PENGEMBANGAN MODEL POLA PENGASUHAN BERBASIS KELUARGA DI PANTI ASUHAN DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS SENI ANAK (Studi Deskriptif tentang pengasuhan di Kinderdorf SOS Desa Taruna Lembang.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. IdentifikasiMasalah... 10

. C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian... 12

D. Definisi Operasional... 13

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 18

F. Kerangka Pemikiran... 18

G. Mamfaat Penelitian... 26

BAB II LANDASAN TEORITIS... 27

A. Pola Pengasuhan... 27

B. Model Pengasuhan Berbasis Keluarga... 35

C. Pengasuhan Anak Berbasis Keluarga di SOS Desa Taruna. 51

D. Kerangka yang tepat dalam penentuan Standar dan Peman - tauan pengasuhan di luar rumah... 56

E. Makna Keluarga bagi Anak... 72

F. Pengembangan Kreativitas... 89

G. Pengertian Kreativitas... 91

H. Mengasah Kreativitas di SOS Desa Taruna... 102

I. Konsep Pengelolaan PLS... 113

J. Konsep Dasar Kreativitas... 117

K. Definisi lain tentang Kreativitas... 123

L. Tahapan dalam Proses Kreativitas... 127

M. Proses Kreativitas... 128

N. Tingkat Kreativitas... 129

O. Konsep Berpikir Kreatif... 130

P. Perkembangan Kreativitas Yang Diharapkan... 140

Q. Kreativitas Dalam Pendidikan Seni... 148


(2)

BAB III METODE PENELITIAN... 167

A. Pendekatan dan Metode Penelitian... 157

B. Prosedur Penelitian... 159

C. Lokasi dan Subjek Penelitian... 164

D. Instrumen dan Teknis Pengumpulan Data... 164

E. Teknis Analisis dan Validasi Data... 166

F. Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 172

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 176

A. Profil SOS Desa Taruna Lembang dan Subjek Penelitian... 176

1. Profil SOS Desa Taruna... 176

2. Profil Subjek Penelitian... 177

B. Deskripsi dan Hasil Penelitian... 183

1. Uji Coba Model Tahap Pertama... 184

2. Uji Coba Model Tahap Kedua... 189

3. Uji Coba Model Tahap Ketiga... 192

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 195

1. Model Pengasuhan Berbasis Keluarga yang dilaksanakan ibu asuh terhadap anak terlantar saat ini... 196

- Pembahasan Umum... 212

- Analisis Kebutuhan Model Berdasarkan SWOT... 231

2. Pelaksanaan Model Pengasuhan Berbasis Keluarga.Dalam Meningkatkan Kreativitas Seni yang telah dikembangkan 242

3. Efektifitas Model Pola Pengasuhan Berbasis Keluarga Yang Telah dikembangkan dan disempurnakan... 265

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 269

B. Implikasi... 272

C. Rekomendasi... 273

DAFTAR PUSTAKA... 278 LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP


(3)

xii

DAFTAR TABEL 4.1 : Jenis Kelamin Subjek Penelitian... 177

4.2 : Umur Subjek Penelitian (ibu asuh)... 178

4.3 : Pendidikan Subjek Penelitian (ibu asuh)... 179

4.4 : Jenis Kelamin Subjek Penelitian (anak asuh)... 179

4.5 : Pendidikan Subjek Penelitian (anak asuh)... 180

4.6 : Umur Subjek Penelitian (anak asuh)... 180

4.7 : Jenis Kreativitas yang diikuti Anak Asuh... 181

4.8 : Lama berada di SOS Desa Taruna (anak asuh)... 181

4.9 : Latar Belakang dimasukan ke Panti Asuhan... 182


(4)

xiii

DAFTAR GAMBAR 1.1 : Undang-undang Yayasan Pasal 1... 15

1.2 : Yayasan Sosial dalam Undang-undang... 18

1.3 : Pengelolan Panti Asuhan yang diharapkan... 22

1.4 : Model Pengasuhan Berbasis Keluarga di SOS Desa Taruna... 24

2.1 : Aspek Sistem dari Pola Asuh... 111

2.2 : Kerangka Konsep Dasar Pengelolaan (Manajemen... 115

2.3 : Fungsi Kreativitas... 125

3.1 : Alur Metode Penelitian... 163

3.2 : Langkah Analisis Data Kualitatif... 165

4.1 : Model Konseptual Pengasuhan Berbasis Keluarga Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Terlantar... 201

