REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL SEKUNTUM RUH DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO : Kritik Sastra Feminis.

(1)

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL

SEKUNTUM RUH DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO

(Kritik Sastra Feminis)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra

oleh

Junita Mohenny Br. Munthe 0905939

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


(2)

Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel

Sekuntum Ruh dalam Merah Karya Naning

Pranoto

(Kritik Sastra Feminis)

Oleh

Junita Mohenny Br. Munthe

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Junita Mohenny Br. Munthe 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL SEKUNTUM RUH

DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO

(Kritik Sastra Feminis) oleh

Junita Mohenny Br. Munthe 0905939

disetujui dan disahkan oleh, Pembimbing I,

Dra. Nenden Lilis. A., M.Pd. NIP 197109262003122001

Pembimbing II,

Halimah, M. Pd. NIP 198104252005012003

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan dan Sastra Indonesia,


(4)

ABSTRAK

Karya sastra pada dasarnya merupakan cerminan dari kenyataan, termasuk kenyataan sosial. Pengarang karya sastra banyak mengangkat kenyataan sosial berupa gambaran kehidupan masyarakat ke dalam karyanya termasuk gambaran sosial tentang ideologi patriarki. Ideologi patriarki telah mendarah daging pada masyarakat Indonesia yang memiliki bermacam-macam suku dan budaya. Hal tersebut mengakibatkan perempuan berada di wilayah domestisitas. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana keyataan sosial tersebut direpresentasikan oleh pengarang dalam karya sastra.

Objek penelitian ini adalah karya sastra Indonesia berupa novel dengan judul Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. Peneliti membatasi dan merumuskan penelitian untuk mencari jawaban mengenai: 1) struktur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun novel; 2) representasi ideologi patriarki yang digambarkan dalam novel; dan 3) model representasi yang digunakan dalam novel tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analisis dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui studi pustaka dengan mencari data-data tentang struktur pembangun novel, makna representasi dan ideologi patriarki yang sesuai dengan objek penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan sosiologis, yaitu sosiologi sastra dengan menggunakan teknik representasi, dan teori yang digunakan ialah teori kritik sastra feminis yakni gerakan kesetaraan gender.

Hasil penelitian menunjukkan struktur yang membangun novel Sekuntum

Ruh dalam Merah terbagi atas struktur intrinsik dan ekstrinsik. Novel ini juga

menunjukkan bahwa adanya representasi ideologi patriarki dalam penyifatan perempuan, peran perempuan, dan adanya ketidakadilan oleh sebab ideologi patriarki. Ideologi patriarki juga tampak pada alur novel, latar sosial novel, tema yang diangkat pengarang dalam novel, dan bahasa yang digunakan pengarang. Ideologi patriarki tersebut ada yang merepresentasikan kenyataan sosial di masyarakat Indonesia. Hubungan representasi ideologi patriarki dengan persoalan sosial adalah hubungan sebab akibat. Gambaran persoalan sosial dalam novel tersebut menjadi representasi dari masalah sosial yang dialami masyarakat Indonesia. Model representasi yang digunakan adalah model aktif sehingga dalam merepresentasikan ideologi patriarki dan permasalahan sosial, terdapat kritikan terhadap kenyataan yang digambarkan.


(5)

ABSTRACT

Literature basically are reflection of reality, including social reality. Many literature works made by the authors brought social reality. Those social reality they wrote includes social image of patriarchy ideology. This ideology has been ingrained upon Indonesian society, even though they’re came from different races and culture. The impact of this ideology is that women is consider to only part of “domestisitas” area. This research made is because of that background. This research will try to unveil how the social reality mentioned above represented by the author on his/her literature work.

The object of this research are Indonesia Literature Work, a Novel with the title of Sekuntum Ruh dalam Merah by Naning Pranoto. The boundaries and formula made by the researcher are limited only to find the answer of: 1) intrinsic and extrinsic that build the novel; 2) patriarchy ideology represented on the novel; and 3) represent model used on the novel.

This research is a qualitative research using descriptive analyst method by describe the fact which then continue with the analysis. Data collection technique used are find through book study by searching on data of novel structures, representation meaning and the perfect patriarchy ideology which match with the researcher object. Research approach used here is sociology approach, which is literature sociology using represent technique, and theory used here is feminist literature critique of gender equality.

The research outcome shows the structure that build Sekuntum Ruh dalam

Merah novel are divided into: intrinsic and extrinsic structure. This novel also

shows the ideology patriarchy representation on the attribution of women, women role, and of the injustice as the result of the patriarchy ideology. Patriarchy ideology also shown on the novel plot, novel social background, theme brought by the author on the novel, and the language used by the author. Some of these patriarchy ideologies are represented social reality on Indonesian society. The conection between patriarchy ideologies with social problems are cause and effect. Social problems images shown on the novel are the representation of social problem face by the Indonesian society. Representation model used here are active model that on representation of patriarchy ideology and social problems, there are still critique to the reality shown.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Representasi ... 7

B. Ideologi Patriarki ... 11

C. Novel ... 13

1. Pengertian Novel ... 13


(7)

a. Unsur Intrinsik... 14

1) Alur dan Pengaluran ... 14

2) Tokoh dan Penokohan ... 17

3) Latar ... 18

4) Tema ... 19

5) Analisis Penceritaan ... 20

6) Bahasa ... 22

b. Unsur Ekstrinsik ... 23

1) Naning Pranoto dan Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 23

2) Sistem Nilai (Ideologi) Patriarki pada Masyarakat ... 24

D. Kritik Sastra Feminis... 26

1. Pengertian Feminisme ... 26

2. Sejarah Munculnya Gerakan Feminisme ... 28

3. Kritik Sastra Feminis... 34

4. Jenis-Jenis Kritik Sastra Feminis ... 36

E. Kerangka Berpikir Penelitian... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 40

B. Sumber Data ... 40

C. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Studi Pustaka ... 41

2. Wawancara ... 41

D. Teknik Pengolahan Data ... 41

E. Definisi Operasional... 43

F. Instrumen Penelitian... 44

BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Struktur... 46


(8)

b. Analisis Alur ... 69

2. Tokoh dan Penokohan ... 75

a. Analisis Tokoh Utama... 75

b. Analisis Tokoh Tambahan ... 83

3. Latar ... 93

a. Latar Tempat ... 93

b. Latar Waktu ... 95

c. Latar Sosial... 96

4. Tema ... 100

5. Analisis Penceritaan ... 100

a. Analisis Kehadiran Pencerita ... 100

b. Analisis Tipe Penceritaan ... 101

6. Bahasa ... 103

B. Analisis Representasi Ideologi Patriarki ... 104

1. Representasi Ideologi Patriarki dalam Tokoh dan Penokohan... 104

a. Representasi dalam Penyifatan Perempuan... 105

b. Representasi dalam Peran Perempuan... 115

c. Representasi Ketidakadilan dalam Ideologi Patriarki ... 119

2. Representasi Ideologi Patriarki dalam Alur ... 127

3. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar ... 130

a. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar Tempat ... 130

b. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar Waktu ... 131

c. Representasi Ideologi Patriarki dalam Latar Sosial ... 131

4. Representasi Ideologi Patriarki dalam Tema ... 133

5. Representasi Ideologi Patriarki dalam Analisis Penceritaan... 134

6. Representasi Ideologi Patriarki dalam Bahasa ... 134

C. Model Representasi Ideologi Patriarki ... 136

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan... 139


(9)

