PROFIL PERILAKU AGRESIF REMAJA: studi deskriptif terhadap siswa kelas X SMA laboratorium (percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi

Sebagian dari Syarat Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

InditaWanapuspa 1005641

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

oleh Indita Wanapuspa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

© Indita Wanapuspa 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, di fotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya fenomena perilaku agresif yang muncul pada siswa yang berada pada masa remaja, khususnya siswa sekolah menengah atas (SMA). Perilaku agresif merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu sebagai respon atas situasi yang tidak menyenangkan dengan menyerang orang lain secara fisik dan atau verbal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil perilaku agresif pada siswa SMA Laboratorium (Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 yang dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan program latihan asertif yang dirancang untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Temuan penelitian menunjukkan: (1) Perilaku agresif siswa secara umum berada pada kategori sedang, dengan kecenderungan perilaku agresif yang tinggi pada aspek agresi verbal-pasif-langsung; (2) Gambaran perilaku agresif siswa merupakan landasan dalam perancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa yang diuji kelayakannya oleh dosen pakar dan praktisi. Latihan asertif digunakan sebagai rekomendasi dalam penelitian ini, latihan asertif memiliki prosedur yaitu identifikasi perilaku target, menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku, memerankan situasi, pengulangan, dan memindahkan pada situasi nyata. Guru Bimbingan dan Konseling (BK) serta peneliti selanjutnya dapat menggunakan program latihan asertif yang telah disusun untuk mereduksi perilaku agresif siswa SMA.


(5)

This research is prompted by the phenomenon of aggressive behavior in adolescents, especially in high school students. Aggressive behavior’s definition is individual’s tendency of activity as a response of inappropriate situation by attacking others physically and or verbally. This research’s purposes to know aggressive behavior’s profile of X Grade Students of SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Academic Year 2014/2015 as a basis for

the assertive training program to decrease students’ aggressive behavior. This research

used quantitative approach with descriptive methods. The results of the study are: (1)

generally, students’ aggressive behavior are in medium category, aggressive behavior is highly appear in verbal-passive-direct aggression; (2) students’ aggressive behavior profile as foundation of assertive training program in order to decrease students’ aggressive behavior. The program has been approved by experts and practitioner. Assertive training has five prosedures, which are identification target behavior, setting priorities for situations and behaviors, roleplaying the intances, reenactment, and transfer to real life situations. Counselor and further researchers can apply the assertive training program to decrease aggressive behavior in high school students.


(6)

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3. Rumusan Masalah Penelitian ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

1.6. Struktur Organisasi Penelitian ... 9

BAB II PERILAKU AGRESIF DAN PROGRAM LATIHAN ASERTIF 2.1. Kajian Pustaka ... 10

2.1.1. Karakteristik Remaja dalam Kecenderungan Berperilaku Agresif ... 10

2.1.2. Konsep Dasar Perilaku Agresif ... 13

1) Definisi Perilaku Agresif ... 13

2) Faktor Penyebab Perilaku Agresif... 14

3) Indikator Perilaku Agresif ... 17

4) Dampak Perilaku Agresif ... 20

5) Pengukuran Perilaku Agresif ... 21

2.1.3. Konsep Dasar Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Menangani Perilaku Agresif ... 24

1) Definisi Bimbingan dan Konseling ... 24

2) Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling ... 25

3) Peran Bimbingan dan Konseling dalam Penanganan Perilaku Agresif ... 26

4) Latihan Asertif sebagai Upaya Bimbingan dan Konseling untuk Mereduksi Perilaku Agresif ... 26

5) Strategi Kelompok dalam Latihan Asertif ... 27

2.1.4. Konsep Dasar Latihan Asertif ... 28

1) Definisi Latihan Asertif ... 28

2) Tujuan Latihan Asertif ... 29 3) Kompetensi yang Dibutuhkan Konselor untuk


(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian ... 34

3.2. Partisipan Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

3.4. Definisi Operasional Variabel ... 35

3.4.1. Latihan Asertif ... 35

3.4.2. Perilaku Agresif ... 36

3.5. Instrumen Penelitian ... 42

3.5.1. Jenis Instrumen ... 42

3.5.2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 42

3.5.3. Skoring dan Pengelompokkan Data ... 43

3.5.4. Uji Validitas ... 48

1) Penimbangan Instrumen ... 48

2) Uji Keterbacaan ... 48

3) Uji Validitas Butir Item ... 49

4) Uji Reliabilitas ... 50

3.6. Prosedur Penelitian ... 52

3.7. Analisis Data ... 53

3.8. Pengolahan Data untuk Pengembangan Rancangan Program ... 53

3.9. Perumusan Rancangan Program ... 54

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Temuan Penelitian 4.1.1. Gambaran Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 55

1) Gambaran Umum Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 55

2) Gambaran Setiap Aspek Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 56

3) Gambaran Setiap Indikator Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 58


(8)

Perilaku Agresif ... 69

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 95

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan ... 96

5.2. Rekomendasi ... 97

5.2.1. Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... 97

5.2.2. Peneliti Selanjutnya ... 97 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

Tabel3.3 Rumusan Kategori Skala ... 46

Tabel 3.4 Rumusan Kategori Perilaku Agresif ... 47

Tabel 3.5 Interpretasi Kategori Perilaku Agresif ... 47

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Item Soal Instrumen Perilaku Agresif ... 50

Tabel 3.7 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 51

Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 51

Tabel 4.1 Gambaran Kategori Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015 ... 55

Tabel 4.2 Ranking Agresi setiap Aspek ... 58

Tabel 4.3 Gambaran Perilaku Agresif Setiap Indikator ... 58

Tabel 1 Deskripsi Kebutuhan ... 80

Tabel 2 Tahapan Pra-Pelaksanaan Program Latihan Asertif ... 85

Tabel 3 Rencana Operasional Konseling Kelompok Latihan Asertif ... 86

Tabel 4 Rencana Operasional Bimbingan Kelompok Latihan Asertif... 88

Tabel 5 Indikator Keberhasilan Konseling Kelompok ... 92


(10)

(11)

2. Surat Ijin Penelitian

3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 4. Lembar Bimbingan Skripsi

LAMPIRAN B Instrumen Penelitian

1. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif(sebelum validasi) 2. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif (setelah validasi) 3. ButirSoaldanLembarJawabanAngketPerilakuAgresif LAMPIRAN C Pengolahan Data

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

2. Penghitungan Gambaran Umum Perilaku Agresif 3. Penghitungan Gambaran Setiap Aspek Perilaku Agresif 4. Penghitungan Gambaran Setiap Indikator Perilaku Agresif LAMPIRAN D Program Latihan Asertif

1. Hasil validasi program

2. Rancangan Pelaksanaan Layanan (RPL) Bimbingan Kelompok 3. Rancangan Pelaksanaan Layanan (RPL) Konseling Kelompok LAMPIRAN E DOKUMENTASI


(12)

BAB I PENDAHULUAN

Bab satu merupakan pendahuluan dalam pelaporan penelitian yang menjelaskan latar belakang penelitian, fokus yang ditelaah dalam penelitian ini adalah masalah siswa yang terkait dengan perilaku agresi yang berusaha direduksi melalui latihan asertif. Kemudian dijelaskan pula mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan bertujuan untuk memenuhi kodrat manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Upaya yang dilakukan di institusi pendidikan secara khusus dilakukan agar siswa dapat menampilkan sikap yang mencerminkan pribadi yang baik dari segi akademis maupun non-akademis. Dewasa ini perhatian terhadap perkembangan aspek non-akademis siswa khususnya karakter lebih dikedepankan karena cerdas secara akademis jika tidak disertai dengan kebaikan karakter yang dimiliki tidak akan menciptakan generasi penerus bangsa yang akan membangun negeri menuju kemajuan, melainkan sekolah hanya melahirkan orang-orang yang cerdas yang kelak mengimplementasikan kecemerlangannya dalam hal yang tidak baik.

Salah satu perilaku yang tidak mencerminkan karakter yang baik adalah perilaku agresif. Perilaku agresif kerap ditemui pada siswa di lingkungan sekolah, akibat yang ditimbulkan dari perilaku agresif adalah terganggunya keamanan dan kenyamanan dari orang lain, membuat keresahan dan masalah bagi diri sendiri dan orang lain, Maslow menyatakan bahwa, „whether aggression is present in the school or elsewhere, it violates one of the basic needs of children (and adults)— the need for safety‟ (Schecthman, 2009). Maksudnya adalah agresi yang terjadi di sekolah atau dimanapun, hal tersebut mengganggu kebutuhan dasar dari anak (dan dewasa) yaitu kebutuhan akan rasa aman. Perilaku agresif adalah perilaku yang memiliki tujuan untuk merugikan pihak lain baik kerugian secara fisik maupun verbal, seperti yang dinyatakan oleh Myers (2012: 69) bahwa agresi (aggression) adalah perilaku individu yang ditampilkan baik dalam bentuk fisik maupun verbal


(13)

yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Faktor penyebab perilaku agresif adalah berasal dari faktor internal dan eksternal, dimana sifat bawaan yang dimiliki oleh individu itu sendiri serta pengaruh lingkungan terhadap dirinya sangat berperan penting dalam kemunculan perilaku agresif, McDonald dan Brown (1997) mengemukakan terdapat faktor dari perilaku agresif adalah faktor individual (psikososial dan biologis) dan sosial (makrososial dan mikrososial).

