ANALISIS MODEL MATEMATIKA MSEIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Maternal antibody merupakan kekebalan tubuh pasif yang ditransfer oleh

ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 – 2 bulan di akhir masa kehamilan. Maternal antibody yang diterima dari ibu pada umumnya tidak bertahan lama yaitu kurang dari enam bulan (Bona, 2005: 163). Jika kekebalan tubuh yang dimiliki seorang anak mulai menghilang, maka anak tersebut akan rentan terhadap suatu penyakit di antaranya yaitu penyakit tuberkulosis (TB).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen (selaput yang melindungi sistem saraf pusat), ginjal, tulang, dan nodus limfe (kelenjar getah bening) (Somantri, 2007: 59). Penyakit tuberkulosis termasuk ke dalam kelompok penyakit menular dan mematikan tanpa memperhatikan usia dan jenis kelamin. Penularan penyakit tuberkulosis dengan cara menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak) (Depkes RI, 2007).

Pada tahun 1993, TB telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia dengan area penyebaran penyakit TB yang tidak terkendali di sebagian besar negara di dunia. Menurut laporan terbaru Badan Kesehatan Dunia WHO (2014), secara global pada tahun 2012 diperkirakan sekitar 12 juta kasus TB dan sekitar 1,2 kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Hal ini mengalami


(2)

penurunan yakni sekitar 11 juta kasus TB yang terjadi pada tahun 2013 dengan kasus kematian sekitar 1,1 juta.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengidap penyakit TB terbanyak di dunia. Menurut laporan WHO (2014), Indonesia berada pada peringkat ketiga dunia setelah India dan China dengan sekitar 680.000 kasus TB yang terjadi pada tahun 2013 atau diperkirakan setiap 100.000 populasi terdapat 272 penderita TB. Angka kematian akibat penyakit tuberkulosis pada tahun 2013 yakni sekitar 64.000 jiwa atau diperkirakan setiap 100.000 populasi terdapat 25 penderita TB yang meninggal.

Gambar 1.1 : Perkiraan penyebaran kasus TB 2013

Untuk mengetahui penyebaran penyakit tuberkulosis, diperlukan suatu model matematika yang dapat merepresentasikan permasalahan yang terjadi guna mencegah penyebaran penyakit tersebut. Model matematika diperoleh melalui suatu proses penerjemahan permasalahanan dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bahasa matematika yang disebut dengan pemodelan matematika. Dari model matematika tersebut akan terbentuk suatu sistem persamaan diferensial yang dapat


(3)

diketahui suatu titik kesetimbangannya (titik kritis atau titik ekuilibrium) dan menganalisis kestabilannya (Wulandari, 2013: 1).

Penelitian mengenai model matematika untuk penyebaran penyakit tuberkulosis telah banyak dilakukan, salah satunya yaitu Adetunde (2008) dalam jurnal yang berjudul On the Control and Eradication Strategies of Mathematical

Models of the Tuberculosis in A Community. Jurnal tersebut menghasilkan model

matematika penyebaran penyakit tuberkulosis pada kelas susceptible (kelas yang rentan terhadap penyakit TB), latent (kelas yang terinfeksi penyakit TB tetapi tidak dapat menularkannya), infection (kelas yang terinfeksi dan dapat menularkan penyakit TB), dan recovered (kelas yang sembuh dari penyakit TB). Jurnal tersebut juga menjelaskan pengaruh total area hunian terhadap penyebaran penyakit tuberkulosis yaitu untuk meminimalkan penyebaran penyakit tuberkulosis, total area yang dihuni harus lebih besar dari kemungkinan hidup individu dari kelas latent ke kelas infection dan jumlah individu pada kelas latent. Prihutami (2009) dalam skripsi yang berjudul Analisis Kestabilan Model

Penyebaran Penyakit Tuberkulosis menjelaskan tentang model penyebaran

penyakit tuberculosis (TB) yang menghasilkan model matematika penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible, latent infectious dan active infectious, dimana sub populasi susceptible adalah sub populasi yang rentan terhadap penyakit TB, sub populasi latent infectious adalah sub populasi penderita laten TB, dan sub populasi active infectious adalah sub populasi penderita penyakit TB. Model penyebaran penyakit TB ini dapat diselesaikan secara numerik dan disimulasikan menggunakan laju kecepatan penyebaran penyakit TB yang berbeda pada kondisi


(4)

awal penyakit TB mulai menyebar. Kesetimbangan untuk kondisi disease free adalah stabil, kesetimbangan endemik dapat menjadi stabil, tidak stabil atau

saddel bergantung kombinasi nilai parameter yang digunakan. Penelitian mengenai model penyebaran penyakit tuberkulosis juga dilakukan oleh Fredlina, Oka, & Dwipayana (2012) dalam jurnal matematika yang berjudul Model SIR

(Susceptible, Infectious, Recovery) untuk Penyebaran Penyakit Tuberkulosis yang

menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB dan menghasilkan persamaan model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S), infectious (I), dan

recovered (R) yakni

dengan .

Jumlah populasi akan bertambah karena kelahiran sebesar , dengan adalah konstan dan berkurang karena kematian dengan laju , kontak langsung dengan individu yang terinfeksi menyebabkan individu pada populasi rentan akan ikut terinfeksi dan masuk menjadi populasi dengan laju penularan penyakit TB sebesar . Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB kepada orang lain. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian alami dengan laju dan kematian karena penyakit TB dengan laju . Individu yang terinfeksi TB dapat sembuh dengan laju dan masuk dalam populasi . Hal ini juga menyebabkan berkurangnya populasi . Individu dalam kelas diasumsikan


(5)

tidak akan kambuh kembali menjadi penderita TB. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian dengan laju .Pada model tersebut, dianalisis dengan mencari titik kritis, kestabilan, dan tingkat penyebaran suatu penyakit (basic

reproduction ratio). Dari hasil analisis di dapat parameter yang paling

berpengaruh dalam penyebaran TB adalah laju penularan dan laju kesembuhan . Dengan demikian penyebaran TB dapat dikendalikan dari kejadian epidemi (fenomena suatu penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi dan menjangkit secara cepat kemudian akan muncul kembali dalam jangka waktu tertentu) dengan menurunkan laju penularan dan meningkatkan laju kesembuhan. Model penyebaran penyakit tuberkulosis tersebut menghasilkan titik kritis bebas penyakit dan titik kritis endemik

dengan , , , dan . Rosadi (2014) dalam tesis yang berjudul Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S),

infectious (I), dan susceptible (S) dengan kelas infectious yang terdiri dari dua

strain/jenis yaitu strain kelas infeksi TB yang resisten terhadap obat anti TB dan strain kelas infeksi TB yang sensitif terhadap obat anti TB . Model penyebaran penyakit TB menurut Rosadi yakni


(6)

dengan merupakan laju kelahiran dan kematian, merupakan laju penularan penyakit TB, merupakan laju kontak antara penderita TB antar strain, dan merupakan laju sembuh. Model tersebut menghasilkan 1 titik ekuilibrium bebas penyakit dan 3 titik ekuilibrium endemik.

