MODEL MATEMATIS UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TIDUR

MODEL MATEMATIS UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TIDUR MAKALAH

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

  Program Studi Matematika Disusun oleh:

  Fransisca Ratri Susanti NIM: 103114010

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014

  A MATHEMATICAL MODEL FOR THE SPREAD OF SLEEPING SICKNESS A PAPER

  Presented As Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Sains Degree of

  Mathematics Study Program

  Written by: Fransisca Ratri Susanti Student ID: 103114010

MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGI SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

  2014

MAKALAH MODEL MATEMATIS UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TIDUR

  Disusun oleh: Fransisca Ratri Susanti

  NIM : 103114010 Telah disetujui oleh:

  Dosen Pembimbing Makalah, (Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si.) Tanggal: 22 Juli 2014

MAKALAH MODEL MATEMATIS UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TIDUR

  Dipersiapkan dan ditulis oleh: Fransisca Ratri Susanti

  103114010 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 23 Juli 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

  Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc.

  ……………. Sekretaris Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D.

  ……………. Anggota Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si.

  …………….

  Yogyakarta, 26 Agustus 2014 Fakultas Sains dan Teknologi

  Universitas Sanata Dharma Dekan,

  P.H. Prima Rosa, S.Si., M.Sc

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam

doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Filipi 4:6)

tugas akhir ini kupersembahkan kepada Keluarga, Sahabat, Teman dan Paguyuban yang telah memberi dukungan, semangat serta doa

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 22 Juli 2014 Penulis,

  Fransisca Ratri Susanti

  ABTRAK

  Penyakit tidur adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit trypanomiasis yang dapat menginfeksi manusia melalui gigitan lalat tsetse. Penyebaran lalat dapat diilustrasikan dalam model matematika yang bergantung pada

  tsetse

  populasi lalat dan manusia dengan asumsi-asumsi tertentu. Model tersebut berupa suatu sistem persamaan diferensial dengan lima variabel, yang menyatakan banyaknya vektor pada masa inkubasi, banyaknya vektor terinfeksi, banyaknya vektor rentan, banyaknya manusia terinfeksi dan banyaknya manusia sembuh. Sistem persamaan diferensial dapat diselesaikan secara numeris dengan menggunakan metode Runge-Kutta.

  Banyaknya vektor pada masa inkubasi dan terinfeksi mengalami penurunan dan stabil mendekati nol. Banyaknya vektor rentan mengalami kenaikan yang cukup tinggi dan konvergen menuju ke titik kritisnya. Banyaknya manusia terinfeksi dan banyaknya manusia sembuh pada awalnya mengalami kenaikan, namun pada waktu tertentu banyaknya manusia terinfeksi dan sembuh mengalami penurunan mendekati nol dan banyaknya manusia kembali pada kelompok rentan.

  

Kata Kunci: penyebaran penyakit tidur, sistem persamaan diferensial, titik

  kesetimbangan, kestabilan, metode Runge-Kutta

  ABSTRACT

  Sleeping sickness is a disease caused by a trypanomiasis parasite which can infectious human by the biting tsetse fly. The spread of tsetse fly can be illustrated in a mathematical model which dependent on the population of flies and humans with certain assumptions. The model is in the form of a system of differential equations with five variables, which specifies the number of incubating vectors, the number of infected vectors, the number of susceptible vectors, the number of infected humans and the number of removed humans. System of differential equations can be solved numerically using the Runge-Kutta method.

  The number of incubating vectors and infected has decreased and stable approach to zero. The number of susceptible vectors has to high increase and converges toward the critical point. At the number of infected and the number of removed humans at the beginning increase, but at certain times the number of humans infected and removed decreased approach to zero and the number of humans return to the susceptible stage.

  

Keywords: spread sleeping sickness, system of differential equations,

  equilibrium point, stability, Runge-Kutta method

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan: Nama : Fransisca Ratri Susanti NIM : 103114010

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah saya kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dengan Judul:

MODEL MATEMATIS UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TIDUR

  beserta perangkat yang diperlukan, bila ada. Dengan demikian, saya memberikan hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 22 Juli 2014 Yang menyatakan, Fransisca Ratri Susanti

KATA PENGANTAR

  Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan Rahmat-Nya yang diberikan, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

  Dalam menulis makalah ini, penulis menemukan banyak kesulitan, namun atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Matematika yang sudah membantu dalam proses menyusun makalah ini.