Fenomena perilaku agresif siswa yang terjadi di Indonesia cukup menyita perhatian masyarakat. Salah satu bentuk perilaku agresif siswa yang marak dikabarkan di media massa adalah tawuran, kekerasan fisik pada teman sebaya, serta bullying. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat sepanjang tahun 2012 terjadi 147 kasus tawuran, dari 147 kasus tersebut, sudah memakan korban jiwa sebanyak 82 anak. Kasus tersebut telah meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 128 kasus (Kuwado, 2012). Kasus tawuran yang terjadi di tahun 2012 di Bandung adalah kasus antara SMAN 20 dengan SMKN 2 Bandung yang terjadi pada 7 Desember 2012, tidak ada korban yang terjatuh dari peristiwa tersebut namun polisi tetap melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak (Dwiputra, 2012). Maraknya kasus tawuran di Indonesia menimbulkan kekhawatiran banyak pihak terutama polisi sebagai aparat keamanan, terbukti dengan Polda Jabar yang membuat program pengadaan polisi sekolah sebanyak 10-15 siswa pada masing-masing sekolah untuk bersinergi menjaga keamanan dan ketertiban sekolahnya serta menghindari tawuran (Kuswandi, 2012). Tidak hanya tawuran, bentuk kekerasan yang terjadi secara internal di dalam sekolah pun masih banyak terjadi, terbukti dengan hasil survei yang dilakukan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (Kurniawan, 2011) terhadap siswa SMU dan SMK di empat kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur menemukan tingginya tingkat kasus kekerasan di sekolah. Dari survei ini juga diketahui relatif tingginya perasaan tidak puas siswa terhadap situasi kehidupan mereka di sekolah. Di luar itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang ditemukan kurang lebih sepertiga dari responden. Hasil dari survey yang dilakukan oleh tim peneliti Fakultas Psikologi UGM menghasilkan suatu


(14)

prognosis yang mencakup empat aspek dalam pembentukan sekolah sejahtera (Kurniawan, 2011), yakni pengembangan kondisi sekolah, pengembangan hubungan sosial di sekolah, pengembangan aktualisasi diri, dan pengembangan status kesehatan meliputi kesehatan mental, kesehatan spiritual dan kesehatan fisik.

Fenomena lain yang terkait dengan kecenderungan perilaku agresif di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI diketahui berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rien Dwi Puswati (2010) terkait kontrol diri pada siswa kelas XI di SMA Laboratorium Percontohan UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung tahun ajaran 2010/2011 menunjukkan sebanyak 56.51% siswa tidak dapat mengontrol perilaku atau self-control yang dimiliki siswa masih rendah (Dwi, 2010). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan A. Eka Septilla (2010) terkait penyesuaian diri pada siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2010/2011, menunjukkan bahwa sebanyak 43% siswa memiliki penyesuaian diri yang buruk, sedangkan salah satu indikator penyesuaian diri yang normal adalah terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan dan tidak mampu mengontrol diri (Septilla, 2010).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI menunjukkan terdapatnya gejala perilaku agresif. Observasi yang dilakukan oleh peneliti yang dikhususkan pada kelas X ditujukan untuk melihat gejala yang muncul dari perilaku yang ditunjukkan oleh siswa. Siswa menunjukkan sikap kurang hormat dan berbicara yang kurang pantas, sikap tersebut ditunjukkan terutama kepada teman, guru yang masih baru dan praktikan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Tidak jarang pertengkaran terjadi antar siswa yang terjadi secara terang-terangan di depan siswa lainnya. Penelitijuga melakukan wawancara dengan guru BK terkait gejala perilaku yang terjadi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI, hasil wawancara adalah siswa di sekolah tersebut dinilai rendah dalam etika berperilaku. Hasil analisis ITP (Inventori Tugas Perkembangan) yang dilaksanakan oleh guru BK, menunjukkan bahwa pada setiap kelas memiliki kecenderungan yang hampir sama, yaitu rendah dalam landasan perilaku etis dan mengarah pada tindakan agresi. Atas hasil


(15)

observasi, peneliti mengambil populasi dan sampel penelitian pada siswa kelas X selain karena terdapat gejala agresi, siswa kelas X termasuk dalam masa remaja awal, Hurlock (dalam Sobur, 2003) menyatakan keseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terjadi dalam masa ini.

Melihat dari fenomena tingginya kasus kekerasan dan perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan oleh pelajar, menjadi sebuah tanggung jawab yang lebih untuk para pendidik serta orang tua secara bersama-sama membentuk karakter penerus bangsa menjadi manusia-manusia berilmu dan berbudi pekerti luhur.

Terkait dengan upaya mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan, bimbingan dan konseling hadir sebagai layanan yang berorientasi pada perkembangan peserta didik (individu) yang optimal dan memandirikan yang sejalan dengan tujuan pendidikan. Definisi bimbingan menurut Shertzer dan Stone (Yusuf, 2009: 38) adalah “Process of helping an individual to understand himself and his world”, maksudnya adalah proses pemberian bantuan kepada siswa agar

mampu memahami diri dan lingkungannya. Senada dengan itu, Kartadinata (Yusuf, 2009: 38) menyatakan bahwa, “proses membantu siswa untuk mencapai perkembangan secara optimal”. Definisi dari konseling menurut Robinson (Yusuf, 2009: 43) adalah “semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.”.Menurut ASCA (American School

Counselor Association) mengemukakan definisi konseling adalah, “hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.

(dalam Depdiknas, 2008). Disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling adalah suatu proses interaksi yang terdiri dari konselor dan konseli, dimana konselor membantu konseli agar dapat memahami diri sendiri dan lingkungan serta dapat menyelesaikan masalah di dalam kehidupan secara mandiri dan bertanggung jawab. Melihat dari definisi layanannya, bimbingan dan konseling menjadi hal yang dibutuhkan sebagai salah satu fasilitator di sekolah untuk membantu dalam pencapaian tujuan pendidikan.


(16)

Urgensi layanan bimbingan dan konseling pada masa remaja, dikarenakan masa ini merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) dimana seringkali terjadi konflik yang seringkali menjadi tekanan (stress) dan guncangan pada masa ini dan menjadi tekanan bagi diri remaja, sebagaimana disampaikan oleh Santrock (2011: 352), “In 1904, G. Stanley Hall proposed the “storm-and-stress” view that adolescence is a turbulent time charged with conflict and mood swings”. Artinya

adalah pada tahun 1904, G. Stanley Hall mengusulkan "badai dan stres" merupakan pandangan bahwa masa remaja adalah masa bergolak dibebankan dengan konflik dan perubahan suasana hati. Maksudnya adalah masa remaja penuh dengan konflik serta perubahan suasana hati, oleh karena itu disebut masa “badai dan stres”. Pada masa “storm and stress” ini bimbingan yang diberikan

adalah ditujukan untuk mempersiapkan remaja agar memiliki keterampilan dan kemandirian untuk bisa menghadapi dan mengatasi masalah yang terjadi dalam dinamika kehidupannya pada masa yang penuh tekanan.

Salah satu upaya dalam menangani perilaku agresif adalah latihan asertif. Michel (2008, hlm. 6) menyatakan bahwa asertif adalah, “A way of communicating our feelings, thoughts, and beliefs in an open, honestmanner without violating the rights of others.”, maksudnya adalah asertif merupakan cara

mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kepercayaan kita dengan terbuka, tindakan jujur tanpa menyakiti hak orang lain. Hal tersebut menunjukkan kontras antara perilaku asertif dan agresif. Penelitian terdahulu yang mengungkapkan efektivitas latihan asertif dalam menangani perilaku agresif salah satunya adalah penelitian Zaker dan Sepanlou (2013) dengan judul “Effect of anger control and assertiveness skills training on reducing aggression of high school first grade girl students toward their mothers”, memiliki hasil yang menunjukkan bahwa kontrol

kemarahan dan keterampilan asertif efektif dalam mengurangi perilaku agresif siswi SMA yang dilakukan terhadap ibunya. Diharapkan, layanan bimbingan dan konseling dengan menggunakan teknik latihan asertif mampu mengurangi perilaku agresif siswa. Oleh karena itu, berdasarkan gejala yang terjadi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI dan kajian teori yang mengarah pada penggunaan teknik latihan asertif dalam menangani perilaku agresif siswa, maka


(17)

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sebagai berikut, “Profil Perilaku Agresif Remaja Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015”.

1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Perilaku agresif adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial dan menentang tugas perkembangan manusia yaitu pada tahap remaja dimana individu berperilaku sesuai dengan tanggung jawab sosial. Perilaku tersebut mengganggu kenyamanan lingkungan karena dalam pengertian „agresi‟ sendiri adalah „menyerang‟ yang tentunya membawa dampak yang tidak baik bagi diri sendiri dan orang lain. Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur penyerangan dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan dari rasa kecewa, dengan kata lain bahwa tindakan tersebut adalah wujud dari respon atas perasaan tidak nyaman atau menyenangkan yang ditampilkan dengan cara menyerang pihak lain yang dianggap mengancam atau merugikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung (ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.Perilaku agresif dalam penelitian ini adalah sebagai variabel terikat.Moffit(dalam Sahrani, 2003) menyatakan “perilaku agresi, perilaku antisosial, terutama kejahatan dan kekerasan yang serius meningkat pada usia remaja”.Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur penyerangan dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan dari rasa kecewa.Agresif adalah perilaku yang bersifat agresi.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung (ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.

Batasan dalam penelitian ini adalah gambaran perilaku agresif siswa sebagai landasan dalam penyusunan program latihan asertif. Latihan asertif atau

assertive training merupakan prosedur yang melatih individu agar dapat bersikap

asertif, pentingnya bersifat asertif dalam penanganan perilaku agresif adalah untuk menghindari respon individu dengan melakukan tindakan agresi yang berujung


(18)

pada dampak yang tidak baik seperti dijauhi orang lain karena mengancam keamanan dan kenyamanan orang lain dan bahkan membahayakan keamanan diri sendiri. Rees & Graham (2006:1) menyatakan bahwa, “To be assertive is to be able to express yourself clearly, directly and appropriately, to value what you think and feel, to have esteem and respect for yourself; to recognize your own strengths and limitations”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bersikap

asertif adalah untuk dapat mengekspresikan diri dengan jelas, secara langsung dan tepat, nilai apa yang diri sendiri pikirkan dan rasakan, memiliki harga diri dan menghormati diri sendiri, untuk mengenali kekuatan dan keterbatasan diri. Latihan asertif dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel bebas.

