Hak Nafkah Anak Luar Kawin dari Ayah Biologisnya dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah deng.

HAK NAFKAH ANAK LUAR KAWIN DARI AYAH BIOLOGISNYA
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN, HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2002 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK

ABSTRAK
Manusia hidup, tumbuh dan berkembang, hingga kemudian
meninggal. Semasa hidupnya, kehidupan manusia diwarnai dengan 3
(tiga) peristiwa penting, yakni kelahiran, perkawinan dan meninggal dunia.
Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan untuk dapat membentuk
suatu keluarga melaui perkawinan. Perkawinan menimbulkan akibat
hukum bagi suami, istri, dan anak-anak apabila perkawinan tersebut
dikaruniai buah hati. Namun, tidak semua anak lahir dari perkawinan yang
sah. Indonesia mengenal istilah anak sah dan anak luar kawin.
Pembagian ini menimbulkan perbedaan hak antara anak sah dan anak
luar kawin. Akibatnya, anak luar kawin seringkali terlantar karena tak
mendapat biaya hidup atau nafkah dari ayah biologisnya. Hal inilah yang
kemudian melahirkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/2010. Oleh karena itu, penelitian ini mengenai kepastian status dan
kedudukan anak luar kawin terhadap ayah biologisnya menurut UndangUndang Perkawinan dan hukum Islam serta menentukan yang menjadi

hak nafkah bagi anak luar kawin dari ayah biologisnya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitif. Adapun teknik pengumpulan
data dilakukan dalan 2 (dua) tahapan yaitu penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan. Metode analisa yang digunakan adalah analisis
yuridis kualitatif dan memperhatikan hukum positif baik tertulis maupun
tidak tertulis yang berkaitan dengan objek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, menurut Undang-Undang Perkawinan,
anak luar kawin memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya,
sehingga ia berhak atas nafkah dari ayah biologisnya dan dapat menuntut
pembayaran atas nafkah tersebut apabila ayah biologis melalaikan
kewajibannya. Sedangkan menurut hukum Islam, terdapat dua pandangan
terhadap anak luar kawin, yakni yang menasabkannya pada ibunya saja
dan yang kedua yang menasabkan pada ibunya namun berpendapat
bahwa anak tersebut dapat mendapat nafkah dari ayah biologisnya
sebagai bentuk pengamalan dari ajaran akhlak.
Kata Kunci : Anak Luar Kawin, Ayah Biologis, Status dan Hubungan
Keperdataan, Nafkah

iv