  3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing makalah yang dengan sabar memberi bimbingan, meluangkan waktu dan pikiran dalam menyusun makalah ini.

  4. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas topik untuk makalah ini.

  5. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan dan sarannya untuk makalah ini.

  6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Matematika telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

  7. Keluarga dan sahabat yang telah memberikan dukungan dalam segala hal.

  8. Teman-teman seperjuangan Prodi Matematika angkatan 2010 dalam kebersamaan, semangat, doa dan segala bantuan kepada penulis.

  9. Kakak-kakak dan adik-adik angkatan mahasiswa Matematika yang turut memberikan semangat, doa dan segala bantuan kepada penulis.

  10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah berperan dalam penulisan makalah ini.

  Yogyakarta, 22 Juli 2014 Penulis

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ........................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii ABSTRACT ..................................................................................................... viii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ ix KATA PENGANTAR ........................................................................................ x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv

  BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3 C. Batasan Masalah ....................................................................................... 4 D. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4 E. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 4 F. Metode Penulisan ...................................................................................... 4 G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5

  BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 7 A. Sistem Linear dan Matriks......................................................................... 7 B. Sistem Persamaan Diferensial ................................................................... 16 C. Metode Runge kutta .................................................................................. 40 BAB III MODEL PENYEBARAN PENYAKIT ................................................. 44 A. Penyebaran Penyakit Tidur ....................................................................... 44 B. Model Kompartemen ................................................................................ 46 C. Model Matematika Tentang Gigitan Vektor ............................................. 51 D. Dinamika Populasi Vektor ........................................................................ 54 E. Dinamika Populasi Manusia ..................................................................... 74 F. Analisis Dinamika Populasi Vektor dan Manusia .................................... 79 BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 82 A. Kesimpulan ............................................................................................... 82 B. Saran ....................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 84 LAMPIRAN ....................................................................................................... 85

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Kestabilan ..................................................................................... 33Tabel 3.1 Nilai Parameter untuk Ilustrasi ............................................................. 60

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lalat Tsetse Tampak dari Atas .......................................................... 2Gambar 1.2 Lalat Tsetse Tampak dari Samping ................................................... 2Gambar 2.1 Grafik Kemiringan Garis Singgung y=f(x) ........................................ 16Gambar 2.2 Node     ............................................................................. 27

  1 2 Gambar 2.3 Titik Pelana   ,   .............................................................. 28 1 2 Gambar 2.4 Titik Star     ....................................................................... 29 1 2 Gambar 2.5 Improper Node     .............................................................. 29 1 2 Gambar 2.6 Titik Spiral   ............................................................................. 31

Gambar 2.7 Titik Spiral   ............................................................................. 31Gambar 2.8 Center   i  ,    i  .................................................................. 32

  1 2 Gambar 2.9 Bidang fase x

  1 dan x 2 ......................................................................... 40

Gambar 3.1 Siklus Perpindahan Parasit: Manusia dan Lalat ................................ 46Gambar 3.2 Model Kompartemen Vektor ............................................................ 49Gambar 3.3 Model Kompartemen Vektor pada Model ........................................ 50Gambar 3.4 Model Kompartemen Manusia .......................................................... 50Gambar 3.5 Bidang Fase

  V i a V .............................................................................. 67

Gambar 3.6 Bidang Fase

  V i s V .............................................................................. 67

Gambar 3.7 Bidang Fase

  V a s V .............................................................................. 70

Gambar 3.8 Grafik Dinamika Populasi Vektor ..................................................... 73Gambar 3.9 Grafik Dinamika Populasi Manusia .................................................. 78Gambar 3.10 Grafik Dinamika Populasi Vektor dan Manusia ............................. 80

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit tidur adalah salah satu penyakit yang menyebar karena

  gigitan lalat. Penyakit tidur yang disebut juga dengan trypanosomiasis penularannya melalui gigitan lalat tsetse. Penyakit tidur menyebar di kawasan Afrika. Pada tahun 1996, diperkirakan bahwa antara 20.000 dan 25.000 orang meninggal akibat penyakit tersebut setiap tahunnya, dan risiko epidemi yang parah terus ada. Nama penyakit yang terdengar aneh itu tidak kalah bahayanya dengan penyakit lain, misal malaria dan AIDS. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati, karena terjadi peradangan getah bening.