4.2 : Desain Pengembangan Model Akhir Pengasuhan Berbasis Keluarga Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Terlantar... 247


(5)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup... 282

2. Instumen Penelitian... 285

3. Pedoman wawancara untuk Pengelola... 289

4. Pedoman wawancara untuk Ibu Asuh... 291

5. Angket untuk Ibu Asuh... 293

6. Angket untuk Anak Asuh... 296

7. Surat Ijin Penelitian dan Rekomendasi dari Instansi Terkait... 297

8. SK Pembimbing... 298


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak sejak dilahirkan membutuhkan perhatian, perlindungan, pemeliharaan, perawatan, dan bimbingan sepenuhnya. Anak ingin menerima kasih sayang, rasa aman tenteram dari orang tua. Anak ingin diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai kemampuan hidupnya, anak ingin belajar bertanggung jawab dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, sehingga anak merasa menjadi anggota keluarga di mana mereka berada.

Adanya anak terlantar pada masyarakat kita, merupakan masalah yang harus dihadapi oleh lapisan masyarakat. Dalam menghadapi masalah tersebut, Negara kita tidak membiarkan kehidupan anak terlantar hal ini seperti yang telah ditegaskan dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.

Dengan adanya pernyataan dan ketegasan mengenai anak-anak terlantar dalam UUD 1945, ini membuktikan bahwa Negara kita sebagai Negara yang berpandangan hidup Pancasila, maka sistem sosialnyapun akan mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut, yang didasari oleh kerjasama yang tinggi dan semangat kekeluargaan dengan penuh rasa tanggung jawab terutama dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.

Sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya kita mempunyai kepedulian kepada mereka yang nasibnya kurang beruntung seperti mereka yang terlantar ataupun yang diterlantarkan terutama anak-anak yang masih memiliki masa depan


(7)

yang penuh dengan pengharapan, kita harus berbuat secara nyata untuk bersama-sama memecahkan ini, karena apabila tidak ditanggulangi secara berbersama-sama, mereka akan dapat menjadi salah satu sumber yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat dikemudian hari.

Penanggulangan masalah anak-terlantar tidak semata-mata merupakan tugas Negara tapi juga perlu peran aktif dari seluruh masyarakat atau lembaga-lembaga kemasyarakatan, salah satu lembaga-lembaga kemasyarakatan yang peduli terhadap masalah anak terlantar ini adalah Yayasan SOS Desa Taruna yang beralokasi di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

SOS Desa Taruna Indonesia adalah sebuah Organisasi Sosial, dengan bentuk yayasan, bersifat swasta, non politik, dan tidak bertujuan mencari keuntungan. Organisasi ini bergabung ke dalam suatu ikatan kerja sama dengan SOS Kinderdorf International yang tersebar diberbagai negara, dan berpusat di kota Innsbruck, Austria. Pendirinya adalah Dr Hermann Gmeiner. Pada waktu ini terdapat lebih kurang 220 buah SOS Kinderdorf yang tersebar di 90 negara. Untuk Indonesia SOS Kinderdorf ini diberi nama Sos Desa Taruna, dinamakan ”Desa” karena merupakan satu kelompok Panti Asuhan dengan segala sarananya. Sehingga seakan akan membentuk satu desa.

Tujuan dari SOS Desa Taruna adalah, khususnya,untuk memberikan pertolongan kepada anak-anak yang karena satu dan lain sebab telah terlantar atau diterlantarkan oleh orang tuanya, pertolongan yang iberikan berupa rumah tinggal, kehangatan kasih sayang ibu, perawatan dan pendidikan, sehingga dikemudian hari mereka ini akan mampu berdiri sendiri. Desa SOS yang pertama dibangun di


(8)

Indonesia terletak di jalan Teropong Bintang, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Dibangun di atas tanah bekas Erfpacht seluas 5 Ha. Merupakan sebuah yayasan sosial pengasuhan anak jangka panjang yang berbasis keluarga dan berkarya membantu, mengasuh juga memberi masa depan yang cerah pada anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung.

Yayasan SOS Desa Taruna Lembang ini, menampung sejumlah anak terlantar dari berbagai pelosok di Indonesia dan anak-anak terlantar tersebut dibimbing dan diasuh oleh beberapa Ibu Asuh dan mereka ditempatkan dalam rumah - rumah bersama anak - anak lainnya.

