Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alat Peraga Fisika Hukum Kekekalan Energi, Gaya, Percepatan, dan Percepatan pada Bidang Miring T1 612008006 BAB IV
30
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan yang telah dibahas pada Bab III serta mengetahui tingkat keberhasilan setiap spesifikasi yang telah diajukan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian perbagian maupun keseluruhan sistem.
4.1. Pengujian Sensor Akselerometer
Pada bagian ini dilakukan pengujian terhadap sensor akselerometer digital ADXL345 yang digunakan. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian data percepatan gravitasi dan pengujian data kemiringan sudut yang dihasilkan.
4.1.1. Pegujian Data Percepatan Gravitasi
Data kemiringan sudut bisa didapatkan dengan mengolah data data percepatan gravitasi hasil pembacaan sensor akselerometer. Oleh karena itu sebelum mengkonversi data percepatan gravitasi ini, perlu dilakukan pengujian apakah data percepatan gravitasi sesuai dengan data yang diharapkan.
Pengujian dilakukan dengan melihat data percepatan gravitasi pada enam orientasi
yang berbeda. Data percepatan gravitasi ini merupakan data mentah dalam LSB. Dipilih resolusi sensor sebesar 2 g sehingga nilai sensitivitas sensor adalah 230-282 LSB/g. Artinya, jika diberi percepatan gravitasi bumi pada sumbu tertentu, maka nilai data yang diharapkan 230-282 LSB.
Data percepatan gravitasi dalam satuan LSB dapat dikonversi ke dalam satuan g
dengan mengalikan data diatas dengan scale factor typical untuk resolusi 2 g yaitu 0.00390625 g/LSB. Pada pengerjaan tugas akhir ini dipilih sensitifitas 2 g karena dengan sensitifitas 2g hasil pengukuran akan memiliki resolusi yang lebih tinggi pada pergerakan yang lambat sedangkan alat peraga ini tidak bergerak. Selain itu juga akan diuji data kemiringan sudut yang dihasilkan. Tabel 4.1. menunjukkan hasil pengujian percepatan gravitasi dan kemiringan sudut yang dihasilkan:
(2)
31
Tabel 4.1. Data pengujian percepatan gravitasi dan kemiringan sudut sensor akselerometer sebelum dikalibrasi.
Arah Percepatan
gravitasi
Percepatan Gravitasi (LSB) Percepatan Gravitasi (g)
Kemiringan Sudut (derajat)
X Y Z X Y Z ψ
Searah sumbu Z-
1 2 223 0,00 0,01 0,87 0.53
Searah sumbu Z+
-3 -3 -276 -0.01 -0.01 -1,07 -0.65
Searah sumbu Y-
-1 263 -22 0,00 1,03 -0,08 86.99
Searah sumbu Y+
-4 -265 -23 0,01 -1,03 -0,09 -86.77
Searah sumbu X-
262 0 27 1,02 0,00 0,10 0
Searah sumbu X+
-267 1 -27 1.04 0,00 -0,10 0.22
Sementara data percepatan gravitasi ideal (nilai typical) untuk resolusi 2 g
ditunjukkan oleh tabel berikut:
Tabel 4.2. Percepatan gravitasi dan kemiringan sudut ideal sensor akselerometer. Arah Percepatan gravitasi Percepatan Gravitasi (LSB) Percepatan Gravitasi (g) Kemiringan Sudut (derajat)
X Y Z X Y Z θ
ψ Searah
sumbu Z-
0 0 256 0,00 0,00 1,00 0,00°
Searah sumbu Z+
0 0 -256 0,00 0,00 -1,00 0,00°
Searah sumbu Y-
0 256 0 0,00 1,00 0,00 90,00°
Searah sumbu Y+
0 -256 0 0,00 -1,00 0,00 -90,00°
Searah sumbu X-
256 0 0 1,00 0,00 0,00 0,00°
Searah sumbu X+
-256 0 0 -1,00 0,00 0,00 0,00°
Tanda negatif pada percepatan gravitasi di tabel menunjukkan arah percepatan gravitasi yang berlawanan dengan arah percepatan gravitasi bumi.