  Lalat tsetse sepintas terlihat tidak ada bedanya dengan lalat lain pada umumnya. Namun, jika diamati dengan seksama, lalat tsetse masih dapat dibedakan. Lalat tsetse memiliki ciri-ciri yang tidak ditemukan pada lalat lain. Ciri-ciri tersebut adalah adanya moncong panjang seperti jarum di kepalanya. Warna tubuhnya bervariasi antara kecoklatan dan kemerahan. Panjangnya 6- 15 mm. Menurut Jan A. Rozendaal lalat tsetse betina tidak bertelur tetapi menghasilkan larva. Larva berkembang di dalam rahim selama 10 hari dan disimpan serta tumbuh di tanah lembab atau pasir di tempat-tempat teduh, biasanya di bawah semak-semak, kayu, batu-batu besar dan menopang akar. Larva mengubur diri dan segera berubah menjadi pupa. Lalat muncul 22-60 hari kemudian, tergantung pada suhu. Lalat betina berkembang biak menghasilkan larva setiap 10 hari. Masa hidupnya sekitar 30 hingga 90 hari.

  Gambar1.1 Lalat Tsetse Tampak dari Atas Sumber: Wikipedia.org 24 Oktober 2013

Gambar 1.2 Lalat Tsetse Tampak dari Samping Sumber: Encyclopedia Britannica 24 Oktober 2013

  Penyakit tidur menyebar melalui siklus sederhana, seperti penyebaran penyakit-penyakit lain yang perantaranya adalah serangga misalnya malaria.

  Ketika lalat tsetse menghisap darah dari orang yang telah terinfeksi oleh penyakit tidur, mikroba trypanosome akan ikut terhisap dan tinggal di dalam tubuh lalat tsetse. Jika lalat tersebut kemudian menghisap darah orang yang sehat, mikroba trypanosome dalam tubuh lalat tsetse tersebut akan masuk ke dalam aliran darah dari orang tersebut sehingga orang yang bersangkutan menjadi terinfeksi oleh lalat itu. Selain melalui lalat tsetse, penyakit tidur ini dapat menular melalui tranfusi darah.

  Beberapa metode untuk pencegahan penyakit tidur, antara lain peningkatan mortalitas lalat yakni penyemprotan menggunakan insektisida, penjebakan, pengobatan dan isolasi individu yang terinfeksi. Hal ini dapat digunakan untuk upaya pencegahan, karena lalat memiliki harapan hidup lebih pendek dan memiliki waktu lebih sedikit untuk menginfeksi manusia.

  Dari fenomena penyebaran parasit penyakit tidur dapat disusun strategi pengendalian penyebaran penyakit, sehingga perlu mempelajari model penyakit. Pengendalian penyebaran penyakit tidur dapat dimodelkan dengan model matematika. Model ini memiliki peran penting dalam penyebaran penyakit tidur untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan asumsi-asumsi tertentu. Model epidemik adalah model matematika yang dapat mengontrol dan mengetahui penyebaran penyakit pada suatu daerah tertentu dalam waktu singkat dan frekuensi meningkat. Model penyebaran penyakit tidur ini menggunakan model yang bersifat stokastik (probabilistik) karena tidak adanya informasi keadaan obyek pada masa mendatang secara pasti.

B. RUMUSAN MASALAH 1.

  Bagaimana sistem memodelkan penyebaran penyakit tidur pada lalat dan manusia?

  2. Bagaimana ilustrasi model matematika penyebaran penyakit tidur dengan nilai parameter yang diberikan pada populasi lalat dan manusia?

  C. BATASAN MASALAH

  Pembatasan masalah dalam tulisan ini pada kestabilan penyebaran penyakit tidur terhadap dinamika populasi vektor dan manusia.

  D. TUJUAN PENULISAN

  Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami prinsip persamaan diferensial dengan konsep dinamika populasi dalam memodelkan penyebaran penyakit tidur yang diilustrasikan dengan nilai-nilai parameter yang diberikan.

  E. MANFAAT PENULISAN

  Manfaat yang dapat diambil dari tulisan ini adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang penyelesaian numerik permasalahan penyebaran penyakit tidur dengan model matematika.

