BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Trias Eka Nurlela BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

  mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD, Rawat Inap, ICU, Hemodialisa dan IBS (Instalasi Bedah Sentral). Hal ini membuat besarnya populasi yang berisiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan pemberian terapi IV (Schaffer,dkk, 2000 dalam Ningsih 2013).

  Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan, sehingga kejadian infeksi atau berbagai permasalahan akibat pemasangan infus dapat dikurangi, bahkan tidak terjadi (Priharjo, 2008)

  Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Terapi intravena bermanfaat untuk memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia. Terapi intravena perifer digunakan untuk memberikan terapi cairan pada

  1 klien sakit akut atau kronis (Potter & Perry, 2005), ditemukan bahwa 90% pasien yang dirawat mendapat terapi intravena atau infus dan 50% dari pasien tersebut berisiko mengalami kejadian infeksi komplikasi lokal terapi intravena salah satunya adalah phlebitis.

  Menurut UU NO 44 2009 tentang Rumah Sakit , Rumah Sakit harus memiliki standar keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa & menetapkan pemecahan dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan salah satunya adalah kejadian infeksi nosokomial phlebitis pada pasien yang terpasang infus.

  Phlebitis merupakan salah satu manifestasi dari infeksi nosokomial yang paling sering terjadi pada pasien setelah 2x24 jam pemasangan Infus.

  Phlebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumahsakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam (Darmadi, 2008 dalam Ningsih 2013).

  Salah satu tanda dan gejala dari phlebitis yaitu nyeri terlokalisasi dan nyeri merupakan gejala yang paling utama dari kejadian phlebitis (Bare, 2011; sharon, 2000; dan Rocca (1998). Nyeri merupakan pengalaman yang subyektif dimana rasa nyeri mengikuti apa yang dikatakan dan dirasakan klien (McCaffery, 1968, dalam saron, 2000). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya phlebitis yaitu: (1) Faktor Kimia (Obat,Cairan Intravena), (2) Faktor Mekanis (Bahan, ukuran kateter, lokasi insersi, dan teknik fiksasi), (3) Faktor Bakterial.

  Penatalaksanaan nyeri pada pasien phlebitis dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis diantaranya dengan analgesik yaitu: (1) Non-opoid (asetaminofen dan NSAIDs, contohnya: Aspirin, Ibuprofen), (2) Opoid (Percocet, Vicodin, Lortab, dan Ultracet), (3) Koanalgesik. Terapi non farmakologis diantaranya yaitu: (1) Relaksasi, (2) Distraksi, (3) Stimulus kulit yaitu: (a) Kompres hangat lembab, dan (b) Kompres dingin.

  Penatalaksanaan nyeri phlebitis dengan teknik non farmakologis yaitu dengan cara kompres.Kompres ada dua jenis yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Kompres hangat lembab pada sisi phlebitis dapat memberikan rasa nyaman pada klien (Potter & Perry, 2010). Pemberian kompres hangat pada lokal phlebitis yang menyebabkan proses fasodilatasi pembuluh darah, karena pada kejadian phlebitis terjadi banyak kerusakan jaringan yang membutuhkan banyak nutrisi dan oksigenasi untuk memperbaikinya. Dengan demikian sebagai akibat pemberian kompres hangat dapat memperbaiki peredaran darah dalam jaringan, penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel yang dibuang akan diperbaiki serta terjadi peningkatan aktivitas sel. Hal tersebut akan mengurangi rasa sakit dan akan menunjang proses penyembuhan phlebitis (Poter & Perry, 2010).

  Pemberian kompres hangat dilakukan selama 20 menit sebanyak 3 kali sehari dengan interval 8 jam selama 3 hari.

  Kompres dingin dengan menggunakan lidah buaya (aloe vera) mempunyai pengaruh terhadap penurunan tingkat skala nyeri phlebitis.

  Lidah buaya (aloe vera) menghambat migrasi sel PMN (neutrofil) ke jaringan vena yang meradang, sehingga proses inflamasi vena dihambat.