Pada kajian model penyebaran penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan di atas tidak memperhatikan adanya pengaruh dari kekebalan tubuh yang telah dimiliki oleh seorang anak sehingga penulis ingin mengkaji mengenai penyebaran penyakit tuberkulosis dengan memperhatikan pengaruh dari kekebalan tubuh yang telah dimiliki sebelumnya.

Pada skripsi ini akan dibahas mengenai pembentukan dan analisis model matematika MSEIR untuk penyebaran penyakit tuberkulosis. Model MSEIR (Maternal antibody – Susceptible – Exposed – Infected (Resistant & Sensitive) – Recovered) menggambarkan kelas individu yang dilindungi dengan kekebalan

tubuh (maternal antibody), kelas individu yang rentan terhadap penyakit TB (susceptible), kelas individu yang terdeteksi penyakit TB (exposed), kelas individu yang terinfeksi penyakit TB dengan adanya resistansi terhadap obat anti TB (infected resistant), kelas individu yang terinfeksi penyakit TB dengan adanya sensitifitas terhadap obat anti TB (infected sensitive), dan kelas individu yang sembuh dari penyakit TB (recovered). Dari model yang terbentuk akan ditentukan titik ekuilibrium bebas penyakit, titik ekuilibrium endemik, bilangan reproduksi dasar, kemudian akan dilakukan analisa mengenai kestabilannya.


(7)

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang perlu diperhatikan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut

1. pembentukan model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis berdasarkan asumsi yang diberikan,

2. menentukan titik ekuilibrium bebas penyakit (disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic equilibrium) dari model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis,

3. menentukan hubungan antara kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit (disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic

equilibrium) dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika

penyebaran penyakit tuberkulosis,

4. menentukan hubungan antara bilangan reproduksi dasar dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimana model penyebaran penyakit tuberkulosis secara matematis? 2. Bagaimana hubungan antara kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit

(disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic

equilibrium) dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika


(8)

3. Bagaimana hubungan antara bilangan reproduksi dasar dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis?

D. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah

1. mengetahui model penyebaran penyakit tuberkulosis secara matematis, 2. mengetahui hubungan antara kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit

(disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic

equilibrium) dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika

penyebaran penyakit tuberkulosis,

3. mengetahui hubungan antara bilangan reproduksi dasar dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis.

E. Manfaat Penulisan

Penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut

1. menambah pengetahuan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu matematika terapan khususnya mengenai pemodelan penyebaran penyakit tuberkulosis,

2. menjadi acuan bagi mahasiswa lain untuk menambah referensi penulisan tugas akhir mengenai pemodelan matematika dan analisis penyebaran penyakit.


(9)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit, sistem persamaan linear, sistem persamaan diferensial, titik ekuilibrium, linearisasi sistem persamaan diferensial nonlinier, nilai eigen dan vektor eigen, kriteria kestabilan sistem persamaan diferensial, kriteria Routh-Hurwitz, dan bilangan reproduksi dasar.

Berikut akan dibahas tiap definisi dan teorema tersebut di atas.

A. Model Matematika Penyebaran Penyakit

Model matematika merupakan representasi matematika yang dihasilkan dari

pemodelan matematika. Pemodelan matematika merupakan suatu proses

merepresentasikan dan menjelaskan permasalahan pada dunia nyata ke dalam pernyataan matematis (Widowati & Sutimin, 2007: 1). Suatu model matematika dikatakan baik jika model matematika yang terbentuk dapat merepresentasikan atau mewakili suatu permasalahan dalam kehidupan nyata.

Berikut diberikan langkah-langkah dalam pemodelan matematika menurut Widowati & Sutimin (2007: 3-5).

1. Menyatakan permasalahan nyata ke dalam pengertian matematika.

Langkah ini membutuhkan pemahaman pada permasalahan yang akan dimodelkan sehingga pada langkah ini dapat dilakukan identifikasi variabel-variabel dalam masalah dan membentuk beberapa hubungan antar variabel-variabel yang dihasilkan dari permasalahan tersebut.


(10)

2. Menentukan asumsi yang akan digunakan.

Pada dasarnya asumsi mencerminkan bagaimana proses berpikir sehingga diperoleh suatu model. Asumsi yang diterapkan oleh setiap individu dapat berbeda dari individu lainnya dalam suatu permasalahan yang sama. Hal ini yang nantinya akan menyebabkan adanya perbedaan pada model yang dihasilkan.

3. Membentuk model matematika.

Dengan pemahaman hubungan antar variabel dan asumsi, langkah selanjutnya yaitu memformulasikan persamaan atau sistem persamaan. Formulasi model merupakan langkah yang paling penting dan sulit sehingga suatu saat diperlukan adanya pengujian kembali asumsi-asumsi agar dalam proses pembentukan formulasi dapat sesuai dan realistik.

4. Menentukan solusi atau menyelidiki sifat solusi.

Tidak semua model matematika dapat dengan mudah ditentukan hasil atau solusinya sehingga pada langkah ini dapat dilakukan analisis atau menyelidiki mengenai sifat atau perilaku dari solusi model matematika tersebut.

5. Interpretasi solusi atau sifat solusi model matematika.

Hal ini menghubungkan kembali formula matematika dengan permasalahan dalam kehidupan nyata. Interpretasi ini dapat diwujudkan dalam bentuk grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang diperoleh dan selanjutnya diinterpretasikan sebagai solusi dalam dunia nyata.


(11)

Untuk lebih mudahnya, diberikan diagram alur langkah-langkah pemodelan matematika menurut Widowati & Sutimin (2007: 3) pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses pemodelan matematika menurut Widowati & Sutimin

Beberapa model matematika yang sering digunakan dalam penyebaran penyakit memiliki konsep yang sama yaitu compartmental epidemiologi (pembagian kelas) yang menggambarkan penyebaran penyakit pada masing kelas. Suatu populasi akan terbagi menjadi beberapa kelas yang masing-masing kelas mewakili tahapan berbeda. Beberapa istilah yang sering kita dengar dalam model epidemiologi di antaranya adalah epidemik dan endemik. Epidemik merupakan fenomena suatu penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi dan menjangkit secara cepat sebelum penyakit tersebut menghilang dan kemudian akan muncul kembali dalam interval waktu tertentu, sedangkan endemik

Menentukan Solusi atau Sifat

dari Solusi Interpretasi

Solusi atau Sifat Solusi Solusi Dunia

Nyata Masalah Dunia Nyata

Masalah Dalam Matematika

Asumsi

Formulasi Persamaan/ Pertidaksamaan


(12)

merupakan fenomena suatu penyakit yang muncul akan selalu dalam suatu populasi.