Uraian di atas menunjukkan bahwa menjadi asertif adalah bagaimana individu mengutarakan serta mengekspresikan perasaan serta kebutuhannya dengan tepat, sangat bertolak belakang dengan agresif yang mengekspresikan perasaan serta kebutuhannya dengan cara yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Merujuk pada pendapat ahli mengenai teori pendekatan perilaku yang efektif dalam menangani perilaku agresif yang salah satu di dalamnya adalah penggunaan latihan asertif. Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas X di SMA Laboratorium UPI tahun ajaran 2014/2015.

1.3.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya, maka dirumuskan beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut.

1. Seperti apa profil perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI tahun ajaran 2014/2015?

2. Seperti apa bentuk rancangan penanganan latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI tahun ajaran 2014/2015?


(19)

1.4.Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015 serta implikasinya terhadap program latihan asertif.

Berdasarkan tujuan umum penelitian, maka dirumuskan tujuan-tujuan khusus sebagai berikut ini.

1. Mengidentifikasi perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015.

2. Merancang program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015.

1.5.Manfaat

Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh melalui pelaksanaan penelitian yang dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang diperoleh adalah penelitian diharapkan dapat memperluas wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam kajian keilmuan mengenai latihan asertif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas X.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh adalah melalui pelaksanaan penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan dan keterampilanbagi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah khususnya di SMA dalam merancang dan mengaplikasikan program latihan asertif.


(20)

1.6.Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi terbagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari Bab I (Pendahuluan) yang berisi latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II (Konsep Latihan Asertif dalam Mereduksi Perilaku Agresif) berisi mengenai konsep teoretis mengenai kecernderungan remaja berperilaku agresif, perilaku agresif, peran bimbingan dan konseling dalam menangani perilaku agresi, serta latihan asertif dalam penanganan perilaku agresif. Bab III (Metodologi Penelitian) berisi desain penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, analisis data, dan prosedur penelitian. Bab IV (Hasil Penelitian dan Pembahasan) berisi mengenai hasil olah data yang dilakukan peneliti guna mengungkap profil perilaku agresif dan rancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Kelas X tahun ajaran 2014/2015, serta pembahasan penelitian, dan yang terakhir adalah Bab V (Penutup) berisi kesimpulan dan rekomendasi.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab satu merupakan pendahuluan dalam pelaporan penelitian yang menjelaskan latar belakang penelitian, fokus yang ditelaah dalam penelitian ini adalah masalah siswa yang terkait dengan perilaku agresi yang berusaha direduksi melalui latihan asertif. Kemudian dijelaskan pula mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan bertujuan untuk memenuhi kodrat manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Upaya yang dilakukan di institusi pendidikan secara khusus dilakukan agar siswa dapat menampilkan sikap yang mencerminkan pribadi yang baik dari segi akademis maupun non-akademis. Dewasa ini perhatian terhadap perkembangan aspek non-akademis siswa khususnya karakter lebih dikedepankan karena cerdas secara akademis jika tidak disertai dengan kebaikan karakter yang dimiliki tidak akan menciptakan generasi penerus bangsa yang akan membangun negeri menuju kemajuan, melainkan sekolah hanya melahirkan orang-orang yang cerdas yang kelak mengimplementasikan kecemerlangannya dalam hal yang tidak baik.

Salah satu perilaku yang tidak mencerminkan karakter yang baik adalah perilaku agresif. Perilaku agresif kerap ditemui pada siswa di lingkungan sekolah, akibat yang ditimbulkan dari perilaku agresif adalah terganggunya keamanan dan kenyamanan dari orang lain, membuat keresahan dan masalah bagi diri sendiri dan orang lain, Maslow menyatakan bahwa, „whether aggression is present in the school or elsewhere, it violates one of the basic needs of children (and adults)— the need for safety‟ (Schecthman, 2009). Maksudnya adalah agresi yang terjadi di sekolah atau dimanapun, hal tersebut mengganggu kebutuhan dasar dari anak (dan dewasa) yaitu kebutuhan akan rasa aman. Perilaku agresif adalah perilaku yang memiliki tujuan untuk merugikan pihak lain baik kerugian secara fisik maupun verbal, seperti yang dinyatakan oleh Myers (2012: 69) bahwa agresi (aggression) adalah perilaku individu yang ditampilkan baik dalam bentuk fisik maupun verbal


(22)

yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Faktor penyebab perilaku agresif adalah berasal dari faktor internal dan eksternal, dimana sifat bawaan yang dimiliki oleh individu itu sendiri serta pengaruh lingkungan terhadap dirinya sangat berperan penting dalam kemunculan perilaku agresif, McDonald dan Brown (1997) mengemukakan terdapat faktor dari perilaku agresif adalah faktor individual (psikososial dan biologis) dan sosial (makrososial dan mikrososial).

Fenomena perilaku agresif siswa yang terjadi di Indonesia cukup menyita perhatian masyarakat. Salah satu bentuk perilaku agresif siswa yang marak dikabarkan di media massa adalah tawuran, kekerasan fisik pada teman sebaya, serta bullying. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat sepanjang tahun 2012 terjadi 147 kasus tawuran, dari 147 kasus tersebut, sudah memakan korban jiwa sebanyak 82 anak. Kasus tersebut telah meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 128 kasus (Kuwado, 2012). Kasus tawuran yang terjadi di tahun 2012 di Bandung adalah kasus antara SMAN 20 dengan SMKN 2 Bandung yang terjadi pada 7 Desember 2012, tidak ada korban yang terjatuh dari peristiwa tersebut namun polisi tetap melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak (Dwiputra, 2012). Maraknya kasus tawuran di Indonesia menimbulkan kekhawatiran banyak pihak terutama polisi sebagai aparat keamanan, terbukti dengan Polda Jabar yang membuat program pengadaan polisi sekolah sebanyak 10-15 siswa pada masing-masing sekolah untuk bersinergi menjaga keamanan dan ketertiban sekolahnya serta menghindari tawuran (Kuswandi, 2012). Tidak hanya tawuran, bentuk kekerasan yang terjadi secara internal di dalam sekolah pun masih banyak terjadi, terbukti dengan hasil survei yang dilakukan oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (Kurniawan, 2011) terhadap siswa SMU dan SMK di empat kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur menemukan tingginya tingkat kasus kekerasan di sekolah. Dari survei ini juga diketahui relatif tingginya perasaan tidak puas siswa terhadap situasi kehidupan mereka di sekolah. Di luar itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang ditemukan kurang lebih sepertiga dari responden. Hasil dari survey yang dilakukan oleh tim peneliti Fakultas Psikologi UGM menghasilkan suatu


(23)

prognosis yang mencakup empat aspek dalam pembentukan sekolah sejahtera (Kurniawan, 2011), yakni pengembangan kondisi sekolah, pengembangan hubungan sosial di sekolah, pengembangan aktualisasi diri, dan pengembangan status kesehatan meliputi kesehatan mental, kesehatan spiritual dan kesehatan fisik.

Fenomena lain yang terkait dengan kecenderungan perilaku agresif di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI diketahui berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rien Dwi Puswati (2010) terkait kontrol diri pada siswa kelas XI di SMA Laboratorium Percontohan UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung tahun ajaran 2010/2011 menunjukkan sebanyak 56.51% siswa tidak dapat mengontrol perilaku atau self-control yang dimiliki siswa masih rendah (Dwi, 2010). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan A. Eka Septilla (2010) terkait penyesuaian diri pada siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2010/2011, menunjukkan bahwa sebanyak 43% siswa memiliki penyesuaian diri yang buruk, sedangkan salah satu indikator penyesuaian diri yang normal adalah terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan dan tidak mampu mengontrol diri (Septilla, 2010).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI menunjukkan terdapatnya gejala perilaku agresif. Observasi yang dilakukan oleh peneliti yang dikhususkan pada kelas X ditujukan untuk melihat gejala yang muncul dari perilaku yang ditunjukkan oleh siswa. Siswa menunjukkan sikap kurang hormat dan berbicara yang kurang pantas, sikap tersebut ditunjukkan terutama kepada teman, guru yang masih baru dan praktikan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Tidak jarang pertengkaran terjadi antar siswa yang terjadi secara terang-terangan di depan siswa lainnya. Penelitijuga melakukan wawancara dengan guru BK terkait gejala perilaku yang terjadi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI, hasil wawancara adalah siswa di sekolah tersebut dinilai rendah dalam etika berperilaku. Hasil analisis ITP (Inventori Tugas Perkembangan) yang dilaksanakan oleh guru BK, menunjukkan bahwa pada setiap kelas memiliki kecenderungan yang hampir sama, yaitu rendah dalam landasan perilaku etis dan mengarah pada tindakan agresi. Atas hasil


(24)

observasi, peneliti mengambil populasi dan sampel penelitian pada siswa kelas X selain karena terdapat gejala agresi, siswa kelas X termasuk dalam masa remaja awal, Hurlock (dalam Sobur, 2003) menyatakan keseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terjadi dalam masa ini.

Melihat dari fenomena tingginya kasus kekerasan dan perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan oleh pelajar, menjadi sebuah tanggung jawab yang lebih untuk para pendidik serta orang tua secara bersama-sama membentuk karakter penerus bangsa menjadi manusia-manusia berilmu dan berbudi pekerti luhur.

