BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - ADE NURHIKMAH BAB II

  1. Lembar Kerja Siswa (LKS)

  a. Pengertian LKS LKS menurut Prastowo (2014: 269) merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. LKS biasanya berupa lembar-lembar kertas yang berisi ringkasan materi, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang dikerjakan siswa sesuai kompetensi dasar yang harus dicapai. LKS menurut Sumantri (2015: 333) merupakan lembar-lembar berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tugas yang diberikan dalam LKS harus dilengkapi referensi yang terkait dengan materi.

  Lembar kerja menurut Trianto (2009:222) adalah panduan siswa untuk digunakan dalam kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun semua aspek pembelajaran. LKS menurut Widjajanti Endang (2008: 1):

  LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulan bahwa LKS merupakan bahan ajar berupa lembar-lembar kertas yang berisi

  7 ringkasan materi dan soal-soal yang dikemas sedemikian rupa. LKS juga dapat digunakan sebagai panduan siswa dalam melakukan penyelidikan dan pemecahan masalah sehingga siswa dapat belajar secara mandiri.

  b. Tujuan penyusunan LKS Tujuan penyusunan LKS menurut Prastowo (2012: 270), diantaranya sebagai berikut:

  1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan. bahan ajar yang disajikan dengan tampilan menarik dan mudah dipahami akan mendorong siswa untuk membaca. 2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan. Tugas yang disajikan dalam bahan ajar harus sesuai dengan materi yang diberikan. 3) Melatih kemandirian belajar peserta didik. LKS disusun dan dirancang sedemikian rupa agar dapat melatih siswa untuk belajar secara mandiri. 4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. Guru dapat memanfaatkan LKS untuk memberikan tugas kepada peserta didik untuk dikerjakan secara mandiri tanpa bergantung pada guru.

  Terdapat empat tujuan penyusunan LKS yaitu LKS disusun untuk memudahkan siswa dalam mempelajari materi, menyajikan tugas-tugas untuk meningkatkan penguasaan materi, melatih kemandirian siswa, dan memudahkan guru memberi tugas kepada siswa. Tujuan penyusunan LKS menurut prastowo dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan LKS sehingga LKS dapat tersusun dengan baik dan mencapai tujuan penyusunan.

  c. Fungsi LKS

  Terdapat beberapa fungsi LKS menurut Widjajanti (2008: 1- 2) sebagai berikut:

  1) Menjadi alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar. 2) Digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu penyajian suatu topik. 3) Untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa. 4) Mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas. 5) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar. 6) Membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis, dan mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian siswa. 7) Menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu. 8) Mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya. 9) Digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin. 10) Meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

  Fungsi LKS antara lain menjadi alternatif guru mengajar, mempercepat proses pengajaran, mengecek pemahaman siswa, membuat siswa lebih aktif, membangkitkan minat belajar siswa, memotivasi siswa, dll. Disimpulkan bahawa fungsi LKS adalah sebagai alat bantu untuk guru mengajar dan membantu siswa untuk aktif.

  d. Karakteristik LKS yang baik menurut Sungkono (2009) adalah sabagai berikut: 1) LKS memiliki soal-soal yang harus dikerjakan siswa, dan kegiatan-kegiatan seperti percobaan yang harus siswa lakukan. 2) Merupakan bahan ajar cetak.

  3) Materi yang disajikan merupakan rangkuman yang tidak terlalu luas pembahasannya tetapi sudah mencakup apa yang akan dikerjakan atau dilakukan siswa. 4) Memiliki komponen-komponen seperti kata pengantar, pendahuluan, daftar isi, dan lain-lain.

  Karakteristik LKS dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengembangkan sebuah LKS. LKS yang dikembangkan harus memperhatikan dan disesuaikan dengan karakteristik LKS yang baik agar produk LKS yang dikembangkan menjadikan produk yang baik.

  e. Langkah-langkah menyusun LKS Langkah-langkah dalam penyusunan LKS menurut Prastowo

  (2012: 275) sebagai berikut: 1) Melakukan analisis kurikulum. Analisis dilakukan untuk menentukan materi apa yang memerlukan bahan ajar berupa LKS. Cara menentukannya dengan melihat materi pokok, pengalaman belajar serta materi yang akan diajarkan. 2) Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan LKS diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang akan dibuat dan mengetahui urutan LKS. 3) Menentukan judul LKS. Judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi dasar, materi pokok dan juga pengalaman belajar. 4) Penulisan LKS

  Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan LKS yaitu sebagai berikut: a) Merumuskan kompetensi dasar. Rumusan kompetensi dasar dapat diturnkan langsung dari kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum KTSP.

  b) Menentukan alat penilaian. Suatu penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Alat penilaian disesuaikan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan.

  c) Menyusun materi. Penyusunan materi atau isi LKS harus memperhatikan kompetensi dasar yang akan dicapai.

