SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI: UPAYA DAN AJARAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL.

(1)

SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI: UPAYA DAN AJARAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh:

Bambang Subiyakto

NIM 0908582

Program Studi Pendidikan IPS

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Doktoral (S3) Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung


(2)

Hak Cipta Mahasiswa S3

SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI: UPAYA DAN AJARAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Oleh

Bambang Subiyakto

Drs., UGM Yogyakarta, 1985 M.Hum., UGM Yogyakarta, 2000

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pascasarjana UPI

©Bambang Subiyakto 2015

Universitas Pendidikan Indonesia November 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian,


(3)

(4)

ABSTRACT

Bambang Subiyakto. 2015. Sheikh Muhammad Arsyad al-Banjari: Efforts and

Teaching of Character Values in Education of Social Studies. Dissertation. Study

Program of Social Studies, Graduate School of Education University of Indonesia. Promotor: Prof. Dr. Sapriya, M.Ed., Coo-Promotor: Prof. Dr. Helius Sjamsuddin, MA. There are a great number of biographical studies that have been produced but in general these do not directly relate to the problem of education. Even the biography of Muhammad Arsyad has also been written by many parties with the purposes and the perspectives of their each writer. This research positions Muhammad Arsyad as a historic figure of the region of South Kalimantan, from whose life history he was known as a cleric who has closely related to education. This research tries to reveal to find out the useful character values for educational purposes in the social studies.

In relation to the above explanation, the objective of this research is to to describe the life history of the educator and cleric, Muhammad Arsyad containing 10 character values useful for the purpose of learning and teaching in the social studies in particular or in the education of the social studies in general.

At the present atmosphere in which the life as the nation in this state has made us worried due to the negative impact of globalization and the rapid advancement of technology, information and communication, drives a research that try to explore the character values of the historical life of a cleric and educator that will be useful to strengthen the nation's identity is immediately urgent to be executed.

The method used in this research is the descriptive qualitative with the biographical approach. The way by which to get the data and facts the researcher fully relies on the documentary material studied in depth.

The findings of the research: This research has revealed the 10 character values derived from the life history of Muhammad Arsyad that can be integrated and useful for the purpose of learning and teaching in the social studies or in the education of social studies in general. The ten character values are : 1) Religious; 2) Discipline; 3) Work hard; 4) Creative; 5) Curiosity; 6) Spirit of nationality; 7) Love to homeland; 8) Respect to achievement; 9) Care for the environment; and 10) Responsibility.

Keywords: biography, character value, and Social Studies


(5)

ABSTRAK

Bambang Subiyakto. 2015. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari: Upaya dan Ajaran

Nilai-Nilai Karakter Dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Disertasi. Program

Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Promotor: Prof. Dr. Sapriya, M.Ed., Ko Promotor: Prof. Dr. Helius Sjamsuddin, MA.

Tidak sedikit jumlah studi biografi yang telah dihasilkan namun pada umumnya tidak berkaitan secara langsung dengan masalah pendidikan. Bahkan biografi Muhammad Arsyad telah pula ditulis oleh banyak pihak dengan tujuan dan sudut pandangnya masing-masing. Penelitian ini memang menempatkan Muhammad Arsyad sebagai tokoh hitoris dari daerah Kalimantan Selatan yang dari sejarah hidupnya diketahui ia merupakan seorang ulama yang di dalam kiprah hidupnya melekat erat dengan dunia pendidikan. Penelitian ini merupakan upaya mengungkapkan sekaligus menemukan nilai-nilai karakter yang berguna bagi kepentingan pendidikan ilmu pengetahuaan sosial.

Sehubungan dengan hal itu maka yang menjadi pokok permasalahan dan tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan sejarah hidup ulama pendidik Muhammad Arsyad dengan kandungan 10 nilai karakternya yang berguna bagi tujuan pembelajaran IPS atau pendidikan IPS secara umum.

Suasana kekinian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang mencemaskan akibat dampak negatif globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi mendorong penelitian yang mencoba menggali nilai-nilai karakter dari sejarah hidup seorang ulama pendidik yang berguna untuk memperkuat jatidiri bangsa mendesak untuk segera dilaksanakan.

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode biografis dengan pendekatan deskritif kualitatif. Cara yang ditempuh untuk mendapatkan data dan fakta sepenuhnya mengandalkan pada bahan dokumenter yang dikaji secara mendalam. Temuan penelitian: penelitian ini berhasil mengungkapkan adanya 10 nilai karakter yang besumber dari sejarah hidup Muhammad Arsyad yang dapat diintegrasikan dan berguna bagi tujuan pembelajaran IPS atau pendidikan IPS pada umumnya. Kesepuluh nilai karakter itu ialah: 1) Religius; 2) Disiplin; 3) Kerja keras; 4) Kreatif; 5) Rasa ingin tahu; 6) Semangat kebangsaan; 7) Cinta tanah air; 8) Menghargai prestasi; 9) Peduli lingkungan; dan 10) Tanggung jawab.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ...……… iii

KATA PENGANTAR ………. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. v

ABSTRACT ………. vii

ABSTRAK …….………. …… viii

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Penelitian ………. 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ……….. 16

C. Tujuan Penelitian ………. 17

D. Manfaat Penelitian ……… 18

1. Manfaat teoretis ………. 18

2. Manfaat Praktis ………. 19

E. Struktur Organisasi Disertasi ……… 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 22

A. Konsep dan Teori ………. 22

1. Konsepsi Biografi ……….. 22

2. Pengertian Karakter ………. 25

3. Pendidikan Karakter ………. 27

4. Masyarakat dan Kebudayaan ……….. 33

5. Nilai-Nilai Budaya ……… 34

6. Proses Belajar Kebudayaan ………. 37

a. Internalisasi ……… 37


(7)

x

c. Enkulturasi ………. 42

7. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ……….. 44

B. Penelitian Terdahulu ………. 49

BAB III METODE PENELITIAN ……… 58

A. Pengumpulan,Jenis dan Analisis Data ……..………. 70

B. Instrumen ……………..……. 72

C. Instrumen ………………. 74

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ……….. 75

A. Berdirinya Kesultanan Banjar dan Para Sultan Berkuasa ……. 76

B. Masa Kanak-Kanak dan Menuntut Ilmu Ke Haramain ……… 82

1. Masa Kanak-Kanak Hinga Usia Dewasa ……….. 82

2. Masa Menuntut Ilmu Di Haramain ……… 85

C. Upaya Muhammad Arsyad Menjalankan dan Mengembangkan Kegiatan Pendidikannya ………. 95

1. Mendidik Kader-kader Pembaharu Islam ……….. 96 2. Memurnikan dan Memberi Corak Islam Lebih Kuat pada Kerajaan dan Rakyat Banjar ……… 100

3. Mengkreasi Struktur Pemerintahan Kesultanan Banjar ……. 102

D. Nilai Karakter yang Muncul ……… 106

E. Integrasi Nilai-Nilai Karakter Ke Dalam Pendidikan IPS …… 120

F. Relevansi Pemikiran Muhammad Arsyad dengan Tujuan Pembelajaran IPS ……… 140

1. Kitab Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi Amr al-Din …… 143


(8)

3. Pemikiran Tentang Makanan Halal dan Haram ……… 154

4. Pemikiran Bidang Dakwah ……….. 159 xi

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ………. 167

A. Simpulan ………. 167

B. Implikasi dan Rekomendasi ………. 171

C. Dalil Penelitian ………... 173

KEPUSTAKAAN ……….. 175


(9)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812)……….. 9 1.2 Kitab Parukunan Besar dan Kitab Parukunran versi Bahasa Sunda … 14 1.3 Masjid Raya Sabilal Muhtadin ……… 16 4.1 Muhammad Arsyad Bersama Tiga Sahabat ………. 93 4.2 Kitab Sabilal Muhtadin Vesi Huruf Arab (kiri) dan Versi Bahasa terjemahan Bahasa Indonesia (kanan) ……… 144


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Matrik Proses Pembahasan ………..……… 186

2. Kitab Al Quran dan Baliho Haul Ke-208 ……..……….…. 190

3. Gerbang Makam dan Suasana di Dalam Makam ……… 191

4. Suasana Halu Ke-206 dan Ke-208 ……….... ………….…. 192

5. Suasana Haul Ke-209 dan Abu Daudi ……….…………... 193


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Gottschalk (1983, hlm. 27) mendefinisikan sejarah secara umum dan singkat sebagai masa lampau umat manusia. Dengan kata lain, sejarah sebenarnya merupakan peristiwa dari berbagai aktivitas atau perbuatan manusia pada masa lampau. Dalam pengertian ini sejarah, sejarah dalam arti objektif merujuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, yakni proses sejarah dalam aktualitasnya. Adapun peristiwa yang diceritakan dan dituliskan dipandang sebagai sejarah dalam arti subjektif (Kartodirdjo, 1992, hlm. 14-15). Menurut Renier (1997, hlm. 29), sejarah sebagai cerita yang dtuliskan itu memuat perbuatan-perbuatan dan pencapaian-pencapaian manusia yang hidup dalam kelompok-kelompok atau suatu masyarakat. Oleh Huizinga, sejarah disebutnya sebagai cerita mengenai segala sesuatu yang sudah terjadi. Namun demikian, sesungguhnya peristiwa dari perbuatan manusia itu tidak dapat diceritakan dan dituliskan secara utuh menyeluruh. Oleh sebab itu, sejarah sebagaimana terjadi tidak mungkin sama dengan sejarah sebagaimana diceritakan. Sifat subjektifnya telah membatasi hal itu, sehingga sejarah yang dituliskan bersifat terbatas dan sangat bergantung kepada si pencerita atau penulisnya.