Pada dasarnya anak terlantar yang diterima di SOS desa Taruna ini adalah setiap anak semenjak baru lahir dengan tanpa memandang warna kulit, agama, dan keturunan dapat diterima oleh Yayasan ini, namun demikian ada persyaratan lain harus sehat jasmani dan rohani.

Dalam dunia kehidupan ini, anak masih sangat membutuhkan perhatian, pelayanan bahkan pengakuan baik dari lbu dan bapaknya maupun dari orang lain. Ini berarti secara psikologis pada diri anak-anak terlantar terdapat kemiskinan jiwa. Seperti halnya apa yang dituliskan dalam buku anak yang berdiri tersendiri (sebatangkara ) dan pemeliharaan (SOS Desa Taruna, 52) "Macam-macam anak-anak terlantar atau diterlantarkan adalah :

1) anak-anak yang telah kehilangan kedua orang tuanya.

2) anak-anak yang telah kehilangan salah satu orang tuanya. Tetapi yang tak mampu dan tak mau mengurusnya lagi.

3) anak dari orang tua yang cerai, pisah, hingga anak-anak terkatung-katung tanpa ada yang menghiraukan.

4) anak dari orang tua yang suka bertengkar, hingga anak dirugikan karenanya dalam perkembangan jasmani dan kepribadiannya.


(9)

6) anak yang dilahirkan bukan dari hasil pernikahan yang syah dan terlantar. 7) anak dari orang tua yang melakukan tindakannya kriminil atau tindakan

lain yang dapat membahayakan pertumbuhan jiwa anak".

Dalam hubungannya dengan masalah tersebut, maka tentunya bagi anak-anak terlantar dibutuhkan tempat penampungan khusus bagi mereka supaya menjadi tentram, tenang gembira dan terlindung, diantaranya rumah. Karena rumah merupakan tempat bagi mereka untuk mendapatkan kepastian tinggal (tidak terlunta-lunta), sehingga memungkinkan mereka menemukan dan mengembangkan identitas mereka.

Anak yang kurang mendapat perhatian orang tua serta kurang pemenuhan kebutuhan hidupnya akan menghadapkan anak pada berbagai kesulitan yang salah satu kesulitannya adalah mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan,

Seorang anak terlantar membutuhkan seorang Ibu, ialah seorang wanita yang bersikap dan bertindak sebagai seorang Ibunya, meskipun ia hanya seorang Ibu asuh, namun ia menganggap anak itu sebagai anaknya, berlaku sebagai orang yang dipercayakan untuk mengasuh dan membimbingnya serta segala tingkah lakunya menjadi teladan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, sesaat menjalankan tugasnya sebagai lbu rumah tangga sekaligus juga menunjukan tingkah laku yang terpuji yang dapat diresapi dan dihayati hingga menjadi pedoman bagi anak-anak dikemudian hari. Hal ini seperti dinyatakan oleh Whiterington dalam bukunya "Psikologi Pendidikan" hal 23 Sebagai berikut. "Peranan lbu rumah tangga akan sangat berpengaruh terhadap jiwa anak, karena mereka akan lebih dekat dengan anak-anaknya. dan sikap anak hanya akan dipengaruhi oleh sikap kelembutan yang terarah."


(10)

Disela-sela kehidupan masyarakat tertentu ditemukan pelaksana kegiatan sosial dan jasa-jasa sosial wanita yang berjiwa keibuan dengan bermacam-macam jabatan keibuan sebagai juru rawat atau suster-suster yang memiliki jiwa keibuan yang murni, dan yang mau menerima anak- anak yang penuh derita meskipun dalam situasi yang sangat berat, namun akhirnya mereka dapat mengasuhnya ke dalam suatu kelompok anak- anak bersamanya, sehingga menyerupai keluarga.

Sehubungan dengan hal tersebut Gerungan dalam bukunya Psikologi Sosial (1978;82) menyatakan bahwa:

"Keluarga merupakan kelompok sosial pertama-tama dalam kehidupan manusia belajar menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya, pengalaman-pengalamannya dalam interaksi sosial di keluarganya, tentu menentukan pula cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di keluarganya di dalam masyarakat pada umumnya"

Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa pendidikan keluarga sangat penting. Di negara dan pada bangsa manapun selalu terdapat wanita yang berdiri sendiri, yang tak kawin dan tetap hidup menjanda. Di antaranya terdapat wanita-wanita yang waktunya tak terisi dengan kesibukan-kesibukan. Didorong jiwa kewanitaannya, kebanyakan diantara mereka merindukan adanya anak-anak yang bersedia mereka dekati, dan menyerahkan dirinya dibawah naungan wanita tersebut. Disamping itu pula terdapat banyak anak-anak yang tak ber-orang tua dan tak terurus, merindukan penguluran tangan seorang wanita yang berjiwa keibuan untuk memperoleh rasa tentram dan aman.

