BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Beti Rahayu Utami BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu proses alamiah yang dapat menyebabkan

  perubahan di dalam tubuh seorang perempuan. Salah satu perubahan yang bermakna adalah ekspansi volume darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak sepadan sehingga hematokrit biasanya menurun (Cuningham, F. Gary, dkk., 2006; h. 1463). Pada saat wanita hamil, maka darahnya akan bertambah banyak, yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Wiknjosastro, dkk. 2002; h. 448), dan hal ini sering dikenal dengan anemia.

  Anemia pada wanita tidak hamil biasanya terjadi apabila konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/ dl dan selama kehamilan atau nifas kurang dari 10 g/ dl (Cuningham, dkk., 2006; h. 1463). Anemia pada kehamilan dapat disebabkan karena kekurangan zat besi, dan merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia dalam kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia dan selain itu potensial membahayakan ibu dan anak, karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada linier depan (Manuaba, 2010; h. 237).

  1 Anemia merupakan salah satu masalah ibu hamil yang terjadi di dunia, termasuk juga Di Indonesia. Di seluruh dunia frekwensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar antara 10 % dan 20 %. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat difahami bahwa frekwensi itu lebih tinggi lagi di negeri - negeri yang sedang berkembang dibanding dengan negeri-negeri yang sudah maju.

  Menurut Hoo Swie Tjiong frekwensi anemia dalam kehamilan setinggi 18,5 %, pseudoanemia 57,9 % dan wanita hamil dengan Hb 12 g/100 ml atau lebih sebanyak 23,6 % (Wiknjosastro, dkk. 2002; 450).

  Menurut WHO, kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20 dan 89 % dengan menetapkan Hb 11 g % (11 g/ dl) sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia masih cukup tinggi. Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemia kehamilan 3,8 % pada trimester I, 13,6 % trimester II, dan 24,8 % pada trimester III dan terdapat sekitar 70 % ibu hamil Di Indonesia mengalami anemia akibat kekurangan gizi. Pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat adalah kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi (Manuaba, 2010; h. 237-238).

  Banyak masalah yang dapat ditimbulkan pada ibu hamil akibat kehamilannya disertai dengan anemia. Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyakit dapat timbul akibat anemia, seperti abortus, partus prematurus, partus lama karena inertia uteri, syok, infeksi baik intra partum maupun post partum, dan pada anemia yang sangat berat Hb kurang dari 4 gr/ 100 ml dapat menyebabkan decompensasio cordis, seperti di laporkan oleh Lie - Injo Luan Eng dkk. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan (Wiknjosastro, dkk. 2002; h. 450).

  Menurut data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 yang terdapat dalam buku profil kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survey (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Dep. Kes, 2011; h. 38) dan menurut data yang tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas pada tahun 2010 angka kematian ibu sebesar 116,8/ 1000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 1,56/ 1000 kelahiran hidup (Anonimus. 2010; h. 8-9). Angka kematian ibu yang tinggi disebabkan oleh komplikasi obstetri yang meliputi perdarahan, infeksi, dan pra eklamsi sebesar 90 % dan pada data yang terdapat dalam buku profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, penyebab kematian tertinggi terjadi akibat perdarahan yang berjumlah 8 orang. Anemia merupakan salah satu faktor predisposisi dari penyebab perdarahan dan infeksi (Wiknjosastro, 2002; h. 450). Pada tahun 2011 terdapat 109 ibu hamil yang tercatat menderita anemia dan 179 ibu hamil yang tidak menderita anemia dari 288 ibu hamil yang diperiksa kadar haemoglobinnya di Puskesmas Banyumas dan hal tersebut menunjukkan bahwa anemia masih banyak dialami ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

  Dari wawancara yang telah dilakukan peneliti pada survey pendahulaan kepada 10 orang ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas terdapat 5 orang ibu hamil yang belum mengetahui tentang anemia dan tidak tahu mendalam tentang anemia. Ibu hamil yang diwawancarai tersebut hanya mengetahui kalau wanita hamil dapat terjadi anemia dan untuk mencegahnya dengan mengkonsumsi tablet tambah darah karena sebagian ibu hamil tersebut hanya mengetahui kalau anemia disebabkan akibat dirinya hamil. Padahal anemia pada ibu hamil dapat terjadi bukan hanya akibat kehamilan. Anemia bisa terjadi karena kurang gizi/ mal nutrisi, kurang zat besi dalam mengatur menu makanan, penyerapan yang tidak baik/ mal absorpsi sampai pada kehilangan darah yang banyak seperti pada kasus persalinan yang lalu, menstruasi pada wanita yang rutin terjadi setiap bulan, dan penyakit kronik seperti TBC, paru, cacing usus, malaria dan lain- lain (Marni, dkk, 2011; h. 51). Dari ibu hamil yang diwawancarai tersebut banyak yang tidak mengetahui mengenai faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab dan bahaya akibat anemia dan cara pencegahannya yang baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil yang menjadi subjek wawancara tersebut belum banyak mengetahui seputar anemia, penyebabnya, cara mengatasinya dan bahaya akibatnya. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

  Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007; h. 143). Oleh karena itu tingkat pengetahuan pada seseorang berbeda dengan orang lain. Orang yang hanya pada tingkatan pengetahuan paling dasar sebatas tahu dan yang pada tingkatan tertinggi dimana dapat mengevaluasi akan mempunyai sikap dan tindakan yang berbeda dalam suatu permasalahan yang sama. Suatu tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang akan dapat berpengaruh pada sikap dan tindakan seseorang tersebut.

  Ibu hamil juga mempunyai pengetahuan yang berbeda satu sama lain. Karena pengetahuan terjadi setelah ibu hamil melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku ibu hamil yang didasari oleh suatu pengetahuan akan lebih baik dibandingkan dengan perilaku ibu hamil yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang berbeda akan mempunyai suatu sikap dan tindakan yang berbeda pula dalam menyikapi suatu permasalahan di dalam kehamilannya. Sebagai contoh pada ibu hamil yang memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda dalam memandang suatu hal mengenai gizi akan memiliki suatu sikap dan tindakan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain yang pada akhirnya mempengaruhi pola nutrisi pada ibu hamil. Ibu hamil yang hanya pada tingkat pengetahuan rendah akan bersikap dan bertindak berbeda dengan yang berpengetahuan tinggi dalam mengatur menu makanan sebagai asupan untuk mencukupi nutrisi yang diperlukan dalam kehamilannya. Termasuk zat besi di dalamnya dimana akan mempengaruhi status anemia pada wanita hamil. Karena pada wanita hamil keadaan anemia biasanya terjadi akibat defisiensi zat besi di dalam tubuhnya (Saifudin, Abdul Basri, dkk, 2009; h. 281).

  Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan mengkonsumsi zat besi sebanyak minimal 90 tablet (Manuaba, 2010; h. 239) yang diminum secara rutin setiap hari atau dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi sehingga selama kehamilan tidak menderita anemia.

  Apabila wanita hamil cukup memahami hal tersebut maka angka kejadian anemia dapat diturunkan dan secara tidak langsung dapat menurunkan berbagai faktor resiko yang terjadi akibat dari anemia termasuk potensial menyebabkan morbiditas serta mortalitas ibu dan anak (Wiknjosastro, 2002; h. 451).

  Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

  B. Perumusan Masalah

  Mengacu pada uraian latar belakang yang ada maka penulis merumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas tahun 2012?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas tahun 2012.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas. b. Mengetahui angka kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

  c. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Peneliti Untuk memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan serta membuat pengalaman baru mengenai anemia khususnya dalam hal hubungan pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

  2. Bagi pengelola Program KIA dan Gizi di Puskesmas Dapat memberi masukan dan sebagai sumber informasi dalam melaksanakan pencegahan dan menanggulangi anemia ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banyumas Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.

  3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sebagai bahan referensi dan masukan dalam pengambilan suatu kebijakan mengenai pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil.

E. Keaslian Penelitian

  Setelah melakukan berbagai pencarian, ditemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan anemia kehamilan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu:

  1. Warda (2005), Hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia pada kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar Sulawesi Selatan tahun 2005, jenis penelitian tersebut merupakan penelitian kuantitatif crosssectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan ibu hamil tentang anemia dengan angka kejadian anemia pada kehamilan di RSIA, Siti Fatimah Makassar dengan variabel bebas berupa pengetahuan dan variabel terikat yaitu anemia. Subjek penelitian adalah ibu hamil trimester III yang datang memeriksakan kehamilannya di poliklinik KIA RSIA Siti Fatimah Makassar. Hasil penelitian yang diperoleh terdapat hubungan yang (signifikan) antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kejadian anemia. Perbedaan yang terdapat dengan penelitian ini yaitu pada lokasi, waktu, subyek, besar sampel, cara pengambilan sampel, dan tempat dilakukan penelitian.

  2. Rika Varia Nora (2008), Hubungan pengetahuan dan perilaku ibu hamil dengan kejadian anemia kehamilan di Kabupaten Indragiri Hulu.

  Tujuannya untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku ibu hamil dengan kejadian anemia kehamilan. Penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancangan crosssectional dan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian adalah ibu hamil di Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat menggunakan tabel distribusi frekwensi dan persentase, analisis bivariat menggunakan chi-square dan analisis multivariate menggunakan regresi logistik.

  Perbedaan yang terdapat dengan penelitian ini yaitu pada lokasi, waktu, subyek, besar sampel, cara pengambilan sampel dan tempat dilakukan penelitian serta analisis yang digunakan.