Terkait dengan upaya mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan, bimbingan dan konseling hadir sebagai layanan yang berorientasi pada perkembangan peserta didik (individu) yang optimal dan memandirikan yang sejalan dengan tujuan pendidikan. Definisi bimbingan menurut Shertzer dan Stone (Yusuf, 2009: 38) adalah “Process of helping an individual to understand himself and his world”, maksudnya adalah proses pemberian bantuan kepada siswa agar

mampu memahami diri dan lingkungannya. Senada dengan itu, Kartadinata (Yusuf, 2009: 38) menyatakan bahwa, “proses membantu siswa untuk mencapai perkembangan secara optimal”. Definisi dari konseling menurut Robinson (Yusuf, 2009: 43) adalah “semua bentuk hubungan antara dua orang, di mana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.”.Menurut ASCA (American School

Counselor Association) mengemukakan definisi konseling adalah, “hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.

(dalam Depdiknas, 2008). Disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling adalah suatu proses interaksi yang terdiri dari konselor dan konseli, dimana konselor membantu konseli agar dapat memahami diri sendiri dan lingkungan serta dapat menyelesaikan masalah di dalam kehidupan secara mandiri dan bertanggung jawab. Melihat dari definisi layanannya, bimbingan dan konseling menjadi hal yang dibutuhkan sebagai salah satu fasilitator di sekolah untuk membantu dalam pencapaian tujuan pendidikan.


(25)

Urgensi layanan bimbingan dan konseling pada masa remaja, dikarenakan masa ini merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) dimana seringkali terjadi konflik yang seringkali menjadi tekanan (stress) dan guncangan pada masa ini dan menjadi tekanan bagi diri remaja, sebagaimana disampaikan oleh Santrock (2011: 352), “In 1904, G. Stanley Hall proposed the “storm-and-stress” view that adolescence is a turbulent time charged with conflict and mood swings”. Artinya

adalah pada tahun 1904, G. Stanley Hall mengusulkan "badai dan stres" merupakan pandangan bahwa masa remaja adalah masa bergolak dibebankan dengan konflik dan perubahan suasana hati. Maksudnya adalah masa remaja penuh dengan konflik serta perubahan suasana hati, oleh karena itu disebut masa “badai dan stres”. Pada masa “storm and stress” ini bimbingan yang diberikan

adalah ditujukan untuk mempersiapkan remaja agar memiliki keterampilan dan kemandirian untuk bisa menghadapi dan mengatasi masalah yang terjadi dalam dinamika kehidupannya pada masa yang penuh tekanan.

Salah satu upaya dalam menangani perilaku agresif adalah latihan asertif. Michel (2008, hlm. 6) menyatakan bahwa asertif adalah, “A way of communicating our feelings, thoughts, and beliefs in an open, honestmanner without violating the rights of others.”, maksudnya adalah asertif merupakan cara

mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kepercayaan kita dengan terbuka, tindakan jujur tanpa menyakiti hak orang lain. Hal tersebut menunjukkan kontras antara perilaku asertif dan agresif. Penelitian terdahulu yang mengungkapkan efektivitas latihan asertif dalam menangani perilaku agresif salah satunya adalah penelitian Zaker dan Sepanlou (2013) dengan judul “Effect of anger control and assertiveness skills training on reducing aggression of high school first grade girl students toward their mothers”, memiliki hasil yang menunjukkan bahwa kontrol

kemarahan dan keterampilan asertif efektif dalam mengurangi perilaku agresif siswi SMA yang dilakukan terhadap ibunya. Diharapkan, layanan bimbingan dan konseling dengan menggunakan teknik latihan asertif mampu mengurangi perilaku agresif siswa. Oleh karena itu, berdasarkan gejala yang terjadi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI dan kajian teori yang mengarah pada penggunaan teknik latihan asertif dalam menangani perilaku agresif siswa, maka


(26)

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sebagai berikut, “Profil Perilaku Agresif Remaja Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Ajaran 2014/2015”.

1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Perilaku agresif adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial dan menentang tugas perkembangan manusia yaitu pada tahap remaja dimana individu berperilaku sesuai dengan tanggung jawab sosial. Perilaku tersebut mengganggu kenyamanan lingkungan karena dalam pengertian „agresi‟ sendiri adalah „menyerang‟ yang tentunya membawa dampak yang tidak baik bagi diri sendiri dan orang lain. Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur penyerangan dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan dari rasa kecewa, dengan kata lain bahwa tindakan tersebut adalah wujud dari respon atas perasaan tidak nyaman atau menyenangkan yang ditampilkan dengan cara menyerang pihak lain yang dianggap mengancam atau merugikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung (ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.Perilaku agresif dalam penelitian ini adalah sebagai variabel terikat.Moffit(dalam Sahrani, 2003) menyatakan “perilaku agresi, perilaku antisosial, terutama kejahatan dan kekerasan yang serius meningkat pada usia remaja”.Agresi adalah perilaku yang memiliki unsur penyerangan dengan maksud untuk menghindari kerugian atau sebuah ungkapan dari rasa kecewa.Agresif adalah perilaku yang bersifat agresi.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id) agresif adalah cenderung (ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.

Batasan dalam penelitian ini adalah gambaran perilaku agresif siswa sebagai landasan dalam penyusunan program latihan asertif. Latihan asertif atau

assertive training merupakan prosedur yang melatih individu agar dapat bersikap

asertif, pentingnya bersifat asertif dalam penanganan perilaku agresif adalah untuk menghindari respon individu dengan melakukan tindakan agresi yang berujung


(27)

pada dampak yang tidak baik seperti dijauhi orang lain karena mengancam keamanan dan kenyamanan orang lain dan bahkan membahayakan keamanan diri sendiri. Rees & Graham (2006:1) menyatakan bahwa, “To be assertive is to be able to express yourself clearly, directly and appropriately, to value what you think and feel, to have esteem and respect for yourself; to recognize your own strengths and limitations”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bersikap

asertif adalah untuk dapat mengekspresikan diri dengan jelas, secara langsung dan tepat, nilai apa yang diri sendiri pikirkan dan rasakan, memiliki harga diri dan menghormati diri sendiri, untuk mengenali kekuatan dan keterbatasan diri. Latihan asertif dalam penelitian ini berkedudukan sebagai variabel bebas.

Uraian di atas menunjukkan bahwa menjadi asertif adalah bagaimana individu mengutarakan serta mengekspresikan perasaan serta kebutuhannya dengan tepat, sangat bertolak belakang dengan agresif yang mengekspresikan perasaan serta kebutuhannya dengan cara yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Merujuk pada pendapat ahli mengenai teori pendekatan perilaku yang efektif dalam menangani perilaku agresif yang salah satu di dalamnya adalah penggunaan latihan asertif. Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas X di SMA Laboratorium UPI tahun ajaran 2014/2015.

1.3.Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan pada subbab sebelumnya, maka dirumuskan beberapa pertanyaan masalah sebagai berikut.

1. Seperti apa profil perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI tahun ajaran 2014/2015?

2. Seperti apa bentuk rancangan penanganan latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI tahun ajaran 2014/2015?


(28)

1.4.Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015 serta implikasinya terhadap program latihan asertif.

Berdasarkan tujuan umum penelitian, maka dirumuskan tujuan-tujuan khusus sebagai berikut ini.

1. Mengidentifikasi perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015.

2. Merancang program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2014/2015.

1.5.Manfaat

Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh melalui pelaksanaan penelitian yang dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang diperoleh adalah penelitian diharapkan dapat memperluas wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam kajian keilmuan mengenai latihan asertif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas X.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh adalah melalui pelaksanaan penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan dan keterampilanbagi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah khususnya di SMA dalam merancang dan mengaplikasikan program latihan asertif.


(29)

1.6.Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi terbagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari Bab I (Pendahuluan) yang berisi latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II (Konsep Latihan Asertif dalam Mereduksi Perilaku Agresif) berisi mengenai konsep teoretis mengenai kecernderungan remaja berperilaku agresif, perilaku agresif, peran bimbingan dan konseling dalam menangani perilaku agresi, serta latihan asertif dalam penanganan perilaku agresif. Bab III (Metodologi Penelitian) berisi desain penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, analisis data, dan prosedur penelitian. Bab IV (Hasil Penelitian dan Pembahasan) berisi mengenai hasil olah data yang dilakukan peneliti guna mengungkap profil perilaku agresif dan rancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Kelas X tahun ajaran 2014/2015, serta pembahasan penelitian, dan yang terakhir adalah Bab V (Penutup) berisi kesimpulan dan rekomendasi.


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab tiga membahas mengenai desain penelitian yang digunakan, populasi dan lokasi penelitian, pengembangan instrumen, serta pengumpulan dan pengolahan data.

3.1.DesainPenelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik (Sugiyono, 2013).

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran umum perilaku agresif siswa. Tujuan akhir penelitian adalah tersusunnya rancangan program latihan asertif untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Berdasarkan fokus serta tujuan penelitian, penelitian menggunakan metode deskriptif.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomema yang ada (Sukmadinata, 2012, hlm. 72).

3.2.Partisipan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia yang terletak di Jl. Sanjayaguru yang berada di dalam Komplek Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Setiabudi No. 229 Kota Bandung. Pemilihan SMA Laboratorium (Percontohan) UPI sebagai tempat penelitian didasarkan pada hasil studi pendahuluan yang menunjukkan bahwa kerap kali kasus pertengkaran yang terjadi secara terang-terangan di lingkungan internal sekolah antar siswa, baik siswa pada satu angkatan atau berkaitan dengan adik atau kakak kelas.