1. Analisis Pembentuk Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 139

2. Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 139

3. Model Representasi ... 145

B. Rekomendasi ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 147

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 149


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Teknik Kajian Novel ... 42 Tabel 2: Pedoman Analisis Novel ... 44


(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1: Kerangka berpikir penelitian... 45 Bagan 2: Pengaluran... 68 Bagan 3: Alur ... 74


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan Pengesahan Judul ... 149

Lampiran 2 Cover Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ... 151

Lampiran 3 Lembar Pertanyaan Narasumber... 152

Lampiran 4 Biodata Narasumber ... 153

Lampiran 5 Laporan Hasil Wawancara... 156

Lampiran 6 Potongan Scene Iklan Sabun Shinzui ... 165

Lampiran 7 Data penelitian dari Media Massa Online ... 166


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Secara biologis, perempuan dianggap lemah oleh kaum laki-laki-laki. Nyoman Kutha Ratna (2009: 182-183) menyebutkan bahwa polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Dia juga mengatakan bahwa atas dasar kelemahan-kelemahan secara biologis, perkembangan peradaban manusia selanjutnya selalu menempatkan perempuan sebagai inferior. Anak laki-laki, lebih-lebih dalam sistem kekeluargaan patriarkat selalu menjadi satu-satunya harapan dalam melanjutkan keturunan. Sementara itu bila yang lahir adalah anak perempuan, maka secara apriori dikatakan bahwa itu akibat kaum perempuan.

Persoalan perempuan tidak luput dari pandangan karya sastra, karena karya sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat sehari-hari. Karya sastra yang berspektif feminis adalah upaya pengarang mengutarakan penglihatannya akan peran dan kedudukan perempuan yang didominasi oleh kekuasaan lelaki. Menurut Sugihastuti dan Suharto (2005: 15-16), adanya resepsi pembaca karya sastra Indonesia yang menunjukkan antara hubungan laki-laki dan perempuan hanyalah merupakan hubungan yang didasarkan pada pertimbangan biologis dan sosial-ekonomis semata-mata. Pandangan seperti itu tidak sejalan dengan pandangan yang berspektif feminis bahwa perempuan mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dapat ikut serta dalam segala aktivitas kehidupan bermasyarakat bersama laki-laki.

Sebuah survei menunjukkan pada 1960 di Amerika, kanon sastra negeri itu merupakan tulisan laki-laki. Diungkapkan pula bahwa sejumlah bentuk sastra, selama berabad-abad dalam sejarah sastra Amerika, tidak menyinggung satu pun


(14)

2

penulis perempuan. Hasil survei ini menyebabkan para pengamat sastra, dan tentunya kaum perempuan bertanya-tanya. Yang terjadi kemudian adalah para pengamat sastra menggali penyebab ketidakmunculan karya-karya perempuan, jangan-jangan ada karya-karya penting yang tidak tercatat di zaman lampau, karena yang menentukan bermutu atau tidaknya suatu karya sastra adalah kaum laki-laki (Djajanegara, 2003: ix).

Diskriminasi terhadap perempuan tidak hanya terjadi pada dunia sastra saja, di bidang sosial, hak-hak perempuan juga sangat terbatas. Tradisi menghendaki perempuan menjadi pengurus rumah tangga dan keluarga, sehingga sebagian besar masa hidupnya dihabiskan dalam lingkungan rumah saja. Di samping itu, perempuan tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi, memangku jabatan-jabatan tertentu dan menekuni profesi-profesi tertentu. Masyarakat tradisional pada waktu itu beranggapan bahwa bagi seorang gadis sudahlah cukup jika dia mempunyai keterampilan menulis, membaca dan berhitung. Kalaupun dia diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi, maka ilmu yang diperolehnya kelak harus dapat menunjang perannya sebagai istri, ibu, dan ibu rumah tangga, yaitu jahit-menjahit, masak-memasak, merawat bayi atau orang sakit, yang dilengkapi dengan pelajaran kesenian (Djajanegara, 2003: 6-7). Pemikiran seperti itu membuat perempuan terbelenggu dalam budaya patriarki yang diciptakan oleh masyarakat. Tidak hanya kaum laki-laki sebagai pelopor budaya tersebut, anggapan masyarakat yang masih tradisional yang menganggap bahwa memang seharusnya perempuan itu di bawah kekuasaan laki-laki turut menjadikan perempuan sebagai objek patriarki.

Patriarki menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan (1991: 25-26) berarti kekuasaan sang ayah atau patriarch. Hal itu berkaitan dengan sistem sosial bahwa sang ayah menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik serta sumber-sumber ekonomi, dan membuat semua keputusan penting. Sejalan dengan sistem sosial tersebut, ada kepercayaan atau ideologi bahwa lelaki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan; bahwa perempuan harus dikuasai oleh lelaki, dan merupakan bagian dari harta milik lelaki. Norma-norma moral maupun


(15)

3

hukum pun bersifat double standart (standar ganda) yang memberikan lebih banyak hak kepada kaum lelaki dibanding kepada perempuan, di samping didasarkan atas patriarki. Sekarang, jika orang menyebut kata patriarki, hal itu berarti sistem yang menindas serta merendahkan kaum perempuan, karena laki-laki mendominasi kontrol atas perempuan, atas badannya, seksualitasnya, dan pekerjaannya baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Patriarki yang berkembang di masyarakat sulit dihilangkan karena telah menjadi budaya turun-temurun. Ratna (2009: 191) menyebutkan bahwa pekerjaan perempuan selalu dikaitkan dengan memelihara, laki-laki selalu dikaitkan dengan bekerja. Laki-laki memiliki kekuatan untuk menaklukkan, mengadakan ekspansi, dan bersifat agresif. Perbedaan fisik yang diterima sejak lahir kemudian diperkuat dengan hegemoni struktur kebudayaan, adat istiadat, tradisi, pendidikan, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa patriarki menekankan kekuasaan bapak/suami dalam hal yang mendominasi, mensubordinasikan dan mendiskriminasikan kaum perempuan; yakni dominasi orangtua (utamanya ayah) atas anak, dominasi suami atas istri, pengagungan tradisi keperawanan, inferioritas perempuan, perbedaan streotip laki-laki dan perempuan, dan penekanan fungsi reproduksi perempuan. Dalam hal ini, laki-laki mendapat posisi dan peran yang lebih dominan yang tidak melihat perempuan sebagai makhluk yang memiliki keputusan sendiri (Yulianeta, 2009: 82).

Berdasarkan penjabaran mengenai pengertian patriarki tersebut, peneliti menemukan adanya diskriminasi terhadap perempuan oleh patriarki dalam novel

Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. Setiap tokoh dalam novel

tersebut memiliki caranya sendiri dalam bersosialisasi yang menjadikan perempuan terbelenggu oleh ideologipatriarki. Perbedaan budaya menjadi salah satu masalah yang diangkat oleh pengarang dengan menjelaskan bahwa kebudayaan turut menjadi penyebab terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Misalnya dalam masyarakat Jawa yang tergambar dengan sangat jelas melalui tokoh Sri Mumpuni. Perempuan Jawa yang tunduk pada adat istiadat dan tradisi selalu mengalami tindak kekerasan fisik maupun psikis. Sri Mumpuni adalah salah satu contoh tokoh perempuan yang dicitrakan sebagai perempuan yang


(16)

4

patuh, tunduk, dan selalu menuruti apa pun keinginan suaminya. Selain itu, hal kecantikan dan pengagungan keperawanan juga tidak luput dari pandangan laki-laki yang menjadikan perempuan menjadi objek yang ditindas melalui seksualitasnya. Ketidakadilan dalam pembagian kerja juga menjadi sasaran empuk bagi laki-laki dalam aspek ekonomi, bahkan perempuan menjadi tulang punggung dalam menafkahi keluarga.