Di dalam mengkaji dan menulis sejarah tentu lebih ditujukan kepada nilai kebermaknaan dan kemanfaatannya. Peristiwa atau sejarah di suatu tempat (lokal) dikaji dan ditulis dalam hal ini tidak dimaksudkan sebagai upaya mendokumentasikan dan memberikan pengetahuan semata, melainkan karena lebih ditekankan untuk kepentingan pendidikan (edukasi). Pada pengertian yang demikian ini maka upaya pendidikan, dalam hal ini pendidikan di Kalimantan Selatan, khususnya untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hendaklah memberi ruang bagi terintegrasinya pengetahuan atau sejarah yang bersumber dari daerah setempat. Kurikulum pendidikan nasional memungkinkan


(13)

hal ini dilakukan melalui konsep muatan lokal. Sejarah yang berasal dari daerah setempat yang dituliskan adalah bagian dari muatan lokal yang bertujuan agar warga masyarakat atau khusunya peserta didik setempat tidak tercerabut dari akar budayanya. Sistem pendidikan nasional telah memberi peluang dengan menempatkan muatan lokal menjadi bagiannya yang tak terpisahkan. Muatan lokal ini didukung oleh nilai-nilai budaya yang berkembang di daerah. Dengan kata lain, muatan lokal itu dapat digali dari budaya atau sejarah masyarakat setempat, yaitu dari sejarah atau budaya Banjar. Pada konteks ini sejarah setempat (lokal) dalam bentuknya yang paling sederhana dapat berupa kisah hidup (biografi) seorang tokoh terkemuka dari daerah itu.

Di dalam edisi khusus Majalah Dikbud (2014, hlm. 3) pada bagian “Dari Redaksi” dikemukakan bahwa sekarang ini pada dasarnya tidak ada satu negara pun di muka bumi yang mampu membendung kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Mau tidak mau, negara atau suatu bangsa harus menerimanya, walau efek kemajuan tersebut itu sungguh dahsyat. Budaya asing yang sebelumnya tidak terlihat jelas, menjadi benar-benar mampir ke kamar tidur, ke ruang kerja, dan ke ruang publik, sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat, terutama padakalangan generasi muda. Salah satu pengaruh yang mengkhawatirkan adalah berupa pelemahan rasa kebangsaan. Oleh karena itu, kaum muda sangat perlu dibentengi dengan kekuatan mental dan budaya bangsa, agar kemerosotan moral kebangsaan tidak terjadi.

Meskipun budaya asing berada di sekelilingnya setiap waktu akibat globalisasi, generasi muda harus tetap cinta pada Tuhannya, Tanah Airnya, budayanya, dan lingkungannya, serta memiliki tenggang rasa dengan sesama. Untuk mengurangi atau bahkan meniadakan pengaruh buruk globalisasi maka generasi muda dapat belajar dari budaya masyarakat lingkungannya atau dari sejarah hidup tokoh historis yang berasal dari lingkungan masyarakatnya. Generasi muda dan masyarakat pada umumnya dengan demikian diharapkan tidak akan tercerabut dari akar budayanya.


(14)

3

Sekarang ini pembangunan karakter bangsa melalui budaya lokal semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan di dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Pemerintah Republik Indonesia, 2010, hlm. 1) bahwa salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa ini dapat ditempuh melalui mentransformasi nilai-nilai budaya lokal.

Nilai-nilai budaya lokal menjadi suatu yang penting karena budaya yang melekat pada setiap insan Indonesia, termasuk generasi muda dan para siswa, akan menyebabkan mereka tumbuh dan berkembang, yaitu dimulai dari budaya di lingkungan terdekat pada dirinya berkembang ke lingkungan yang lebih luas. Dalam kaitan ini, Prayitno dan Widyantini (2011, hlm. 14-15) mengemukakan bahwa generasi muda (siswa) yang menjadi asing dari budayaterdekat, tidak akan mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenaldirinya sebagai anggota budaya bangsa serta membuat rentan terhadap pengaruhbudaya luar bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa pertimbangan.

Mengenai rentannya generasi muda atau masyarakat bangsa ini secara umum dari pengaruh negatif budaya asing akibat pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasitelah dikemukakan di dalam Kebijakan

Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Pemerintah

Republik Indonesia, 2010, hlm.17-18). Harus diakui bahwa pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan. Akan tetapi, di tengah-tengah kemajuan itu terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air


(15)

dirasakan semakin meredup. Perilaku korupsi masih banyak terjadi, identitas ke-"kami"-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas ke-"kita"-an, kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan.

Tidak jarang penyelesaian masalah yang diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal ini seperti sebuah penegasan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Jika demikian maka harus segera dicarikan solusinya agar bangsa ini dapat tegak kembali.

Pembangunan di bidang budaya telah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman nilai-nilai budaya bangsa. Akan tetapi, arus budaya global yang sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronika berdampak tehadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai yang dianut manyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dirasakan semakin meredup. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup konsumtif, serta kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri.


(16)

5

Berdasarkan indikasi di atas, tampaknya globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda. Kecenderungan mereka mudah terpengaruh nilai-nilai dan budaya luar yang sesungguhnya tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Terkait persoalan ini maka diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia (Pemerintah Republik Indonesia, 2010, hlm. 18-19).

Globalisasi tidak dapat dipungkiri berdampak terhadap kehidupan masyarakat. Globalisasi dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Globalisasi memberikan dampak positif terhadap kehidupan, tetapi di sisi lain dampak negatif. Menilik dari segi sosial budaya, globalisasi mengakibatkan masuknya budaya luar secara langsung tanpa hambatan. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan antara budaya lokal dan budaya luar. Ironisnya, budaya luar lebih banyak diterima oleh masyarakat, terutama kalangan muda.

Globalisasi seyogyanya disikapi dengan didasarkan pada pentingnya nilai-nilai budaya bangsa guna mencapai tujuan nasional, yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, ironisnya fakta di lapangan berkata lain dengan maraknya kasus korupsi yang mendera bangsa ini. oleh karena itu, globalisasi sebaiknya direspon dengan terlebih dahulu meningkatkan daya saing bangsa dengan membangun jati diri yang kuat.

Melihat potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), Indonesia bukanlah negara dan bangsa yang minim potensi. Indonesia dengan segala potensi yang ada seharusnya mampu menjadi bangsa yang memiliki daya saing yang tinggi dan kuat. Akan tetapi, fakta memperlihatkan Indonesia masih harus lebih serius lagi membenahi sumber daya manusianya agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain dengan didasarkan pada nilai-nilai luhur bangsa yang telah mengakar kuat di masyarakat. Bangsa Indonesia sekarang hampir kehilangan jati dirinya dilihat dari indikasi memudarnya nilai-nilai budaya


(17)

local. Generasi masa kini nampaknya mulai acuh terhadap budayanya sendiri dan lebih merasa nyaman dengan budaya asing yang masuk. Apapun alasannya, bangsa ini harus mulai mengevaluasi diri guna menutup segala kekurangan sebelum semuanya terlambat.

Pengembangan nilai-nilai budaya senantiasa dilakukan oleh masyarakat yang menganutnya. Kebudayaan yang berkembang itu akan selalu diwariskan dari generasi ke generasi. Proses ini oleh Koentjaraningrat (2009, hlm. 170) dinamakan proses belajar kebudayaan. Proses belajar budaya merupakan suatu keniscayaan bagi bangsa ini dalam mempertahankan eksistensi masyarakat dan budaya Indonesia.

Masyarakat dan kebudayaan Banjar sebagai masyarakat Indonesia mustahil terhindar dari arus globalisasi. Masyarakat Banjar terbentuk dari adanya proses pembauran antara komunitas Melayu dan suku Dayak. Selain itu, kelompok etnis lain yang hidup berbaur dengan masyarakat Banjar juga hidup dengan mendukung kebudayaan Banjar. Di sisi lain, agama Islam telah melembaga seiring terbentuknya Kesultanan Banjar di bawah sultan pertamanya yang telah memeluk Islam, yaitu Pangeran Samudera yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah. Sejak saat itu, Islam dijadikan landasan utama dalam kehidupan masyarakat Banjar. Islam dengan begitu turut dijadikan identitas masyarakat Banjar yang pada dasarnya menjadi penduduk utama di daerah Kalimantan Selatan sekarang ini. Masyarakat (etnik) Banjar dengan identitas keislamannya kemudian menyebar ke berbagai tempat di Kalimantan bahkan hingga ke luar dari pulau terbesar ketiga di dunia itu. Selain Islam sebagai identitas, mereka juga mendukung kebudayaannya sendiri yang disebut dengan kebudayaan Banjar dengan salah satu unsurnya adalah bahasa, yaitu bahasa Banjar. Kata Banjar pun meluas pemakaiannya seperti untuk menyebut pakaian Banjar, adat Banjar, masakan Banjar, rumah Banjar, Hikayat Banjar, sejarah Banjar, dan sebagainya, tentu saja juga untuk penyebutan “Urang Banjar”.

Kebudayaan Banjar yang pembentukannya melalaui proses yang panjang itu masih terus didukung dan dikembangkan oleh masyarakatnya. Kebudayaan ini


(18)

7

sekarang merupakan salah satu kebudayaan daerah yang hidup wilayah NKRI. Kebudayaan Banjar yang telah dibangun, dipertahankan dan terus dikembangkan oleh masyarakatnya itu tentu merupakan aset nasional yang tidak boleh tergerus oleh kebudayaan asing apalagi sampai melenyapkannya. Kebudayaan Banjar tentu saja, bersama dengan kebudayaan daerah lainnya, juga menjadi unsur penunjang dan pembentuk kebudayaan nasional. Oleh sebab itu, di dalam pembangunan nasional, membangun dan mengembangkan kebudayaan daerah menjadi salah satu bagiannya yang terpenting. Dalam kaitan ini, pendidikan merupakan salah satu langkah paling strategis dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan.

Membangun dan melestarikan kebudayaan bangsa merupakan hal yang penting bagi generasi sekarang agar bangsa ini mampu bertahan di tengah derasnya terpaan globalisasi. Segenap generasi muda Indonesia wajib dibekali kepercayaan diri bahwa kebudayaan yang diwariskan dan secara terus menerus dipertahankan dan dikembangkan adalah yang terbaik bagi bangsanya. Generasi muda Indonesia juga wajib menyadari bahwa kebudayaan nasionalnya terbentuk dan ditopang dari beragam kebudayaan daerah sekaligus menyadari pula bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional dalam mengembangkan sistem pendidikan nasional telah mengambil jalan yang tepat dengan menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang multikultural. Melalui kementerian ini Pemerintah Indonesia telah merumuskan 18 nilai pendidikan karakter yang akan ditamamkan dalam setiap diri warga negara, terutama bagi generasi muda, sebagai upaya membangun karakter bangsa (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, hlm. 9-10). Jika sampai terjadi generasi muda lepas dari akar budayanya, sementara arus globalisasi menerpa deras maka akan sulit membekali generasi muda terutama para siswa untuk cakap berkehidupan sosial, mempunyai nasionalisme dan patriotisme yang kuat, dan mampu bersaing dalam tingkat global. Persaingan global hanya dapat dimenangkan apabila pendidikan


(19)

berhasil dalam membangun karakter yang kuat ke dalam diri para siswa. Dalam konteks demikian ini, penguatan jati diri bangsa menjadi sangat penting.

Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Banjar di dalam menjalani dan mengembangkan kehidupannya senantiasa berlandaskan pada agama Islam. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika pada masyarakat ini sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang dianggap mempunyai kelebihan dalam ilmu dan pengetahuan di bidang agama. Setiap Urang Banjar sebagai bagian dari masyarakat Banjar pada dasarnya patuh kepada ulama. Mereka senantiasa meneladani ulama atau tokoh-tokoh agama yang ada di lingkungannya. Bersinergi dengan ini ulama menyadari betul akan perannya sebagai panutan, sebagai pembimbing masyarakat dan sebagai guru bagi masyarakatnya dalam menjalani dan memperbaiki kehidupannya yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.

Pada konteks kekinian Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari bin Abdullah (selanjutnya disebut Muhammad Arsyad) dipandang sebagai figur paling populer sepanjang sejarah masyarakat Banjar. Ia merupakan ulama pendidik dengan reputasi dan nama yang cukup dikenal hingga ke tingkat internasional. Melalui pendidikan dan pengajaran agama Islam yang diupayakannya, sekalipun mungkin saja kurang disadari sebelumnya, ia secara tidak langsung telah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter kepada murid-muridnya dan secara lebih luas kepada masyarakatnya. Dalam konteks pendidikan bagi generasi muda maka nilai-nilai kejujuran, kemandirian, kerja keras, tanggung jawab, bahkan religius misalnya menjadi sangat penting untuk ditanamkan ke dalam pribadi-pribadi anak bangsa. Kesemuanya ini tentu ditujukan dalam rangka pembentukan karakter generasi muda yang tangguh, generasi muda yang tidak mudah tercabut dari akar budayaanya sendiri akibat kemajuan zaman dan globalisasi seperti sekarang ini.

Penanaman nilai-nilai karakter, khususnya bagi generasi muda menjadi hal sangat positif mengingat tantangan globalisasi dalam arti memperkuat jatidiri bangsa dari pembentukan karakter generasi mudanya. Hal itu sesuai dengan


(20)

nilai-9

nilai budaya masyarakat yang menempatkan ulama secara terhormat sebagai panutan, sebagai pewaris Rasulullah. Sejarah Banjar mencatat bahwa Muhammad Arsyad merupakan ulama paling berpengaruh sepanjang sejarah Urang Banjar. Ia merupakan panutan sekaligus sebagai ”rujukan” dalam kehidupan masyarakat Banjar. Peran yang dijalankan di dalam kehidupan telah menempatkannya sebagai salah satu ulama nusantara yang cukup berpengaruh dan dikenal secara luas. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sampai sekarang pun banyak pihak, terutama masyarakat Banjar masih senantiasa menghormati dan mengikuti ajaran-ajarannya di bidang keagamaan meskipun ia merupakan ulama yang hidup pada masa akhir abad Ke-18 dan awal abad Ke-19.

Gambar 1.1 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812)

Muhammad Arsyad lahir pada 17 Maret 1710 di desa Lok Gabang, sekitar 17 kilometer dari Kota Martapura. Ia meninggal pada 3 Oktober 1812 dan dimakamkan di desa Kalampayan, sekitar 16 kilometer dari Kota Martapura (lihat Lampiran 5). Sejak dilahirkan, Muhammad Arsyad menjalani masa kanak-kanaknya di desa Lok Gabang, Martapura. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Muhammad Arsyad berkehidupan di desa dan bermain bersama anak-anak seusianya namun dengan kecerdasan lebih menonjol dan akhlak yang terpuji. Sejak kecil ia mengemari menulis dan melukis. Hal ini membuat Sultan


(21)

Tahlilullah, saat bekunjung ke Lok Gabang, tertarik pada Muhammad Arsyad yang ketika itu baru berusia sekitar tujuh tahun. Sultan Tahlilullah meminta kepada Abdullah agar Muhammad Arsyad diizinkan tinggal di istana untuk belajar bersama anak-anak dan para cucu Sultan. Sesuai janjinya, Sultan Tahlilullah sangat memperhatikan pendidikan Muhammad Arsyad selama tinggal di lingkungan istana Kesultanan Banjar (Daudi, 1980, hlm. 20).

Pada usia sekitar 30 tahun Muhammad Arsyad dinikahkan oleh sultan dengan seorang perempuan bernama Bajut. Tidak lama setelah itu sultan memberi kesempatan kepada Muhammad Arsyad untuk memperdalam ilmu agama di tanah suci Makkah. Dalam hal ini, Muhammad Arsyad menyambut tawaran itu dan menyampaikan niatnya untuk melanjutkan pendidik itu kepada istrinya yang ketika itu tengah hamil yang pertama kalinya. Kesempatan dan keinginan Muhammad Arsyad ini mendapat respon positif dan disetujui dengan tulus oleh istrinya. Kepergian Muhammad Arsyad ini dapat dikatakan sebagai awal dari sebuah perjuangan dan pengorbanan guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Sebuah awal dalam menempa diri memperdalam dan memperluas pengetahuan dan ilmu agama yang di kemudian hari diketahui hal itu tidak saja berguna bagi dirinya namun juga bagi kemajuan Islam dan memperbaiki pemahaman dan pengertian agama Islam di kalangan masyarakat di Kasultanan Banjar.

Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada beberapa

masyaikh terkemuka masa itu (Zamzam, 1974, hlm. 6-7; Halidi, 1980, hlm. 29-32;

dan Azra, 329-330 dan 342), di antaranya Syekh „Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-„Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani. Kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim, Muhammad Arsyad belajar tasawuf dan dibimbing melakukan suluk dan khalwat hingga mendapat ijazah sebagai khalifah. Guru-guru Muhammad Arsyad yang lain seperti Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az Zabidi, Syekh Hasan bin Ahmad al Yamani, Syekh Salm bin Abdullah al Basri, Syekh Shiddiq


(22)

11

bin Umar Khan, Syekh Abdullah bin Hijazi asy Syarqawy, Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz al Maghrabi, Syekh Abdurrahamn bin Sulaiman al Ahdal, Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin al Fathani, Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as Sandi, Syekh Abdul Wahab at Thantawy, Syekh Abdullah Mirghani, Syekh Muhammad bin Ahmad al Jauhari, dan Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh.

Selama menuntut ilmu, Muhammad Arsyad menjalin persahabatan dengan orang-orang berasal dari negeri nusantara (Indonesia) yang ketika itu dikenal dengan sebutan “Tanah Jawi”. Di antara orang-orang itu ada tiga orang yang merupakan sahabat dekatnya yaitu Syekh Abdussamad Falimbani asal Palembang Sumatera, Syekh Abdurrahman Misri Bantani dari Banten, dan Syekh Abdul Wahab Bugis dari tanah Bugis Sulawesi (Azra, 2013, hlm. 331 dan Subiyakto, 1982, hlm. 26). Setelah sekitar 35 tahun menuntut ilmu di Makkah dan Madinah, keempat bersahabat ini berniat menuntut ilmu ke Mesir, tetapi oleh guru mereka, Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, mereka diminta agar segera kembali ke Jawi (Indonesia) untuk berdakwah dan menegakan syiar Islam.

Menjelang keempat besahabat itu kembai ke tanah air, bertemulah mereka dengan Zainal Abidin bin Abdullah yang tidak lain adalah adik kandung Muhammad Arsyad, yang sedang menunaikan ibadah haji. Zainal Abidin dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa Syarifah putri Muhammad Arsyad telah dewasa. Mendengar berita ini, ketiga sahabat Arsyad al Banjari mengajukan lamaran untuk memperistri Syarifah. Untuk kasus ini Muhammad Arsyad menempuh kebijakan dengan “mengundi” lamaran ketiga sahabatnya itu. Hasilnya lamaran Syekh Abdul Wahab Bugis yang diterima untuk menikahi Syarifah. Selanjutnya dilaksanakanlah ijab kabul bagi Syekh Abdul Wahab Bugis dan Fatimah binti Muhammad Arsyad dengan disaksikan oleh dua sahabat lainnya. Acara pernikahan ini dilaksanakan dan dipimpin langsung oleh Muhammad Arsyad yang bertindak berdasarkan hukum wali mujbir (Zamzam,


(23)

1974, hlm. 8). Atas hukum ini Muhammad Arsyad bertindak sebagai ayah yang berhak menikahkan anaknya sekalipun tanpa diketahui dan dihadiri oleh putrinya.

Tidak lama setalah acara pernikahan itu, keempat sahabat itu pun secara bersama kembali ke Indonesia. Mereka sampai di Palembang, kampung Syekh Abdussamad al-Falimbani. Setelah itu meneruskan perjalanan ke Betawi, kampung Syekh Abdurrahman Misri tanpa diikuti Syekh Abdussamad al-Falimbani. Di Betawi ini, Muhammad Arsyad bersama Syekh Abdul Wahab Bugis menetap beberapa saat sembari berdakwah dan membetulkan arah kiblat masjid Jembatan Lima, masjid Luar Batang dan masjid Pekojan (Steenbrink, 1984, hlm. 92 dan Azra, 2013, 331). Setelah itu Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis berlayar ke Martapura dan tiba di sana pada bulan Ramadhan 1186 H (1772 M). Sementara itu, Sultan Tahlilullah telah wafat dan kedudukannya telah digantikan oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam dan menyambut kedatangan Muhammad Arsyad (Steenbrink, 1984, hlm. 98).