  Tugas-tugas yang diberikan pada LKS juga harus ditulis dengan jelas agar siswa dapat memahami apa yang diinstruksikan.

  d) Memperhatikan struktur LKS. Komponen yang harus ada di LKS meliputi judul, petunjuk belajar/petunjuk siswa, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian. Apabila suatu LKS tidak memenuhi keenam komponen tersebut maka tidak dapat disebut sebaga LKS.

  Terdapat 4 langkah dalam penyusunan LKS, yaitu melakukan analisis kurikulum, menyusun peta kebutuhan LKS, menentukan judul, kemudian penulisan LKS. Langkah-langkah penyusunan LKS digunakan sebagai pedoman ketika akan mengembangankan sebuah produk LKS.

  2. Teori Van Hiele Teori Van Hiele dikembangkan oleh Van Hiele seorang pengajar matematika di Belanda yang telah melakukan penelitian di lapangan, melalui observasi dan tanya jawab. Penelitian yang dilakukan oleh Van

  

Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap

  perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Van Hiele (Aisyah, 2008) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu : Tahap Pengenalan, Analisis, Pengurutan, Deduksi, dan Keakuratan.

  a. Tahap Pengenalan Pada tahap ini siswa mengenal bangun-bangun geometri hanya sekedar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara gamblang tidak terfokus pada sifat-sifat bangun yang diamati namun masih melihat secara keseluruhan. Seandainya dihadapkan dengan berbagai bentuk geometri siswa dapat memilih dan menunjukkan suatu bangun namun siswa belum bisa menyebutkan sifat-sifat dari bangun geometri yang dikenalnya. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.

  b. Tahap Analisis Pada tahap ini siswa sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini siswa sudah mengenal sifat-sifat geometri, seperti persegi panjang memiliki dua pasang sisi yang sejajar dimana sisi-sisi yang berhadapan sama panjang, setiap sudutnya siku-siku, memiliki dua buah diagonal yang sama panjang dan saling berpotongan di titik pusat persegi panjang, memiliki 2 sumbu simetri yaitu vertikal dan horisontal.

  c. Tahap Pengurutan Pada tahap ini siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang. Pada tahap ini siswa sudah mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan tetapi karena masih tahap awal siswa masih belum mampu untuk menjelaskan secara rinci.

  d. Tahap Deduksi Pada tahap ini siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut- sudut dalam jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat.

  e. Tahap Keakuratan Pada tahap ini siswa sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Siswa pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan dalil atau patokan. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit.

  Pembelajaran menggunakan teori Van Hiele dalam pemahaman geometri memperhatikan perkembangan kognitif siswa dan memiliki tahap-tahap pemahaman seperti tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap keakuratan. Setiap tahapan menunjukkan proses berpikir yang digunakan siswa dalam belajar. Dilihat dari perkembangan kognitif siswa tahapan yang sesuai dengan siswa kelas V sudah pada tahap pengurutan. Kegiatan belajar mengajar pada setiap tahapan mengacu pada lima fase pembelajaran teori Van Hiele. Lima fase pembelajaran menurut Van Hiele (Aisyah, 2008) sebagai berikut:

  a. Fase Informasi Guru dan siswa melakukan tanya-jawab atau berdiskusi, guru mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada topik baru itu.

  b. Fase Orientasi Siswa menggali topik yang diajari melalui alat-alat peraga yang telah disediakan. Menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas yang distrukturkan secara cermat seperti pelipatan, pengukuran, atau pengkonstruksian.

  c. Fase Eksplisitasi/ Penjelasan Siswa menggambarkan apa yang telah mereka pelajari mengenai topik dengan kata-kata mereka. Guru sesedikit mungkin dalam membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat.

  d. Fase Orientasi Bebas Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended.

  e. Fase Integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Pada akhir fase ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru.