(31)

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 yang masih terdaftar aktif dalam proses pembelajaran. Jumlah siswa kelas X adalah 245 orang. Sampel yang digunakan adalah sampling jenuh, yaitu sampel yang mewakili jumlah populasi.

3.4. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan variabel yang terdapat dalam penelitian ini, maka berikut ini adalah definisi operasional masing-masing variabel.

3.4.1. Perilaku Agresif

Secara operasional, yang dimaksud dengan perilaku agresif dalam penelitian ini adalah kecenderungan siswa kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 menampilkan respon atas situasi yang tidak menyenangkan bagi pelaku yang dituangkan dalam aspek fisik (fisik-aktif-langsung, fisik-aktif-tidak (fisik-aktif-langsung, fisik-pasif-(fisik-aktif-langsung, dan fisik-pasif-tidak langsung) dan atau verbal (verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-tidak langsung, verbal-pasif-langsung, dan verbal-pasif-tidak langsung) yang ditujukan terhadap teman dan atau pihak yang tidak disukai atau dianggap merugikan dengan tujuan untuk menciptakan situasi yang merugikan orang lain.

Agresi fisik merupakan tindakan agresi yang dilakukan berkaitan dengan aktivitas fisik. Agresi fisik tertuang dalam klasifikasi dan indikator perilaku di bawah ini:

1) Fisik-Aktif-Langsung

Agresi fisik-aktif-langsung adalah agresi yang berkaitan dengan aktivitas fisik yang secara langsung dilakukan oleh pelaku untuk menyakiti korban yang dianggap menciptakan situasi yang tidak menyenangkan bagi pelaku. Indikator perilaku yang menunjukkan agresi fisik-aktif-langsung adalah sebagai berikut:

a) Menyerang fisik teman yang dianggap merugikan. (1) Memukul teman yang membuat marah.


(32)

(2) Memukul dengan benda pada teman yang membuat kesal. (3) Mendorong hingga teman yang tidak disukai terjatuh. (4) Menendang teman yang membuat kesal.

(5) Berkelahi sebagai cara penyelesaian masalah. (6) Melemparkan benda pada teman yang tidak disukai. (7) Menjegal kaki teman yang tidak disukai agar terjatuh. 2) Fisik-Aktif-Tidak Langsung

Agresi fisik-aktif-tidak langsung adalah agresi yang menggunakan aktivitas fisik dengan tujuan menyakiti atau merugikan orang lain yang dilakukan tidak secara langsung oleh pelaku, melainkan agresi yang dilakukan melalui perantara baik orang lain atau benda. Indikator perilaku yang menunjukkan agresi fisik-aktif-langsung adalah sebagai berikut:

a) Menyuruh/menghasut teman untuk menyerang fisik orang yang dianggap merugikan.

(1) Meminta orang lain untuk memukul teman yang tidak disukai.

(2) Meminta orang lain untuk memukul dengan benda teman yang membuat tersinggung.

(3) Menyuruh orang lain untuk mendorong teman yang membuat masalah hingga terjatuh.

(4) Meminta orang lain untuk menendang teman yang membuat sakit hati. (5) Meminta orang lain untuk berkelahi dengan teman yang membuat

marah.

(6) Membayar orang lain untuk mengeroyok teman yang merugikan. b) Menciptakan kondisi yang merugikan korban secara fisik.

(1) Membasahi jalan yang dilewati teman yang membuat marah agar terpeleset.

(2) Merusak bangku teman yang membuat kesal agar terjatuh ketika duduk.

(3) Meletakkan benda di jalan yang akan dilewati teman yang tidak disukai agar tersandung.


(33)

(4) Menggeser bangku teman yang tidak disukai secara tiba-tiba agar terjatuh.

3) Fisik-Pasif-Langsung

Agresi fisik-pasif-langsung adalah agresi yang dilakukan berkaitan dengan aktivitas fisik namun tidak menyerang fisik korban, melainkan dengan menghalangi korban melakukan kewajiban atau mencapai keinginan korban. Indikator agresi fisik-pasif-langsungadalah sebagai berikut:

a) Merusak benda milik teman yang tidak disukai untuk menghambat aktivitasnya.

(1) Mengempeskan ban kendaraan (mobil/motor/sepeda) milik teman yang menyinggung perasaan.

(2) Merusak alat tulis milik teman yang membuat sakit hati agar tidak dapat menulis catatan.

(3) Menyobek buku catatan teman yang tidak disukai agar tidak dapat membaca catatan materi pelajaran.

b) Menyembunyikan benda milik teman yang dianggap merugikan untuk menghambat pencapaian tujuannya.

(1) Menyembunyikan buku tugas milik teman yang membuat kesal agar dirinya tidak dapat mengumpulkan tugas.

(2) Menyembunyikan kunci kendaraan milik teman yang membuat sakit hati agar dirinya terhambat untuk pulang.

(3) Tidak menyerahkan kepada guru titipan tugas milik teman yang membuat kecewa.

4) Fisik-Pasif-Tidak Langsung

Agresi fisik-pasif-tidak langsung adalah agresi yang berkaitan dengan aktivitas fisik yang dituangkan melalui penolakan untuk melakukan tugas atau aktivitas yang diperlukan/diharapkan. Indikator perilaku agresi fisik-pasif-tidak langsung adalah sebagai berikut:

a) Menolak untuk melaksanakan instruksi yang diberikan oleh guru yang dianggap telah menciptakan situasi yang tidak menyenangkan.


(34)

(1) Menolak untuk duduk di tempat yang ditunjuk oleh guru untuk ditempati karena pernah merasa sakit hati dengan guru tersebut.

(2) Tidak berada di dalam kelas ketika mata pelajaran guru yang tidak disukai.

(3) Sengaja terlambat masuk ke dalam kelas pada mata pelajaran dari guru yang pernah memarahi.

(4) Tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) agar guru yang tidak disukai kesal.

b) Menolak untuk melaksanakan instruksi atau permintaan dari teman yang tidak disukai.

(1) Menolak untuk bergeser ketika teman yang membuat kesal meminta untuk bergeser.

(2) Menunjukkan kekesalan dengan beranjak pergi ketika teman yang membuat sakit hati datang menghampiri.

(3) Tidak melaksanakan tugas kelompok untuk membuat orang lain kesal karena ada teman dalam kelompok yang menyinggung perasaan.

Agresi selanjutnya adalah agresi verbal, yatu agresi yang dilakukan berkaitan dengan aktivitas verbal. Berikut ini adalah klasifikasi dan indikator dari jenis agresi verbal:

1) Verbal-Aktif-Langsung

Agresi verbal-aktif-langsung adalah agresi yang melibatkan aktivitas verbal yang langsung disampaikan oleh pelaku terhadap korban dengan niat untuk melukai perasaan korban yang dianggap telah merugikan pelaku. Indikator dari agresi verbal-aktif-langsung adalah sebagai berikut:

a) Berkata kasar pada teman yang tidak disukai.

(1) Membalas ejekan teman dengan ejekan kembali karena merasa terhina.

(2) Menghina keluarga teman yang membuat kesal. (3) Menghina teman yang membuat marah.


(35)

(5) Membentak teman yang tidak melakukan apa yang diharapkan. b) Membicarakan hal yang memojokkan atau mengancam orang yang

dianggap merugikan.

(1) Menyindir teman yang pernah melakukan kesalahan.

(2) Memojokkan pendapat teman yang membuat kesal ketika diskusi di kelas agar mempermalukannya.

(3) Mengancam akan mengeroyok pada teman yang membuat marah. c) Berbicara dengan nada bicara yang tinggi ketika marah.

(1) Membentak pada teman yang membuat kesal.

(2) Berteriak ketika memarahi teman yang membuat kesal. 2) Verbal-Aktif-Tidak Langsung

Agresi verbal-aktif-tidak langsung adalah agresi yang berkaitan dengan aktivitas verbal yang dilakukan oleh pelaku namun tidak langsung disampaikan pada korban. Indikator dari agresi verbal-aktif-tidak langsung adalah sebagai berikut:

a) Menyebarkan fitnah mengenai teman yang tidak disukai.

(1) Menceritakan kebohongan tentang kejadian memalukan pada orang lain tentang teman yang membuat sakit hati.

(2) Mengadu domba orang lain dengan teman yang pernah membuat marah agar terjadi pertengkaran diantara keduanya.

(3) Mengarang cerita tentang teman yang pernah membuat sakit hati agar orang lain tidak suka kepadanya.

b) Menyebarkan aib milik teman yang tidak disukai.

(1) Menceritakan hal yang memalukan dari teman yang membuat kesal agar orang lain menertawakannya.

(2) Membicarakan kelemahan yang dimiliki oleh teman yang tidak disukai agar orang lain meremehkannya.

(3) Menyebarkan keburukan yang dimiliki oleh teman yang pernah membuat sakit hati.


(36)

3) Verbal-Pasif-Langsung

Agresi verbal-pasif-langsung adalah agresi yang dilakukan dengan cara menolak melakukan aktivitas verbal yang diharapkan oleh orang lain. Indikator dari agresi verbal-pasif-langsung adalah sebagai berikut:

a) Enggan berbicara pada teman yang tidak disukai.

(1) Tidak menjawab sapaan dari teman yang pernah membuat sakit hati.

(2) Enggan berbicara dalam waktu lama ketika diajak bicara oleh teman yang membuat kesal.

(3) Enggan meminta maaf pada teman ketika telah melakukan kesalahan.

(4) Berpura-pura tidak mendengar ketika disapa oleh teman yang membuat marah.