  F. METODE PENULISAN

  Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari jurnal

  • –jurnal serta buku-buku yang berkaitan dengan model matematika untuk menyelesaikan masalah penyebaran penyakit tidur dalam persamaan diferensial.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Linear dan Matriks B. Sistem Persamaan Diferensial C. Metode Runge kutta BAB III MODEL PENYEBARAN PENYAKIT A. Sistem Linear dan Matriks B. Model Kompartemen C. Model Matematika Tentang Gigitan Vektor

  D.

  Dinamika Populasi Vektor E. Dinamika Populasi Manusia F. Analisis Dinamika Populasi Vektor dan Manusia

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  

BAB II

LANDASAN TEORI A. SISTEM LINEAR DAN MATRIKS Definisi 2.1 Sistem Persamaan Linear

Sistem persamaan linear adalah suatu himpunan berhingga dengan m persamaan

  i ... a a ... a a ... a a ... a a ... a a ... a a

          

          

          

  2 1 2 1 2 2 22 1

  Kolom

  ... a a ... a a j mn mj m m in ij i i n j 21 1j n 12 11 Baris

  Matriks adalah suatu susunan bilangan yang berbentuk persegi panjang. Cara menuliskan ukuran suatu matriks dengan m baris dan n kolom. Bentuk matriks A berukuran m x n dan elemen a ij berada pada baris i dan kolom j dituliskan seperti di bawah ini:

  dalam n variabel n

   s x s x s x   ,..., , 2 2 1 1 adalah penyelesaian setiap persamaan pada sistem.

  disebut penyelesaian dari sistem jika n n

  ,..., s s s , 2 1

  Suatu bilangan terurut n

  Definisi 2.2 Penyelesaian Sistem persamaan Linear

  ,..., x x x , 2 1 .

  A

  Definisi 2.3 Operasi Baris Elementer

Operasi Baris Elementer terhadap suatu matriks A adalah salah satu dari yang

  berikut: Operasi I: Kalikan baris i dengan k R k R

      i i

  Operasi II: Tukarkan baris i dengan baris j R R

   i j

  Operasi III: Gantilah baris j dengan jumlah antara baris itu sendiri dengan k kali

   k

  baris i R R R j i j

   

  Simbol-simbol di dalam tanda kurung di atas digunakan untuk menerangkan rincian penyederhanaan baris tertentu. Tanda panah menandakan penggantian, R menyatakan baris ke-i pada matriks yang sedang disederhakankan , i sedangkan R menyatakan baris ke-j pada matris yang sama. Proses pengubahan j suatu matriks menjadi matriks lain melalui pengolahan dasar baris disebut baris tereduksi.

  Definisi 2.4 Matriks Eselon Baris tereduksi

Matriks Eselon Baris tereduksi ialah suatu matriks yang memenuhi keempat

  sifat berikut: 1)

  Jika suatu baris matriks mempunyai setidaknya satu elemen tidak nol, maka elemen tidak nol yang pertama (kepala baris) adalah 1.

2) Baris nol, jika ada, ditempatkan terakhir.

  3) Di dalam dua baris tidak nol yang berurutan, elemen 1 yang menjadi kepala baris di baris yang lebih bawah berada lebih ke kanan dibandingkan dengan kepala baris di baris yang lebih atas.

  4) Jika di dalam suatu kolom terdapat kepala baris, elemen-elemen lain di dalam kolom itu nol semuanya.

  Matriks yang demikian ini dikatakan berada dalam bentuk eselon baris.

  Teorema 2.1

  Setiap matriks ekuivalen baris dengan sebuah matriks tunggal yang berada dalam bentuk eselon baris tereduksi.

  Contoh 2.1

  Selesaikan sistem persamaan berikut dengan cara operasi baris elementer:

  xy  2 z

  2 xy  3 z

  2 2 xy  5 z

5 Penyelesaian:

  Sistem persamaan tersebut bila dituliskan dalam bentuk matriks, yaitu:

  1

  1

  2

  2    

  1 1 

  3

  2    

  2

  1

  5

  5  

  Dengan operasi ( R  (  2 1 ) RR ) dan  R  (  1 2 3 2 ) RR  menghasilkan: 1 3

      

       

  2

  1

  1 Dari hasil operasi baris elementer di atas diperoleh persamaan: 5z -

  1

  2

  2 

  z y z y x

  1

  Dengan demikian, dapat diselesaikan dengan substitusi langkah mundur, sehingga diperoleh hasil z dan

  1 ,

  3     y x

  Definisi 2.5 Minor Elemen

  Jika A adalah suatu matriks n x n, maka sub-matriks berukuran (n-1) x (n-1) yang diperoleh dari matriks A, dengan cara menghapus baris baris ke-i dan kolom ke-j disebut dengan Minor Elemen (i, j) dari matriks A dan dilambangkan M ij atau M ij (A).

