Realita Hukum.

o

1

---

o

Selaa
-- - enill
-2
.1
4
5
6
18
1':1
20
21

() .lar,


OPL

OM;,r

o AfJr

.

o Kamis

Rabu

7

8

2,1

9


23

OMei

24

Ohn
"

o Jumat
10

11
25

,

12
26


O.lul
-.;.. -

OSi.btu

OAgs

.,,',

13
27

OSep

28
OOkt

"!"""


<

RealitaHukum
ROMLI
ATMASASMITA

S

epanjang penyusunannya dilakukan
oleh manusia, kesempumaan dan nilai
kemanusiaan hukum tetap saja hilang
ketika dipraktikkan. Hal ini sudah tentu di
luar jangkauan persepsi dan pemikiran pembentuk un dang-un dang dan ahli teoretis
hukum yang tak pemah menyelami realita
hukum dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum dalam realita hanya ada dalam
genggaman kekuasaan manusia, sehingga
karakter hukum bisa berubah-ubah, sangat
bergantung pada karakter manusia yang
menggenggam dan menjalankannya. Janganlah meneari eita dan idealisme hukum

di dalam kenyataan, karena langkah seperti
itu akan sia-sia dan berujung kekeeewaan.
Cita hukum dan idealisme hukum yang terdapat dalam textbook, layaknya garis pinggir
di lapangan sepakbola, wasit yang menentukan tertib-tidaknya permainan. Jika hendak menemukan apa dan bagaimana,hukum
dilaksanakan, iemukanlah dalam kehidupan
rumah tahanan (detention), penjara (prisons), dan proses persidangan.
Hukum dalam realita Indonesia kira-kira
coeok dengan kata-kata Hobbes: "manusia
adalah serigala bagi .manusia lainnya, mereka
saling membinasakan". Dalam masyarakat
modem, kata-kata Hobbes ini dipraktikkan
melalui hukum sebagai sarana ootuk meneapai tujuan. Hukum dalam realita sangat jauh
dari eita kepastian hUkumdan keadilan.
Pembangunan hukum bukan hanya melahirkan UU sebanyak-banyaknya, tetapi juga
seharusnya 0..=memasukkan nilai-nilai
kemanu..."'".E;:___
_ ~

tahan dan tidak ditahan sering tidak jelas, dan
terkadang hanya kekuasaan, uang, dan nepotisme yang mampu membatasi atau menghentikan diskresi tersebut. Se,kalipoo seeara'

yuridisi normatif, tahanan dan,hukuman ber~
beda, tetapi dalam realita hukum, keduanya
tidak berbeda. Babkan, dalam lingkungan para tahanan dan penegak hukum dikenal pemea "tahanan merupakan panjar hukuman".
Persoalannya, bagaimana jika tahanan itu kemudian dibebaskan oleh pengadilan
Dari sisi proses stigmati$asi, tidak ada
perbedaan makna antara tahanan dan hukuman, sekalipun seeara YUifidisnormatif
mereka dapat dibedakan. Dampak stigma~isasi sosial sebagai "penjahat" atau "koruptor" telah melekat sejak seseorang ditahan
sampai duduk sebagai terdakwa di sidang
pengadilan dan diputus pengadilan, dan bab.kan setelah bebas dari hukuman. Masyarakat
dan kawan terdekat sekalipun sering melihat seseorang yang ditahan dan dihukum
sebagai berpenyakit kusta, 'tidak ada yang
mau mendekat atau menyapa.
Realita hukum inilah yang mendorongkita
semua bahwa sebaik-baikmeQahandan menghukum seseorangadalah lebih baik meneegah
seseorang melakukan kejahatan. Sebaik filosofi dan perlindungan hukum dalam konsep
dan aturan, maka tidak lebih baik lagijika kita
melihat dim mengamati kenyataan bagaimana
pemegang amanah penegakan hukum sering
memberlakukan.dan mempermainkan hukum
alas dasar kepentingan pribadi, kelompok, dan

kekuasaan. Mereka lupa pada sisi kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Paneasila.
Dalam negara demokrasi, seharusnyaperlakuan terhadap tahanan dan di p'enjaradijadikan
ukuran peradaban suatu bangsa, bukan ukuran
keberhasilan untuk mempertahankan dan
"Ban Berjalan"
Diskresi penyidik sangat luas dan tidak memelihara citra penegakan hukum. Justru
terbatas dalam menjalankan ketentuan pe- beban anggaran negara bertambah dengan
nangkapan dan penahanan. Perpanjangan ma- banyaknya orang yang dijebloskan ke dalam
sa penahanan dalam praktik seperti "ban ber- tahanan dan penjara.
jalan". Seorang tahanan diperlakukan sebagai
PENULIS ADALAH GURUBESAR FH UNPAD
"komoditas"
tanpa
nyawa.
Batasan
antara
di~
~
~~
~

.----

sian yang adil dan beradab, sehingga untuk
itu diperlukan manusia pemegang amanah
penegakan hukum yang berkarakter dan bermoral Paneasila. Pembangunan hukum adalah pembangunan nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan, serta nilai kemanfaatannya bagi kehidupan manusia. Pembangunan
hukum dan penegakannya bukan sekadar
meneapai target memasukkan penjahat sebanyak-banyaknya ke dalam bui, melainkan
harus dipertimbangkan dan dikritisi bagaimana penjahat-penjahat itu diperlakukan
berdasarkan hukum sampai memperoleh putusan pengadilan yang tetap.
Kegagalan kita dalam pembangunan dan
penegakan hukum selama 60-an tahoo merdeka adalah karena'sering melupakan karakter dan moral pemegang amanah penegakan
hukum. Sesungguhnya, makin banyak perkara yang masuk dan diputus pengadilan,
serta makin banyak manusia yang dimasukkan ke bui, itu pertanda bahwa pembangunan hukum dan penegakan huku~ telah
mengalami kegagalan. Sukses dalam pembangunan dan penegakan hukum adalah jika
kejahatan makin menurun dan mereka yang
dibui semakin berkurang. Itu bukti kehidupan masyarakat telah tertib dan aman.
.
Prinsip peradilan eepat, singkat, dan biaya
murah, hanyalah slogan belaka, karena dalam
realita justru sebaliknya. Dan, keadaan ini disebabkan "kekeliruan " pemikir dan pembentuk UU, yang tidak mempertimbangkan bahwa subjek dan sekaligus objek penegakan hukum adalah manusia dengan segala kefitrahannya. Sebaliknya, pembentuk UU telah menetapkan jumlah masa penahanan meneapai

400 hari, sampai pada tingkat kasasi di MA.
'

tI. I . pin

9

('j 'J In .::.sUn

p 0 CI

.L U U 'I