Tidak lama setibanya Muhammad Arsyad di Martapura, ia mendapatkan tempat melaksanakan pengajaran dan pengembangan agama Islam dari sultan Banjar. Tempat yang berada di daerah pinggiran kraton yang dipilih oleh Muhammad Arsyad untuk dijadikan pusat pengajaran dan dakwah Islam itu kemudian dikenal sebagai kampung Dalam Pagar, terletak sekitar 18 kilometer dari Kota Martapura (lihat Lampiran 5). Di sinilah Muhammad Arsyad melakukan berbagai aktivitas keagamaannya, termasuk aktivitas menuliskan berbagai kitab keagamaan. Dari tempat ini yang boleh juga disebut sebagai pesantren Dalam Pagar, Muhammad Arsyad mengajar dan membina murid-muridnya untuk menjadi ahli di bidang agama atau menjadi dai yang kemudian tersebar ke berbagai tempat di Kalimantan bahkan keluar dari Kalimantan (Zamzam, 1974, hlm. 9 dan Halidi, 1980, hlm. 37).


(24)

13

Guna mendukung dan memperkuat penyebaran dan pendidikan Islam di tanah air, khususnya di Kalimantan Selatan, Muhammad Arsyad aktif menuangkan pemikirannya ke dalam kitab-kitab yang ditulisnya sehingga dapat terus dibaca murid-muridnya dan oleh generasi muda berikutnya. Ia dapat dikatakan sebagai salah satu ulama terkemuka nusantara yang cukup produktif dalam menghasilkan karya tulis (Abdurrahman, 1992, hlm. 28). Salah satu kitab karyanya yang paling dikenal luas adalah Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi Amr

al-Din, yang artinya "Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk

mendalami urusan-urusan agama". Kitab ini biasa lebih dikenal dengan sebutan singkatnya yaitu Kitab Sabilal Muhtadin .

Kitab yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu tulisan Arab itu merupakan kitab fikih Mazhab Syafii. Kitab ini sebagaimana diakui sendiri oleh Muhammad Arsyad ditulis berdasarkan permintaan Sultan Tahmidullah. Kitab ini terdiri dari dua jilid masing-masing berisi sekitar 500 halaman ditulis selama kurang lebih dua tahun dimulai dari tahun 1779 dan selesai tahun 1781. Kitab ini juga kemudian disalin atau diterjemahkan ke bahasa Indonesia di antaranya oleh Prof. H.M.Asywadie Syukur, Lc. dengan judul Kitab Sabilal Muhtadin juga dalam dua jilid dan diterbitkan oleh PT Bina Ilmu pada tahun 2008. Kitab salinan ini dijadikan salah satu rujukan dan sumber utama di dalam penelitian ini. Selain dari kisah hidupnya yang coba digali untuk menemukan nilai-nilai karakter yang mungkin muncul sehingga berguna bagi pendidikan generasi muda masa kini juga akan digali melalui isi dari kitab Sabilal Muhtadin ini.

Kitab-kitab fikih karya Muhammad Arsyad lainnya adalah Luqthah

al-Ajlân Kitâb al-Nikâh (Buku Nikah) tahun 1778, Kitâb al-Farâidl (Buku

Pembagian Harta Warisan) dan Hâsiyah Fath al-Jawâd (Komentar terhadap Buku Pembukaan Kemurahan Hati). Kitab-kitabnya dalam bidang tauhid, di antaranya:

Ushûl al-Dîn (Dasar-Dasar Agama), Tuhfah al-Râghibîn fî Bayân Haqîqah Imâm al-Mu’minîn wa Mâ Yufsiduh min Riddah al-Murtaddîn (Hadiah Bagi Para


(25)

Merusaknya; Kemurtadan Orang-Orang Murtad) tahun 1774, Qaul al-Mukhtashar fî ‘Alâmah al-Mahd al-Muntadzar (Pembicaraan Singkat tentang Tanda Imam

Mahdi yang Ditunggu) tahun 1781, dan Tarjamah Fath al-Rahmân (Terjemahan Buku Fath al-Rahmân). Sedangkan kitabnya dalam bidang tasawuf adalah Kanz

al-Ma’rifah (Gudang Pengetahuan). Di samping itu, dia juga menulis Mushaf al-Qur‟an dengan tulisan tangan Muhammad Arsyad dalam ukuran besar yang hingga sekarang masih dipajang di dekat makamnya. Sayangnya tidak semua karya tulisnya itu dapat diketahui tahun pembuatannya (Abdurrahman, 1991).

Selain Sabilal Muhtadin sebagai karya Muhammad Arsyad yang paling populer, ada pula kitab yang kehadirannya cukup menarik yaitu kitab “Parukunan”. Kitab ini merupakan bahan-bahan pelajaran yang disampaikan Muhammad Arsyad dan disalin oleh muridnya, terutama oleh cucunya sendiri Fatimah bin Abdulwahab Bugis. Seperti hal Sabilal Muhtadin kitab Parukunan ini juga beredar luas namun dengan perjalanan yang cukup menarik. Pada tahun 1907 salinan catatan pelajaran itu dicetak pertama kalinya di Singapura dengan judul “Ini Kitab Parukunan Besar, bagi Abdurrasyid Banjar, diambil daripada setengah karangan Syekh Muhammad Arsyad Banjar”. Sesudah itu dicetak ulang di beberapa tempat seperti Bombay, Makindo (Philipina), Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta, Medan dan Cirebon. Sejak dicetak di Cirebon judulnya berubah menjadi Parukunan Melayu dan dalam versi bahasa Sunda berjudul Parukunan

Sunda. Sebenarnya sebelum itu di Surabaya kitab Parukunan dicetak dalam

bahasa Jawa dengan judul Parukunan Gede. Kitab-kitab yang dicetak ulang dengan nama-nama (judul) baru itu sudah tidak lagi mencantumkan nama Muhammad Arsyad (Zamzam, 1974, hlm. 15).


(26)

15

Gambar 1.2 Kitab Parukunan Besar dan Kitab Parukunan versi Bahasa Sunda

Apa yang telah dikemukakan di atas pada dasarnya merupakan sisi epitemologi (pengetahuan) dan ontologi dari kisah hidup seorang Muhammad Arsyad. Sisi ini mengungkapkan kebenaran atau fakta historis mengenai perjalanan hidup seorang ulama terkemuka Kalimantan Selatan yang pernah hidup selama masa-masa akhir abad ke-18 sampai masa-masa awal abad ke-19. Kebenaran ataupun fakta-fakta empiris sejarah hidup (biografi) Muhammad Arsyad dapat diungkapkan dan dipertanggungjawabkan karena tersediannya cukup banyak dokumen yang berisikan pemaparan tentang kehidupan Muhammad Arsyad. Kisah hidup Muhammad Arsyad dengan demikian sebagai realitas historis atau kenyataan konkrit yang dapat dipelajari sekaligus menjadi pelajaran yang berguna bagi generasi penerus.

Pada dasarnya penelitian atau disertasi tidak hanya berhenti sampai pada pemaparan epitemologi dan ontologinya saja, melainkan yang lebih penting adalah mengungkapkan sisi aksiologinya dari kisah sejarah seorang Muhammad Arsyad. Dengan demikian tujuan utama dari penelitian ini sebenarnya guna menemukan nilai-nilai kebenaran yang akan membantu kita pada komitmen kebenaran dan menjauhi kesalahan. Di sisi lain juga guna menemukan nilai kebaikan, kewajiban dan tanggung jawab moral. Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Melalui penelitian sejarah hidup Muhammad Arsyad sebagai objeknya ini diharapkan dapat ditemukan nilai-nilai karakter positif yang akan berguna bagi generasi muda atau anak didik melalui implementasiannya pada proses pendidikan, khususnya pada pendidikan ilmu pengetahuan sosial.


(27)

Dari apa yang telah dipaparkan sebelumnya dapat pula diketahui bahwa Muhammad Arsyad merupakan ulama yang totalitas hidupnya bersentuhan langusng dengan dunia pendidikan. Hampir sepanjang hidupnya diabdikan bagi pendidikan, baik sebagai pebelajar maupun kemudian perannya sebagai pengajar dan menulis banyak kitab pengetahuan keagamaan. Dapat dikatakan bahwa Muhammad Arsyad adalah seorang ulama pendidik yang berperan besar bagi perkembangan agama Islam pada umumnya dan perbaikan kehidupan keagamaan masyarakat di Kesultanan Banjar khususnya pada waktu itu. Berkat peran besarnya itu masyarakat Kalimantan Selatan sebagai pewaris wilayah Kesultanan Banjar mendirikan sebuah masjid megah bernama “Sabilal Muhtadin ” di tengah kota Banjarmasin sebagai bentuk penghargaan kepada Muhammad Arsyad. Nama itu diambil dari nama kitab termasyhur karya Muhammad Arsyad yaitu Sabilal Muhtadin . Masjid itu dengan demikian juga merupakan monument bagi generasi masa kini untuk memperingati pribadi Muhammad Arsyad dan hasil karyanya.


(28)

17

B. Rumusan Masalah Penelitian

Penelitian ini telah memilih dan menetapkan Muhammad Arsyad seorang tokoh historis keagaamaan Kalimantan Selatan sebagai objeknya. Penetapan ini terutama didasarkan pada keyakinan peneliti bahwa kisah sejarah hidupnya bukan saja patut untuk diungkapkan secara akademik tetapi juga karena terdapat banyak pelajaran yang dapat dipetik dan berguna bagi generasi penerus. Muhammad Arsyad ternyata juga bukan hanya sekedar ulama biasa. Sukar dibantah jika ia dikatakan sebagai ulama pendidik yang telah berupaya memperbaiki kehidupan umatnya, khususnya kehidupan keislaman masyarakat di Kalimantan Selatan. Hampir disepanjang hidupnya ulama pendidik ini mengabdi pada dunia pendidikan. Oleh sebab itu, dari kisah hidupnya yang mencakupi hal kegiatan belajar mengajarnya dan hasil-hasil karya tulisnya sebagaimana telah tertera pada latar belakang penelitian ini kiranya dapat diungkapkan nilai-nilai karakter yang dapat bermanfaat bagi pendidikan generasi penerus, khususnya bagi para siswa yang dapat disisipkan melalui pelajaran atau pendidikan ilmu pengetahuan sosial.

Sehubungan hal yang telah dikemukakan di atas disertai dengan identifikasi spesifik mengenai permasalahan yang akan diteliti maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan sebagaimana berikut ini.

1. Bagaimana gambaran umum sejarah hidup Muhammad Arsyad sejak masa kecil hingga masa menuntut ilmu di Haramain?

2. Bagaimanakah upaya Muhammad Arsyad mengembangkan dan menjalankan pengajarannya dalam rangka membina dan memperbaiki kehidupan keagamaan masyarkatnya?