  Kandungan asam amino, glikoprotein dan aloe emodin dalam lidah buaya

  

(aloe vera) mempercepat perkembangan sel-sel baru dalam proses regenerasi

  epitel pembuluh darah.Pemberian kompres aloe vera diberikan dengan menggunakan kasa kering selama 20 menit sebanyak 3 kali sehari dengna interval 8 jam selama 3 hari(Rajin, 2008)

  Menurut Maughan (2004) kualitas terapeutik dari gel tanaman lidah buaya (aloe vera) tergantung dari tingkat kesegeran gel, jika gel lidah buaya terpapar udara dan cahaya selama beberapa jam efek terapeutiknya hilang sebagian.Sedangkan kompres lidah buaya (aloe vera) pada penelitian ini hanya diberikan selama 20 menit dengan menggunakan kasa kering yang steril.

  Pada masyarakat penggunaan terapi tradisional untuk menanggulangi radang dikulit adalah dengan menggunakan lidah buaya (aloe vera). Banyak peneliti yang menyebutkan daun lidah buaya dapat berfungsi sebagai anti- inflamasi, anti jamur, anti bakteri dan regenarasi sel (Furnawanthi, 2002).

  Penelitian ekperimental laboratoris di laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Unair juga menyimpulkan bahwa penggunaan gel aloe vera dengan peningkatan konsentrasi 50% sampai dengan 90% bersifat toksik yang cukup rendah terhadap sel fibroblas atau dapat dikatakan tidak toksik terhadap sel fibroblas sehingga aman untuk digunakan dalam rongga mulut (Hidayah, 2006).

  Pada penelitian Rajin M,Mukarromah I, (2008) menggunakan ekstrak lidah buaya menurunkan tingkat phlebitis pada 8 jam ketiga setelah pemberian kompres, sedangkan pemberian kompres alkohol 70% dapat menurunkan tingkat phlebitis pada 8 jam keempat setelah pemberian hal ini menunjukkan bahwa kompres lidah buaya mempunyai efek terapeutik dan menyembuhkan plebitis lebih cepat dari kompres alkohol 70%. Ekstrak lidah buaya dapat digunakan sebagai terapi phlebitis menggantikan thrombophop sehingga biaya perawatan lebih ringan.

  Penelitian Isticomah (2007), dari sampel 27 orang, 13 responden untuk kelompok pemberian air hangat dan 14 responden untuk kelompok pemberian air dingin. Responden berjenis kelamin perempuan 74% dan laki- laki 26%. Rata-rata perubahan nyeri kelompok yang diberikan kompres air hangat (4,15) dan perubahan skala nyeri tertinggi adalah 6 dan 14 responden untuk kelompok pemberian air dingin (4,79) untuk perubahan skala nyeri tertinggi adalah 8.

  Berdasarkan survei data pendahuluan di rekam medik RSUD dr.R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga tahun 2014 dengan jumlah 17.288 pasien yang terpasang infus. Sedangkan data dari Tim PPI (Program Pengendali Infeksi) didapatkan angka kejadian phlebitis sebanyak 106 pasien pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan jumlah prosentase pasien yang mengalami phlebitis masih cukup tinggi. Standar rekomendasi oleh tim PPIRS (Tim Pencegah dan Pengendalian infeksi Rumah Sakit) yaitu kurang dari 1,5% (Depkes RI, 2008).

  Prosedur penatalaksanaan pasien phlebitis di RSUD dr.R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga belum tersusun, namun saat ini tindakan untuk mengurangi nyeri phlebitis dengan cara melepas infus dan memberi kompres alkohol di area sekitar insersi.

  Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti “perbandingan efektifitas antara penggunaan kompres ekstrak lidah buaya

  

(gel aloe vera) dengan kompres hangat dalam penurunan tingkat skala nyeri

pada pasien phlebitis”.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan angka kejadian phlebitis di RSUD dr.R.Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang cukup tinggi lebih besar dari standar pelayanan minimal Rumah Sakit dalam penanganan phlebitis. Menurunkan tingkat skala nyeri phlebitis memerlukan prosedur yang jelas dalam bentuk intervensi yang akan lebih efektif dan efisien karena masih cukup tinggi angka kejadian nyeri akibat phlebitis dan belum adanya standar penangnan nyeri phlebitis yang ditetapkan di rumah sakit. Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada perbandingan efektifitas antara penggunaan kompres ekstrak lidah buaya (gel aloe vera) dengan kompres hangat pada penurunan tingkat skala nyeri pada pasien phlebitis?”