(3)
32
Dari tabel 4.1. dapat dihitung sensitivitas asli sensor akselerometer ADXL345 untuk masing-masing sumbu x, y, dan z :
Perhitungan Sensitivitas Sumbu X
� = (� ,� �− � ,���)
� = − −
� = 264.5
Perhitungan Sensitivitas Sumbu Y
� = (� ,� �− � ,���)
� = ( − − )
�= 264
Perhitungan Sensitivitas Sumbu Z
� = (� ,� �− � ,���)
� = ( − − )
� = 249.5
Setelah itu dilakukan perhitungan untuk memeriksa apakah terdapat offset pada pembacaan data percepatan gravitasi akselerometer digital. Berikut adalah perhitungannya:
Perhitungan Offset Sumbu X
���= � ,� � − �
���= − ,
���= -2.5
Perhitungan Offset Sumbu Y
���= � ,� � − �
��� = −
���= -1
Perhitungan Offset Sumbu Z
���= � ,� � − � �= − �.
(4)
33
Dari pengujian ditemukan bahwa nilai data percepatan gravitasi yang dihasilkan oleh akselerometer digital memiliki sensitivitas yang berbeda untuk setiap sumbunya dan memiliki offset. Akibatnya data kemiringan sudut yang dihasilkan juga tidak akurat.
Maka dari itu dirasa perlu untuk melakukan kalibrasi sehingga data percepatan gravitasi yang dihasilkan nilainya mendekati data ideal sensor akselerometer digital.
Data dalam satuan LSB bisa didapatkan dengan mengalikan nilai typical percepatan gravitasi yaitu 256 LSB/g, dengan nilai percepatan gravitasi dalam satuan g yang sudah dikalibrasi. Tabel 4.3. menujukkan pengujian data hasil kalibrasi:
Tabel 4.3. Data pengujian percepatan gravitasi dan kemiringan sudut sensor akslerometer setelah dikalibrasi.
Arah Percepatan gravitasi Percepatan Gravitasi (LSB) Percepatan Gravitasi (g) Kemiringan Sudut (derajat)
X Y Z X Y Z ψ
Searah sumbu Z-
1.45 0 256 0,009 -0,002 1,000 0
Searah sumbu Z+
-1.45 0 -256 -0,001 0,005 -1,000 0
Searah sumbu Y-
1.45 256,00 -1.54 0,002 1,000 -0,001 89.80 Searah
sumbu Y+
-0.48 -256,00 1.54 -0,017 -1,003 0,005 -89.91 Searah
sumbu X-
256 -0.97 2.57 1,000 -0,005 0,021 -0.22
Searah sumbu X+
-256 0.97 -2.57 -1,000 0,005 -0,005 0.22 Dapat dilihat bahwa data percepatan gravitasi setelah dilakukan kalibrasi lebih mendekati data percepatan gravitasi ideal dari akselerometer.
4.1.2. Pengujian Data Kemiringan Sudut ψ Akselerometer
Selanjutnya dilakukan pengujian pembacaan data kemiringan sudut yang dihasilkan dari kalkulasi data percepatan gravitasi. Pengujian ini dilakukan untuk melihat keakuratan data kemiringan sudut yang dihasilkan dari pengolahan data percepatan gravitasi yang dihasilkan akselerometer digital.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan data kemiringan sudut ψ akselerometer dengan data kemiringan sudut alat pembanding. Alat pembanding yang digunakan adalah busur penggaris dan waterpass Digital.
(5)
34
Pengujian dilakukan baik untuk data kemiringan sudut kemiringan ψ yang dihasilkan akselerometer digital. Tabel 4.4. dan tabel 4.5. menunjukkan data hasil pengujian.
Tabel 4.4. Perbandingan data kemiringan sudut ψ antara busur penggaris, waterpass digital dengan data kemiringan sudut akselerometer digital.