Mempertemukan wanita-wanita tersebut dengan anak-anak adalah tugas yang disadari oleh SOS Desa Taruna.

"Wanita-wanita yang bersedia menerima tugas keibuan kecuali harus mempuyai kecakapan dalam membimbing dan mendidik anak-anak,


(11)

diutamakan harus mencintai anak-anak. Karena anak-anak yang telah kehilangan orang tua karena kebanyakan telah menderita kejiwaannya, karena kasih sayang yang diharapkan tak kunjung datang ( lbu Asuh SOS Desa Taruna, 65)"

Maka sebagai tugas wanita, lbu Asuh SOS Desa Taruna yang nampak mempunyai keadaan sarana yang sangat memadai untuk mengurus dan membimbing anak-anak terlantar, karena mereka-lah yang secara istimewa tidak hanya mengikuti jejak fungsi lbu kandung tetapi lebih dari itu yaitu mereka memiliki bentuk lahiriah dan jiwa seorang Ibu kandung. Dari uraian tersebut di atas, bahwa lbu Asuh sebagai pengganti ibu kandungnya memainkan peranan penting dalam usaha membina dan mengembangkan anak dalam berbagai segi kehidupan, sebab lbu Asuh akan dapat memberikan dan memenuhi apa yang dibutuhkan anak, walaupun tidak semuanya terpenuhi.

Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk meningkatkan kreativitas adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap panataan lingkungan fisik, sosial internal dan eksternal dan dialog dengan anak-anak.

Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi diantaranya dalam masalah pembinaan mental dan moral sejak dini yang kuat, agar anak memiliki rasa percaya diri, tanggung jawab, disiplin, cerdas dan terampil. Uluran tangan yang paling utama seharusnya datang dari orang tuanya, terutama ibu, dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dirinya maupun keluarganya.


(12)

Bila kehidupan keluarga disesuaikan kepada tuntutan masa depan, yang mengandung kondisi persyaratan untuk membawa perubahan pada masyarakat kita, dalam upaya memperbaiki kondisi kehidupan sebagaimana menjadi tuntutan zaman.

Pendidikan Luar Sekolah ( PLS ) sebagai salah satu sub sistem pendidikan nasional telah diyakini memiliki kontribusi yang strategis dan tidak dapat diabaikan dalam kerangka pembangunan nasonal. Berbagai program dan kegiatan telah banyak dilakukan untuk membelajarkan warga masyarakat meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan selaras dengan tuntutan berbagai kehidupan masyarakat yang lebih baik (Sudjana, 1993, Trisnamansyah, 1992; dan Muchlas,2000). Kontribusi PLS mengatasi berbagai macam permasalahan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat ditempuh dengan berbagai program dan kegiatan salah satunya adalah bergerak dibidang sosial seperti pembangunan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat melaui pola pengasuhan yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga-lembaga atau panti-panti asuhan.

Dalam kaitan ini, Santoso (1992) mengemukakan enam asas PLS yang perlu diindahkan agar peranan atau tugas-tugas PLS memperoleh penerimaan yang oftimal dalam kegiatan pembangunan yaitu: (1) asas inovasi, (2) asas penentuan dan perumusan tujuan pendidikan, (3) asas perencanaan dan pengembangan pendidikan formal, (4) asas kebutuhan, (5) asas pendidikan seumur hidup dan (6) asas relevansi dengan pembangunan. Sedangkan Sudjana (1993) menambahkan dengan (7) asas wawasan ke masa depan.