Model penyebaran penyakit pertama kali dikemukakan oleh Kermark & McKendrick pada tahun 1927 yang terdiri atas kelas susceptible (S), infection (I), dan recovered (R) sehingga dikenal sebagai model epidemik SIR. Kelas

susceptible (S) merupakan kelas individu yang rentan terhadap suatu penyakit.

Kelas infection (I) merupakan kelas individu yang terinfeksi suatu penyakit terinfeksi dan mampu menularkan atau menyebarkan penyakit ke individu pada populasi rentan. Kelas recovered (R) merupakan kelas individu yang telah sembuh dari suatu penyakit. Untuk pemodelan penyebaran suatu penyakit, penambahan atau pengurangan suatu kelas dapat terjadi sesuai dengan karakteristik penyebaran penyakit yang akan dibahas.

Pada model-model epidemik yang memperhatikan adanya periode laten (masa inkubasi) seperti model SEIR dan MSEIR, terdapat kelas E (exposed) yang digunakan untuk mewakili individu-individu yang baru terinfeksi dan memasuki periode laten, dalam periode ini individu tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit ke individu lain. Kelas M (maternal antibody) digunakan untuk mewakili individu-individu yang baru lahir dan memiliki kekebalan pasif yang didapatkan dari ibunya, namun hal ini hanya berlangsung sementara dan kemudian individu pada kelas ini akan memasuki kelas rentan (susceptible). Model matematika epidemik di antaranya SIR, SIRS, SEIR, MSEIR dan termasuk model SVID.


(13)

Berikut diberikan beberapa model matematika berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan akan dijadikan sebagai acuan dalam pembentukan model matematika pada skripsi ini.

Penelitian mengenai model penyebaran penyakit tuberkulosis dilakukan oleh Fredlina, Oka, & Dwipayana (2012) dalam jurnal matematika yang berjudul

Model SIR (Susceptible, Infectious, Recovery) untuk Penyebaran Penyakit Tuberkulosis yang menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB dan

menghasilkan persamaan model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible

(S), infectious (I), dan recovered (R).

Jumlah populasi akan bertambah karena kelahiran sebesar , dengan adalah konstan dan berkurang karena kematian dengan laju , kontak langsung dengan individu yang terinfeksi menyebabkan individu pada populasi rentan akan ikut terinfeksi dan masuk menjadi populasi dengan laju penularan penyakit TB sebesar . Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB kepada orang lain. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian alami dengan laju dan kematian karena penyakit TB dengan laju . Individu yang terinfeksi TB dapat sembuh dengan laju dan masuk dalam populasi . Hal ini juga menyebabkan berkurangnya populasi . Individu dalam kelas diasumsikan tidak akan kambuh kembali menjadi penderita TB. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian dengan laju .

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas diperoleh diagram alir sebagai berikut


(14)

Gambar 2.2. Diagram alir model matematika SIR menurut Fredlina, Oka, & Dwipayana

sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut

dengan .

Pada kenyataannya, dalam penyebaran penyakit TB terdapat individu yang terinfeksi TB namun tidak menunjukkan gejala dan belum bisa menularkan penyakit TB kepada individu lain yang disebut dengan penderita TB laten, sehingga penelitian yang dilakukan oleh Adetunde (2008) yang berjudul On the

Control and Eradication Strategies of Mathematical Models of the Tuberculosis in A Community membahas model matematika SLIR yang membagi populasi

menjadi empat kelas, yaitu kelas susceptible, kelas latent, kelas infectives, dan kelas recoveries.

Populasi pada kelas rentan akan bertambah karena adanya kelahiran dan akan berkurang karena adanya kematian alami . Kontak langsung antara individu ini dengan individu yang terinfeksi mengakibatkan individu ikut terinfeksi sehingga populasi kelas ini berkurang dengan laju sebesar .


(15)

Kelas menyatakan individu yang telah terdeteksi TB tetapi belum menginfeksi. Populasi ini bertambah oleh masuknya individu dari kelas

susceptible yang telah terinfeksi, sedangkan berkurangnya populasi disebabkan

oleh kematian alami pengobatan hingga sembuh dan berkembangnya bakteri TB sehingga individu ini dapat menularkan ke individu lain

Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB kepada individu lain. Bertambahnya populasi kelas ini dikarenakan masuknya individu dari kelas yang disebabkan bakteri TB telah menjadi aktif Berkurangnya kelas ini dikarenakan adanya kematian alami dan kematian akibat penyakit TB dan adanya pengobatan hingga sembuh

Kelas menyatakan populasi individu yang telah sembuh dari penyakit TB dan diasumsikan dapat terjangkit TB lagi sehingga masuk kembali ke kelas sebesar Populasi kelas ini bertambah karena masuknya individu yang telah sembuh dari kelas dan kelas sebesar dan Populasi ini berkurang karena adanya kematian alami

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut menghasilkan model matematika yang diberikan dalam diagram alir sebagai berikut


(16)

sehingga diperoleh model matemamatika sebagai berikut

dengan menyatakan total area yang ditempati populasi dan menyatakan jumlah total populasi.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rosadi (2014) dalam tesis yang berjudul Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S), infectious (I), dan susceptible

(S) dengan kelas infectious yang terdiri dari dua strain/jenis, yaitu strain kelas

infeksi TB yang resisten terhadap obat anti TB dan strain kelas infeksi TB yang sensitif terhadap obat anti TB .

Berikut diberikan diagram alir model penyebaran penyakit TB menurut Rosadi.

Gambar 2.4. Diagram alir model matematika SIS menurut Rosadi sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut


(17)

dengan merupakan laju kelahiran dan kematian, merupakan laju penularan penyakit TB, merupakan laju kontak antara penderita TB antar strain, dan merupakan laju sembuh.

Pada penelitian-penelitian tersebut, belum ada yang membahas mengenai adanya maternal antibody sehingga Wulandari (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Model Epidemik MSEIR pada Penyebaran Penyakit Difteri menggunakan model matematika dengan adanya kelas maternal antibody dan dalam skripsi ini model tersebut akan digunakan untuk penyebaran penyakit TB.

Berikut diberikan diagram alir model matematika menurut Wulandari.

Gambar 2.4. Diagram alir model matematika MSEIR menurut Wulandari

Berdasarkan diagram alir tersebut diperoleh model matematika sebagai berikut

M


(18)

dengan

adalah laju kelahiran populasi yang dilindungi oleh kekebalan tubuh,

adalah laju transisi dari kelas maternal antibody ke susceptible, adalah laju

transisi dari kelas susceptible ke expose, adalah laju transisi dari kelas exposed

ke infected, adalah laju transisi dari kelas infected ke recovered. Laju kematian

alami untuk tiap kelas dinyatakan dengan .