Waterpass digital Busur Penggaris Akselerometer digital
90,0° 90.0° 89.4°
80,5° 80,0° 79.7°
70,0° 70,0° 69.7°
60,4° 60,0° 59.5°
50,1° 50,0° 49.7°
40,0° 40.0° 39.8°
30,6° 30,0° 30.1°
20,3° 20,0° 20.8°
10,0° 10,0° 10°
0,0° 0.0° 0°
Dari tabel dapat dilihat data sudut ψ hasil pengolahan data dari keluaran akselerometer sudah cukup akurat, dengan ralat untuk sudut ψ antara 0,1° sampai 0,9° jika dibandingkan dengan data kemiringan sudut waterpass digital.
Pengujian dilakukan dengan mengirimkan data kemiringan sudut sensor akslerometer digital secara serial ke komputer.
4.2. Pengujian Sensor Jarak HY-SRF05
Pada bagian ini dilakukan pengujian terhadap sensor jarak HY-SRF05. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian pengukuran jarak yang dihasilkan. Dari hasil perbandingan terlihat bahwa hasil pengukuran jarak menggunakan sensor HY-SRF05 cukup presisi mulai dari jarak 3cm dan baru terjadi kemelesetan sebesar 1cm pada jarak 140 cm , sedangkan panjang sisi miring alat peraga adalah 140 cm, sehingga sensor ini dapat digunakan sebagai sensor pengukur jarak pada alat peraga ini.
(6)
35
Tabel 4.5. Perbandingan pengukuran jarak
Penggaris (cm)
HY-SRF05 (cm)
0 0
1 0
2 0
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
… …
135 135
136 136
137 137
138 138
139 139
140 141
141 142
142 143
143 144
4.3. Pengujian Data Program User Interface
Pengujian aplikasi desktop / user interface dilakukukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan aplikasi tersebut. Fungsi utama dari aplikasi ini adalah untuk membantu pengguna dalam mengamati dan melakukan pencatatan hasil peragaan berupa besaran-besaran fisika yaitu kecepatan, percepatan, energi mekanik, energi potensial, dan energi kinetik.
Aplikasi desktop ini haruslah terhubung dengan alat peraga melalui komunikasi serial.
Selain melakukan komunikasi dengan alat peraga, program desktop juga akan melakukan semua proses perhitungan matematis untuk mendapatkan data besaran-besaran fisika yang ingin diamati berdasarkan data sensor.
Data kecepatan sesaat diperoleh dengan cara membagi selisih jarak tiap pencuplikan dengan waktu cuplik yang sudah ditentukan sesuai dengan persamaan 2.4.,
(7)
36
begitu pula untuk data percepatan sesaat dapat kita hitung secara matematis sesuai persamaan 2.6.
Untuk mendapatkan kecepatan rata-rata dan percepatan rata-rata. Kita tinggal menghitung rata-rata dari seluruh data kecepatan sesaat dan percepatan sesaat.
Berikut adalah hasil pengambilan data menggunakan program desktop:
(a)
(b)
Gambar 4.1. Pengambilan data berdasarkan perbedaan besar massa (a) Massa 200 gram ; (b) Massa 500 gram.
(8)
37
Pada pengambilan data di atas nampak bahwa kecepatan memiliki grafik kenaikan yang cukup linear, sedangkan grafik percepatan yang seharusnya memiliki besar percepatan yang selalu sama dikarenakan tidak ada gaya dari luar memiliki bentuk grafik yang agak naik turun namun tidak terlalu besar ralatnya. Pada titik tertentu nampak bahwa adanya lonjakan yang cukup besar pada percepatan, hal ini dikarenakan gesekan antara beban dan permukaan bidang miring pada bagian tertentu yang tidak merata.