(13)

Apabila ditinjau dari sasaran populasinya PLS memiliki peluang yang sangat besar untuk membelajarkan warga masyarakat dengan berbagai program dan kegiatannya, baik dari segi usianya, lingungan sosial budayanya, jenis kelamin, mata pencaharian, taraf pendidikan maupun pada kelompok-kelompok khusus. Persebaran jenis program dan kegiatan PLS dalam pembangunan nasional dan khususnya menangani anak-anak terlantar sangat menjangkau berbagai kegiatan pelayanan masyarakat. Trisnamansyah (1992) menyatakan sasaran populasi PLS dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu usia, lingkungan sosial budaya, jenis kelamin, mata pencaharian, taraf pendidikannya dan segi kelompok khusus, seperti anak-anak terlantar dan yang mengalami penyimpangan sosial.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kontribusi PLS dalam tatanan pengembangan sumber daya manusia tidak dapat diabaikan, selain menyatu dalam seluruh dimensi kehidupan, juga karena program-programnya yang luwes, mudah beradaptasi dengan perubahan dan menjangkau seluruh lapisan warga masyarakat. PLS juga dipandang sebagai sub sistem pendidikan yang mampu memupuk profesionalisme dan jati diri sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi melaui program-program pendidikan sepanjang hayat (life long education), sebagai pendorong utama memperoleh kemajuan secara terus menerus dalam berbagai kegiatan. Dalam mewujudkan diri untuk mencapai sasaran tersebut seorang anak akan sekaligus belajar bertanggungjawab dan belajar menuntaskan apa yang ingin dicapainya, hal tersebut akan berdampak terhadap kehidupan keluarga dimasa depan.


(14)

Orang tua sebagai pendidik anak bertugas terus – menerus mengamati dan berupaya meneladani perilaku yang baik dalam menjalankan tugasnya. Upaya-upaya tersebut akan mengarahkan anak menyadari tujuan hidupnya, menyadari apa yang diharapkan oleh lingkungannya, dengan menumbuhkan cara memainkan peran dalam meletakkan aspirasi dalam mewujudkan cita-citanya. Anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, akan mencari kesibukan di luar, dan melakukan sesuatu sekehendak hati tanpa memikirkan dampak dan akibatnya, memiliki rasa kurang percaya diri, emosional tidak terkendali serta memiliki ego yang cukup tinggi, tidak jarang anak yang melakukan tindakkan kriminal yang melanggar aturan hukum, apa yang dilakukannya berdasarkan kata hatinya karena tidak ada yang peduli terhadapnya. Pembinaan dan kasih sayang yang tulus dari orang tua akan mengantarkan anak ke dalam kehidupan yang lebih terarah.

”Suksesnya seorang anak dalam pendidikan tergantung pada bantuan orang tua di rumah. Hanya 4-5 jam anak belajar di sekolah setiap hari. Dua puluh jam mereka berada diluar sekolah. Orang tua bertanggung jawab membantu anak-anaknya untuk belajar di rumah (R.I. Sarumpaet, 1997)".

Menyimak berbagai permasalahan di atas yang dihadapi dalam implementasi pola pengasuhan berbasis keluarga dalam mengembangkan kreativitas bagi anak terlantar perlu dikembangkan suatu model pola pengasuhan yang lebih inovatif guna meningkatkan semangat hidup, memiliki keahlian dan keterampilan anak terlantar, serta membantu mereka membentuk masa depannya sendiri, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk berkembang dalam masyarakat.


(15)

B. Identifikasi Masalah

Kepedulian terhadap anak-anak terlantar dapat dilakukan oleh berbagai lembaga, baik lembaga pemerintah (Depsos) maupun lembaga-lembaga non pemerintah seperti panti asuhan yang dikelola oleh berbagai yayasan. Kehilangan atau keterpisahan dari keluarga memberikan dampak yang mendasar pada anak, dan membuatnya rentan apabila ia dibiarkan tanpa adanya pengasuhan dari lingkungan keluarga yang melindungi dan mendukungnya. Kesehatan anak, perkembangan, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan mengalami risiko, terutma pabila kehilangan ini berlangsung di dalam masa kritis pertumbuhan anak, termasuk masa awal kanak-kanak.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dari berbagai pengamatan empiric terhadap realitas kehidupan anak terlantar pada umumnya terdapat kemiskinan jiwa dan mental yang sangat rendah, yaitu antara lain :

1. Anak terlantar hanya berorientasi pada perolehan pengetahuan tingkat rendah dan kurang memiliki minat pengembangan diri.

2. Pengetahuan kurang berkembang, hal ini dikarenakan latar belakang mereka yang bervariatif.

3. Anak terlantar tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis dan kreatif karena lingkungan pergaulan sebelumnya yang kurang baik.

