapat beberapa bakteri dengan resistensididapat. Kemudian obat mengeliminasi organisme yang sensitif, sedangkanbakteri yang resisten mengalami proliferasi

  2) Resistensi yang ditransfer Gen yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari satu organisme ke organisme lain. Akumulasi dari penggunaan antibiotik pada suatu komunitas yang terlalu seringdapat memicu terjadinya resistensi bakteri yang di dapat terhadap suatu antibiotik.

  Berikut ini merupakan faktor

  • – faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik: a) Penggunaan antibiotik yang sering.

  b) Penggunaan antibiotik yang irasional.

  c) Penggunaan antibitoik baru yang berlebihan.

  d) Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu yang lama memberi kesempatan bertumbuhnyakuman yang lebih resisten (fisrt step mutant).

  e) Penggunaan antibiotik untuk ternak. Kadar antibiotik yang rendah sebagai suplemen pada ternak memudahkantumbuhnya kuman – kuman resisten.

  f) Beberapa faktor lain yang berperan terhadap berkembangnya resistensi ialahkemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi buruk, dan kondisirumah yang tidak memenuhi syarat.

B. Kerangka Teori

  

Gambar 1. Kerangka Teori. Modifikasi dari Albbery (2011), Notoatmojo

(2007),dan Taufik (2007).

  Informasi Obat (Dari Puskesmas)

  Pengetahuan Tentang Antibiotik

  Mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang Kepatuhan Minum

  Obat

C. Kerangka Konsep

  Variabel bebas Variabel terikat

  Pengetahuan Tentang Informasi Obat

  Antibiotik (dari Puskesmas)

  Kepatuhan Penggunaan Antibiotik

  Gambar 2. Kerangka Konsep D. Hipotesis

  Secara umum hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. Biasanya hipotesis terdiri atas pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel, yakni variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas merupakan variabel penyebabnya atau variabel pengaruh, sedang variabel terikat merupakan variabel akibat atau terpengaruh (Hidayat, 2011). Ha : ada hubungan antara Informasi obat terhadap pengetahuan dan kepatuhan penggunaan obat antibiotik di Puskesmas Sumbang Kabupaten Banyumas Tahun 2014.