3. Nilai karakter apa saja yang muncul dari sejarah kehidupan Muhammad Arsyad baik ia sebagai pembelajar maupun sebagai pengajar?

4. Bagaimana ajaran nilai-nilai karakter dari pengalaman hidup Muhammad Arsyad diintegrasikan ke dalam tujuanpendidikan IPS?


(29)

5. Mengapa pemikiran Muhammad Arsyad relevan dengan tujuan proses pembelajaran IPS?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di atas, maka dapat dipahami jika yang akan menjadi tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai sejarah hidup Muhammad Arsyad sebagai seorang ulama pendidik yang dengan berbagai kegiatannya dalam belajar dan mengajar sepanjang hayatnya dapat dipetik pelajaran nilai-nilai karakter yang akan berguna bagi pendidikan generasi muda atau khususnya bagi para siswa masa kini dan akan datang. Termasuk menjadi bagian dari tujuan umum ini ialah mengintegrasikan nilai-nilai karakter itu ke dalam proses pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Adapun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Memberikan gambaran secara umum sejarah hidup Muhammad Arsyad sejak masa kecil hingga masa menuntut ilmu di tanah suci Makkah dan Madinah.

2. Mendeskripsikan upaya yang ditempuh Muhammad Arsyad dalam mengembangkan dan pengajarannya dalam rangka membina dan memperbaiki kehidupan keagamaan masyarakatnya.

3. Mengemukakan beberapa nilai karakter yang muncul dari kegiatan Muhammad Arsyad, baik ia sebagai pembelajar maupun sebagai pengajar termasuk nilai-nilai karakter yang terungkap dari karyanya yang berjudul

Kitab Sabilal Muhtadin .

4. Mendeskripsikan mengenai nilai-nilai karakter dari pengalaman hidup Muhammad Arsyad yang dapat diintegrasikan ke dalam tujuan pendidikan IPS.


(30)

19

5. Menjelaskan mengenai pemikiran Muhammad Arsyad yang relevan dengan tujuan pembelajaran IPS.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan teori dan konsep masyarakat dan kebudayaan pada umumnya serta teori dan konsep nilai-nilai pendidikan karakter pada khususnya dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan IPS. Berbeda dari penelitian lain yang menjadikan Arsyad al-Banjar sebagai objeknya, penelitian ini menekankan kajiannya pada upaya mengungkapkan nilai-nilai karakter yang mungkin muncul dari realitas historis seorang Muhammad Arsyad. Diakui cukup banyak penelitian yang menjadikan Muhammad Arsyad sebagai objek utamanya namun mempunyai tujuan, cara dan sudut pandangnya masing-masing. Ada yang menekankan kajiannya pada sisi sejarah hidupnya (biografi) semata, kajian keagamaan, peran dakwahnya, kajian teks terhadap hasil-hasil karyanya, kajian sufisme (tasawuf), peran atau pengaruhnya terhadap struktur birokrasi, dan sebagainya. Kesemuanya memberikan kontribusi dan kemanfaatannya bagi ilmu pengetahuan dalam keberagaman tema. Penelitian ini pun diharapkan bermanfaat bagi terbukanya wacana atau tema baru dalam hal melakukan penelitian yang menetapkan tokoh ulama sebagai objeknya.

Dalam tataran teoretik proses sosialisasi nilai-nilai karakter melalui Muhammad Arsyad ini dapat dikembangkan dalam proses pendidikan IPS di Kalimantan Selatan dan di daerah lainnya dengan berbasis nilai-nilai lokal dalam bingkai pengembangan nilai- nilai nasional Indonesia dalam pembelajaran IPS.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan sebagai solusi atau alternatif untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah-masalah dalam pendidikan IPS khususnya muatan


(31)

lokal pembelajaran IPS. Secara praktis sosialisasi nilai-nilai karakter yang dipetik dari kisah hidup Muhammad Arsyad diharapkan sebagai solusi atau alternatif untuk memecahkan masalah-masalah dalam pembelajaran IPS, diantaranya:

1. Memecahkan persoalan akibat terjadinya erosi moral generasi muda akibat pengaruh negatif globalisasi yang dapat menyebabkan generasi muda tercerabut dari akar budayanya.

2. Pengembangan bahan ajar pembelajaran IPS berdasarkan penggalian nilai-nilai budaya lokal pada umumnya dan nilai-nilai karakter tertentu khususnya untuk kepentingan pendidikan IPS.

3. Sebagai metode alternatif pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran IPS.

Hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat sebagai bahan pengayaan (enrichment) bagi para siswa dan menjadi bahan rujukan bagi para guru pengampu pelajaran. Usulan agar penelitian ini diarahkan untuk pengembangan materi enrichment untuk para siswapada kesempatan seminar proposal penelitian ini merupakan hal yang sangat menarik. Akan tetapi, di dalam kesempatan ini hal itu belum dapat diakomodir sepenuhnya. Diharapkan pada kesempatan lain hal itu dapat direalisasikan dalam bentuk penelitian dan penulisan berikutnya atau dapat dipetik oleh peneliti berikutnya yang berkeinginan menjadikan figur Muhammad Arsyad sebagai objeknya. Dengan demikian hasil penelitian ini juga artinya dapat bermanfaat bagi penelitian lanjutan itu.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Struktur organisasi disertasi ini direncanakan akan terdiri lima bab dan beberapa sub bab dan sub-sub bab. Sehubungan dengan ini bagian-bagian bab itu akan tersusun secara sistematis sebagai berikut.


(32)

21

Bab I Pendahuluan, merupakan bab yang mengemukan beberapa sub bab mulai dari mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II Kajian Pustaka, pada bab ini akan terdiri dari dua bagian utama (sub bab). Pertama, sub bab yang memuat dan menjelaskan beberapa konsep dan teori yang digunakan di dalam penelitian ini. Oleh karena itu, di dalam sub bab ini juga akan terdiri dari beberapa sub-sub bab lagi. Kedua, sub bab yang akan menguraikan dan menganalisis beberapa hasil penelitian terdahulu yang kandungan isinya relevan dengan penelitian ini. Pada sub bab ini dimungkan juga akan berisi beberapa sub-sub bab.

Bab III Metode Penelitian, bab ini akan terdiri dari beberapa sub bab yang masing-masing akan berisi uraian mengenai pendekatan, subjek, sumber dan teknik pengumpulan data serta analisis data penelitian. Pada sub bab pendekatan penelitian ini misalnya kemungkinan akan dijelaskan mengenai penggunaan pendekatan hermeneutik, yakni dengan menempatkan kitab Sabilal Muhtadin karya Muhammad Arsyad sebagai representasi pemikiran pengarang. Pada sub babsubjek penelitian misalnya akan dipaparkan secara historis mengenai Muhammad Arsyad berikut beberapa orang dan lingkungan masyarakat yang terkait dengan sejarah hidupnya. Pada sub bab sumber dan teknik pengumpulan data terutama mengandalkan dokumen dan hasil-hasil kajian yang terlebih dahulu mengupas mengenai Muhammad Arsyad. Pada sub bab analisis data akan menjelaskan mengenai misalnya mengenai langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data yang telah didapatkan. Termasuk juga di bagian ini adalah menjelaskan langkah-langkah identifikasi yang dilakukan.

Bab IV Temuan dan Pembahasan, terdiri dari dua sub bab yaitu pertama sub bab yang memuat uraian mengenai temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data. Kedua sub bab yang menguraikan pembahasan


(33)

temuan penelitian sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Bab V Simpulan dan Saran, memuat beberapa uraian simpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan terhadap sejarah hidup Muhammad Arsyad yang memunculkan nilai-nilai karakter yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan generasi penerus dan diintegrasikan ke dalam proses pendidikan IPS bagi para siswa sebagai isi sub bab pertama dari bab ini. Sub bab kedua berisikan saran atau rekomendasi yang ditujukan terutama bagi penelitian berikutnya.


(34)

1

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan sebuah upaya menemukan dan menjelaskan kemungkinan upaya-upaya dan ajaran nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari sejarah hidup seorang ulama berasal dari Kalimantan Selatan bernama Muhammad Arsyad. Dapat juga dikatakan di sini bahwa penelitian ini bermaksud mengungkapkan dan menggambarkan objek kajiannnya secara luas dan mendalam. Untuk dapat mencapai maksud dan tujuan tersebut maka pendekatan deskriptif kualitatif dan metode biografiskiranya yang paling relevan digunakan. Menurut konsepsinya penelitian kualitatif memiliki dua tujuan utama yaitu: 1) menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore); dan 2) menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Penelitian ini lebih dekat sebagai penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatoris karena aspek biografisnya yang dominan namun sekaligus berupaya mengungkapkan kebermaknaannya yang implementatif bagi pendidikan IPS. Dengan kata lain, penelitian ini merupakan sebuah upaya memberikan penjelasan (eksplanasi) mengenai hubungan sejarah kehidupan Muhammad Arsyad dengan sekaligus mengemukakan kebermaknaannya bagi pendidikan pada umumnya dan pendidikan IPS pada khususnya.

Strauss dan Juliet Corbin (2009, hlm. 4 dan 8) mengartikan penelitian kualitatif sebagai suatu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, di samping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik. Jenis-jenis penelitiankualitatif, di antaranya, yaitu teoretisasi data, etnografi, pendekatan fenomenologi, riwayat hidup (life histories), dan analisis percakapan. Jenis-jenis ini bisa dimanfaatkan oleh para peneliti dari berbagai bidang. Bagi Sugiyono (2009, hlm. 1) hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Penelitian kualitatif tentu relevan menggunakan metode kualitatif,


(35)

yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Penelitian kualitatif itu berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil (Meleong, 2010, hlm. 9 dan 44; Creswell, 2009, hlm. 15).

Kuntowijoyo (2003, hlm. 203) di dalam bukunya berjudul Metodologi

Sejarah dengan sangat singkat dan tegas menyatakan “biografi adalah sejarah”.