4. Kejenuhan terhadap suatu kegiatan atau aktifitas akan menghambat


(16)

Permasalahan lain dalam konteks pengembangan pendidikan luar sekolah dan pembangunan mayarakat antara lain adalah sebagai berikut :

1. Merosotnya jiwa nasionalisme dan kepatriotan serta rapuhnya kesadaran idelogi, khususnya di kalangan generasi muda (Jalal,2002).

2. Adanya dampak negatif akibat dari kemajuan pembangunan dan arus

globalisasi yang diperoleh melalui tenologi informasi dan mass media, dengan munculnya gaya kehidupan global dengan MTV style, Mc Donal style dan Hard Rock Cafe style. Kondisi ini mendorong munculnya paham kebendaan dan hedonisme (Jalal,2002).

3. Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (Narkoba)

meningkat tajam, yang diperkirakan telah mencapai 1,3 juta jiwa (Jalal,2002).

4. Penyebaran HIV meningkat, jumlah penderita HIV telah mencapai 1.904 orang, dan penderita AIDS 671 orang, dan jumlah tersebut 73% menyerang usia 20-39 tahun. Apabila masalah ini tidak ditangani secara sungguh-sungguh pada tahun 2010 Indonesia akan menghadapi bencana nasional seperti yang dihadapi Afrika yang mayoritas adalah genersi muda (Direktorat Kepemudaan, 2003).

Mencermati berbagai permasalahan di atas SOS Desa Taruna mencoba menyelenggarakan dan mempasilitasi berbagai jenis kegiatan untuk anak-anak asuh melaui berbagai keterampilan, seperti dikemukakan Lucas (2002), antara lain :


(17)

- Pendidikan Komputer dan bahasa Inggris.

- Keputrian : menjahit, kristik, menyulam, anyaman, merajut dan lain-lain. - Peternakan : kelinci, domba, sapi perah, ayam, burung dan lain sebagainya. - Pertanian : menanam sayuran, buah-buahan, dan berbagai jenis bunga. - Pertukangan : membutsir kayu dan semen putih

- Bengkel : las listrik, las karbit dan mebel.

- Kerajinan tangan : ukir-ukiran, anyaman, kerajinan triplek, keramik dsb - Kegiatan Olah raga: sepak bola, volly, pencak silat, catur, dan atletik. - Kreativitas Seni : seni musik, seni lukis, seni tari, seni drama, vokal dsb

C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan terdahulu, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok penelitian ini adalah “Anak panti asuhan belum memiliki kemampuan dan kecakapan untuk mengembangkan minat, bakat dan keterampilannya “ Hal ini dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kelemahan pola pengasuhan berbasis keluarga yang dilakukan ibu asuh terhadap anak asuh yang telah dilaksanakan saat ini?

2. Bagaimana bentuk model teoritik pola pengasuhan berbasis keluarga yang dapat meningkatkan kreativitas seni anak asuh yang telah dikembangkan saat ini ?

3. Bagaimana efektifitas model teoritik pola pengasuhan berbasis keluarga yang telah dikembangkan dan disempurnakan ?


(18)

D. Definisi Operasional

Sebagai acuan mengenai beberapa konsep istilah yang diangkat dalam penelitian perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :

1. Pengembangan adalah usaha yang disengaja agar sesuatu menjadi lebih maju dari sebelumnya baik kuantitas maupun kualitasnya.

2. Model dalam penelitian ini merupakan pencerminan, penggambaran sistem

yang nyata atau direncanakan, dan berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan pengasuhan bagi anak terlantar (Elias MA.1979).

Pengembangan model adalah upaya mengembangkan suatu acuan atau pola yang terencana untuk menghasilkan yang lebih baik dari sebelumnya baik kuantitas maupun kualitas.

3. Ibu Asuh merupakan seorang ibu yang memmiliki suatu sifat dimana mahluk wanita ini bersedia untuk memelihara orang lain dan terutama kepada anak – anak, yang membutuhkan sesuatu tidak hanya dengan barang – barang yang nampak seperti pakaian dan makanan, tetapi lebih dari itu, yang kehangatan dan rasa aman karena merasa dilindungi dan disayangi. (Whiterington, (1973,44)).

4. Keluarga merupakan lingkungan pertama dimana anak mendapatkan

pengalaman dalam proses pendidikannya, pada lingkungan inilah sedini mungkin ditanamkan norma-norma sistim nilai hidup yang baik serta teladan. Berbasis keluarga adalah suatu kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan yang dirasakan sesuai dengan keinginan lingkungan keluarga.