4) Verbal-Pasif-Tidak Langsung

Agresi verbal-pasif-tidak langsung adalah agresi yang dilakukan dengan tidak melakukan aktivitas verbal yang dapat menyelamatkan orang lain dari situasi yang merugikan dikarenakan orang tersebut pernah bermasalah dengan pelaku. Indikator dari agresi verbal-pasif-tidak langsung adalah sebagai berikut:

a) Sengaja tidak melakukan aktivitas verbal yang dapat membantu orang lain keluar dari masalah.

(1) Membiarkan teman yang pernah membuat sakit hati difitnah oleh orang lain.

(2) Tidak mencegah orang lain untuk memarahi teman yang pernah membuat kesal sekalipun mengetahui dirinya tidak bersalah.

(3) Tidak melakukan pembelaan pada teman yang membuat tersinggung ketika dikritik secara tidak adil oleh orang lain.

(4) Membiarkan orang lain membicarakan aib milik teman yang telah menyinggung perasaan.


(37)

3.4.2. Latihan Asertif

Latihan asertif merupakan serangkaian langkah yang dilakukan oleh peneliti selaku konselor sebanyak lima tahapan/sesi (mengidentifikasi target perilaku, menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku, memerankan situasi, pengulangan, dan memindahkan pada situasi nyata) dengan masing-masing tahapan berdurasi dua jam terhadap konseli yaitu satu kelompok siswa kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI tahun ajaran 2014/2015 dengan kategori perilaku agresif sedang, tinggi dan sangat tinggi yang bertujuan untuk mereduksi perilaku agresif untuk mencapai perilaku asertif. Perilaku asertif membuat individu bebas untuk memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan cara yang sesuai dengan tanggung jawab sosial. Individu asertif menjunjung hak orang lain dan juga hak dirinya sendiri, sikap asertif mencegah individu agar tidak melakukan hal yang merugikan diri sendiri dan pihak lain.

Langkah-langkah pelaksanaan latihan asertif adalah sebagai berikut ini: 1) Mengidentifikasi target perilaku. Maksudnya adalah pada tahap ini

konselor membantu konseli untuk mengidentifikasi perilaku-perilaku apa yang menjadi target penanganan atau perilaku yang tidak tepat.

2) Menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku. Tahap kedua adalah

membuat prioritas situasi apa yang paling sering memicu tindakan agresif terjadi, sehingga didahulukan untuk ditangani.

3) Memerankan situasi. Pada tahap ini konseli mencoba memerankan situasi

yang bisa memicu tindakan agresi dengan respon atau tindakan yang belum diubah atau apa adanya.

4) Pengulangan. Pada tahap ini konseli mengulangi memerankan situasi yang

sama namun dengan respon yang telah dimodifikasi menggunakan keterampilan berperilaku asertif.

Memindahkan pada situasi nyata. Setelah keterampilan sosial dalam

perilaku asertif dilatih, konseli mencoba melatihnya kembali dengan memerankan situasi yang lain namun dengan respon yang asertif.


(38)

3.5. Instrumen Penelitian 3.5.1. Jenis Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup. Skala pengukuran yang digunakan menggunakan skala Likert, yaitu skala yang memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono, 2008). Instrumen Likert yang

digunakan memiliki lima alternatif jawaban yaitu “Selalu”, “Sering”, “Kadang

-kadang”, “Hampir Tidak Pernah”, dan “Tidak Pernah”. Skala perilaku agresif ini

digunakan untuk mengukur agresivitas siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan latihan asertif.

3.5.2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Berikut ini merupakan tabel 3.1 yang berisikan kisi-kisi instrumen penelitian yang telah melalui proses validasi oleh dosen pakar BK.

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen

Variabel Aspek Indikator Pernyataan (+) No.

Item Perilaku

Agresif

Fisik – aktif – langsung

Menyerang fisik

teman yang

dianggap merugikan

Saya memukul teman yang membuat marah

1 7

Saya memukul teman dengan benda yang ada ketika kesal padanya

2

Saya mendorong teman yang membuat marah hingga terjatuh

3 Saya menendang teman yang membuat kesal

4 Saya menyelesaikan masalah dengan berkelahi

5 Saya melemparkan benda keras pada teman yang membuat tersinggung

6

Saya menjegal kaki teman yang tidak disukai agar terjatuh

7 Fisik –

aktif – tidak langsung

Menyuruh/

menghasut teman untuk menyerang fisik teman yang dianggap

Saya meminta orang lain untuk memukul teman yang tidak disukai

8 6

Saya meminta orang lain untuk memukul dengan benda pada


(39)

merugikan teman yang membuat tersinggung Saya menyuruh orang lain untuk mendorong teman yang membuat masalah hingga terjatuh

10

Saya meminta orang lain untuk menendang teman yang membuat sakit hati

11

Saya meminta orang lain untuk berkelahi dengan teman yang membuat marah

12

Saya membayar beberapa orang untuk mengeroyok teman yang merugikan

13

Menciptakan kondisi yang merugikan korban secara fisik

Saya membasahi jalan yang akan dilewati teman yang membuat marah agar terpeleset

14 4

Saya merusak bangku teman yang membuat kesal agar terjatuh ketika duduk

15

Saya meletakkan benda di jalan yang akan dilewati teman yang tidak disukai agar tersandung

16

Saya menggeser bangku teman yang membuat tersinggung secara tiba-tiba agar terjatuh

17

Fisik – pasif – langsung

Merusak benda milik teman yang tidak disukai untuk menghambat aktivitasnya

Saya mengempeskan ban kendaraan milik teman yang menyinggung perasaan

18 3

Saya merusak alat tulis milik teman yang membuat kecewa

19 Saya menyobek buku catatan teman yang tidak disukai agar tidak dapat membaca catatan materi pelajaran

20

Menyembunyikan benda milik teman yang dianggap merugikan untuk menghambat pencapaian tujuannya

Saya menyembunyikan buku tugas milik teman yang membuat kesal agar dirinya tidak dapat mengumpulkan tugas

21 3

Saya menyembunyikan kunci kendaraan milik teman yang membuat sakit hati agar dirinya terhambat untuk pulang

22

Saya tidak menyerahkan kepada guru titipan tugas milik teman yang pernah membuat sakit hati

23


(40)

pasif – tidak langsung

melaksanakan instruksi yang diberikan oleh

orang yang

dianggap telah menciptakan situasi tidak menyenangkan

tempat yang ditunjuk guru oleh untuk ditempati karena merasa sakit hati pada guru tersebut Saya tidak berada di dalam kelas ketika mata pelajaran guru yang tidak disukai

25

Saya sengaja terlambat masuk ke dalam kelas pada mata pelajaran dari guru yang pernah memarahi

26

Saya tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) agar guru yang tidak disukai merasa kesal

27

Menolak untuk melaksanakan permintaan dari teman yang tidak disukai

Saya menolak untuk bergeser duduk/berdiri ketika teman yang membuat kesal meminta untuk bergeser

28 3

Saya menunjukkan kekesalan dengan beranjak pergi ketika teman yang membuat sakit hati datang menghampiri

29

Saya tidak melaksanakan tugas kelompok apabila ada teman sekelompok yang menyinggung perasaan saya

30

Verbal – aktif – langsung

Berkata kasar pada teman yang tidak disukai

Saya membalas ejekan teman dengan ejekan kembali karena merasa terhina

31 5

Saya menghina keluarga teman yang membuat kesal

32 Saya menghina teman yang membuat marah

33 Saya memarahi teman yang membuat kesal dengan perkataan kasar

34

Saya membentak teman yang menolak suruhan saya

35 Membicarakan hal

yang memojokkan atau mengancam

orang yang

dianggap merugikan

Saya menyindir teman yang pernah melakukan kesalahan

36 3

Saya memojokkan pendapat teman yang membuat kesal pada saat diskusi di kelas

37

Saya mengancam akan

mengeroyok pada teman yang membuat marah

38

Berbicara dengan nada bicara yang

Saya membentak teman yang membuat kesal


(41)

tinggi ketika marah Saya berteriak ketika memarahi teman yang membuat kesal

40 Verbal –

aktif – tidak langsung

Menyebarkan fitnah mengenai teman yang tidak disukai

Saya menceritakan kebohongan tentang teman yang membuat saya sakit hati

41 3

Saya mengadu domba orang lain dengan teman yang pernah membuat marah agar mereka bertengkar

42

Saya mengarang cerita tentang teman yang membuat sakit hati agar orang lain tidak suka kepadanya

43

Menyebarkan aib milik teman yang tidak disukai

Saya menceritakan hal yang memalukan dari teman yang membuat kesal agar orang lain menertawakannya

44 3

Saya membicarakan kelemahan yang dimiliki oleh teman yang tidak disukai agar orang lain meremehkannya

45

Saya menyebarkan keburukan yang dimiliki oleh teman yang pernah membuat sakit hati

46

Verbal – pasif – langsung

Enggan berbicara pada teman yang tidak disukai

Saya tidak menjawab sapaan dari teman yang pernah membuat sakit hati

47 4

Saya enggan berbicara dalam waktu lama ketika diajak bicara oleh teman yang membuat kesal

48

Saya enggan meminta maaf pada teman ketika melakukan kesalahan

49

Saya berpura-pura tidak mendengar ketika disapa oleh teman yang membuat marah

50

Verbal – pasif – tidak langsung

Sengaja tidak melakukan

aktivitas verbal

yang dapat

membantu orang lain keluar dari masalah

Saya membiarkan teman yang pernah membuat sakit hati difitnah oleh orang lain

51 4

Saya tidak mencegah orang lain untuk memarahi teman yang pernah membuat kesal sekalipun mengetahui dirinya tidak bersalah

52

Saya tidak membela teman yang telah menyinggung saya ketika


(42)

dikritik secara tidak adil oleh orang lain

Saya membiarkan orang lain membicarakan aib milik teman yang telah menyinggung perasaan

54

TOTAL ITEM 54

3.5.3. Skoring dan Pengelompokkan Data

Penentuan skor adalah langkah sebelum dilakukannya pengelompokkan data, pemberian skor memudahkan peneliti untuk memberikan penilaian terhadap hasil pengisian instrumen perilaku agresis. Pemberian skor dari angket perilaku agresi siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2 pedoman penilaian instrumen berikut ini.