Berkaitan dengan penjelasan diatas, maka peneliti memilih novel Sekuntum

Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto sebagai objek penelitian. Alasan

mengapa peneliti memilih Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ini sebagai korpus penelitian karena novel ini mengandung konteks yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu tentang representasi ideologi patriarki. Novel Sekuntum Ruh dalam Merah ini sendiri ber-setting di tanah Jawa dan Australia dan mengangkat berbagai persoalan sosial dan ekonomi.

Penelitian karya sastra sebelumnya yang mengangkat tokoh perempuan telah banyak dilakukan. Contoh penelitian yang telah dilakukan salah satunya adalah Adib Sofia dalam bukunya Aplikasi Kritik Sastra Feminis Perempuan

Dalam Karya-Karya Kuntowijoyo. Buku tersebut menampilkan

perempuan-perempuan kuasa dalam hubungannya dengan laki-laki. Dengan pemahaman bahwa dia berkuasa atas dirinya sendiri, perempuan-perempuan tersebut berupaya melepaskan diri dari segala bentuk kekerasan dalam pernikahan. Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis.

Penelitian lain dilakukan oleh Yussak Anugrah, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, dalam skripsinya yang berjudul Perempuan dalam

Bayang-Bayang Patriarkat: Sebuah Telaah Bandingan Naskah Monolog Srintil Karya Gusjur Mahesa Terhadap Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (2008). Skripsi ini dianggap relevan karena mengusung tema yang sama

mengenai patriarki. Skripsi ini menjelaskan bahwa tokoh Srintil dapat menggedor dinding ketidakpedulian masyarakat terhadap persoalan perempuan dan budaya patriarkat. Hanya saja, penelitian ini membandingkan dua buah karya sastra sebagai objek penelitiannya.


(17)

5

Penelitian lain yang dianggap relevan adalah skripsi dari Ferdiana Angraini, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang berjudul Citra Perempuan

Papua dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S.Thayf (Kajian Feminisme).

Skripsi tersebut mengupas tentang representasi citra perempuan Papua yang ditinjau dari segi feminismenya.

Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengkaji tidak hanya masalah kekerasan dan seksualitas yang dialami oleh perempuan, tetapi juga permasalahan yang lebih kompleks yaitu kecantikan paras perempuan dan pengagungan keperawanan membawa para tokoh berhadapan dengan poligami, perselingkuhan dan terbelenggu dalam budaya patriarki. Ketidakadilan pembagian kerja dan tanggung jawab suami untuk menafkahi istri dan anak juga menjadi salah satu permasalahan yang dikaji oleh penulis.

B. Batasan Masalah

Sebuah novel tidak hanya menyajikan bentuk keindahan ceritanya saja, tetapi juga sarat akan nilai kebaikan, kebenaran, dan makna yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis novel yang berjudul Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto, maka dalam penelitian ini peneliti akan membatasi masalah pada novel tersebut berdasarkan struktur novelnya, representasi patriarki dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah, dan model representasi yang digunakan pengarang terhadap ideologi patriarki dalam novel tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka judul skripsi ini adalahRepresentasi

Ideologi Patriarki dalam Novel Sekuntum Ruh dalam Merah Karya Naning Pranoto (Kritik Sastra Feminis).

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana struktur novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto?

2) Bagaimana representasiideologi patriarki yang digambarkan dalam novel


(18)

6

3) Bagaimana model representasi yang digunakan pengarang dalam novel

Sekuntum Ruh dalam Merah?

D. Tujuan Penelitiaan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh deskripsi yang berkenaan dengan hal berikut.

1) Struktur novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto.

2) Representasi ideologi patriarkidalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto.

3) Model representasi yang digunakan pengarang dalam novel Sekuntum Ruh

dalam Merah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap studi ilmu sastra khususnya teori kritik sastra feminis dan penggunaannya dalam analisis sebuah karya sastra.

2) Manfaat praktis penelitian ini adalah memperkaya wawasan peneliti pada khususnya, dan pembaca pada umumnya tentang seluk beluk sebuah karya sastra khususnya novel ditinjau dari kajian kritis sastra feminis.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melakukan kajian terhadap novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta- fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis dekripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani,

analyein (ana’= atas, ‘lyein’= lepas, urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata- mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2008: 53). Menurut Arikunto, metode penelitian deskriptif analisis adalah mengumpulkan data seba nyak-banyaknya mengenai faktor- faktor yang merupakan faktor pendukung penelitian, kemudian menganalisis faktor- faktor tersebut untuk dicari peranannya terhadap hasil penelitian (2010: 151)

B. Sumber Data

Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber datanya adalah novel yang berjudul Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto yang diterbitkan oleh penerbit Diva Press pada November 2011: cetakan pertama dengan tebal 433 halaman. Selain itu, sebagai penunjang penelitian ini peneliti melengkapinya dengan buku-buku teori sastra, bebrapa hasil penelitian mengenai feminisme dan kritik sastra feminis, penelitian ilmiah sebelumnya mengenai ideologi patriarki, serta artikel dari surat kabar atau media lainnya.


(20)

41

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan analisis suatu kajian, peneliti tidak dapat menarik kesimpulan hanya dengan sekedar tahu mengenai objek penelitiannya saja. Tetapi peneliti juga harus mengikuti beberapa aturan dalam teknik penelitian. Adapun teknik penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Studi Pustaka

Sebelum melakukan analisis terhadap objek penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data terlebih dahulu. Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi pustaka, yaitu menelaah buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Wawancara

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa warga (perempuan) yang berasal dari budaya yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, dan telah atau belum menikah. Wawancara ini bertujuan untuk lebih mengakuratkan data persoalan ideologi patriarki dalam masyarakat, apakah persoalan ideologi patriarki dalam novel benar-benar merepresentasikan kondisi perempuan dalam masyarakat.

D. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengetahui representasi ideologi patriarki dalam novel, novel dianalisis dengan menggunakan pendekatan mimesis. Operasionalisasi dari pendekatan tersebut adalah sosiologi sastra. Sosiologi sastra yang penulis gunakan adalah sosiologi sastra yang menekankan hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelasnya teknik pengolahan data novel tersebut dapat dilihat dari bagan berikut.


(21)

42

Tabel 1

Teknik Kajian Novel Pendekatan Disiplin

Operasional

Unsur-Unsur Analisis

Tekanan Mimesis Sosiologi Sastra

Teori Representasi

Analisis alur dan pengaluran, analisis tokoh, dan

penokohan, analisis latar, tema, analisis penceritaan, dan analisis bahasa.

Kaitan unsur-unsur tersebut dengan kehidupan masyarakat yang berhubungan dengan permasalahan sosial yaitu ideologi patriarki yang berlaku di masyarakat.

Selanjutnya, dari data yang telah penulis peroleh dari studi kepustakaan akan diolah, disusun, dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Pertama, peneliti akan menganalisis bagaimana struktur novelSekuntum Ruh

dalam Merah karya Naning Pranoto. Analisis struktur novel merupakan

analisis yang terutama harus dilakukan sebelum analisis yang lain. Analisis struktur novel membantu mempermudah analisis feminisme. Unsur-unsur yang dapat membantu mempermudah analisis tersebut adala h alur dan pengaluran, latar, penokohan, tema, sudut pandang penceritaan, dan bahasa. 2) Kedua, peneliti akan menganalisis representasi ideologi patriarki dalam

novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto.