Bertolak dari pendapat ini logikanya penelitian biografi tentu tidaklah berbeda dengan penelitian sejarah dan itu artinya akan menggunakan metode yang sama yaitu metode sejarah. Meskipun demikian pada kenyataanya tidak semua biografi ditulis oleh para sejarawan, bahkan biografi lebih banyak ditulis oleh bukan seorang sejarawan, juga bahkan biografi tidak digolongkan dalam historiografi (Kuntowijoyo, 2003, hlm. 203; Leirissa, 1983, hlm. 34, dan Daud, 2013, hlm. 257-258). Hal demikian menunjukan biografi lebih bersifat terbuka sehingga tidak harus selalu dalam penggarapannya menggunakan metode sejarah sekalipun ini sebagai sesuatu yang lumrah dilakukan. Oleh karena itu, di dalam penelitian kali ini digunakan cara yang lebih longgar dalam mengungkapkan objek kajiannya dengan tidak sepenuhnya bertumpu pada penggunaan atau penerapan metode sejarah, di samping karena penelitian ini lebih bertumpu pada bahan biografi daripada sebagai melakukan penelitian biografi. Dengan kata lain, penelitian ini lebih mengandalkan pada kisah hidup Muhammad Arsyad yang sudah tersedia dan kehidupannya itu telah ditulis oleh banyak pihak baik yang bersifat kronologi menyangkut riwaya hidupnya maupun yang secara tematik mengenai bagian-bagian terpenting yang menyangkut profil maupun pemikiran Muhammad Arsyad. Metode sejarah ataupun metode biografis digunakan sejauh hal itu bersesuaian dengan upaya mengungkapkan dan menjelaskan pokok permasalah yang berkaitan dengan mengemukan atau menemukan nilai-nilai karakter yang melekat dengan upaya dan ajaran nilai-nilai karakter yang dibawa atau muncul dari figure Muhammad Arsyad. Menurutnya biografi meskipun sangat mikro,


(36)

3

menjadi bagian dari mosaik sejarah yang lebih besar. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah adalah penjumlahan dari biografi.

Penelitian ini tidak menggunakan metode sejarah secara spesifik meskipun telah dikatakan bahwa biografi adalah sejarah dan biografi merupakan mosaik dari sejarah secara keseluruhan karena pada dasarnya penelitian ini menggunakan bahan sejarah atau biografi yang sudah jadi. Bahan sejarah sudah jadi yang dimaksudkan di sini ialah berupa hasil-hasil tulisan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan Muhammad Arsyad. Tulisan-tulisan itu baik berupa buku maupun artikel dan karya Muhammad Arsyad sendiri dapat dikatagorikan sebagai bahan dokumenter (Kartodirdjo, 1981, hlm. 63 dan 65). Bahan-bahan inilah yang diolah kemudian untuk ditampilkan dalam bentuk hasil penelitian ini. Untuk mencapai hal itu lebih tepatnya metode yang digunakan di sini ialah metode biografis itu sendiri dan metode penggunaan bahan dokumenter sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartodirdjo (1981, hlm. 61- 92). Penggunaan metode ini secara silih berganti agar dapat mengungkapkan dan menjelaskan persoalan-persoalan pokok sebagaimana yang diajukan di dalam penelitian ini.

Penulisan pengalaman nyata (life writing) sebagai latihan empiris bergantung pada data: surat, dokumen, atau wawancara. Penting juga adalah mendiskusikan dengan pihak lain atau kolega yang signifikan. Penelitian mengenai sejarah hidup seseorang tokoh merupakan salah satu bentuk dari studi kasus dan dapat menggunakan cara riset pustaka. “Biografi, seperti halnya sejarah, merupakan pengorganisasian memori manusia.Sebuah studi biografis adalah studi tentang individu dan atau pengalaman seperti diceritakan kepada peneliti atau ditemukan dalam dokumen dan bahan-bahan arsip.Potret kehidupan seorang individu diciptakan dari dokumen-dokumen, bahan arsip dan buku-buku (Smith, 2009, hlm. 371-372; Cozby, 2009, hlm. 188; dan Creswell, 1998, hlm. 47 dan 121).

Bahan-bahan sejarah atau dokumenter yang digunakan di dalam penelitian ini untuk dikaji guna menemukan hal-hal penting terkait dengan upaya dan ajaran


(37)

nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari sejarah kehidupan dan karya Muhammad Arsyad dapat disampaikan sebagaimana termuat dalam table berikut.

Tabel 3.1 Daftar Bahan dokumenter

No. Judul/Subjudul Pengarang Tahun Keterangan

1. Syek h Muhammad Arsyad Al Banjari Matahari Islam

H.W. Muhammad Saghir

1993 Buku

2. Muhammad Arsyad Al

Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin

H.W. Muhammad Saghir

1990 Buku

3. Kitab Sabilal Muhtadin Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad

2008 Buku 2 jilid, Penyalin Asywadie Syukur

4. “Muhammad Arsyad Al

Banjary (1710-1812)”

Anggraini Antemas 1986 Buku/Subjudul

5. “Para Ulama Muhammad Arsyad dari Kalimantan”

Azyumardi Azra 2013 Buku/Subjudul

6. Nur Islam di Kalimantan Selatan

Ahmad Basuni 1986 Buku

7. Jiwa Yang Besar Syek h

Muhammad Arsyad Banjar

Ahmad Basuni 1989 Buku

8. “Arsyad Al Banjari” Iwan Gayo Glaxo 2013 Buku/Ensiklopedia

9. “Sjech M. Arsjad Banjar” Tamar Djaja 1951 Buku/Subjudul

10. Ulama Besar Kalimantan

Syek h Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad 1122-1227H/1710-1812M

Jusuf Halidi 1980 Buku

11. Penegak an Kembali Fik ih Zak at, Bercermin pada

Pengajaran Syek h

Muhammad Arsya

Muhammad Arsyad.

Zaim Saidi 2013 Buku

12. Pemik iran Syek h Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad tentang zak at: suntingan tek s dan analisis intertek stual.


(38)

5

No. Judul/Subjudul Pengarang Tahun Keterangan

13. Syek h Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad Sebagai Ulama Juru Dak wahDalam Sejarah Penyiaran Islam di Kalimantan Abad k e-13 H/18 M dan Pengaruhnya di Asia Tenggara.

Zafry Zamzam 1974 Buku

14. “Mengenang Ulama Besar Muhammad Arsyad al Banjari”

Zafury Zumry 1981 Artikel/Banjarmasin Pos

15. “Peranan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dalam Islamisasi di Kerajaan Banjar.”

E. W. Abbas dan Bambang Subiyakto

2005 Laporan Penelitian

16. “Muhammad Arsyad Membawa Era Baru di Kerajaan Banjar”

Bambang Subiyakto 1982 Skripsi Sarjana Muda

17. “Menguak Tabir Sisi-sisi Gelap dari Sejarah Perkembangan Agama Islam di Kalimantan Selatan”.

Abdurrahman 1992 Makalah

18. “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan Perkembangan Hukum Perkawinan Kalimantan Selatan.”

Abdurrahman 1986 Makalah

19. “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari: Sebuah Refleksi Islamisasi Masyarakat Banjar.”

Abdurrahman 1988 Makalah

20. “Kerangka Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam Bidang Hukum.”

Abdurrahman 1988 Mak alah

21. “Tanggapan Singkat

Terhadap Makalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Sebuah Refleksi Proses Islamisasi Masyarakat Banjar”

Ramli Nawawi 1988 Makalah

22. “Sumbangan Muhammad

Arshad B. Abdullah Muhammad Arsyad Dalam Fikih Al-At‟imah (Makanan)

Mohd Anuar Ramli dan Mohammad Aizat Jamaludin


(39)

No. Judul/Subjudul Pengarang Tahun Keterangan

Di Dalam Kitab Sabil Al-Muhtadin”

23. “Syekh Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad dan Birokrasi Kesultanan Banjar”

Bambang Subiyakto 2011 Jurnal

24. “Risalah Tuhfatur Raghibin adalah Karya Tulis Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.”

Asywadi Syukur 1988 Makalah

25. “Dakwah Islamiyah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Usaha dan Karyanya.”

Zafry Zamzam 1963 Buletin

26. “Mengenal Karya Tulis Ulama Banjar, Menelusuri Karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,”

Abdurrahman 1991 Artikel/Dinamika Berita

27. “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam perbincangan Cendikiawan Muslim.”

Abdurrahman 1988 Artikel/Dinamika Berita

28. “Menggali Pemikiran

-pemikiran Keagamaan Syekh Muhamad Arsyad Al Banjari.”

Abdurrahman 1988 Artikel/Dinamika Berita

29. “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Konsep dan Pendiri Kerapatan Kadhi di Kalimantan Selatan.”

Abdurrahman 1989 Artikel/Banjarmasin Post.

30. “Menelusuri Karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari”

Abdurrahman 1991 Artikel/Dinamika Berita.

31. “Perlu Penelitian tentang Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.”

Asywadi Syukur 1987 Artikel/Banjarmasin Post.

32. “Kesultanan Banjar Semenjak Suriansyah sampai Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.”

Asywadi Asywadie 1988 Artikel/Dinamika Berita

33. “Keadaan Masyarakat Banjar yang Menjadi Sasaran


(40)

7

No. Judul/Subjudul Pengarang Tahun Keterangan

Dakwah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.”

34. “Karya Tulis dan Bentuk Tulisan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.”