B. Sistem Persamaan Linear

Sebuah garis dalam bidang secara aljabar dapat dinyatakan oleh sebuah persamaan garis yang berbentuk . Persamaan semacam ini dinamakan persamaan linear dengan dua variabel dan . Secara umum untuk variabel yang berhingga , persamaan linear dapat dinyatakan sebagai

dengan dan adalah konstanta-konstanta real.

Berikut akan diberikan definisi mengenai sistem persamaan linear homogen.

Definisi 2.2.1 (Anton, 1988: 19) Diberikan variabel dan persamaan. Sistem persamaan linear dikatakan homogen apabila semua suku konstanta sama dengan nol.


(19)

Sistem persamaan linear homogen merupakan sistem yang konsisten sebab

merupakan solusi. Solusi tersebut dinamakan sebagai solusi trivial. Jika solusi tidak sama dengan nol, maka solusi tersebut dinamakan solusi nontrivial. Oleh karena sistem persamaan linear homogen harus konsisten maka sistem tersebut akan memiliki satu solusi atau tak hingga banyak solusi.

Selanjutnya sistem (2.2.1) dapat dibentuk sebagai persamaan matriks tunggal yaitu

dengan serta adalah matriks dengan jumlah baris dan jumlah kolom .

C. Sistem Persamaan Diferensial

Sistem persamaan diferensial memiliki peran penting tidak hanya di bidang matematika, namun di bidang lainnya seperti fisika, mesin, ekonomi, biologi, dan lain sebagainya.

Diberikan sistem persamaan diferensial

̇ ̇ ̇

dengan , ̇

, , dan .

Diberikan pula kondisi awal .

(2.2.1)

(2.2.2)


(20)

Sistem (2.3.1) dapat ditulis menjadi

̇

dengan , , ̇ ̇ ̇ ̇ , dan syarat awal .

Dalam hal ini sistem (2.3.2) disebut sistem persamaan diferensial

autonomous karena variabel waktu tidak muncul secara eksplisit. Selanjutnya, jika masing-masing linear dalam maka sistem (2.3.1) disebut sistem persamaan diferensial linear. Sistem (2.3.1) dapat ditulis dalam bentuk

̇

̇

̇

Sistem (2.3.3) dinyatakan dalam bentuk

̇

dengan

dan .

Jadi, sistem (2.3.4) disebut sistem persamaan diferensial linear dari sistem (2.3.1), tetapi jika sistem (2.3.1) tidak dapat dinyatakan dalam bentuk sistem (2.3.4) maka sistem (2.3.1) tersebut disebut sistem persamaan diferensial nonlinear.

Selanjutnya simbol diferensiabel pada dan

kontinu pada }. Berikut ini diberikan definisi dari solusi sistem (2.3.2). (2.3.2)

(2.3.3)


(21)

Definisi 2.3.1 (Perko, 2001: 71) Diberikan dengan himpunan terbuka. disebut solusi sistem (2.3.2) pada interval jika diferensiabel pada dan memenuhi ̇ untuk setiap .

D. Titik Ekuilibrium

Titik ekuilibrium merupakan titik tetap yang tidak berubah terhadap waktu. Berikut akan didefinisikan mengenai titik ekuilibrium dari sistem (2.3.2).

Definisi 2.4.1 (Perko, 2001: 102) Titik ̅ disebut titik ekuilibrium dari sistem (2.3.2) jika ̅ .

Berikut akan diberikan contoh mengenai definisi 2.4.1.

Contoh 2.4.2

Diberikan sistem persamaan differensial yaitu

( .

Tentukan titik ekuilibrium dari sistem persamaan differensial diatas.

Penyelesaian. Titik ekuilibrium dari sistem persamaan diatas dapat diperoleh jika

̅ , sehingga sistem tersebut menjadi

atau dapat ditulis menjadi

.

Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh ̅̅̅ dan ̅̅̅ . Jika ̅̅̅ dan menurut persamaan

,

maka diperoleh sehingga didapat titik ekuilibrium . Jika ̅̅̅ dan menurut persamaan


(22)

maka diperoleh sehingga didapat titik ekuilibrium .

E. Linearisasi Sistem Persamaan Nonlinear

Linearisasi merupakan proses membawa suatu sistem nonlinear menjadi sistem linear. Linearisasi dilakukan pada sistem nonlinear untuk mengetahui perilaku sistem di sekitar titik ekuilibrium sistem tersebut. Linearisasi pada sistem nonlinear dimaksudkan untuk memperoleh aproksimasi yang baik. Proses linearisasi dapat dilakukan dengan menggunakan deret Taylor untuk mencari suatu hampiran solusi di sekitar titik ekuilibrium. Deret Taylor untuk sistem

di sekitar titik ekuilibrium ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ dengan

̅ sebagai berikut

̇ ̅ ̅ ̅ ̅

̅ ̅ ‖ ̅‖

̇ ̅ ̅ ̅ ̅

̅ ̅ ‖ ̅‖

̇ ̅ ̅ ̅ ̅

̅ ̅ ‖ ̅‖


(23)

̇ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅

̇ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅

̇ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅

Selanjutnya didefinisikan

̅

̅

̅

Didapat derivatifnya yaitu

̇ ̇ ̇ ̇ ̇ ̇

sehingga ̇ ̇ dan diperoleh

̇ ̅ ̅ ̅

̇ ̅ ̅ ̅

̇ ̅ ̅ ̅

Jika bentuk (2.5.1) dinyatakan dalam bentuk matriks, maka diperoleh


(24)

̇ ̇ ̇ ( ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ )

atau ditulis menjadi

̇ ( ̅

dengan ( ̅ merupakan matriks Jacobian dan fungsi di titik ekuilibrium ̅. Berikut merupakan definisi mengenai matriks Jacobian.

Definisi 2.5.1 (Perko, 2001) Diberikan fungsi dengan

dan himpunan terbuka. Matriks

( ̅ ( ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ )

dinamakan matriks Jacobian dari dari ̅.

Selanjutnya diberikan definisi mengenai linearisasi pada sistem persamaan nonlinear.

Definisi 2.5.2 (Perko, 2001: 102) Diberikan matriks Jacobian ( pada (2.5.1). Sistem linear

̇ ( ̅


(25)

F. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Aplikasi dari aljabar linear yang melibatkan sistem dengan persamaan dan variabel disajikan dalam definisi berikut.

Definisi 2.6.1 (Anton, 1988: 277) Jika adalah matriks maka sebuah vektor yang tak nol di dalam dinamakan vektor eigen dari jika adalah kelipatan skalar dari , yakni

untuk suatu skalar . Skalar dinamakan nilai eigen dari dan dikatakan sebuah vektor eigen yang bersesuaian dengan .

Nilai eigen suatu matriks yang berukuran diperoleh dari atau dapat ditulis sebagai . Persamaan tersebut secara ekuivalen dapat ditulis kembali menjadi

dengan merupakan matriks identitas.