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Mengetahui efektivitas kompres ekstrak lidah buaya (gel aloe vera) dengan kompres air hangat terhadap penurunan tingkat skala nyeri pada pasien phlebitis.

  2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia , dan lama pemasangan infus.

  b. Untuk mengetahui tingkat skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan kompres air hangat dan kompres ekstrak lidah buaya (gel

  aloe vera )

  c. Untuk mengetahui besarnya penurunan tingkat skala nyeri pada pasien phlebitis setelah dilakukan kompres ekstrak lidah buaya (gel

  aloe vera) dan kompres air hangat..

  d. Untuk membuktikan keefektifan kompres ekstrak lidah buaya (gel

  aloe vera ) dengan kompres air hangat terhadap penurunan tingkat skala nyeri phlebitis.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan pada pasien dalam upaya meminimalkan kejadian phlebitis di rumah sakit.

  2. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam berfikir kritis dan melatih memecahkan masalah mutu pelayanan terkait dengan kejadian phlebitis.

  3. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan bagi tenaga perawat untuk meningkatkan pengetahuan tentang penanganan nyeri phlebitis secara non farmakologis.

  4. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dan menjadi suatu masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dan bidang kesehatan lainnya mengenai penganan phlebitis.

  E. Penelitian Terkait

  1. Mukhamad Rajin, Mukarromah Indah (2008), pengaruh pemberian kompres ekstrak lidah buaya terhadap penyembuhan phlebitis dengan variabel bebas pemberian kompres lidah buaya dan variabel terikat penyembuhan phlebitis, populasi penelitian adalah pasien phlebitis usia antara 20 – 40 tahun, sampel yang diambil adalah 24 responden.

  Perbedaan penelitian adalah peneliti menambah variabel yaitu variabel bebas kompres lidah buaya (gel aloe vera) dan kompres air hangat, variabel terikat yaitu skala nyeri phlebitis. Sampel yang diambil adalah 40 responden yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 responden menggunakan kompres lidah buaya (gel aloe vera) dan 20 responden menggunakan kompres air hangat, dan peneliti fokus pada penurunan tingkat skala nyeri phlebitis.

  2. Triyanto Endang, Handoyo, Ryan (2007), Upaya menurunkan skala phlebitis dengan pemberian kompres hangat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian kompres air hangat dan variabel terikatnya penurunan skala phlebitis. Populasi penelitian adalah pasien phlebitis usia 18 – 80 tahun, sampel yang diambil adalah 30 responden. Metode penelitian dengan menggunakan quasi eksprimntal dengan one

  

group pre test and post test design . Perbedaan penelitian adalah peneliti

  menambah variabel yaitu variabel bebas kompres lidah buaya (aloe vera) dan kompres air hangat, variabel terikat yaitu skala nyeri phlebitis.

  Sampel yang diambil adalah 40 responden yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 responden menggunakan kompres lidah buaya (gel

  

aloe vera ) dan 20 responden menggunakan kompres air hangat. Metode

  penelitian dengan menggunakan pre eksperiment dengan two group pre

  test

  • – post test. peneliti fokus pada penurunan tingkat skala nyeri phlebitis.

  3. Yuyun Ningsih ( 2013), Pengaruh pemberian kompres air hangat terhadap penurunan skala phlebitis. Perbedaan penelitian adalah menambah variabel, jumlah populasi sampel penelitian dan metode penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian kompres air hangat dan variabel terikatnya penurunan skala phlebitis. Populasi penelitian adalah pasien phlebitis usia 18

  • – 80 tahun, sampel yang diambil adalah 30 responden. Metode penelitian dengan menggunakan quasi eksprimntal dengan one group pre test and post test design. Perbedaan penelitian adalah peneliti menambah variabel yaitu variabel bebas kompres lidah buaya (gel aloe vera) dan kompres air hangat, variabel terikat yaitu skala nyeri phlebitis. Sampel yang diambil adalah 40 responden yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 responden menggunakan kompres lidah buaya (gel aloe vera) dan 20 responden menggunakan kompres air hangat. Metode penelitian dengan menggunakan pre eksperiment dengan

  two group pre test

  • – post test. peneliti fokus pada penurunan tingkat skala nyeri phlebitis.