(19)

5. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

6. Anak merupakan potensi untuk meneruskan cita – cita bangsa dan agar anak – anak mampu memikul tanggung jawab untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.

Berbicara tentang Panti Asuhan, tidak terlepas dari yayasan sebagai pengelola panti-panti asuhan itu. Dalam sejarahnya yayasan-yayasan di Indonesia pernah mendapatkan nama yang tidak sedap, bahkan sejak runtuhnya orde baru 1998 hingga tahun 2002, pengelola berbagai yayasan di tanah air seang mendapat sorotan masyarakat secara luas. Dalam sorotan itu ada sinyalemen bahwa bentuk yayasan non profit menjadi kedok atau cara untuk memperkaya diri. Sering kali orang tidak mampu menjelaskan apa bedanya kekayaan yayasan dengan kekayaan pribadi dari pemilik yayasan itu sendiri, dari mana kekayaan yayasan yang begitu banyak itu bisa didapat?. Bahkan lebih jauh, ada yayasan dengan nama tertentu akan tetapi sama sekali tidak ada kegiatan. Persoalan yayasan memang berbeda dengan persoalan panti asuhan, persoalan yayasan seakan menjadi persolan pada tataran konsep dan argument, sedangkan persoalan panti-panti asuhan sering kali persoalan praktis, persoalan yang menyangkut hidup sehari-hari dan bagaimana memenuhi kebutuhan dengan dana yang sering kali terbatas, Swasono.SJ (2004).

Tidak se-sedarhana itu untuk mengelola panti asuhan, apalagi dalam peraturan perundang-undangan yang baru (UU.RI No 16 tahun 2001), seperti gambar berikut:


(20)

Gambar 1.1. Undang-undang Yayasan Pasal 1

Komitment terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang di dalam kegiatan panti asuhan, semua kegiatan itu sering kali merupakan inisiatif pribadi yang kemudian mengajak teman atau saudara yang lain dan jadilah panti asuhan atau yayasan sosial. Akan tetapi sebagai tempat, Panti Asuhan tidak bisa berdiri sendiri kecuali di bawah payung sebuah yayasan sosial tertentu dan badan hukum dengan nomor notarisnya. Berbicara mengenai pengelolaan panti asuhan tidak bisa

Undang2 Yayasan

Spiritualitas Budaya

Yayasan Sosial

Entitas Masyarakat /

Pribadi Pelaku

Pelayanan sosial

Panti Asuhan


(21)

lepas dari pertama, aspek Yayasan sebagai badan hukum (UU. Yayasan Ps 1). Itu berarti yayasan sebagai lembaga hukum tunduk kepada undang-undang yang

mengaturnya. Kedua entitas masyarakat yang memang memiliki komitment

terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Maka ada dua pendekatan yang perlu dijelaskan, panti asuhan sebagai entitas badan hukum (UU Yayasan) dipayungi yayasan dengan konsekuensinya pada masalah manajement dan bagaimana menjaga survivalnya kegiatan pelayanan serta entitas masyarakat pelaku pelayanan sosial yang memiliki komitment. Dan yang ketiga adalah sinergi antar keduanya.

Oleh karena itu panti asuhan bukan hanya sekedar panti penampungan. Panti asuhan adalah tempat dimana anak mendapatkan pendidikan atau panti pembelajaran. Ada hal yang tidak didapat dari pendidikan formal, tetapi mereka dapatkan di panti asuhan. Lebih dari itu panti asuhan adalah tempat di mana pribadi manusia dimanusiawikan, panti asuhan merupakan tempat memanusiawikan manusia yang sering kali disingkirkan oleh keluarga dan masyarakat. Panti asuhan menuntut profesionalitas dan akuntabilitas dalam penyelenggaraannya.

Dengan undang-undang yayasan yang baru harus melihat tuntutan yaitu memiliki sistem pendidikan dan pembinaan bukan hanya intelektual, tetapi rohani dan budi pekerti. Belajar santun dalam hidup dan berbudaya menjadi point dari panti asuhan yang baik, selain itu panti asuhan yang baik akan membekali para anak asuhnya dengan bebgai pengetahuan dan keterampilan yang dapat

membangkitkan semangat hidupnya sesuai dengan minat, bakat dan

kemampuannya sebagai bekal untuk hidup di masyarakat kelak. Dalam hal ini bisa dilihat pada gambar berikut:


(22)

Gambar 1.2 . Yayasan Sosial dalam Undang-undang Yayasan tahun 2003 Yang dimaksud anak menurut UU RI no. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun atau belum pernah kawin (Pasal 1 ayat 1).