  Definisi 2.6 Determinan Matriks

  2

  1

      

  2

   

  1

  1

  1

  5

  2

  1

  1

  1 Kemudian mengalikan baris ketiga dengan -1 ) )

  ( 1 ( 3 3 R R   dan dilanjutkan dengan penukaran baris 2 dan baris 3 ) ( 3 2 R R

   , sehingga menghasilkan:

      

      

    

  5

  Jika matriks A berukuran n x n, determinan matriks A didefinisikan sebagai:

    

     

  A

             

  31 22 13 33 21 12 32 23 11 32 21 13 31 23 12 33 22 11 31 22 32 21 13 31 23 33 21 12 32 23 33 22 11 ) ( ) ( ) ( ) det(

a a a a a a a a a a a a a a a a a a

a a a a a a a a a a a a a a a

  Dari persamaan (2.2) diperoleh:

  M M M A

  ) det det( a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

  ) det( ) ) 1 ( det( ) ) 1 ( det( ) 1 (

  32 31 22 21 13 33 31 23 21 12 33 32 23 22 11 13 3 1 13 12 2 1 12 11 1 1 11 33 32 31 23 22 21 13 12 11 det det det

    

       

            

    

     

       

     

    n j j j j

   22 21 12 11

  a 1 1 1 1

  ) det( ) ) 1 ( det( M A

  (2.1)

  Contoh 2.2

  Misalkan suatu matriks A berukuan 2 x 2 atau   

    

  a a a a A maka determinan

  (2.2) Misal matriks A berukuran 3 x 3, maka akan diperoleh determinan matriks dengan menggunakan persamaan (2.1), yaitu:

  matriks A sebagai berikut: 21 12 22 11

  22 21 12 11

  det a a a a

  a a a a

      

    

  (2.3)

  Definisi 2.7 Invers Matriks

A adalah matriks persegi dan jika matriks B berukuran sama dapat dicari

  sedemikian sehingga AB = BA = I, maka A disebut invertible (dapat dibalik) dan

  • 1 B disebut invers dari A yang dilambangkan dengan A .

  Contoh 2.3

  Hitung invers matriks A berkut:

  3

  5  

  A

   

  1

  2  

  Penyelesaian : a b

    Jika suatu matriks 2x2, misal A , maka invers matriks dapat dihitung

    

  c d

    menggunakan rumus:

  db 1 - 1   AB

    det( A )  c a   2 

  5 1     

  3(2) 5(1)  1 -

  3   2 

  5     

  

  1

  3  

  Cek, apakah AB = BA = I

  3

  5 2 

  5

  1      

  AB =  = I

       

  2 

  5

  3

  5

  1      

  BA =

   = I      

  

  1

  3

  1

  2

  1       Karena AB = BA = I, maka berdasarkan definisi B adalah invers dari matriks A.

  Teorema 2.2

  Matriks A yang berukuran n x n punya invers jika dan hanya jika det( A )

  Definisi 2.8 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

  Misalkan A adalah sebuah matriks n x n. Sebuah matriks tak nol x berukuran n x 1 sedemikian sehingga Axx disebut vektor eigen dari A, sedangkan skalar λ disebut nilai eigen dari A.

  Contoh 2.4 Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A.

  2

  3  

  A

     3 

  6  

  Penyelesaian:

  Pilih λ sedemikian sehingga det(A-I) = 0, jadi didapat:

  

  2

  3 1      AI  det     det     

    3  6    

   

  

  2 

  3    det  

  

  3  6   

   

    2    6      

  3

  3 Dengan demikian, diperoleh dua nilai eigen, yaitu

  3 1   dan

  3

     

  x x x x x

  1 2 1 2 1 1

  3

  3

  9

  1

  3

  9

    

  1

  3

  1 : persamaan diperoleh atas di tereduksi baris operasi hasil dari

  3

  3 ditulis dapat atau

  2 1 2 2 1 R R ) R 3 ( (-1)R R

  I A

  x x x x x

  2 2 1 2 1

    

   

  3

   

  x x x

  2 1 1

  7

  3

  9

  3

  

   

   

    

   

   

   

     

   

    

     

   

    

  3

  3

  7 2    .