Asywadie Syukur 1988 Artikel/Dinamika Berita

35. “Mengenali Hasil Karya Besar Seorang Putra Kalsel Sabilal Muhtadin ”

Ramli Nawawi 2009 Artikel [online]

36. “Gerakan Pemurnian Islam Syekh Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad di Kalimantan Selatan”

Anita Ariani 2010 Jurnal

37. “Pemikiran Islam Shaikh Muhammad Arshad Muhammad Arsyad”

Ahmad Dakhoir 2010 Buletin

38. “Shaykh Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad‟s

Thought On Education”

Husnul Yakin 2011 Jurnal

39. “Pertumbuhan dan

Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Dalam Pagar Martapura Kalimantan Selatan”

Rafi‟ah Gazali 2013 Laporan Penelitian

40. “The Influence of

Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad On The Religiosity of Banjarese Society”

M. Rusydi 2009 Jurnal

41. “Syekh Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad, Peran Dakwah di Kerajaan Banjar dalam Islamisasi Masyarakat Banjar Abad XVIII”

Safwan 2009 Skripsi

42. “Peran Fathimah Binti Abdul Wahab Bugis dalam Penulisan Kitab Parukunan Melayu”

Saifuddin 2011 Jurnal

43. “Pemikiran Tasawuf

Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad dan Pengaruhnya di Masyarakat Kalimantan Selatan”


(41)

No. Judul/Subjudul Pengarang Tahun Keterangan

44. “ Mohammad Arsyad

Muhammad Arsyad 1710-1812”

Karel A. Steenbrink 1984 Buku/Subjudul

Kesemua bahan itu jika dijumlah keseluruhannya mencapai lebih dari seribu halaman merupakan data-data yang ditelaah secara terperinci dan cermat (Kartodirdjo, 1981, hlm. 79 dan 85; Creswell, 1998, hlm. 121) menurut pemikiran dan konsep dari Lickona (2004) dan Kementerian Pendidikan Nasional (2010) hingga membentuk suatu bangun hasil penelitian yang mampu mengungkapkan dan menjelaskan (Kuntowijoyo, 2003, hlm. 209) mengenai butir-butir ajaran pendidikan karakter yang bersumber dari sejarah kehidupan Muhammad Arsyad bagi kepentingan pendidikan pada umumnya dan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya. Dengan kata lain, bahan dokumen yang berisikan data-data itu dikaji secara mendalam hingga tercapai suatu hasil penelitian yang berupa jawaban atas kesemua persoalan pokok sebagaimana yang diajukan di dalam penelitian ini. Data-data yang ditelaah itu diharapkan mampu mengungkapkan dan menjelaskan apa yang telah ditetapkan menjadi tujuan yang diajukan dari penelitian ini.

Studi biografi pada dasarnya merupakan bentuk pengkajian terhadap pengalaman-pengalaman seseorang sebagaimana disampaikan kepada peneliti atau berupa temuan dalam dokumen-dokumen dan bahan arsip (Creswell 1998, hlm. 47). Pada kesempatan ini Creswell juga menyepakati pandangan Denzin (1989) yang mengartikan metode biografis sebagai “kajian menggunakan dan mengumpulkan dokumen-dokumen kehidupan yang menjelaskan titik balik peristiwa-peristiwa dalam sejarah kehidupan seseorang”. Hal yang menjadi focus penelitian biografi adalah kehidupan secara keseluruhan atau beberapa fase kehidupan dari seseorang yang dianggap unik, khas, luar biasa, sehingga dapat dianggap layak untuk dilakukan penelitian kualitatif.


(42)

9

Untuk mewujudkah hasil penelitian yang menempatkan kisah hidup seseorang sebagai objek kajian diperlukan serangkaian porses yaitu: 1) dimulai dengan menuliskan serangkaian pengalaman yang objektif dari kehidupan Muhammad Arsyad. Pengalaman dimaksud dimulai dari masa kanak-kanak, masa dewasa , dan masa usia lanjut. Atau, dengan bentuk lain adalah fase tinggal di istana Kerajaan Banjar, fase menuntut ilmu (belajar), dan fase melakukan kegiatan pendidikan dan dakwah. 2) Data yang telah diperoleh dari bahan dokumen mulai diorganisasikan dan dikelompokan sesuai dengan tema-tema spesifik yang mengindikasikan peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman kehidupan Muhammad Arsyad dengan mengacu kepada rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. 3) Melakukan eksplorasi arti dari data yang telah diperoleh. Bagian-bagian dari pengalaman sebagai cerita-cerita yang telah dipilih dan dikemukakan adalah untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan menemukan makna butir-butir nilai pendidikan karakter. 4) Tahapan terakhir adalah mengaitkan butir-butir nilai pendidikan karakter yang diperoleh kepada struktur yang lebih luas yakni kepentingannya dengan pendidikan pada umumnya dan pendidikan IPS pada khususnya.

Prosedur yang ditempuh sebagaimana di atas juga sebenarnya sejalan dengan yang disarankan oleh Wood Gray dan disepakati pula oleh Sjamsuddin (2007, hlm. 89-90), yakni: 1) Dimulai dari menentukan suatu topik; 2) Mengusung semua bukti yang relevan dengan topik; 3) Membuat catatan tentang itu apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung; 4) Mengevaluasi secara kritis semua bukti yang telah dikumpulkan; 5) Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya; dan 6) Menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.


(43)

Oleh karena penelitian ini objek materinya juga cukup kental bersentuhan dengan hal kebudayaan (budaya) maka tidak menutup kemungkinan menemui kenyataan harus memaparkan apa yang dipahami oleh pelaku budaya sehingga berakibat terhadap pemaparan berbagai ungkapan secara panjang lebar, yang disebut sebagai thick description (Nur Syam, 2007, hlm. 8). Oleh karena itu, cara pengungkapan sebagaimana ditempuh Clifford Geertz dengan metode yang disebutnya hermeneutika deskripsi tebal (thick description) itu dapat dipertimbangkan digunakan untuk memantapkan jawaban-jawaban yang menjelaskan terhadap permasalah penelitian. Hal ini karena metode ini berupaya untuk menarik kesimpulan yang luas dari hal kecil, tapi yang tersusun dari fakta-fakta yang padat. Dengan melakukan thick description, menurut Geertz, berarti menulis dengan metode itu untuk menangkap irama dan cara berpikiran atau pola kerja system budaya (Sutrisno dan Hendar Purwanto (eds), 2005, hlm. 212- 213)

Sumadio (1983: 17) mengemukakan bahwa suatu biografi harus menjelaskan hubungan tokoh yang diajukan dengan kisah sejarah jamannya. Peneliti biografi harus mampu mengungkap peranan dan hubungan sang tokoh dengan berbagai peristiwa pada jamannya. Dalam hal ini Leirissa (1983, hlm. 38) menjelaskan bahwa biografi yang ilmiah adalah dalam bentuk “life and times”.

Life-nya adalah pelukisan watak, tindak-tindakan, pengalaman seseorang,

sedangkan time-nya adalah latar belakang sejarah. Lebih lanjut Leirissa (1983, hlm. 41) mengajukan syarat-syarat penulisan biografi: 1) Biografi harus mampu menghidupkan kembali seseorang tokoh dengan cara menceritakan pribadinya, kehidupannya, percakapannya, kesenangan-kesenangannya, perasaan-perasaannya (bukan saja what man is, tetapi why-nya); 2) Biografi harus mampu menghidupkan tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman orang yang dibiografikan; dan 3) Penulis biografi harus mampu menempatkan tokohnya dalam kerangka sejarah (his position and his significance in the broad stream of

events).

Pengungkapan sejarah hidup berdasarkan tema-tema sebagaimana telah dipaparkan di atas dan yang diajukan oleh Surjomihardjo (1983, hlm. 69) maupun


(44)

11

Creswell (1998, hlm. 50-51) adalah bersesuaian dengan pokok-pokok permasalahan sebagaimana yang diajukan di dalam penelitian ini. tema-tema yang disusun dalam upaya mengungkapkan sejarah kehidupan Muhammad Arsyad itu meliputi, yaitu: 1) mengemukakan gambaran umum sejarah hidup Muhammad Arsyad sejak masa kecil hingga masa menuntut ilmu di tanah suci Makkah dan Madinah; 2) mengemukakan kegiatan Muhammad Arsyad dalam mengembangkan dan menjalankan pengajarannya dalam rangka membina dan memperbaiki kehidupan keagamaan masyarakatnya; 3) mengungkapkan nilai-nilai karakter yang berhasil dimunculkan dari kegiatan Muhammad Arsyad baik ia sebagai pembelajar maupun sebagai pengajar termasuk nilai-nilai karakter yang mungkin dapat diungkap dari karyanya berjudul Kitab Sabilal Muhtadin ; 4) mengemukakan ajaran nilai-nilai pendidikan karakter Muhammad Arsyad yang diintegrasikan ke dalam pendidikan IPS; dan 5) mengemukakan pemikiran Muhammad Arsyad yang relevan dengan tujuan proses pembelajaran IPS.

Dalam pandangan Onghokkam (1983, hlm. 58) metode dapat dibagi dalam metode teoritis dan metode teknis. Metode teknis menyangkut cara pengumpulan bahan, seleksi, arsip, interview, pemberian catatan kaki, kronologi, struktur riwayat hidup, dan sebagainya. Kronologi dalam biografi pahlawan nasional (tokoh) sangat penting sebab hal ini memudahkan menempatkan si tokoh dalam rangka sejarah, dan bagi penulis bisa dijadikan pegangan struktur penyajian atau riwayat hidup si tokoh. Metode teoritis adalah sebenarnya tujuan dari penulis dalam arti bagaimana rencana penulis untuk menyajikan riwayat hidup tokoh itu. Misalnya apa yang mau digambarkan di sana? Apa itu reaksi terhadap keadaan masyarakat atau kehidupan beragama masyarakat. Atau, sebagai tokoh yang mepengaruhi masyarakat, kelilingnya, atau karena terlibat dalam peristiwa sejarah yang penting.

Biografi sebagai hasil penelitian pengalaman nyata, hadir dalam berbagai bentuk, panjang uraian, fokus kajian, dan perspektif. Persoalan terkait lainnya adalah pentingnya wawasan dan kreativitas pada pihak penulis biografi dalam proses penelitian, penyusunan, dan penulisan kehidupan atau


(1)

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Sulfan, N. (2010). Pendidikan Berbasis Karakter. Surabaya: Jepe Pres Media

Utama.

Sulistyowati, Endah. (2013). Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT. Citra Aji Prama.

Sumadio, Bambang. (1983). “Beberapa Catatan Tentang Penulisan Biografi Pahlawan” dalam Pemikiran Biografi dan Kesejarahan, Suatu Kumpulan Prasaran pada Berbagai Lokakarya. Jakarta: Depdikbud Direktorat

Sejarah dan Nilai Tradisional, hlm. 15-18.

Surjomihardjo, Abdurrachman. (1983). “Menulis Riwayat Hidup” dalam Pemikiran Biografi dan Kesejarahan, Suatu Kumpulan Prasaran pada Berbagai Lokakarya. Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai

Tradisional, hlm. 59-74.

Sutrisno, Mudji dan Hendar Purwanto (eds). Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 2005.

Suyono, Ariyono. (1985). Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo. Syam, Nur (2007). Mazhab-Mazhab Antropologi. Yogyakarta: LKis.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2015). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Bandung.