Persamaan (2.6.1) akan mempunyai solusi nontrivial jika dan hanya jika

. Berikut didefinisikan mengenai determinan suatu matriks .

Definisi 2.6.2 (Anton, 1988: 63) Misalkan adalah sebuah matriks persegi. Fungsi determinan dinyatakan oleh dan didefinisikan sebagai jumlah semua hasil perkalian elementer yang bertanda dari . Jumlah det (A) kita namakan determinan A.

Matriks berukuran mempunyai hasil kali elementer. Hasil kali elementer bertanda dari adalah hasil kali elementer dikalikan dengan +1 atau -1. Kita menggunakan tanda + jika adalah permutasi (2.6.1)


(26)

genap dari himpunan dan tanda – jika adalah permutasi ganjil.

Determinan dari matriks persegi dapat ditentukan sebagai berikut 1.

2. [

]

Berikut akan diberikan contoh mengenai definisi di atas.

Contoh 2.6.3

Diberikan matriks

. Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari

matriks .

Penyelesaian. Karena

maka deterninan dari persamaan di atas adalah

.

Persamaan karakteristik dari adalah

sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks adalah dan . Menurut definisi,

adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan jika dan hanya jika x adalah pemecahan nontrivial dari persamaan (2.6.1), yakni, dari


(27)

.

Jika , maka persamaan (2.6.2) menjadi

Apabila persamaan di atas ditulis dalam bentuk sistem persamaan menjadi

Dengan menyelesaikan persamaan sistem di atas, diperoleh penyelesaian yaitu

. Misalkan , , maka sehingga

.

Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah . Jika , maka persamaan (2.6.2) menjadi

yang dapat ditulis dalam bentuk sistem persamaan

Dengan menyelesaikan persamaan sistem di atas, diperoleh penyelesaian yaitu

. Misalkan , , maka sehingga

Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah .

Nilai determinan suatu matriks dapat ditentukan dengan menggunakan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom atau baris yang didefinisikan sebagai berikut.


(28)

Definisi 2.6.4 (Anton, 1988: 77) Jika A adalah matriks persegi, maka minor entri dinyatakan oleh dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang tetap setelah baris ke-i dan kolom ke-j dicoret dari A. Bilangan dinyatakan oleh dan dinamakan kofaktor entri .

Misalkan matriks secara umum yaitu

[

]

dengan determinan

dapat ditulis kembali sebagai

.

Karena pernyataan-pernyataan di dalam kurung merupakan kofaktor-kofaktor

dan maka diperoleh

.

Hal ini memperlihatkan bahwa determinan dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri dalam kolom pertama dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kalinya.

G. Kestabilan Titik Ekuilibrium

Kestabilan titik ekuilibrium dari suatu sistem persamaan diferensial baik linear maupun nonlinear diberikan dalam definisi berikut.


(29)

Definisi 2.7.1 (Olsder & Woude, 2004: 57) Diberikan sistem persamaan diferensial orde satu ̇ dan adalah solusi persamaan tersebut pada saat dengan kondisi awal .

i. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil jika diberikan , terdapat sedemikian sehingga jika ‖ ̅‖ , maka ‖ ̅‖ untuk semua .

ii. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil asimtotik jika titik-titik ekuilibriumnya stabil dan terdapat sedemikian sehingga ‖ ̅‖ , asalkan ‖ ̅‖ .

iii.Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika titik-titik ekuilibriumnya tidak memenuhi (i).

Pada definisi diatas, ‖ ‖ menyatakan norm atau panjang pada .

Berikut ilustrasi titik ekuilibrium stabil, stabil asimtotik, dan tidak stabil yang akan ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Ilustrasi tipe kestabilan titik ekuilibrium

Berdasarkan Gambar 2.6, titik ekuilibrium dikatakan stabil jika solusi sistem persamaan pada saat selalu berada pada jarak yang cukup dekat dengan titik


(30)

ekuilibrium tersebut, titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika solusi sistem persamaan pada saat akan menuju ke titik ekuilibrium, dan titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil jika solusi sistem persamaan pada saat bergerak menjauhi titik ekuilibrium tersebut.

Matriks Jacobian ( ̅ dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat kestabilan sistem nonliear di sekitar titik ekuilibrium ̅ asalkan titik ekuilibrium

tersebut hiperbolik. Berikut diberikan definisi tentang titik ekuilibrium hiperbolik.

Definisi 2.7.2 (Perko, 2001: 102) Titik ekuilibrium ̅ dikatakan hiperbolik jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ̅ mempunyai bagian real tak nol.

Berikut diberikan definisi mengenai sifat kestabilan suatu sistem nonlinear yang ditinjau dari nilai eigen matriks Jacobian.

Definisi 2.7.3 (Perko, 2001: 102) Suatu titik ekuilibrium ̅ pada sistem persamaan diferensial ̇ dikatakan

i. stabil node (sink), jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ̅ mempunyai bagian real negatif,

ii. tidak stabil node (source), jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ̅ mempunyai bagian real positif,

iii. pelana (saddle), jika titik ekuilibrium hiperbolik dan terdapat nilai eigen matriks Jacobian ( ̅ mempunyai bagian real positif dan megatif.

Selanjutnya, diberikan pula teorema yang menyajikan sifat kestabilan suatu sistem ̇ dengan nilai eigen dengan .


(31)

Teorema 2.7.4 (Olsder & Woude, 2004: 58) Diberikan sistem persamaan diferensial ̇ , dengan suatu matriks yang mempunyai nilai eigen berbeda dengan .

i. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika untuk setiap .

ii. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil jika dan hanya jika untuk setiap dan jika setiap nilai eigen imajiner dengan , maka multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama.

iii.Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika terdapat paling sedikit satu untuk setiap .

Bukti:

i. Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik maka

untuk setiap . Penyelesaian.

Berdasarkan definisi (2.7.1), titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik jika

‖ ̅‖ . Hal ini berarti untuk , akan menuju

̅ . Karena merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial, maka memuat . Akibatnya, untuk menuju ̅ , maka harus bernilai negatif.

Selanjtnya, akan dibuktikan bahwa jika untuk setiap

maka titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik. Penyelesaian.


(32)

Solusi dari sistem persamaan differensial adalah sehingga

selalu memuat . Jika , maka untuk , akan menuju ̅ sehingga berdasarkan definisi (2.7.1), titik ekuilibrium

̅ stabil asimtotik.

ii. Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium ̅ stabil, maka untuk setiap .

Penyelesaian.

Andaikan , maka solusi persamaan diferensial yang memuat akan menuju (menjauh dari titik ekuilibrium ̅ ) untuk

, sehingga sistem tidak stabil. Hal ini sesuai dengan kontraposisi pernyataan jika titik ekuilibrium ̅ stabil, maka untuk setiap

. Jadi, terbukti bahwa jika titik ekuilibrium ̅ stabil, maka

untuk setiap .