3) Ketiga, peneliti akan menganalisis model representasi yang digunakan pengarang dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto. 4) Keempat, peneliti akan menarik kesimpulan yang dapat


(22)

43

F. Definisi Operasional

1) Representasi adalah penggambaran (cerminan) yang melambangkan suatu kenyataan yang ada.

2) Ideologi adalah sebagai sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh suatu kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, dan proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.

3) Ideologi patriarki merupakan ideologi yang menekankan kekuasaan bapak (kaum laki- laki) yang mendominasi, mensubordinasikan, dan mendiskriminasikan kaum perempuan. Ideologi ini merupakan sebuah sistem sosial yang mendukung dan membenarkan predominasi laki- laki, menimbulkan pemusatan kekuasaan dan privilese di tangan kaum laki-laki, dan mengakibatkan kontrol dan subordinasi perempuan, menciptakan ketimpangan atau ketidakadilan gender.

4) Feminisme merupakan suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan di dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki- laki untuk mengubah keadaan itu.

5) Kritik sastra feminis merupakan pandangan pengkritik sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan kita. Sasaran kritik sastra feminis ini memberikan respon kritik terhadap pandangan-pandangan yang terwujud dalam karya sastra yang diberikan oleh budayanya kemudian mempertanyakan hubungan antara teks, kekuasaan, dan seksualitas yang terungkap dalam teks.

6) Kritik satra feminis ideologis merupakan kritik sastra yang melibarkan wanita, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta ste reotipe wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.


(23)

44

E. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan teknik pengolahan data di atas, pada bagian ini akan dikemukakan langkah- langkah menganalisis unsur-unsur intrinsik novel, yaitu alur dan pengaluran, penokohan, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa, dan mengkaji apakah dalam setiap unsur tersebut terdapat representas i ideologi patriarki. Analisis dilakukan dengan acuan seperti pada bagan berikut.

Tabel 2.

Pedoman Analisis Novel No Pokok-Pokok

Analisis

Penjelasan Teori Representasi

1 Alur dan pengaluran

Menganalisis alur (kaitan kausal antara berbagai peristiwa) dan menganalisis pengaluran yaitu bagaimana alur disusun. Pengaluran meliputi:

a)Alur linear yaitu peristiwa sambung menyambung sesuai urutan waktu.

b)Ingatan (flashback) meliputi kilas balik atau peristiwa masa lalu yang digambarkan hanya satu peristiwa, dan sorot balik atau peristiwa masa lalu yang digambarkan terdiri dari berbagai peristiwa.

c)Bayangan (prospektif) yaitu peristiwa yang digambarkan adalah peristiwa yang belum terjadi.

Menjelaskan apakah alur cerita yang disusun dalam novel

merepresentasikan ideologi patriarki.

2 Tokoh dan penokohan

a)Menjelaskan siapa tokoh utama dan tokoh tambahan. b)Analisis penokohan dengan

memerhatikan penamaan, pemberian

pernyataan/tindakan tokoh lain, percakapan dialog, dan tingkah laku tokoh.

Apakah tokoh-tokoh dalam novel merepresentasikan ideologi patriarki. Hal ini bisa dikaji dengan melihat latar belakang, analisis fisik dan mental tokoh. Selain itu ditambah juga dengan


(24)

45

perilaku tokoh dan pandangan tokoh terhadap sesuatu hal.

3 Latar a)Analisis jenis latar (tempat, waktu, sosial)

b)Analisis pengaruh latar terhadap sikap dan tingkah laku para tokoh

Menjelaskan bagaimana latar merepresentasikan ideologi patriarki dalam novel. Analisis yang dilakukan dapat dilihat dari latar tempat, waktu, dan sosial.

4 Tema Apakah makna ide/gagasan dasar cerita tersebut.

Menganalisis tema yang diangkat, apakah

merepresentasikan ideologi patriarki. 5 Analisis

penceritaan

Analisis kehadiran pencerita dan analisis tipe pencerita

Apakah analisis penceritaan yang digunakan dalam novel ini

memengaruhi representasi ideologi patriarki. 6 Bahasa Analisis gaya bahasa yaitu

berupa bentuk narasi, dialog, diksi, gaya bahasa (majas) yang digunakan dalam teks.

Apakah bahasa merepresentasikan ideologi patriarki.

Setelah itu dilakukan analisis model representasi ideologi patriarki dalam novel tersebut, apakah merupakan model pasif atau aktif.


(25)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan dan hasil pembahasan yang telah dilakukan terhadap representasi ideologi patriarki dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah karya Naning Pranoto, akhirnya sampailah pada kesimpulan sebagai berikut.

1. Analisis Pembentuk Novel Sekuntum Ruh dalam Merah

Untuk mengetahui bentuk sebuah novel, maka perlu dilakukan analisis terhadap unsur-unsur intrinsik pembentuk novel. Analisis unsur intrinsik dimulai dengan analisis alur dan pengaluran. Dalam pengaluran ditemukan 320 sekuen induk. Dari ke-320 sekuen induk tersebut termasuk di dalamnya 7 sekuen sorot balik (sekuen yang menampilkan kembali masa lampau dalam beberapa rangkaian peristiwa) dan 10 sekuen kilas balik (sekuen yang menampilkan kembali masa lampau dalam satu peristiwa saja), serta ada pula sekuen bayangan (sekuen yang menampilakan peristiwa yang belum terjadi) sebanyak 3 sekuen. Kemudian dari analisis alur ditemukan fungsi utama sebanyak 28 fungsi utama yang mempunyai hubungan sebab akibat antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya.

Kemudian hasil analisis tokoh dan penokohan. Analisis tokoh dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah tokoh utama, dan yang kedua adalah tokoh tambahan. Terdapat enam tokoh utama dalam novel ini, yaitu Anne Mary, Asri Asih, Ruh, Diana Barnes, Dermot Quinn, dan Fehmi Jilamara. Tokoh utama ini juga berperan sebagai narator dalam cerita. Tokoh tambahan terdapat 13 tokoh tambahan yang berada di lingkungan tokoh utama dan mendukung jalannya cerita. Dalam melakukan analisis terhadap tokoh-tokoh tersebut, peneliti melihat berdasarkan tingkat kemunculan dan tingkat pentingnya atau fungsinya tokoh di dalam cerita berdasarkan narasi pencerita, dialog antar tokoh, perilaku tokoh, dan


(26)

140

pandangan tokoh lain terhadap tokoh tersebut. Teknik penokohan penokohan yang digunakan pengarang yaitu melalui penamaan, pemerian, pernyataan, dialog antar tokoh, percakapan monolog, tindakan tokoh lain, dan tingkah laku tokoh.

Analisis latar yang meliputi latar tempat, waktu, dan latar sosial. Latar tempat yang digunakan pengarang dalam novel sebagian besar berada di wilayah di benua Australia. lebih sempit lagi dijelaskan latar tempat yaitu di perkebunan Anggur di Mornington, Penisula, Ardross yakni rumah kediaman keluarga Quinn, Richmond yakni tempat Asri Asih dan Fehmi menjalani kuliah, sebuah vila di Sorento, dan Sanotarium yakni tempat Anne Mary dirawat sewaktu mengalami depresi. Selain itu latar tempat lainnya yang digunakan pengarang adalah Indonesia tepatnya di Yogyakarta. latar tempat di Yogyakarta meliputi tobong yakni tempat tinggal keluarga tokoh Asri Asih.