Selain itu juga terdapat koefisien gaya gesek kinetis di mana dapat kita hitung pula secara matematis dengan berdasarkan pada hukum Newton II (persamaan 2.9) di mana,
F = ma wsinθ - Fg = ma
wsinθ - Nµk = ma
�sinθ–µk mgcosθ = ma Sehingga bisa kita dapatkan,
µ
� =
��� �− ��� �� (4.1)
(9)
38 (b)
(c)
Gambar 4.2. Pengambilan data berdasarkan perbedaan jenis permukaan alas (a) Alas berupa akrilik ; (b) Alas berupa triplek ; (c) Alas berupa kertas HVS
(10)
39
Dari percobaan di atas bisa kita lihat pada gambar 4.2 bahwa dengan menggunakan beban yang sama yaitu 500 gram dan dengan sudut yang sama yaitu 42o, dengan menggunakan jenis permukaan alas beban yang bervariasi yaitu pada gambar A digunakan jenis bahan akrilik, pada gambar B digunakan jenis bahan triplek, dan pada gambar C digunakan jenis bahan kertas HVS. Dapat kita lihat bahwa koefisien gesek kinetik yang didapatkan pun berbeda-beda, di mana pada percobaan ini dapat kita amati bahwa kertas HVS lah yang memiliki koefisien gesek kinetik yang paling besar.
Kita juga dapat mengamati besar perubahan energi potensial dan energi kinetik pada program desktop dengan cara mengganti pemilihan menu tampilan pada dropbox
besaran fisika yang ingin diamati.
Digambarkan secara ideal bahwa energi mekanik pada saat beban belum diluncurkan akan sama dengan energi mekanik pada saat benda tepat menyentuh dasar bidang miring dapat kita kita lihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Permodelan Hukum Kekekalan Energi Pada Bidang Miring
Namun pada kenyataanya energi mekanik saat benda berada di puncak bidang miring sebelum diluncurkan dan energi mekanik saat benda berada pada dasar bidang miring tidak akan sama, hal tersebut dikarenakan adanya energi yang hilang karena adanya gaya gesek antara benda yang diluncurkan dengan permukaan bidang miring.
Berdasarkan persamaan 2.15, di mana
(11)
40
EPA + EKA = EPB + EKB
Karena adanya energi yang hilang oleh adanya gaya gesek maka,
EPA + EKA + EfA= EPB + EKB + EfB
Di mana, EfA = Energi yang hilang di titik A karena gesekan
EfB = Energi yang hilang di titik B karena gesekan
Besarnya energi yang hilang karena gesekan dapat kita hitung secara matematis dengan menggunakan persamaan berikut :
Ef = Fg.∆x (4.2)
Di mana, Ef : Energi yang hilang karena gaya gesek Fg : Gaya Gesek
∆x : Selisih perpindahan beban
Berikut adalah hasil pengambilan data energi pada program desktop
Gambar 4.4. Pengambilan Data Energi
Pada grafik sebelah kiri terlihat bahwa energi potensial semakin menurun sedangkan energi kinetiknya semakin meningkat seiring dengan meluncurnya beban dari puncak bidang miring hingga dasar.
Pada grafik sebelah kanan nampak pula energi yang hilang dan penurunan total dari EP ditambah EK dikarenakan adanya gesekan antara beban dengan permukaan bidang miring. Di situ juga dapat dilihat bahwa besarnya energi mekanik (EM = EP + EK + Ef)
(12)
41
mendekati garis lurus yang konstan. Hal ini membuktikan bahwa hukum kekekalan energi mekanik berlaku pada gerak translasi berubah beraturan pada bidang miring.
(1)
36
begitu pula untuk data percepatan sesaat dapat kita hitung secara matematis sesuai persamaan 2.6.
Untuk mendapatkan kecepatan rata-rata dan percepatan rata-rata. Kita tinggal menghitung rata-rata dari seluruh data kecepatan sesaat dan percepatan sesaat.
Berikut adalah hasil pengambilan data menggunakan program desktop:
(a)
(b)
Gambar 4.1. Pengambilan data berdasarkan perbedaan besar massa (a) Massa 200 gram ; (b) Massa 500 gram.