  Terdapat 5 Fase pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran

  

Van Hiele yaitu fase informasi, orientasi, eksplisitasi/penjelasan, orientasi

  bebas, dan integrasi. Fase pembelajaran tersebut digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan lembar kerja siswa.

  3. Pemahaman Konsep Pemahaman menurut Bloom (Susanto, 2013 : 6 ) diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari.

  Pemahaman adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru, atau seberapa jauh siswa mampu memahami dan mengerti apa yang dibaca, dilihat, dan yang dialami atau dirasakan dari hasil penelitian atau observasi yang dilakukan.

  Pemahaman menurut Skemp (Susanto, 2013 : 211) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemahaman instrumental dan relasional. Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep atau prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana. Adapun pemahaman relasional, termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas, dapat mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep lainnya dan sifat pemakaiannya lebih bermakna.

  Konsep menurut Robert M. Gagne (Sumiati dan Asra, 2008: 53) merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta sehingga suatu konsep dapat menggolongkan sesuatu menurut ciri-ciri khusus.

  Suyono (2014: 146-147) menyatakan bahwa konsep merupakan segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang dapat timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti/isi dan sebagainya.

  Berdasarkan pengertian pemahaman dan konsep dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang dalam menyerap suatu pengertian dan membuat tafsiran suatu konsep dengan menggunakan kalimat sendiri meliputi ciri khusus dan inti, sedangkan pemahaman konsep menurut Heruman (2010 : 3) yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep dapat diartikan menjadi dua pengertian, pertama pemahaman konsep merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Kedua, pemahaman konsep merupakan kelanjutan dari penanaman konsep pada pertemuan yang berbeda dan dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya.

  Pemahaman menurut Carin & Sund (Susanto, 2014: 7) dikategorikan kepada beberapa aspek, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

  a. Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan dan menginterpretasikan sesuatu. Seseorang yang telah memahami sesuatu akan mampu menerangkan atau menjelaskan kembali apa yang telah ia terima melalui tafsiran yang luas.

  b. Pemahaman bukan sekedar mengetahui. Biasanya dalam pemahaman ini bukan hanya sebatas seseorang mengingat kembali pengalaman dan memproduksi apa yang pernah dipelajari, namun seseorang dapat memberikan gambaran atau contoh dan penjelasan yang lebih luas.

  c. Pemahaman lebih dari sekedar mengetahui. Pemahaman melibatkan proses mental yang dinamis, dengan memahami ia akan mampu memberikan uraian dan penjelas yang lebih kreatif serta mampu memberikan gambaran yang lebih luas.

  d. Pemahaman merupakan suatu proses bertahap yang masing- masing tahap mempunyai kemampuan tersendiri. Seseorang dikatakan paham ketika mampu menerjemahkan, menginterpretasikan, ekstrapolasi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Berdasarkan uraian tersebut bahwa pemahaman dapat dikategorikan menjadi beberapa kriteria yaitu pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk menerangkan dan menginterpretasikan sesuatu, pemahaman bukan hanya sekedar mengetahui sesuatu, pemahaman melibatkan proses mental, dan pemahaman merupakan suatu proses yang bertahap. Dikemukakan juga oleh Kuswana (2012: 43) bahwa terdapat tiga jenis perilaku pemahaman yang mencakup tingkah laku menerjemahkan makna pengetahuan, interpretasi/menafsir, dan ekstrapolasi. Jadi pemahaman merupakan kemampuan untuk menerjemahkan, menginterpretasi, dan ekstrapolasi yang melibatkan proses mental dan bertahap.

  Indikator pemahaman konsep matematika menurut Salim (Susanto, 2013: 209) dapat dilihat dari kemampuan siswa sebagai berikut:

  1. Menyatakan konsep secara lisan dan tulisan. Siswa dapat menyatakan atau menjelaskan sebuah konsep dengan kalimat sendiri secara lisan atau tertulis.

  2. Membuat contoh dan noncontoh. Siswa dapat menyebutkan contoh dan bukan contoh dari suatu materi yang diberikan.

  3. Menyajikan konsep dengan model, diagram, dan simbol.

  Siswa dapat menyajikan suatu konsep dengan menggunakan model, diagram, dan simbol.