Selain itu, latar waktu yang digunakan pengarang mencirikan negara Australia yang mempunyai empat musim. Pengarang menggunakan tiga musim dalam latar waktu di Australia yaitu musim semi, musim panas, dan musim dingin. Sedangkan pada latar di Indonesia, pengarang menggunakan latar waktu pagi, siang, dan malam. Tidak ada penjelasan secara rinci terhadap latar waktu ini. Latar waktu yang digunakan pengarang ditujukan untuk mendukung latar tempat peristiwa dalam cerita.

Berdasarkan analisis latar sosial, terdapat gambaran kelompok sosial anak muda di Australia dalam pergaulannya. Latar sosial tersebut tampak melalui tingkah laku tokoh Anne Mary yang sering mengadakan pesta bersama teman-temannya, kebiasaan mabuk-mabukan, dan perilaku seks bebas. Di dalam cerita tampak pula latar sosial masyarakat Australia yang multikultural dan terbuka terhadap orang (tamu) yang datang. Selain itu, masyarakat Australia digambarkan masyarakat yang mempunyai jiwa solidaritas tinggi dan saling menghargai antar pemeluk agama lain. Latar sosial selanjutnya digambarkan lewat tingkah laku masyarakat desa di Yogyakarta yang selalu ingin tahu akan apa yang terjadi di antara masyarakat. Hal tersebut menggambarkan kebiasaan masyarakat Indonesia


(27)

141

pada umumnya yang tinggal di pedesaan bahwa urusan suatu keluarga menjadi bahan pembicaraan dan urusan semua masyarakat desa.

Selanjutnya adalah analisis tema. Novel ini menceritakan mengenai persoalan perempuan secara garis besar. pengarang mengangkat kisah dalam keluarga tentang peran perempuan, dan posisi perempuan yang terpinggirkan oleh kekuasaan laki-laki. Nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tentang bagaimana seharusnya perempuan bersikap membawa tokoh perempuan mengalami ketidakadilan gender, seperti poligami, perselingkuhan, ketidakadilan pembagian kerja, penyimpangan seks, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam analisis penceritaan,pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu narator berperan sebagai pelaku utama. Hal ini dapat dilihat dari peran pencerita yang mengambil posisi sebagai tokoh aku. Pencerita banyak

menggunakan pronomina pertama tunggal “aku” oleh tokoh Anne Mary, Asri

Asih, Dermot Quinn, Diana Barnes, Ruh, dan Fehmi. Peran sebagai narator dibedakan berdasarkan judul sub-bab yang dibuat oleh pengarang. Jika ditinjau sejauh mana pencerita menempatkan pembaca dalam ceritanya, peneliti menyimpulkan bahwa narator menempatkan pembaca dekat dengan cerita. Hal tersebut karena pencerita merupakan pencerita intern dan dapat membangun suasana yang baik, sehingga pembaca seolah-olah ikut serta berperan dalam cerita, dan larut dalam peristiwa yang dibangun dalam cerita.

Tipe penceritaan yang digunakan pengarang meliputi tiga tipe penceritaan, yaitu wicara yang dilaporkan, wicara yang dinarasikan, dan wicara yang dialihkan. Pada wicara yang dilaporkan, pengarang mengungkapkan dialog secara langsung, salah satunya dialog antara Dermot Quinn dan Diana Barnes. Berikutnya adalah wicara yang dinarasikan. Pada wicara ini, pengarang merinci atau menjelaskan peristiwa yang dialami atau dilakukan oleh tokoh. salah satunya tergambar saat Anne Mary menceritakan peristiwa yang dialaminya disertai dengan perasaan dan pikirannya saat menghadapi rasa sakitnya. Selanjutnya wicara yang dialihkan, pada tipe ini pencerita memperlihatkan pandangan


(28)

142

pencerita atau tokoh terhadap sesuatu hal, biasanya berupa monolog tokoh. salah satu contohnya terlihat ketika Fehmi memberikan pandangan terhadap Syarifah yang terlalu pasrah terhadap tingkah laku Syaefullah.

Analisis unsur intrinsik yang terakhir adalah bahasa. Dilihat dari unsur leksikal dan gramatikal, bahasa yang digunakan pengarang dalam menyajikan cerita adalah bahasa yang sederhana, digunakan sebagai komunikasi sehari-hari dan makna kata-kata yang digunakan bersifat denotatif. Kata dan ungkapan yang digunakan pengarang bersifat non-formal. Pengarang juga menggunakan dialek Jawa dalam penuturan sebagian tokoh, dan penggunaan bahasa Inggris untuk menegaskan latar dalam novel berada di benua Australia. Dalam cerita, pengarang menggunakan bentuk penuturan narasi dan dialog. Pengarang juga menggunakan unsur style berupa bahasa figuratif (pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan). Hal tersebut digunakan pengarang ketika menjelaskan sesuatu, seperti fisik tokoh yang diungkapkan menggunakan gaya bahasa kiasan, yakni gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya. Orang harus mencari makna di luar rangkaian kata tersebut. Penggunaan bentuk pemajasan tersebut berfungsi untuk memberikan efek-efek yang estetis dalam mencapaian makna.

2. Representasi Ideologi Patriarki dalam Novel Sekuntum Ruh dalam Merah

Setelah melakukan analisis bentuk, kemudian peneliti melakukan analisis terhadap isi cerita untuk mengetahui representasi ideologi patriarki dalam novel Sekuntum Ruh dalam Merah. Dalam menganalisis ideologi patriarki tersebut, peneliti mengaitkannya dengan unsur-unsur intrinsik yang telah dikaji sebelumnya, sehingga gambaran ideologi patriarki tersebut dapat dilihat dari gambaran tokoh, latar, tema, alur, dan bahasa.

Dalam analisis representasi ideologi patriarki dalam tokoh dan penokohan, peneliti menemukan adanya representasi dalam penyifatan perempuan, representasi dalam peran perempuan, dan representasi ketidakadilan dalam


(29)

143

ideologi patriarki. Dari hasil analisis ketiga hal tersebut, ternyata merepresentasikan kondisi masyarakat yang sebenarnya. Kondisi masyarakat yang sebenarnya yang digambarkan dalam novel adalah kondisi perempuan-perempuan di masyarakat Indonesia.

Gambaran penyifatan perempuan yang menganggap bahwa kecantikan adalah modal bagi perempuan disimbolkan melalui tokoh Anne Mary. Selanjutnya, pengagungan keperawanan disimbolkan melalui tokoh Breda Callanger. Keperawanan dianggap suci dan sakral, dan kebebasan seksual perempuan dianggap tabu oleh masyarakat. Sudah menjadi kodratnyalah bahwa perempuan harus taat terhadap suami dan adat-istiadat yang berlaku dalam budaya patriarkal. Ideologi patriarki menganggap bahwa laki-laki merupakan seorang raja. Hal tersebut tampak dalam kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam keluarga yakni perempuan harus mendahulukan kepentingan laki-laki, perempuan harus memiliki kelembutan, sopan santun, berpenampilan feminim, dan menjaga keperawanan. Selain itu, dalam budaya, misalnya sistem kekerabatan yakni marga yang mengikuti marga dari pihak laki-laki dalam budaya Batak.