Selanjutnya akan dibuktikan bahwa jika untuk setiap

maka titik ekuilibrium ̅ stabil dan jika ada , maka

multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama. Penyelesaian.

Solusi dari sistem persamaan differensial adalah sehingga

selalu memuat . Jika , maka titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik (pasti stabil). Jika , maka nilai eigen berupa bilangan kompleks murni. Multiplisitas aljabar berhubungan dengan nilai eigen sedangkan geometri berhubungan dengan vektor eigen. Oleh karena itu, akan dibuktikan bahwa banyak nilai eigen dan vektor eigen adalah sama.


(33)

Tanpa mengurangi pembuktian secara umum, diambil sembarang sistem pada yang mempunyai nilai eigen bilangan kompleks murni.

[ ̇ ̇ ] [ ] .

Nilai eigen dari sistem (2.7.1) ditentukan dengan mensubtitusi matriks

[ ] ke dalam persamaan sehingga diperoleh

([ ] . Persamaan karakteristik dari matriks adalah

Akar dari persamaan di atas yaitu √ dan √ .

Berdasarkan definisi, adalah vektor eigen dari yang bersesuaian dengan jika dan hanya jika adalah solusi nontrivial dari

, yakni, dari

[ ] .

Jika √ , maka (2.7.2) menjadi

[ √

√ ] .

Matriks augmentasi dari sistem di atas yaitu

[ √

√ ].

Baris pertama matriks augmentasi dikali dengan √

sehingga matiks

augmentasi menjadi

(2.7.1)


(34)

[

√ ].

Baris kedua matriks di atas dikali dengan sehingga diperoleh

[

√ ].

Selanjutnya, baris kedua dikurangi dengan baris pertama sehingga diperoleh matriks dalam bentuk eselon tereduksi

[ √ ]

Berdasarkan matriks eselon baris tereduksi di atas diperoleh solusi

[ √ ]

atau dapat ditulis

[ √ ]

Jadi, vektor yang bersesuaian dengan √ yaitu [

]

Jika √ , maka (2.7.2) menjadi

[ √

√ ]


(35)

[ √

√ ].

Baris pertama matriks augmentasi dikali dengan √

sehingga matiks

augmentasi menjadi

[

√ ].

Baris kedua matriks di atas dikali dengan sehingga diperoleh

[

√ ].

Selanjutnya, baris kedua dikurangi dengan baris pertama sehingga diperoleh matriks dalam bentuk eselon tereduksi

[ √ ]

Berdasarkan matriks eselon baris tereduksi di atas diperoleh solusi

[ √ ]

atau dapat ditulis

[ √ ]

Jadi, vektor yang bersesuaian dengan √ yaitu [

]


(36)

iii.Akan dibuktikan jika titik ekuilibrium ̅ tidak stabil, maka untuk setiap .

Penyelesaian.

Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika , maka akan menuju . Karena merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial, maka memuat . Untuk menuju dipenuhi jika untuk setiap .

Selanjutnya, akan dibuktikan jika untuk setiap , maka titik ekuilibrium ̅ tidak stabil.

Penyelesaian.

Jika maka solusi persamaan diferensial yang memuat

akan selalu menuju . Hal ini berarti bahwa solusi tersebut akan

menjauhi titik ekuilibrium ̅ sehingga titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil.

H. Kriteria Routh-Hurwitz

Permasalahan yang sering timbul dalam menentukan suatu tipe kestabilan sistem dengan menggunakan nilai eigen adalah ketika mencari akar persamaan karakteristik berorde tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kriteria yang mampu menjamin nilai dari akar suatu persamaan karakteristik tersebut negatif atau ada yang bernilai positif. Salah satu kriteria yang efektif untuk menguji kestabilan sistem adalah kriteria Routh-Hurwitz.


(37)

Kriteria Routh-Hurwitz didasarkan pada pengurutan koefisien persamaan karakteristik sistem orde yang dituangkan ke dalam bentuk array. Diberikan suatu persamaan karaketristik dari akar-akar karakteristik matriks sebagai berikut

| |

dengan dan merupakan koefisien dari persamaan karakteristik dari matriks .

Tabel Routh-Hurwitz adalah tabel yang disusun berdasarkan pengurutan koefisien-koefisien karakteristik dari matriks tersebut. Berikut diberikan tabel Routh-Hurwitz yang ditunjukkan Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tabel Routh-Hurwitz

dengan didefinisikan sebagai berikut

,

,

,

,

dan

Perhitungan dalam membentuk tabel Routh-Hurtwitz terus dilakukan sampai kolom pertama menghasilkan nilai nol. Matriks dikatakan stabil menurut teorema 2.7.4 apabila semua bagian real dari nilai eigennya bernilai (2.8.1)


(38)

negatif, dalam kriteria Routh-Hurwitz hal ini dapat ditunjukan dengan tidak adanya perubahan tanda pada kolom pertama tabel 2.1. Artinya berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz suatu sistem persamaan diferensial dikatakan stabil jika dan hanya jika setiap elemen di kolom pertama tabel Routh-Hurwitznya memiliki tanda yang sama. Untuk lebih jelasnya, berikut diberikan definisi mengenai kriteria Routh-Hurwitz.

Definisi 2.8.1 (Olsder & Woude, 2004: 61) Diberikan polinomial

dengan , akar-akar polinomial (2.8.3) memiliki bagian real negatif jika dan hanya jika tabel Routh-Hurtwitz terdiri dari baris dan semua elemen kolom pertama pada tabel tidak mengalami perubahan tanda, semua elemen pada kolom pertama bertanda positif atau negatif.

I. Bilangan Reproduksi Dasar

Tingkat penyebaran suatu penyakit atau infeksi dapat diketahui melalui suatu parameter tertentu yang digunakan untuk melihat seberapa besar potensi penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Parameter yang dimaksud yakni Bilangan Reproduksi Dasar .

Bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai jumlah rata-rata kasus sekunder yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi selama masa terinfeksinya dalam keseluruhan populasi rentan (Diekmann & Heesterbeek, 2000). Angka ini berbeda untuk setiap penyakit dan biasanya dipengaruhi oleh jenis penyakit, keadaan masyarakat, dan kondisi lingkungan tempat penyakit berkembang. Apabila angka reproduksi ini tinggi maka penyebaran penyakit akan meningkat. (2.8.3)


(39)

Artinya penyebaran penyakit semakin berbahaya dan epidemik semakin meningkat.