Veeger, K.J. (1990). Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan

Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Yunus, Rasid. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat

Karakter Bangsa: Studi Empiris Tentang Huyula. Yogyakarta:

Deepublish.

Zamzam, Zafry. (1974). Syekh Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad Sebagai

Ulama Juru DakwahDalam Sejarah Penyiaran Islam di Kalimantan Abad ke-13 H/18 M dan Pengaruhnya di Asia Tenggara. Banjarmasin: Karya.

Zumry, Zafury. “Mengenang Ulama Besar Muhammad Arsyad al Banjari”, harian Banjarmasin Post, 8 s/d 19 Agustus 1981.


(2)

8

Abbas, E. W. (2013).“Masyarakat dan Kebudayaan Banjar Sebagai Sumber Pembelajaran IPS (Transformasi Nilai-Nilai Budaya banjar Melalui Ajaran

Guru Sekumpul)”. Disertasi pada Fakultas Pasca Sarjana UPI Bandung. Bandung.

Abbas, E. W. dan Bambang Subiyakto (2005). “Peranan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary dalam Islamisasi di Kerajaan Banjar.” Laporan Penelitian pada Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Gazali, Rafi’ah. (2013). “Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan

Islam Dalam Pagar Martapura Kalimantan Selatan”. Laporan Penelitianpada Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas

Keguruan dan Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Mirhan AM.(2012). “K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani di Martapura

Kalimantan Selatan (1942-2005): Telaah terhadap Karisma dan Peran Sosial.” Tesis pada Program Pascasarjana UIN Alauddin. Makasar.

Nawawi, Ramli. (1977) Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Penyebar Ajaran Ahlusunah wal Jamaah Pada Abad ke-18 di Kalimantan Selatan. Skripsi pada fakultas Keguruan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Safwan. (2009). “Syekh Muhammad Arsyad, Peran Dakwah di Kerajaan Banjar dalam Islamisasi Masyarakat Banjar Abad XVIII”. Skripsi pada Fakultas

Adab UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Subiyakto, Bambang. (1982). “Muhammad Arsyad Membawa Era Baru di

Kerajaan Banjar.”Skripsi Sarjana Muda pada Fakultas Sastra dan

Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Subiyakto, Bambang. (1999). ”Pelayaran Sungai di Kalimantan Tenggara, Tinjauan Historis tentang Transportasi Air Abad XIX, ”Tesis pada

Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Warnidah, R.(1997). “Pondok Pesantren Darussalam Martapura Dibawah Pimpinan K.H. Badruddin (1976-1992).”Skripsi pada Program Studi

Sejarah, FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Jurnal dan Makalah:

Abdurrahman. (1992). “Menguak Tabir Sisi-sisi Gelap dari Sejarah

Perkembangan Agama Islam di Kalimantan Selatan”. Makalah pada


(3)

Abdurrahman. (1988). “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari: Sebuah Refleksi

Islamisasi Masyarakat Banjar.” Makalah pada diskusi Kelompok

Cendikiawan Muslim. Banjarmasin.

Abdurrahman. (1988). “Kerangka Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam Bidang Hukum.” Makalah pada Seminar Pemikiran

Keagamaan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, IAIN Antasari. Banjarmasin.

Ariani, Anita. (2010). “Gerakan Pemurnian Islam Syekh Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad di Kalimantan Selatan. Jurnal Al-Fikr, vol. 14, No. 3, Tahun 2010.

Athaillah, A. (2004).“Perkembangan Tarekat Sammaniyah di Kalimantan

Selatan”,Khazanah, Vol. III, No 2, April.

Dakhoir, Ahmad. (2010). “Pemikiran Fikih Shaikh Muhammad Arshad”,

Islamica, Vol. 4, No. 2, Maret 2010, hlm. 230-247.

Daud, Safari. (2013). “Antara Biografi dan Historiografi (Studi 36 Buku Biografi

di Indonesia)”, Analisis, volume XIII, nomor 1, hlm. 243-270.

Dharmawan, Nyoman Sadra. (2014). “Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa

Pada Mahasiswa Di Perguruan Tinggi”. Makalahpada Pembinaan

Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa PTS di Lingkungan Kopertis Wilayah VIII Tahun 2014.

Fajarini, Ulfah. (2014). “Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter” dalam Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 2 Des 2014.

Marzuki. (2011). “Integrasi PendidikanKarakter Dalam Pembelajaran Di Sekolah Menengah Pertama.” Makalah pada Seminar Pendidikan Karakter di SMP

Negeri 5 Wates, 25 Juli 2011.

Nawawi, Ramli. (1988). Tanggapan Singkat Terhadap Makalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Sebuah Refleksi Proses Islamisasi Masyarakat Banjar. Makalah pada diskusi Kelompok Cendikiawan Muslim. Banjarmasin.

Ramli, Mohd Anuar dan Mohammad Aizat Jamaludin. (2012). “Sumbangan Muhammad Arshad B. Abdullah Muhammad Arsyad Dalam Fikih

Al-At’imah (Makanan) Di Dalam Kitab Sabil Al-Muhtadin”. Jurnal Al-Tamaddun Bil. 7 (2) 2012, hlm. 61-76.

Rusydi, M. (2009). “The Influence of Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad on the Religiosity of Banjarese Society”. Al-Risalah,Jurnal Ilmiah


(4)

10

Saifuddin. (2011). “Peran Fathimah Binti Abdul Wahab Bugis dalam Penulisan

Kitab Parukunan Melayu”. Jurnal Penelitian Keislaman, vol. 7, No. 2, Juni

2011.

Sosio Humanika, Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Nomor 1

Volum 5, Mei 2012.

Stahl, J. (2008). A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social Studies: Building Social Understanding and Civic Efficacy.Journal

for Social Studies. USA: National Council for Social Studies. Waldorf,

Maryland.

Subiyakto, Bambang. (2008). “Urang Banjar: Menuntut Ilmu Dunia dan Akhirat”. Jurnal Kebudayaan “Kandil”, Edisi 17, Tahun VI, Mei – Juli 2008, hlm. 70-81.

Subiyakto, Bambang. (2011). “Syekh Muhammad Arsyad dan Birokrasi Kesultanan Banjar”. Jurnal Kebudayaan “Kandil”. Edisi 20, Tahun VIII, Januari – Maret 2011, hlm. 33-46.

Syukur, H.M. Asywadie. (1988). “Risalah Tuhfatur Raghibin adalah Karya Tulis Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.” Makalah pada acara di Masjid

Raya Sabilal Muhtadin . 25 Desember 1988. Banjarmasin.

Wahab, A.A. (2002). "Tantangan Pembelajaran PIPS di Sekolah". Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung. Bandung: 31 Oktober 2002.

Yakin, Husnul. (2011). “Shaykh Muhammad Arsyad Muhammad Arsyad’s

Thought On Education”. Journal of Indonesian Islam, vol. 05, Number 02, Descember 2011.

Zamzam, Zafry. (1963). “Dakwah Islamiyah Syekh Muhammad Arsyad Al

Banjari, Usaha dan Karyanya.” Gema Islam No. 29 Th. II.

Zarkasyi, Maimunah. (2008). “Pemikiran Tasawuf Muh. Arsyad Muhammad

Arsyad dan Pengaruhnya di Masyarakat Kalimantan Selatan”. Buletin Islamica, vol. 3, No. 1, September 2008.

Majalah dan Surat Kabar

Abdurrahman. (1991). “Mengenal Karya Tulis Ulama Banjar, Menelusuri Karya

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,” Bag. 3. Harian Dinamika Berita,


(5)

Abdurrahman. (1991). “Mengenal Karya Tulis Ulama Banjar, Menelusuri Karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,” Bag. 5. Harian Dinamika Berita,

23 Nopember 1991. Banjarmasin.

Abdurrahman. (1988). “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dalam

perbincangan Cendikiawan Muslim.” Harian Dinamika Berita, 26 Juni

1988. Banjarmasin.

Abdurrahman. (1988). “Menggali Pemikiran-pemikiran Keagamaan Syekh

Muhamad Arsyad Al Banjari.” Harian Dinamika Berita, 23 Nopember

1988. Banjarmasin.

Abdurrahman. (1989). “Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Konsep dan Pendiri Kerapatan Kadhi di Kalimantan Selatan.” Harian Banjarmasin Post, 30

Juni 1989. Banjarmasin.

Abdurrahman. (1991). “Menelusuri Karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Harian Dinamika Berita, 20, 21 dan 23 Nopember 1991. Banjarmasin.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. (2011). “Pendidikan Karakter untuk Membangun Karakter Bangsa”. Policy Brief, edisi 4, 2011.

Majalah DikbuD. (2014). Edisi Khusus, No. 03 Tahun V Juli 2014

Syukur, H.M. Asywadie. (1987). “Perlu Penelitian tentang Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.” Harian Banjarmasin Post, 6 Februari 1987.

Syukur, H.M. Asywadie. (1988). “Kesultanan Banjar Semenjak Suriansyah

sampai Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.” Harian Dinamika Berita, 17 Nopember 1988. Banjarmasin.

Syukur, H.M. Asywadie. (1988). “Keadaan Masyarakat Banjar yang Menjadi Sasaran Dakwah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.” Harian Dinamika Berita, 21 Nopember 1988. Banjarmasin.

Syukur, H.M. Asywadie. (1988). “Karya Tulis dan Bentuk Tulisan Syekh

Muhammad Arsyad Al Banjari.” Harian Dinamika Berita, 25 Nopember

1988. Banjarmasin.

Internet:

Apple, Michael W. “Educational and Curricular Restructuring and the Neo-liberal and Neo-conservative Agendas: Interview with Michael Apple.” Curriculo sem Fronteiras, v. 1, n. 1, pp.i-xxvi, Jan/Jun 2001. [online].


(6)

12

Apple, Michael W. “Educational, Politics, and Social Transformation.” [online]. www.englishliteracyconference.com.au/file

Arief Achmad, Quo Vadis Pendidikan IPS di Indonesia. [online]. Tersedia:

http://re-searchengines.com/mangkoes6-04-4.html, [17 Juni 2012].

Nawawi, Ramli. “Mengenali Hasil Karya Besar Seorang Putra Kalsel Sabilal Muhtadin.” http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/01/sabilal-muhtadin.