Dalam peran, tampak bahwa ideologi patriarki mengharuskan perempuan berada dalam sektor domestik. Meskipun perempuan turut serta membantu perekonomian keluarga, tetapi perempuan juga harus menyadari bahwa memelihara domestisitas tidak dapat ditinggalkan dari tanggung jawabnya, bahkan dalam budaya Jawa, masyarakat mengenal filosofi bahwa peran perempuan hanya memasak, melahirkan, dan berhias. Dalam budaya Sunda dikenal filosofi bahwa peran perempuan hanya berada di lingkaran sumur, dapur, dan kasur.

Ideologi patriarki telah mendorong laki-laki melakukan praktik-praktik dominasi sehingga dia menganggap perempuan merupakan pihak yang dikuasai. Sebagai pihak yang dikuasai, laki-laki memiliki anggapan bahwa perempuan itu penurut, mudah ditakhlukkan, pemegang urusan domestik, menyenangkan dan


(30)

144

objek seks serta kekerasan. Hal tersebut menimbulkan adanya ketidakadilan terhadap sifat dan peran perempuan.

Ketidakadilan tersebut tampak dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang banyak terjadi di Indonesia. Kekerasan dilakukan dalam bentuk fisik, psikis, seksual, dan perzinahan. Hal yang mendasari itu adalah tingkat pendidikan yang rendah. Ketidakadilan terhadap perempuan juga tampak dalam sektor ekonomi. Hal tersebut disimbolkan oleh tokoh Brian Quinn. Sebagai seorang suami, ia tidak menjalankan tanggung jawabnya menafkahi istri dan anak-anaknya. Hal tersebut juga terdapat dalam masyarakat Indonesia, misalnya kisah dari narasumber dalam penelitian ini.

Ketidakadilan juga tampak dalam perilaku poligami. pada umumnya poligami akan menyakiti perasaan perempuan, dan seharusnya tidak satu pun perempuan yang mau dipoligami.Sudah menjadi kewajiban seorang perempuan memenuhi kebutuhan suami, bahkan harus parah diperlakukan semaunya laki-laki. Hal-hal tersebut memperlihatkan posisi perempuan yang tersubordinasi akibat sistem patriarki yang berlaku dalam masyarakat saat ini. Yang berlaku adalah aktivitas perempuan yang diharuskan lebih mementingkan keluarga (suami dan anak), sebagai alat pemuas kebutuhan suami, dan dituntut juga untuk mencari nafkah tambahan membantu sang suami. Jelas bahwa perempuan hendaknya memiliki kekuatan untuk menjatuhkan sistem patriarkal yang menindas.

Selanjutnya, analisis representasi ideologi patriarki dalam alur digambarkan melalui tokoh Anne Mary yang ingin hidup sendiri merawat anaknya tanpa menikah. Kisah yang ia alami merepresentasikan kisah yang dialami salah satu narasumber yang juga berperan sebagai seorang ibu tanpa suami. Ia bercerai karena tidak ingin dipoligami. Ia menafkahi sendiri anaknya.

Dalam analisis representasi ideologi patriarki dalam latar, hanya latar sosial yang merepresentasikan ideologi patriarki. Dalam masyarakat Indonesia, seorang perempuan yang menyandang status janda atau perawan tua menjadi hal yang dianggap negatif. Seorang janda sangat rentan diberi julukan “penggoda suami


(31)

145

orang” atau “janda gatal”. Oleh sebab itu, nilai yang berlaku dalam masyarakat yaitu seorang janda harus menjaga tata krama, dan kesopanan dalam berpakaian.

Secara keseluruhan, novel menceritakan mengenai persoalan perempuan secara garis besar.Tema novel ini merepresentasikan ideologi patriarki. Nilai-nilai yang diajarkan kepada perempuan ialah perempuan harus bersikap feminim dan menjaga keperawanan. Pengagungan keperawanan menjadi modal bagi perempuan agar mendapat pengakuan dari laki-laki. Setelah menikah, perempuan juga diharuskan menjadi istri yang taat dan pasrah akan terhadap keputusan suami. Seorang istri harus menerima kodratnya dan perannya menjaga domestisitas, sedangkan laki-laki berperan di sektor publik. Meskipun perempuan ikut berperan di sektor publik, perempuan hanyalah dianggap membantu, tidak menjadi utama dalam sektor publik.

Dalam analisis penceritaan, tidak tampak adanya representasi ideologi patriarki karena analisis penceritaan berfungsi sebagai pendukung analisis unsur lain dalam novel. Representasi ideologi patriarki terkahir tampak pada bahasa. Masyarakat pada umumnya mengidentikkan perempuan dengan sesuatu yang indah dan lembut. Selain kecantikan paras, seorang perempuan juga terlihat cantik jika memiliki tutur kata yang sopan dan lembut. Perempuan yang berbicara kasar dianggap negatif oleh masyarakat.Oleh sebab itu, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat menganjurkan perempuan untuk bertutur kata halus di rumah dan di lingkungan masyarakat. Bahasa yang lembut menjadi salah satu penilaian perempuan bagi laki-laki. Laki-laki pada umumnya suka melihat perempuan bersikap sopan dan lembut.

3. Model Representasi

Model representasi yang digunakan dalam merepresentasikan ideologi patriarki dalam novel adalah menggunakan model representasi aktif. Dalam merepresentasikan ideologi patriarki dalam novel, pencerita tidak hanya memberikan gambaran ideologi patriarki saja, namun memberikan makna terhadap representasi ideologi patriarki yang digambarkan tersebut. Pemaknaan


(32)

146

tersebut yaitu berupa kritikan terhadap kenyataan yang digambarkan, dan kritik tersebut berupa gugatan. Gugatan tersebut muncul melalu hadirnya tokoh Asri Asih, Ruh, dan Diana Barnes.

B. Rekomendasi

Sebagai manusia biasa peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari itu peneliti merekomendasikan beberapa hal berikut ini.

1. Dalam penelitian ini masih banyak hal menarik peneliti temukan yang belum dikaji seperti citra perempuan yang dapat ditinjau dari segi feminismenya. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan kepada semua pihak yang berminat agar melanjutkan penelitian ini lebih mendalam dari segi lainnya, khususnya penelitian terhadap aspek feminisme.

2. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan bahan refleksi agar lebih memahami tentang realitas sosial masyarakat khususnya tentang ideologi patriarki.

3. Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran dan dalam mengembangkan apresiasi dan penelitian terhadap karya sastra, khususnya kajian novel.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Agung P & Dhimas G. 2011. Aktivitas Klub Istri Taat Suami 100 Persen. [online]. Tersedia: www.padangekspres.co.id [12 Maret 2014].

Aisyah, Nenden Lilis. 2002. Representasi Ideologi Gender dalam Cerpen-Cerpen

Karya Wanita pada Cerpen Pilihan Kompas 1992-1996.Sebuah Draft

Penelitian. Bandung: Tidak diterbitkan.

Anwar, Ahyar.2009.Geneologi Feminis Dinamika Pemikiran Feminis dalam

Novel Pengarang Perempuan Indonesia (1933-2005). Jakarta: Republika.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta: Rineka Cipta.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Bhasin, Kamla, & Khan, Nighat Said. 1999. FeminismedanRelevansinya.Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. KritikSastraFeminisSebuahPengantar. Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Durachman, Memen. 1996. Khotbah di Atas Bukit, Novel Gagasan Karya

Kuntowijoyo. Sebuah Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas

Indonesia: Tidak diterbitkan.

Kedutaan Besar Australia. ___. Tentang Australia Penduduk, Kebudayaan dan

Gaya Hidup. [online]. Tersedia: www.indonesia.embassy.gov.au.[12 Maret 2014].