  4. Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain. Siswa dapat mewujudkan atau menggambarkan suatu konsep ke bentuk yang berbeda seperti memaparkan dengan bentuk gambar, grafik, atau tabel.

  5. Mengenal berbagai makna dan tafsiran konsep. Siswa mampu mengenal dan memahami berbagai makna dan tafsiran konsep.

  6. Menentukan sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep. Siswa dapat mengelompokkan objek sesuai dengan sifat-sifat yang dipelajari, menentukan suatu konsep berdasarkan sifat-sifat tertentu.

  7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep. Siswa dapat membandingkan dan membedakan konsep-konsep yang dipelajari. Indikator pemahaman tersebut dapat mempermudah dalam mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Siswa dapat dikatakan paham terhadap konsep matematika jika memenuhi beberapa indikator yang telah disebutkan di atas.

  4. Matematika

  a. Pengertian Matematika Matematika Hariwijaya (2009:29) secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adapuan matematika menurut Susanto (2013: 185) merupakan ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi serta salah satu ilmu yang memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari maupun dalam dunia kerja dan memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir. Matematika juga merupakan ilmu yang memberika kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari.

  b. Tujuan Mata Pelajaran Matematika Tujuan mata pelajaran Matematika di sekolah dasar menurut

  Depdiknas ( Susanto, 2013: 190) sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

  Setiap mata pelajaran memiliki tujuan masing-masing, salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan untuk memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, mengominikasikan gagasan dengan simbol dll, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

  1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hj. Epon Nur’aeni dengan judul “Pengembangan Kemampuan Komunikasi Geometris Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele” berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan komunikasi geometris siswa sekolah dasar dapat dikembangkan melalui pembelajaran berbasis teori Van Hiele dengan lima tahap dalam pembelajaran : 1 ) Informasi, 2) Orientasi terarah/terpadu, 3) Eksplisitasi, 4) Orientasi Bebas, 5) Integrasi. Simpulan dalam penelitian ini adalah mengajar geometri di Sekolah Dasar yang memperhatikan tingkat berpikir geometri siswa akan lebih mempermudah siswa dalam kemampuan komunikasi geometri siswa sehingga dapat membantu pemahaman konsep dasar geometri.

  2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chew Cheng Meng dengan judul “Enhancing Students' Geometric Thinking Through Phase-Based

  Instruction Using Geometer’s Sketchpad: A Case Study” dari hasil

  penelitian diperoleh bahwa tingkat tahap awal peserta berbeda-beda antara tahap 0 dan tahap 2. Guru perlu mengetahui tingkat geometris siswa mereka dan bidang konten yang mereka ajarkan. Simpulan dari penelitian ini adalah kegiatan instruksional yang dirancang dengan baik, alat yang tepat, dan bimbingan guru, siswa dapat mempelajari konsep geometris padat yang penting dengan pemahaman yang meningkat.

  3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hsiu-Lan Ma, De-Chih Lee

  

& Szu-Hsing Lin , dan Der-Bang Wu dengan judul “A Study of Van Hiele

of Geometric Thinking among 1st through 6th Hsiu-Lan Ma Graders

  dari hasil penelitian diperoleh bahwa penelitian ini memberi bukti pendukung hirarki tingkat Van Hiele, siswa pada tingkat yang berbeda memiliki konsep yang berbeda, dan untuk siswa sekolah dasar tingkat kelulusan anak laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan signifikan dalam tingkat pemikiran geometris Van Hiele. Simpulan dari penelitian ini bahwa setiap tingkat memiliki konsep yang berbeda dan tingkat pemikiran Van Hiele terhadap tingkat kelulusan anak laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan signifikan.

  4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayana, E, Nyoman Dantes, Made Candiasa dengan judul “ Pengaruh Pembelajaran Berbasis Model Van Hiele terhadap pemahaman konsep Geometri ditinjau dari Kemampuan Visualisasi Spasial pada Siswa Kelas V di Gugus II Kecamatan Buleleng”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis model Van Hiele dengan ditinjau kemampuan visualisasi spasial berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman konsep geometri siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Buleleng.

  Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Van Hiele dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep geometri dengan memperhatikan tingkat tahap belajar siswa yang berbeda-beda. Model Van Hiele dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi siswa dengan perencanaan kegiatan yang tepat.