Dalam istilah lain disebut juga sebagai rata-rata pertumbuhan awal. Bilangan reproduksi dasar mempunyai nilai batas 1 (satu) sehingga jika nilai kurang dari satu , maka satu individu yang terinfeksi strain penyakit TB akan menginfeksi kurang dari satu individu rentan sehingga penyakit TB kemungkinan akan hilang dari populasi atau individu yang terinfeksi oleh penyakit TB kemungkinan tidak ada dalam populasi. Sebaliknya, jika lebih dari satu , maka individu yang terinfeksi oleh penyakit TB akan menginfeksi lebih dari satu individu yang rentan sehingga individu yang terinfeksi TB ada dalam populasi atau penyakit TB akan menyebar ke populasi.

Metode yang digunakan untuk menentukan nilai dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode Driessche & Watmough (2002) yaitu metode matriks generasi berikutnya dengan nilai . Hal ini dikarenakan banyaknya suatu individu yang terinfeksi tidak mungkin bernilai negatif. Selanjutnya, didefinisikan sebagai radius spektral dari matriks generasi berikutnya. Matriks ini merupakan matriks yang dikontruksi dari sub-sub populasi yang menyebabkan infeksi saja.

Diberikan dengan 0 menyatakan proporsi kelas ke- yang terinfeksi pada saat . Misalkan proporsi kelas yang terinfeksi sebesar sehingga . Selanjutnya, didefinisikan merupakan matriks laju terjadinya infeksi baru suatu penyakit pada kelas ke- dan merupakan selisih laju perpindahan individu yang keluar dari kelas ke- dengan


(40)

laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas ke- sehingga bentuk menjadi

dengan merupakan laju perpindahan individu yang keluar dari kelas ke- dan merupakan laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas kelas ke- Selanjutnya diperhatikan model penyebaran penyakit berikut

̇

dengan

.

Sistem (2.9.1) dapat ditulis menjadi bentuk

̇

dengan ( dan ( . Matriks Jacobian dari dan hasil linearisasi di sekitar titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ pada sistem (2.9.2) adalah

( ̅ dan ( [ ]

dengan dan merupakan matriks yang didefinisikan sebagai berikut

( ̅ ,

( ̅ .

Lebih lanjut entri matriks bernilai non-negatif dan adalah M-matriks non-singular, kemudian matriks dicari inversnya sehingga diperoleh yang merupakan matriks non-negatif. Terakhir, perkalian dari matriks dengan matriks (2.9.1)

(2.9.2)


(41)

akan diperoleh . Bentuk merupakan matriks generasi berikutnya

untuk sistem (2.9.2).

Menurut Driessche dan Watmough (2002), radius spektral dari matriks generasi berikutnya merupakan bilangan reproduksi dasar untuk sistem (2.9.2) pada titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ sehingga diperoleh

Selanjutnya, diberikan teorema tentang kestabilan .

Teorema 2.9.1. (Diessche & Watmough, 2002: 33) Diberikan ̅ merupakan titik ekuilibrium bebas penyakit dari sistem persamaan ̇ , maka titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ stabil asimtotik lokal jika dan tidak stabil jika .

Selanjutnya, diberikan lemma sebagai syarat upaya titik ekuilibrium ̅ stabil lokal.

Lemma 2.9.2 (Brauer & Castillo-Chaves, 2011) Diberikan matriks non-negatif dan M-matriks non-singular, bilangan reproduksi dasar

jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks mempunyai bagian real negatif.

Berikut akan diberikan contoh dalam menentukan bilangan reproduksi dasar pada suatu sistem persamaan nonlinear.

Contoh 2.9.3

Berikut diberikan contoh model matematika dari penyebaran penyakit. Populasi terdiri dari empat kelas yaitu Susceptible (S) yaitu kelas yang rentan dengan penyakit, exposed (E) yaitu kelas infeksi tapi tidak menular, infection (I) yaitu kelas yang terinfeksi dan menular, dan remove (R) yaitu kelas yang sembuh


(42)

dari penyakit. Model matematika penyebaran penyakit sebagai berikut

̇ ̇ ̇

̇

Pada sistem (2.9.4) akan dicari bilangan reproduksi dasar dengan terlebih dahulu menentukan transfer infeksi baru, yaitu kelas E dan kelas I sehingga didefinisikan matriks merupakan matriks infeksi baru pada populasi. Kemudian didefinisikan matriks perpindahan individu dari kelas yang satu ke kelas yang lain dalam hal ini disimbolkan dengan .

Dari definisi matriks di atas maka dapat disusun matriks dan sebagai berikut

dan

.

Selanjutnya, entri matriks dan dicari turunan parsialnya sehingga diperoleh

dan

.

Lebih lanjut matriks dicari inversnya sehingga diperoleh

Perkalian dari matriks dengan matriks akan diperoleh


(43)

(

Matriks merupakan matriks generasi berikutnya dan mempunyai satu nilai eigen yaitu sehingga bilangan reproduksi dasar dari sistem (2.9.4) adalah


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adetunde, L.A. (2008). On the Control and Eradication Strategies of Mathematical Models of the Tuberculosis in A Community. Journal of

Engineering and Applied Science 4. Hlm. 155-158.

Anton, H. (1988). Aljabar Linear Elementer. (Alih bahasa: Pantur Silaban). Jakarta: Erlangga.

Behrman, R.E., Kliegman, R.M., & Arvin, A.M. (2000). Ilmu Kesehatan Anak

Nelson Edisi 15. (Alih bahasa : Prof. Dr. Dr. A. Samik Wahab, SpA(k)).

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bona, C., MD. (2005). Neotal Immunity. USA: Humana Press.

Brauer, F., & Castillo-Chavez, C. (2011). Mathematical Models in Population

Biology and Epidemiology. Text in Applied Mathematics 40. New-York :

Springer-Verlag.

Burhan, E. (2010). Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Jurnal Tuberkulosis

Indonesia (Volume 7). Hlm. 12-15.

Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (2011). Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Diekmann, O., & Heesterbeek, J.A.P. (2000). Mathemetical Epidemiologi of

Infectious Diseases: Model Building, Analysis and Interpretation. Willey.

Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2012). Profil Kesehatan

Provinsi D.I.Yogyakarta. Yogyakarta: Dinkes Prov. D.I.Y

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011).

Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian

Kesehatan RI.

Driessche, P. van den, & Watmough, J. (2002). Reproduction Number and Sub-Threshold Endemic Equilibria for Compartmental Models of Disease Transmission. Journal of Mathematical Bio-Sciences. 180. Hlm. 29-48. Fredlina, K.Q., Oka, T.B., & Dwipayana, I Made E. (2012). Model SIR


(45)

Tuberkulosis. e-Jurnal Matematika (Vol. 1 No. 1 Agustus 2012). Hlm. 52 – 58.

Jindal, S.K. (2011). Textbook of Pulmonary and Critical Care Medicine Vol 1 and

2. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Lanotte, P. (2012). New Frontiers of Molecular Epidemiology of Infectious

Disease: Molecular Epidemiology of Tuberculosis. USA: Springer Science -

Business Media.