Mantik, J.K.M. 2006.Gender dalamSastra. Jakarta: WedatamaWidtaSastra.

Manurung, P.H. (2004). Membaca Representasi Tubuh dan Identitas Sebagai

Sebuah Tatanan Simbolik dalam Majalah Remaja. Jurnal Ilmu

Komunikasi. 1, (34), 1-36.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(34)

148

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, danTeknikPenelitianSastra. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Rene wellek& Austin Warren.1989.TeoriKesusastraan. Jakarta: Gramedia. Sofia, Adib. 2009. AplikasiKritikSastraFeminis.Yogyakarta: Citra Pustaka. Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugihastuti & Suharto. 2005. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob.1995.Sastra dan Massa. Bandung: Penerbit ITB. Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Sumardjo, Jakob & Saini. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita

Graha Widya.

Teeuw, A. 1980. Sastra Baru Indonesia. Flores: Nusa Indah. Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

Yulianeta. 2009. Representasi Ideologi Gender dalam Novel Saman. Bandung: FPBS UPI.

____.2008. KBBI Daring. [online]. Tersedia:http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id [18 Januari 2014].

____. 2012. Cerita Pernikahan Kontroversial Bupati Garut Aceng Fikri. [online]. Tersedia: http://merdeka.com. [12 Maret 2014].

____. 2013. Jeritan Hati Ayu Ting Ting Ditinggal Suami. [online]. Tersedia: palembang.tribunnews.com [12 Maret 2014].

____. 2013. 114 Istri di NTT Jadi Korban KDRT di Tahun 2012. [online]. Tersedia: www.suarapembaharuan.com [12 Maret 2014].

____. 2014. Profile Rhoma Irama. [online]. Tersedia:

www.cumicumi.com/celebrities/Rhoma-irama/profile.html [12 Maret


(1)

ideologi patriarki. Dari hasil analisis ketiga hal tersebut, ternyata merepresentasikan kondisi masyarakat yang sebenarnya. Kondisi masyarakat yang sebenarnya yang digambarkan dalam novel adalah kondisi perempuan-perempuan di masyarakat Indonesia.

Gambaran penyifatan perempuan yang menganggap bahwa kecantikan adalah modal bagi perempuan disimbolkan melalui tokoh Anne Mary. Selanjutnya, pengagungan keperawanan disimbolkan melalui tokoh Breda Callanger. Keperawanan dianggap suci dan sakral, dan kebebasan seksual perempuan dianggap tabu oleh masyarakat. Sudah menjadi kodratnyalah bahwa perempuan harus taat terhadap suami dan adat-istiadat yang berlaku dalam budaya patriarkal. Ideologi patriarki menganggap bahwa laki-laki merupakan seorang raja. Hal tersebut tampak dalam kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam keluarga yakni perempuan harus mendahulukan kepentingan laki-laki, perempuan harus memiliki kelembutan, sopan santun, berpenampilan feminim, dan menjaga keperawanan. Selain itu, dalam budaya, misalnya sistem kekerabatan yakni marga yang mengikuti marga dari pihak laki-laki dalam budaya Batak.

Dalam peran, tampak bahwa ideologi patriarki mengharuskan perempuan berada dalam sektor domestik. Meskipun perempuan turut serta membantu perekonomian keluarga, tetapi perempuan juga harus menyadari bahwa memelihara domestisitas tidak dapat ditinggalkan dari tanggung jawabnya, bahkan dalam budaya Jawa, masyarakat mengenal filosofi bahwa peran perempuan hanya memasak, melahirkan, dan berhias. Dalam budaya Sunda dikenal filosofi bahwa peran perempuan hanya berada di lingkaran sumur, dapur, dan kasur.

Ideologi patriarki telah mendorong laki-laki melakukan praktik-praktik dominasi sehingga dia menganggap perempuan merupakan pihak yang dikuasai. Sebagai pihak yang dikuasai, laki-laki memiliki anggapan bahwa perempuan itu penurut, mudah ditakhlukkan, pemegang urusan domestik, menyenangkan dan


(2)

144

Junita Mohenny Br. Munthe, 2014

Representasi Ideologi Patriarki D alam Novel Sekuntum Ruh Dalam Merah K arya Naning Pranoto

objek seks serta kekerasan. Hal tersebut menimbulkan adanya ketidakadilan terhadap sifat dan peran perempuan.

Ketidakadilan tersebut tampak dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang banyak terjadi di Indonesia. Kekerasan dilakukan dalam bentuk fisik, psikis, seksual, dan perzinahan. Hal yang mendasari itu adalah tingkat pendidikan yang rendah. Ketidakadilan terhadap perempuan juga tampak dalam sektor ekonomi. Hal tersebut disimbolkan oleh tokoh Brian Quinn. Sebagai seorang suami, ia tidak menjalankan tanggung jawabnya menafkahi istri dan anak-anaknya. Hal tersebut juga terdapat dalam masyarakat Indonesia, misalnya kisah dari narasumber dalam penelitian ini.

Ketidakadilan juga tampak dalam perilaku poligami. pada umumnya poligami akan menyakiti perasaan perempuan, dan seharusnya tidak satu pun perempuan yang mau dipoligami.Sudah menjadi kewajiban seorang perempuan memenuhi kebutuhan suami, bahkan harus parah diperlakukan semaunya laki-laki. Hal-hal tersebut memperlihatkan posisi perempuan yang tersubordinasi akibat sistem patriarki yang berlaku dalam masyarakat saat ini. Yang berlaku adalah aktivitas perempuan yang diharuskan lebih mementingkan keluarga (suami dan anak), sebagai alat pemuas kebutuhan suami, dan dituntut juga untuk mencari nafkah tambahan membantu sang suami. Jelas bahwa perempuan hendaknya memiliki kekuatan untuk menjatuhkan sistem patriarkal yang menindas.

Selanjutnya, analisis representasi ideologi patriarki dalam alur digambarkan melalui tokoh Anne Mary yang ingin hidup sendiri merawat anaknya tanpa menikah. Kisah yang ia alami merepresentasikan kisah yang dialami salah satu narasumber yang juga berperan sebagai seorang ibu tanpa suami. Ia bercerai karena tidak ingin dipoligami. Ia menafkahi sendiri anaknya.

Dalam analisis representasi ideologi patriarki dalam latar, hanya latar sosial yang merepresentasikan ideologi patriarki. Dalam masyarakat Indonesia, seorang perempuan yang menyandang status janda atau perawan tua menjadi hal yang dianggap negatif. Seorang janda sangat rentan diberi julukan “penggoda suami


(3)

orang” atau “janda gatal”. Oleh sebab itu, nilai yang berlaku dalam masyarakat yaitu seorang janda harus menjaga tata krama, dan kesopanan dalam berpakaian.

Secara keseluruhan, novel menceritakan mengenai persoalan perempuan secara garis besar.Tema novel ini merepresentasikan ideologi patriarki. Nilai-nilai yang diajarkan kepada perempuan ialah perempuan harus bersikap feminim dan menjaga keperawanan. Pengagungan keperawanan menjadi modal bagi perempuan agar mendapat pengakuan dari laki-laki. Setelah menikah, perempuan juga diharuskan menjadi istri yang taat dan pasrah akan terhadap keputusan suami. Seorang istri harus menerima kodratnya dan perannya menjaga domestisitas, sedangkan laki-laki berperan di sektor publik. Meskipun perempuan ikut berperan di sektor publik, perempuan hanyalah dianggap membantu, tidak menjadi utama dalam sektor publik.