Tabel 3.2

Pedoman Penilaian Instrumen Pernyataan

Skor Selalu Sering

Kadang-kadang

Hampir Tidak Pernah

Tidak Pernah

Positif 5 4 3 2 1

Kriteria skor "selalu" adalah apabila responden melakukan tindakan agresi setiap hari dalam rentang waktu satu minggu terakhir. Kriteria skor "sering" adalah apabila responden melakukan tindakan agresi sebanyak 4-5 kali dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Kriteria skor "kadang-kadang" adalah apabila responden melakukan tindakan agresi sebanyak 2-3 kali dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Kriteria skor "hampir tidak pernah" adalah apabila responden melakukan tindakan agresi sebanyak satu kali dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Kriteria skor "tidak pernah" adalah apabila responden tidak melakukan tindakan agresi dalam kurun waktu satu minggu terakhir.

Setelah pelaksanaan skoring, dilakukan pengelompokkan data untuk kepentingan kategorisasi data. Hal yang dibutuhkan dalam kategorisasi data adalah skor maksimal siswa, skor minimal siswa, skor keseluruhan siswa, rata-rata aktual, standar deviasi atau simpangan.


(43)

Berikut ini dalam Tabel 3.3 disajikan rumusan untuk pengelompokan data dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Tabel 3.3

Rumusan Kategori Skala Kategori Kriteria

Tinggi x > µ + 1.0 σ Sedang µ - 1.0 σ ≤ x <µ + 1.0 σ Rendah x < µ - 1.0 σ

(Azwar, 2012, hlm. 149)

Keterangan :

X : skor subjek µ : rata-rata baku

σ : deviasi standar baku

Hasil penghitungan dari pengolahan data instrumen perilaku agresif diperoleh rata-rata baku sebesar 83 dan deviasi standar baku sebesar 22, sehingga diperoleh kategori dalam Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.4

Rumusan Kategori Perilaku Agresif Kategori Kriteria

Tinggi x >105

Sedang 61 ≤ x <105


(44)

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 3.4, interpretasi kategori perilaku agresif siswa disajikan dalam Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5 Interpertasi Kategori Kategori Interpretasi Kategori

Tinggi Kategori ini diartikan bahwa siswa dengan frekuensi selalu dan sering dalam menggunakan tindakan agresi dari aspek fisik-aktif-langsung, fisik-aktif-tidak langsung, fisik-pasif-langsung, fisik-pasif-tidak langsung, verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-tidak langsung, langsung, dan atau verbal-pasif-tidak langsung dalam menghadapi konflik.

Sedang Kategori ini diartikan bahwa siswa dengan frekuensi kadang-kadang menggunakan tindakan agresi dari aspek aktif-langsung, aktif-tidak langsung, fisik-pasif-langsung, fisik-pasif-tidak langsung, verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-tidak verbal-aktif-langsung, verbal-pasif-langsung, dan atau verbal-pasif-tidak langsung dalam menghadapi konflik.

Rendah Kategori ini diartikan bahwa siswa dengan frekuensi hampir tidak pernah dan tidak pernah menggunakan tindakan agresi dari aspek aktif-langsung, fisik-aktif-tidak langsung, langsung, fisik-pasif-tidak langsung, verbal-aktif-langsung, verbal-aktif-fisik-pasif-tidak langsung, langsung, dan atau verbal-pasif-tidak langsung dalam menghadapi konflik.

3.5.4. Uji Validitas

1) Penimbangan Instrumen

Penimbangan kelayakan instrumen dilakukan melalui kegiatan bimbingan atau penelaahan instrumen dengan tiga orang dosen ahli atau disebut expert

judgement. Kegiatan ini dilakukan untuk menilai apakah instrumen disajikan

secara tepat, baik dari segi konten maupun desain instrumen agar instrumen tersebut benar-benar mewakili dari apa yang seharusnya diukur atau diungkapkan. Penimbangan instrumen dilakukan dengan mengajukan penilaian kepada dosen pakar Bimbingan dan Konseling.

2) Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan agar pada saat peneliti menyebarkan instrumen, populasi dapat memahami dengan baik isi dari masing-masing butir soal yang


(45)

disajikan dalam instrumen tersebut. Uji keterbacaan dilakukan dengan meminta partisipasi 3 orang siswa diluar populasi penelitian untuk bersama-sama dengan peneliti membahas masing-masing butir soal untuk menemukan apakah ada istilah yang tidak dimengerti atau kalimat yang bermakna ganda (ambigu). Jika terdapat kalimat yang ambigu atau istilah yang tidak dimengerti maka peneliti harus menggantinya dengan kalimat yang diperkirakan dapat dimengerti oleh populasi penelitian secara umum. Hasil dari uji keterbacaan adalah tidak ada item soal yang dibuang, hanya penggantian direksi kata yang sebelumnya kurang dipahami oleh siswa.

3) Uji Validitas Butir Item

Uji validitas butir item dilakukan untuk mengukur ketepatan pengukuran suatu butir soal terhadap apa yang hendak diungkap. Validitas menunjukan sejauh mana keterkaitan antara pertanyaan/pernyataan terhadap apa yang hendak diungkapkan melalui penelitian. Pengujian ini dilakukan dengan menganalisa setiap butir soal apakah valid atau tidak.

Pengujian validitas menggunakan rumus Spearman Rank, menurut Sugiyono (2008, hlm. 356), “Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel

tidak harus sama”.

Berikut ini adalah rumus pengujian validitas instrumen dilakukan dengan koefesien korelasi Spearman Rank:

 

1

6

1

2

2

n

n

d

r

s i

Keterangan:

rs= koefisien Korelasi Rank Spearman

di = selisih ranking variabel X dan Y


(46)

Dasar pengambilan keputusan:

Jika r positif, serta r 0.30 maka item pertanyaan tersebut valid.

Jika r negative, serta r 0.30 maka item pertanyaan tersebut tidak valid.

Penghitungan uji validitas menggunakan bantuan aplikasi IBM SPSS Statistics versi 21 dengan hasil yang disajikan dalam Tabel 3.6 berikut ini.

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Item Soal Instrumen Perilaku Agresif

Signifikansi No Item Jumlah

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54.

54

Tidak Valid - 0

Berdasarkan hasil uji validitas, keseluruhan item soal/pernyataan sebanyak 54 item memiliki hasil valid, sehingga seluruh soal digunakan dalam instrumen perilaku agresif sebagai alat untuk mengungkap profil perilaku agresif siswa.

4) Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas suatu tes adalah untuk memastikan apakah jika digunakan di waktu yang berbeda, tes tersebut akan tetap efektif untuk digunakan dan menghasilkan data yang dibutuhkan. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto, 2006, hlm.178).

Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan koefesien reliabilitas Alpha Cronbach, dengan rumus sebagai berikut:

= ( ∑ )

Keterangan:

r11 = Reliabilitas tes yang dicari

= Jumlah varians skor tiap-tiap item = Varians total


(47)

= Banyaknya soal (Arikunto, 2006, hlm. 196) Sedangkan rumus untuk mencari varian semua item adalah:

Keterangan:

∑ = Jumlah skor

= Jumlah kuadrat skor

= Banyaknya sampel

Sebagai dasar dalam penentuan koefesien reliabilitas, berikut ini pedoman koefisien korelasi:

Tabel 3.7

Pedoman Interpretasi Koefesien Korelasi

Interval Koefesien Tingkat Hubungan Antara 0,00 sampai dengan

0,199

Antara 0,20 sampai dengan 0,399

Antara 0,40 sampai dengan 0,599

Antara 0,60 sampai dengan 0,799

Antara 0,80 sampai dengan 1,000

Sangat rendah (tak berkorelasi) Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat (Sugiono, 2010 : 257)

Pengujian reliabilitas instrumen perilaku agresif dilakukan menggunakan bantuan aplikasi IBM SPSS Statistics versi 21. Hasil dari uji reliabilitas disajikan dalam Tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Cronbach's Alpha N of Items

,946 54

Hasil uji reliabilitas menunjukkan hasil 0,946 yang masuk pada kategori reliabilitas sangat kuat.


(48)

Bagan 3.1 Prosedur Penelitian Studi Pendahuluan

Studi Lapangan

Studi Pustaka

Perancangan instrumen perilaku

agresif siswa

1. Penimbangan

instrumen pada pakar 2. Uji keterbacaan 3. Uji validitas dan

reliabilitas

Instrumen terstandar

Profil Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA

Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun

Ajaran 2014/2015

Pengolahan data secara kuantitatif Program Latihan Asertif untuk Mereduksi

Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun


(1)

97

5.2.Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan penelitian di lapangan mengenai upaya mereduksi perilaku agresif siswa menggunakan latihan asertif, diperoleh rekomendasi sebagai berikut.