(2)
37
Pada pengambilan data di atas nampak bahwa kecepatan memiliki grafik kenaikan yang cukup linear, sedangkan grafik percepatan yang seharusnya memiliki besar percepatan yang selalu sama dikarenakan tidak ada gaya dari luar memiliki bentuk grafik yang agak naik turun namun tidak terlalu besar ralatnya. Pada titik tertentu nampak bahwa adanya lonjakan yang cukup besar pada percepatan, hal ini dikarenakan gesekan antara beban dan permukaan bidang miring pada bagian tertentu yang tidak merata.
Selain itu juga terdapat koefisien gaya gesek kinetis di mana dapat kita hitung pula secara matematis dengan berdasarkan pada hukum Newton II (persamaan 2.9) di mana,
F = ma wsinθ - Fg = ma
wsinθ - Nµk = ma
�sinθ–µkmgcosθ = ma Sehingga bisa kita dapatkan,
µ
� =
��� �− ��� �� (4.1)
(3)
38 (b)
(c)
Gambar 4.2. Pengambilan data berdasarkan perbedaan jenis permukaan alas (a) Alas berupa akrilik ; (b) Alas berupa triplek ; (c) Alas berupa kertas HVS
(4)
39
Dari percobaan di atas bisa kita lihat pada gambar 4.2 bahwa dengan menggunakan beban yang sama yaitu 500 gram dan dengan sudut yang sama yaitu 42o, dengan menggunakan jenis permukaan alas beban yang bervariasi yaitu pada gambar A digunakan jenis bahan akrilik, pada gambar B digunakan jenis bahan triplek, dan pada gambar C digunakan jenis bahan kertas HVS. Dapat kita lihat bahwa koefisien gesek kinetik yang didapatkan pun berbeda-beda, di mana pada percobaan ini dapat kita amati bahwa kertas HVS lah yang memiliki koefisien gesek kinetik yang paling besar.
Kita juga dapat mengamati besar perubahan energi potensial dan energi kinetik pada program desktop dengan cara mengganti pemilihan menu tampilan pada dropbox besaran fisika yang ingin diamati.
Digambarkan secara ideal bahwa energi mekanik pada saat beban belum diluncurkan akan sama dengan energi mekanik pada saat benda tepat menyentuh dasar bidang miring dapat kita kita lihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Permodelan Hukum Kekekalan Energi Pada Bidang Miring
Namun pada kenyataanya energi mekanik saat benda berada di puncak bidang miring sebelum diluncurkan dan energi mekanik saat benda berada pada dasar bidang miring tidak akan sama, hal tersebut dikarenakan adanya energi yang hilang karena adanya gaya gesek antara benda yang diluncurkan dengan permukaan bidang miring.
Berdasarkan persamaan 2.15, di mana EMA = EMB
(5)
40
EPA + EKA = EPB + EKB
Karena adanya energi yang hilang oleh adanya gaya gesek maka, EPA + EKA + EfA= EPB + EKB + EfB
Di mana, EfA = Energi yang hilang di titik A karena gesekan EfB = Energi yang hilang di titik B karena gesekan
Besarnya energi yang hilang karena gesekan dapat kita hitung secara matematis dengan menggunakan persamaan berikut :
Ef = Fg.∆x (4.2)
Di mana, Ef : Energi yang hilang karena gaya gesek Fg : Gaya Gesek
∆x : Selisih perpindahan beban
Berikut adalah hasil pengambilan data energi pada program desktop
Gambar 4.4. Pengambilan Data Energi
Pada grafik sebelah kiri terlihat bahwa energi potensial semakin menurun sedangkan energi kinetiknya semakin meningkat seiring dengan meluncurnya beban dari puncak bidang miring hingga dasar.
Pada grafik sebelah kanan nampak pula energi yang hilang dan penurunan total dari EP ditambah EK dikarenakan adanya gesekan antara beban dengan permukaan bidang miring. Di situ juga dapat dilihat bahwa besarnya energi mekanik (EM = EP + EK + Ef)
(6)
41
mendekati garis lurus yang konstan. Hal ini membuktikan bahwa hukum kekekalan energi mekanik berlaku pada gerak translasi berubah beraturan pada bidang miring.