    

  Dengan 3 untuk eigen, vektor hasil diperoleh demikian, M isalkan 3 maka

  3 adalah

  3

  1

   

   

    

     

     

   ii.

    

    

  = 3 Dengan operasi baris tereduksi, diperoleh:

  1

  

  Vektor eigen untuk

  i.

  1 = 3 dan  2 = -7.

  Untuk mencari vektor eigen dari matriks A, akan diselesaikan dengan persamaan (A- I)x = 0 untuk 

  2 1 ) 1 ( 1 1 2 c c c x x c x c x x

  Vektor eigen untuk

  6

    

  3

  1

  3

  3

  9

    

    

    

    

     

   2 = -7  

    

     

   

    

    

    

     

    

    

  I A Dengan operasi baris tereduksi, diperoleh:

  9

  3

  1 1 /

  3

  1 1 /

  3      

      1     R  (  2 3 ) R  R 1 2

  3

  1 R ( ) R

  3

  1 11       9 Dari hasil operasi baris tereduksi diperoleh persamaan : 1 x1 1 / 3 x2

  x2

  atau dapat ditulis

  1

  x   x 1 2

  3

  1 M isalkan xd maka x   2 1

  3 

  Jadi, diperoleh vektor eigen untuk  -7 adalah 2

  x

  1 / 3 c

  1 ( 2 )1    1  

  x    c

       

  x c 2

  3

  3      

  3

  1 ( 1 ) (     2 ) Jadi, didapatkan dua vektor eigen, yaitu: x  dan x

     

  1

  3    

B. SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL B.1 Turunan Definisi 2.9 Kemiringan Garis Singgung

   y m f (x+x ) f (x)

   x

  x x x

  1 Gambar 2.1 Grafik Kemiringan Garis Singgung y = f(x)

  Garis singgung pada grafik y=f(x) pada titik P (x, f(x)), yaitu (2.4)

  f ( x   x )  f ( x ) m lim tant  

   x jika limit ini ada.

  Didefinisikan turunan sebagai berikut:

  Definisi 2.10 Turunan

  Turunan fungsi f adalah fungsi yang nilainya di setiap bilangan sebarang x di dalam daerah asal f didefinisikan oleh:

  (2.5) ' f ( x   x )  f ( x )

  ( ) lim f x

   x   x '

  Asalkan limit ini ada, turunan fungsi f dilambangkan f Turunan berkaitan dengan laju perubahan suatu populasi. Berawal dari kecepatan yang merupakan laju perubahan jarak terhadap waktu. Perubahan dalam koordinat x, dapat dituliskan dengan cara sebagai berikut:

  (2.6)  xxx 2 1 Dimana Δ menunjukkan perubahan besaran, yang dihitung dengan mengurangkan nilai awal dari nilai akhir. Oleh karena itu, selang waktu dari

  t ke t adalah 1 2

  (2.7) ttt 2 1 Kecepatan rata-rata (v), yaitu perpindahan  dibagi selang waktu t x  dapat dinyatakan sebagai berikut:

   

  (2.8)

  x x x 2 1   v

    t t t 2 1 Kecepatan sesaat adalah limit dari kecepatan rata-rata untuk selang waktu

  mendekati nol. Kecepatan sesaat sama dengan besarnya perubahan sesaat dari posisi terhadap waktu, atau dapat dituliskan sebagai:

   x dx

  (2.9)

  v  lim   t

   t dt

   x

  Limit dari untuk t disebut sebagai turunan (derivative) dari x terhadap t

     t dx yang dituliskan sebagai . dt

  B.2 Persamaan Diferensial Definisi 2.11 Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial adalah persamaan yang mengandung derivatif (turunan)

satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui.

  Persamaan diferensial diklasifikasikan menjadi dua kasus, yaitu Persamaan Diferensial Biasa dan Persamaan Diferensial Parsial.