Dalam analisis penceritaan, tidak tampak adanya representasi ideologi patriarki karena analisis penceritaan berfungsi sebagai pendukung analisis unsur lain dalam novel. Representasi ideologi patriarki terkahir tampak pada bahasa. Masyarakat pada umumnya mengidentikkan perempuan dengan sesuatu yang indah dan lembut. Selain kecantikan paras, seorang perempuan juga terlihat cantik jika memiliki tutur kata yang sopan dan lembut. Perempuan yang berbicara kasar dianggap negatif oleh masyarakat.Oleh sebab itu, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat menganjurkan perempuan untuk bertutur kata halus di rumah dan di lingkungan masyarakat. Bahasa yang lembut menjadi salah satu penilaian perempuan bagi laki-laki. Laki-laki pada umumnya suka melihat perempuan bersikap sopan dan lembut.

3. Model Representasi

Model representasi yang digunakan dalam merepresentasikan ideologi patriarki dalam novel adalah menggunakan model representasi aktif. Dalam merepresentasikan ideologi patriarki dalam novel, pencerita tidak hanya memberikan gambaran ideologi patriarki saja, namun memberikan makna terhadap representasi ideologi patriarki yang digambarkan tersebut. Pemaknaan


(4)

146

Junita Mohenny Br. Munthe, 2014

Representasi Ideologi Patriarki D alam Novel Sekuntum Ruh Dalam Merah K arya Naning Pranoto

tersebut yaitu berupa kritikan terhadap kenyataan yang digambarkan, dan kritik tersebut berupa gugatan. Gugatan tersebut muncul melalu hadirnya tokoh Asri Asih, Ruh, dan Diana Barnes.

B. Rekomendasi

Sebagai manusia biasa peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari itu peneliti merekomendasikan beberapa hal berikut ini.

1. Dalam penelitian ini masih banyak hal menarik peneliti temukan yang belum dikaji seperti citra perempuan yang dapat ditinjau dari segi feminismenya. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan kepada semua pihak yang berminat agar melanjutkan penelitian ini lebih mendalam dari segi lainnya, khususnya penelitian terhadap aspek feminisme.

2. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan bahan refleksi agar lebih memahami tentang realitas sosial masyarakat khususnya tentang ideologi patriarki.

3. Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran dan dalam mengembangkan apresiasi dan penelitian terhadap karya sastra, khususnya kajian novel.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agung P & Dhimas G. 2011. Aktivitas Klub Istri Taat Suami 100 Persen. [online]. Tersedia: www.padangekspres.co.id [12 Maret 2014].

Aisyah, Nenden Lilis. 2002. Representasi Ideologi Gender dalam Cerpen-Cerpen Karya Wanita pada Cerpen Pilihan Kompas 1992-1996.Sebuah Draft Penelitian. Bandung: Tidak diterbitkan.

Anwar, Ahyar.2009.Geneologi Feminis Dinamika Pemikiran Feminis dalam Novel Pengarang Perempuan Indonesia (1933-2005). Jakarta: Republika. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek .

Jakarta: Rineka Cipta.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Bhasin, Kamla, & Khan, Nighat Said. 1999. FeminismedanRelevansinya.Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. KritikSastraFeminisSebuahPengantar. Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Durachman, Memen. 1996. Khotbah di Atas Bukit, Novel Gagasan Karya Kuntowijoyo. Sebuah Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia: Tidak diterbitkan.

Kedutaan Besar Australia. ___. Tentang Australia Penduduk, Kebudayaan dan

Gaya Hidup. [online]. Tersedia: www.indonesia.embassy.gov.au.[12

Maret 2014].

Mantik, J.K.M. 2006.Gender dalamSastra. Jakarta: WedatamaWidtaSastra.

Manurung, P.H. (2004). Membaca Representasi Tubuh dan Identitas Sebagai Sebuah Tatanan Simbolik dalam Majalah Remaja. Jurnal Ilmu Komunikasi. 1, (34), 1-36.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(6)

148

Junita Mohenny Br. Munthe, 2014

Representasi Ideologi Patriarki D alam Novel Sekuntum Ruh Dalam Merah K arya Naning Pranoto

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, danTeknikPenelitianSastra. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Rene wellek& Austin Warren.1989.TeoriKesusastraan. Jakarta: Gramedia. Sofia, Adib. 2009. AplikasiKritikSastraFeminis.Yogyakarta: Citra Pustaka. Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugihastuti & Suharto. 2005. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob.1995.Sastra dan Massa. Bandung: Penerbit ITB. Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Sumardjo, Jakob & Saini. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita

Graha Widya.

Teeuw, A. 1980. Sastra Baru Indonesia. Flores: Nusa Indah. Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

Yulianeta. 2009. Representasi Ideologi Gender dalam Novel Saman. Bandung: FPBS UPI.

____.2008. KBBI Daring. [online]. Tersedia:http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id [18 Januari 2014].

____. 2012. Cerita Pernikahan Kontroversial Bupati Garut Aceng Fikri. [online]. Tersedia: http://merdeka.com. [12 Maret 2014].

____. 2013. Jeritan Hati Ayu Ting Ting Ditinggal Suami. [online]. Tersedia: palembang.tribunnews.com [12 Maret 2014].

____. 2013. 114 Istri di NTT Jadi Korban KDRT di Tahun 2012. [online]. Tersedia: www.suarapembaharuan.com [12 Maret 2014].

____. 2014. Profile Rhoma Irama. [online]. Tersedia:

www.cumicumi.com/celebrities/Rhoma-irama/profile.html [12 Maret


Dokumen yang terkait

PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI TINJAUAN : SASTRA FEMINIS DAN Perspektif Gender Dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari Tinjauan : Sastra Feminis Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra Di Sma.

3 10 20

PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI TINJAUAN : SASTRA FEMINIS DAN Perspektif Gender Dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari Tinjauan : Sastra Feminis Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra Di Sma.

0 3 15

KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF: TINJAUAN SASTRA FEMINIS Ketidaksetaraan Gender Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Sastra Feminis.

2 11 12

KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF: TINJAUAN SASTRA FEMINIS Ketidaksetaraan Gender Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Sastra Feminis.

0 0 12

DIMENSI JENDER DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI: KRITIK SASTRA FEMINIS.

1 0 25

DIMENSI JENDER DALAM NOVEL SWASTIKA KARYA MAYA WULAN: TINJAUAN SASTRA FEMINIS DIMENSI JENDER DALAM NOVEL SWASTIKA KARYA MAYA WULAN: TINJAUAN SASTRA FEMINIS.

0 1 11

CITRA WANITA DALAM NOVEL SURAT BUAT THEMIS KARYA MIRA W : TINJAUAN SASTRA FEMINIS Citra Wanita Dalam Novel Surat Buat Themis Karya Mira W : Tinjauan Sastra Feminis.

0 0 11

REPRESENTASI PEREMPUAN TIONGHOA DALAM NOVEL KANCING YANG TERLEPAS KARYA HANDRY TM(KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS).

3 17 30

KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL MADAME KALINYAMAT KARYA ZHAENAL FANANI: TINJAUAN SASTRA FEMINIS Ketidakadilan Gender dalam Novel Madame Kalinyamat Karya Zhaenal Fanani: Tinjuan Sastra Feminis.

0 1 11

REPRESENTASI IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL SEKUNTUM RUH DALAM MERAH KARYA NANING PRANOTO : Kritik Sastra Feminis - repository UPI S IND 0905939 Title

0 0 3