5.2.1. Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah

1) Hasil penelitian menunjukkan terdapat indikasi kecenderungan perilaku agreisf pada aspek agresi verbal-pasif-langsung. Perilaku agresif siswa didasarkan pada perasaan yang tidak suka pada lawan bicara atau terdapatnya emosi negatif yang membuat siswa menolak untuk berbicara atau melakukan aktivitas verbal yang diharapkan oleh lawan bicara seperti menjawab sapaan atau berbincang-bincang. Salah satu upaya untuk mereduksi perilaku agresif siswa adalah menggunakan latihan asertif untuk meningkatkan kesadaran dalam melakukan komunikasi yang bersifat aktif dan positif dengan orang lain. Guru bimbingan dan konseling dapat menggunakan program latihan asertif yang telah dirancang untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

2) Guru bimbingan dan konseling dapat melakukan konseling kelompok sebagai upaya kuratif dan bimbingan kelompok sebagai upaya preventif sebagai upaya untuk mereduksi perilaku agresif pada siswa dengan langkah-langkah latihan asertif, yaitu: (1) identifikasi perilaku target; (2) menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku; (3) memerankan situasi; (4) pengulangan; dan (5) memindahkan pada situasi nyata.

5.2.2. Peneliti Selanjutnya

1) Peneliti selanjutnya dapat melakukan uji coba terhadap program latihan asertif yang telah melalui proses validasi untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

2) Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai kontribusi gender, kondisi ekonomi keluarga, serta pola asuh orangtua dalam bentuk perilaku agresif siswa.

3) Peneliti selanjutnya dapat menggunakan teknik pengumpulan data berdasarkan wawancara dan observasi dalam mengungkap perilaku agresif.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M dan Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik (edisi ke-5). Jakarta: Bumi Aksara

Annisa. (2012). Hubungan antara Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying

Remaja. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Baron, R.A. (1977). Human Agression. New York: Plenum Press.

Bishop, S. (2010). Develop Your Assertiveness. New Delhi: Replika Press Pvt Ltd. Brown, C. (2006). Social Psychology. London: SAGE Publications Ltd.

Castillo, S. dkk. (2013). Effects of An Emotional Intelligence Intervention on Aggression and Empathy among Adolescents. Journal of Adolescence, 36 (2013), hlm. 883–892.

Chibuke, O.B. dkk. (2013). Role of Locus of Control on Assertive Behavior of Adolescents. International Journal of Health and Psychology Research, 1 (1), hlm. 38–44.

Cleverley, K.D. (2012). Indirect and Physical Aggression in Childhood and

Adolescence and Outcomes in Emerging Adulthood. Open Access

Dissertations and Thesis: McMaster University.

Corey, G. & Schneider, C.M. (2010). I Never Knew I Had A Choice: Exploration

in Personal Growth (edisi ke-9). Belmont: Brooks/Cole.

Corey, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont: Thomson Higher Education.

________. (2009). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Gramedia.

Creswell, J.W. (2013). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


(3)

Cyrulnik, S.E. dkk. (2003). Measurement of Aggression in Children and Adolescents. Dalam E. Coccaro. (Penyunting), Aggression: Psychiatric

Assessment and Treatment (hlm. 267-291). New York: Marcel Dekker, Inc.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional

Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling di Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Drum, D. (2002). Assertiveness Training Workshop. Texas: Counseling & Mental Health Center

Dwi, P.R (2010). Kontribusi Kontrol Diri Pada Perilaku Konsumtif Remaja dan

Implikasinya terhadap Bimbingan dan Konseling. Skripsi, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Dwiputra, A. (2012, 8 Desember). Pelajar SMA 20 dan SMK 2 Bandung Terlibat Tawuran. Jabartoday.com [Online]. Tersedia:

http://jabartoday.com/hukum/2012/12/08/0522/9030/pelajar-sma-20-dan-smk-2-bandung-terlibat-tawuran#.Uk3QFNKmiZU [20 September 2013] Echols, J. Dan Shadily, H (2003). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia

Erogul, CA. dan Zengel, M. (2009). The Effectiveness of an Assertiveness Training Programme on Adolescents’ Assertiveness Level, Elementary

Education Online, 8(2), hlm. 485-492.

Gessel, A., et al. (1956). Youth: From Ten to Sixteen. New York: Harper & Brother Publication.

Hartinah, S. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: PT Refika Aditama.

Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan (terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Joyce, B. & Weil, M. (1980). Models of Teaching (edisi ke-2). New Jersey: Prentice/Hall International, Inc.

Kamus Besar Bahasa Indonesia [Online]. Tersedia: kbbi.web.id [20 September 2013]


(4)

_______. (2001). The Social Psychology of Aggression. East Sussex: Psychology Press Ltd.

Kurniawan, B. (2011, 21 Mei). Kasus Kekerasan di Sekolah Kian Meningkat.

Detiknews [Online]. Tersedia:

http://news.detik.com/read/2011/05/21/165046/1643957/10/kasus-kekerasan-di-sekolah-kian-meningkat [ 20 September 2013]

Kuswandi, R. (2012, 9 Oktober). Polisi Khawatir Tawuran Terjadi di Bandung.

Kompas [Online]. Tersedia:

http://oase.kompas.com/read/2012/10/09/13434524/Polisi.Khawatir.Tawur an.Pelajar.Terjadi.di.Bandung [21 September 2013]

Kuwado, F. (2012, 21 Desember). Pelajar Tewas Sia-Sia Karena Tawuran.

Kompas [Online]. Tersedia:

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/12/21/10534239/82.Pelajar.Te was.Siasia.karena.Tawuran [21 September 2013]

Latipun, S., dkk. (2012). Effectiveness of Peer Conflict Resolution Focused Counseling in Promoting Peaceful Behavior among Adolescents. Asian

Social Science, 8 (9), hlm, 8–16.

Marsh, L., McGee, R., dan Williams, S. (2014). School Climate and Aggression among New Zealand High School Students. New Zealand Journal of

Psychology, 43 (1), hlm, 28–37.

McDonald, D., Brown, M. (1997). Indicators of Aggressive Behaviour: Australian Institute of Criminology Research and Public Policy Series. Canberra: Aussie Print.

Michel, F., Fursland, A. (2008). Modul 2: Assert Yourself. Perth: Centre for Clinical Interventions.

Miller, L.G., Rainey, J.S. (2008). “Students With Emotional Disturbances: How Can School Counselors Serve?”. [Online].

Tersedia: http://jsc.montana.edu/articles/v6n3.pdf [21 September 2013] Myers, D. (2012). Psikologi Sosial (terjemahan). Jakarta: Penerbit Salemba

Humanika.

Nabila, I.A., Hardjono, dan Nugroho, A.A. (2014). Pengaruh Pemberian

Pelatihan Asertivitas terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya Surakarta. Skripsi, Program Studi Psikologi, Universitas Sebelas Maret


(5)

Prayitno dan Amti, E. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Rappaport, N. dan Thomas, C. (2004). Recent Research Findings on Aggressive and Violent Behavior in Youth: Implications for Clinical Assessment and Intervention. Journal Of Adolescent Health, 35 (4), hlm. 260–277.

Rees, S. dan Graham R.S. (2006). Assertion Training: How To Be Who You

Really Are. New York: Taylor & Francis e-Library.

Rose, S.D. (1980). A Casebook in Group Therapy: A Behavioral-Cognitive

Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode,

Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press

Sahrani, R. dan Medya. (2003). Perbedaan Intensi Agresi Berdasarkan Pola Attachment pada Remaja Putri di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi, 1 (1), hlm. 43–70.

Santrock, J. (2011). Life-Span Development (edisi ke-13). New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Schechtman, Z. (2009). Treating Child and Adolescenct Aggression Through

Bibliotherapy. New York: Springer+Bussiness Media.

Septilla, A. (2010). Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Orang Tua dengan

Penyesuaian Diri Remaja. Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Pendidikan Indonesia.

Sestir, M.A dan Bartholow, B.D. (2007). Theoretical Explanations Of Aggression And Violence. Dalam T.A. Gannon. dkk. (Penyunting), Aggressive Offenders’ Cognition: Theory, Research, and Practice (hlm. 156–178). England: John Wiley & Sons Ltd.

Sidorowicz et.al. (2009). Peer Conflict. [Online]. Tersedia: http://www.childtrends.org/wp-content/uploads/2009/10/Peer-Conflict.pdf [10 Mei 2015]

Sobur, A. (2003). Psikologi Umum (edisi ke-3). Bandung: CV Pustaka Setia. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

Sukmadinata, N.S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (edisi ke-8). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. dan Nurihsan, J. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

_______. (2009). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizki Press. Wheatley, A. dkk. (2009). Aggression Management Training for Youth in

Behavior Schools, Youth Studies Australia, 28 (1), hlm. 29–36.

Zaker, B dan Sepanlou, S. (2013). Effect of anger control and assertiveness skills training on reducing aggression of high school first grade girl students toward their mothers, Life Science Journal, 10, (7), hlm. 852-858. [Online]. Tersedia:

http://www.lifesciencesite.com/lsj/life1007s/137_18481life1007s_852_858. pdf [5 Desember 2013]


Dokumen yang terkait

BENTUK-BENTUK PERILAKU AGRESIF PADA SMA PGRI 6 MALANG

0 6 2

Hubungan pemberian biasiswa terhadap peningkatan hasil belajar mata pelajaran biologi siswa kelas II SLTP Negeri se Kabupaten Bondowoso tahun ajaran 2000/2001

0 4 61

Identifikasi kesalahan konsep fisika tentang suhu dan kalor (Studi deskriptif pada siswa kelas I5 cawu III SMU Negeri Rambipuji Jember tahun ajaran 2000/2001

0 6 55

pengaruh model pembelajaran webbed terhadap keterampilan menulis karangan pada siswa kelas IV SDIT Al-Mubarak Jakarta pusat tahun ajaran 2014/2015

4 24 258

Pengaruh motivasi belajar terhadap kemampuan abstraksi siswa di kelas VII SMPN 01 Kalidawir Tulungagung tahun ajaran 20172018

0 0 6

PROFIL PERILAKU AGRESIF SISWA DAN IMPLIKASINYA BAGI BIMBINGAN KONSELING

0 2 5

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 28

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 29