  Tabel. 2.1 Perbedaan Produk yang Dikembangkan dengan Penelitian yang Relevan

  Sifat Kesebangunan dan Simetri

  Lin , dan Der-Bang Wu; Pembuktian yang mendukung hierarki tingkat Van Hiele.

  3. Hsiu-Lan Ma, De-Chih Lee & Szu-Hsing

  2. Chew Cheng Meng; Mengkaji tahapan geometri Van Hiele berasaskan fasa menggunakan GSP.

  Hiele untuk mengembangkan kemampuan komunikasi.

  1. Hj. Epon N; Menggunakan teori Van

  meningkatkan pemahaman konsep matematika

  Hiele :

  Menggunakan teori Van

  4. Proses Pengembang an

  4. Nurhayana, E, Nyoman Dantes, Made Candiasa; Geometri

  Lin , dan Der-Bang Wu; Geometri

  3. Hsiu-Lan Ma, De-Chih Lee & Szu-Hsing

  2. Chew Cheng Meng; Geometri

  1. Hj. Epon N; Geometri

  3. Materi Pelajaran

  No. Perbedaan Produk yang dikembangkan

  Pembelajaran

  Produk hasil penelitian yang relevan

  1. Bahan yang dikembang kan

  Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Hj. Epon N; Model Pembelajaran.

  2. Chew Cheng Meng; Model Pembelajaran

  3. Hsiu-Lan Ma, De-Chih Lee & Szu-Hsing

  Lin , dan Der-Bang Wu ; Model

  4. Nurhayana, E, Nyoman Dantes, Made Candiasa; Model Pembelajaran

  4. Nurhayana, E, Nyoman Dantes, Made Candiasa; Matematika

  2. Mata Pelajaran

  Matematika

  1. Hj. Epon N; Matematika

  2. Chew Cheng Meng; Matematika

  3. Hsiu-Lan Ma, De-Chih Lee & Szu-Hsing

  Lin , dan Der-Bang Wu; Matematika

  4. Nurhayana, E, Nyoman Dantes, Made Candiasa; Mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis model Van Hiele ditinjau dari kemampuan visualisasi spasial. Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit dan tidak disukai oleh kebanyakan siswa dikarenakan pelajaran matematika menekankan pada penalaran yang biasanya berhubungan dengan ide, proses, dan pengalaman. Salah satu bagian terbesar yang diajarkan pada mata pelajaran matematika adalah geometri. Pembelajaran pada materi geometri, siswa tidak cukup hanya menghafal namun harus ikut serta mencoba dan menemukan ide-ide dalam memahami suatu konsep. LKS perlu digunakan terutama pada mata pelajaran matematika untuk memancing siswa aktif dalam proses pembelajaran. Siswa yang aktif dalam pembelajaran akan membantu siswa untuk memahami konsep dan mengatasi kesulitan dalam belajar matematika.

  Berdasarkan hasil lapangan dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 27 februari 2018 mengenai permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika yaitu masih kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang diajarkan. LKS digunakan guru sebagai penunjang dalam proses pembelajaran yang dilakukan di kelas. Hasil analisis LKS yang digunakan guru menunjukkan perlu adanya perbaikan terhadap tujuan dan penyajian dalam LKS agar sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat disajikan dengan lebih menarik.

  Berkaitan dengan pernyataan tersebut, peneliti mengembangkan LKS dengan teori Van Hiele untuk digunakan dalam proses pembelajaran matematika pada materi sifat kesebangunan dan simetri. Pengembangan LKS diperlukan sebagai penunjang keberhasilan proses pembelajaran. Pengembangan LKS dengan teori Van Hiele materi sifat kesebangunan dan simetri diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami materi yang diajarkan. Dalam teori Van Hiele mengajukan lima tahap pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada materi geometri.

  Penerapan teori pembelajaran Van Hiele diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi sifat kesebangunan dan simetri.

  Agar lebih jelas disusun bagan kerangka berpikir sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Pikir

  Pengembangan Lembar Kerja Siswa dengan teori Van Hiele diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami materi yang diajarkan

  Pengembangan LKS dengan teori Van Hiele materi sifat kesebangunan dan simetri di kelas V SD diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Penunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah penggunaan lembar kerja siswa. LKS yang digunakan masih kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam silabus yang digunakan di sekolah. Sajian LKS masih kurang menarik.