  Definisi 2.12 Persamaan Diferensial Biasa

  Jika fungsi yang tidak diketahui tergantung pada satu variabel bebas saja maka persamaan diferensial yang terbentuk disebut dengan persamaan diferensial

  biasa. Contoh 2.5

  Sebagai contoh untuk persamaan diferensial biasa, yaitu:

  dv

   9 . 8  . 2 v

  dt dp

   . 5 p  450

  dt

  Definisi 2.13 Persamaan Diferensial Parsial

  Jika fungsi yang tidak diketahui tergantung pada beberapa variabel bebas maka persamaan diferensial yang terbentuk disebut dengan persamaan diferensial

  parsial. Contoh 2.6

  Contoh yang khas dari persamaan diferensial parsial pada persamaan panas dan persamaan gelombang.

  Persamaan panas , yakni 2 2   u ( x , t ) u ( x , t )

   2   t

   x Persamaan Gelombang, yakni 2 2 2   u ( x , t ) u ( x , t ) a2 2

   xt Klasifikasi Persamaan Diferensial Berdasarkan Orde

  Persamaan diferensial memiliki orde (tingkat) dan derajat (pangkat) tertentu. Orde persamaan diferensial didefinisikan tingkat dari derivatif tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial. Sedangkan derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat turunan tertinggi dalam persamaan diferensial.

  Klasifikasi Persamaan Diferensial Berdasarkan Kelinearan

  Berdasarkan kelinearan ada dua sifat, yaitu linear dan non linear. Suatu persamaan diferensial dikatakan linear jika tidak ada perkalian antara variabel- variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya. Dengan kata lain, semua koefisiennya adalah fungsi dari variabel-variabel bebas. Sedangkan sifat non

  

linear bila dalam beberapa variabel tak bebas dikatakan tidak linear dalam

  variabel tersebut. Sebagai contoh:

  Contoh 2.7 '' ' Persamaan Diferensial Linearitas

  Linear

  y'' ' 4 xy  2 y  cos( x ) '

  Tidak linear karena memuat

  y2 4 yy  2 y  cos( x ) yy

  Linear pada v tetapi tidak linear  uv 2   uv  sin( u )

  xt

   pada u karena memuat sin (u). Jadi 2 persamaan tersebut tidak linear Linear pada setiap variabel tak

   xy 2   xy  sin( t )  tt bebas x dan y, tetapi tidak linear dalam himpunan {x,y}. Jadi persamaan tersebut tidak linear

  Klasifikasi Persamaan Diferensial Berdasarkan Homogenitas ' Bentuk dari persamaan diferensial biasa dapat dinyatakan sebagai:

  (2.10)

  p ( x ) yq ( x ) yg ( x )

  Persamaan diferensial dikatakan homogen bila g(x) =0. Persamaan diferensial dikatakan nonhomogen bila g(x) tersebut dapat berbentuk fungsi

   exponensial, trigonometri, ataupun fungsi polynomial dan g ( x ) .

  Definisi 2.14 Penyelesaian Persamaan Diferensial ( n ) ' '' ( n 1 )

  Penyelesaian dari persamaan diferensial yf ( t , y , y ,..., y ) pada interval ' '' n

   t

     ( t ),  ( t ),...,  ( t ) ada dan adalah suatu fungsi  sedemikian sehingga memenuhi: n ' n 1

  (2.11)  ( t )  f [ t ,  ( t ),  ( t ),...,  ( t )]

  Contoh 2.8

  Selesaikan Persamaan Diferensial Orde 1 berikut: (2.12)

  dx ax dt

  Persamaan (2.12) dapat ditulis sebagai:

  dxa dt x Bila kedua ruas diintegral kan maka dx

   a dt   x

  sehingga diperoleh ln xatc atau at c

  (2.13)

  xKe dengan Ke

  Jika diketahui nilai awal x ( ) x dan bila disubstitusikan ke persamaan (2.13)

  

  dan diperoleh xK , sehingga persamaan (2.13) menjadi:

  atx ( t ) x e at

  

  Jadi, penyelesaian Persamaan Diferensial Orde 1 adalah x ( t ) x e ' dx Titik setimbang (equilibrium point) diperoleh jika x . Dalam

    dt

  kasus '  ,  maka titik setimbangnya:

  x ax a x '  axa

  atau

  x

  B.3 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.15 Sistem Persamaan Diferensial