Olsder, G.J. & Woude, J.W. van der. (2004). Mathematical System Theory. Netherlands: VVSD.

Perko, L. (2001). Differential Equations and Dynamical System Texts in Applied

Mathematics Vol 7. USA: Springer-Verlag.

Prihutami, L. (2009). Analisis Kestabilan Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rosadi, D. (2014). Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada..

Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. (2014). Global Tuberculosis Report 2014. Geneva: World Health Organization.

Widowati & Sutimin. (2007). Pemodelan Matematika. Semarang: Fakultas MIPA Universitas Diponegoro.

Wulandari, U.N. (2013). Analisis Model Epidemik MSEIR pada Penyebaran Penyakit Difteri. Skripsi. Jember: Universitas Jember.


(1)

laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas ke- sehingga bentuk menjadi

dengan merupakan laju perpindahan individu yang keluar dari kelas ke- dan merupakan laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas kelas ke- Selanjutnya diperhatikan model penyebaran penyakit berikut

̇ dengan

. Sistem (2.9.1) dapat ditulis menjadi bentuk

̇

dengan ( dan ( . Matriks Jacobian dari dan hasil linearisasi di sekitar titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ pada sistem (2.9.2) adalah

( ̅ dan ( [ ]

dengan dan merupakan matriks yang didefinisikan sebagai berikut ( ̅ ,

( ̅ .

Lebih lanjut entri matriks bernilai non-negatif dan adalah M-matriks non-singular, kemudian matriks dicari inversnya sehingga diperoleh yang merupakan matriks non-negatif. Terakhir, perkalian dari matriks dengan matriks (2.9.1)

(2.9.2)


(2)

akan diperoleh . Bentuk merupakan matriks generasi berikutnya untuk sistem (2.9.2).

Menurut Driessche dan Watmough (2002), radius spektral dari matriks generasi berikutnya merupakan bilangan reproduksi dasar untuk sistem (2.9.2) pada titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ sehingga diperoleh

Selanjutnya, diberikan teorema tentang kestabilan .

Teorema 2.9.1. (Diessche & Watmough, 2002: 33) Diberikan ̅ merupakan titik ekuilibrium bebas penyakit dari sistem persamaan ̇ , maka titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ stabil asimtotik lokal jika dan tidak stabil jika .

Selanjutnya, diberikan lemma sebagai syarat upaya titik ekuilibrium ̅ stabil lokal.

Lemma 2.9.2 (Brauer & Castillo-Chaves, 2011) Diberikan matriks non-negatif dan M-matriks non-singular, bilangan reproduksi dasar

jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks mempunyai bagian real negatif.

Berikut akan diberikan contoh dalam menentukan bilangan reproduksi dasar pada suatu sistem persamaan nonlinear.

Contoh 2.9.3

Berikut diberikan contoh model matematika dari penyebaran penyakit. Populasi terdiri dari empat kelas yaitu Susceptible (S) yaitu kelas yang rentan dengan penyakit, exposed (E) yaitu kelas infeksi tapi tidak menular, infection (I) yaitu kelas yang terinfeksi dan menular, dan remove (R) yaitu kelas yang sembuh


(3)

dari penyakit. Model matematika penyebaran penyakit sebagai berikut ̇

̇ ̇

̇

Pada sistem (2.9.4) akan dicari bilangan reproduksi dasar dengan terlebih dahulu menentukan transfer infeksi baru, yaitu kelas E dan kelas I sehingga didefinisikan matriks merupakan matriks infeksi baru pada populasi. Kemudian didefinisikan matriks perpindahan individu dari kelas yang satu ke kelas yang lain dalam hal ini disimbolkan dengan .

Dari definisi matriks di atas maka dapat disusun matriks dan sebagai berikut

dan

.

Selanjutnya, entri matriks dan dicari turunan parsialnya sehingga diperoleh

dan

.

Lebih lanjut matriks dicari inversnya sehingga diperoleh

Perkalian dari matriks dengan matriks akan diperoleh


(4)

(

Matriks merupakan matriks generasi berikutnya dan mempunyai satu nilai eigen yaitu sehingga bilangan reproduksi dasar dari sistem (2.9.4) adalah


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adetunde, L.A. (2008). On the Control and Eradication Strategies of Mathematical Models of the Tuberculosis in A Community. Journal of Engineering and Applied Science 4. Hlm. 155-158.

Anton, H. (1988). Aljabar Linear Elementer. (Alih bahasa: Pantur Silaban). Jakarta: Erlangga.

Behrman, R.E., Kliegman, R.M., & Arvin, A.M. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. (Alih bahasa : Prof. Dr. Dr. A. Samik Wahab, SpA(k)). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bona, C., MD. (2005). Neotal Immunity. USA: Humana Press.

Brauer, F., & Castillo-Chavez, C. (2011). Mathematical Models in Population Biology and Epidemiology. Text in Applied Mathematics 40. New-York : Springer-Verlag.

Burhan, E. (2010). Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Jurnal Tuberkulosis Indonesia (Volume 7). Hlm. 12-15.

Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (2011). Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Diekmann, O., & Heesterbeek, J.A.P. (2000). Mathemetical Epidemiologi of Infectious Diseases: Model Building, Analysis and Interpretation. Willey. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2012). Profil Kesehatan

Provinsi D.I.Yogyakarta. Yogyakarta: Dinkes Prov. D.I.Y

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Driessche, P. van den, & Watmough, J. (2002). Reproduction Number and Sub-Threshold Endemic Equilibria for Compartmental Models of Disease Transmission. Journal of Mathematical Bio-Sciences. 180. Hlm. 29-48. Fredlina, K.Q., Oka, T.B., & Dwipayana, I Made E. (2012). Model SIR


(6)

Tuberkulosis. e-Jurnal Matematika (Vol. 1 No. 1 Agustus 2012). Hlm. 52 – 58.

Jindal, S.K. (2011). Textbook of Pulmonary and Critical Care Medicine Vol 1 and 2. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Lanotte, P. (2012). New Frontiers of Molecular Epidemiology of Infectious Disease: Molecular Epidemiology of Tuberculosis. USA: Springer Science - Business Media.

Olsder, G.J. & Woude, J.W. van der. (2004). Mathematical System Theory. Netherlands: VVSD.

Perko, L. (2001). Differential Equations and Dynamical System Texts in Applied Mathematics Vol 7. USA: Springer-Verlag.

Prihutami, L. (2009). Analisis Kestabilan Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rosadi, D. (2014). Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada..

Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. WHO. (2014). Global Tuberculosis Report 2014. Geneva: World Health

Organization.

Widowati & Sutimin. (2007). Pemodelan Matematika. Semarang: Fakultas MIPA Universitas Diponegoro.

Wulandari, U.N. (2013). Analisis Model Epidemik MSEIR pada Penyebaran Penyakit Difteri. Skripsi. Jember: Universitas Jember.