Yang dimaksud anak terlantar adalah setiap orang berada dibawah usia 21 tahun, yang karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin kebutuhan jasmani rohani dan kebutuhan sosial yang diperlukan secara wajar sehingga anak – anak tersebut menjadi terlantar.

Undang-undang Yayasan 2003

D. Pengawas D. Pengurus Yayasan D.Pembina

Direktur eksekutif / Pelaksana Harian


(23)

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini adalah menemukan model teoritik pola pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas seni anak terlantar. Lebih rinci tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan, menemukan, mengungkap, menggambarkan, mengembangkan yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini :

1. Mendeskripsikan kelemahan model pola pengasuhan berbasis keluarga bagi anak asuh yang telah dilaksanakan saat ini.

2. Menghasilkan suatu model pola pengasuhan berbasis keluarga yang dapat meningkatkan kreativitas seni anak terlantar.

3. Mendeskripsikan tingkat efektifitas model pengasuhan berbasis keluarga yang telah dikembangkan dan disempurnakan berdasarkan hasil uji coba lapangan secara terbatas.

F. Kerangka Pemikiran

Model pengasuhan oleh ibu asuh merupakan wahana pembinaan untuk anak yang kurang beruntung dan tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya. Faktor penyebabnya antara lain :

1. Anak yang dengan sengaja ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah sakit, karena tidak mampu membayar biaya persalinan.

2. Anak yang dibuang oleh kedua orang tuanya karena tidak mampu untuk membiayai hidup sehari-hari.


(24)

3. Anak yang sudah biasa hidup di jalanan karena orang tuanya tidak memiliki tempat tinggal.

4. Anak dari orang tuanya yang sering bertengkar, seingga anak tidak betah tinggal di rumah.

5. Anak dari orang tua yang sering keluar masuk penjara akibat tindakan kriminal dan melanggar hukum.

Tujuan pola pengasuhan oleh ibu asuh adalah untuk memberikan bimbingan , perlindungan, pemeliharaan, perawatan, kasih sayang, rasa aman, dan tenteram bagi anak terlantar dan memberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.

Pembinaan bagi anak terlantar bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi lembaga – lembaga sosial dan masyarakat pun harus ikut andil dan peduli terhadap keberadaan anak – anak yang kurang beruntung.

Karakteristik anak – anak terlantar antara lain ditandai oleh :

a. Kemampuan nalar sangat rendah, minat terhadap belajar sangat kurang. b. Pengalaman dan kebiasaan yang sudah melekat dengan cara – cara lama

diemosionalnya cukup tinggi.

Dalam perkembangannya anak perlu dipenuhi berbagai kebutuhan, yaitu kebutuhan primer, pangan, sandang dan perumahan serta kasih dan sayang, perhatian, penghargaan terhadap dirinya dan peluang untuk mengaktualisasikan dirinya.

Kebutuhan tersebut secara universal berturut – turut pada umumnya dilukiskan sebagai berikut :


(25)

1). Kebutuhan jasmaniah – biologis; organisme perlu terpenuhi, jika tidak akan menimbulkan kecewa atau prustasi.

2). Rasa aman terjamin (security and safety); manusia hidup perlu berusaha. Usaha merupakan penjelajahan (ekplorasi) dunia skitarnya, lingkungan harus menjaga bahwa anak harus mampu memenuhi syarat dalam mempertahankan status dan kedudukannya.

3). Rasa kasih sayang dan dihargai (love and esteem) setiap anak memerlukan kasih sayang dan ingin dihargai. Upaya memperoleh status dan kedudukan dalam bidang tertentu tidak dapat tercapai bila dari lingkungan asal tidak ada dorongan dan bimbingan yang didasarkan pada kasih sayang dan penghargaan. Kasih sayang ini harus merupakan komunikasi seseorang yang ditandai oleh suasana, sehingga terjadi pertemuan batin orang tua dengan anak. Demikian juga kasih sayang akan menunjukkan penghargaan-penghargaan terhadap prestasi yang dicapai seseorang dalam setiap bidang.

Penjelmaan diri (self actualization); perilaku manusia merupakan perpaduan antara bakat yang dibawa sejak lahir berupa kemungkinan yang laten, (disposisi) dengan pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan ini akan diterima ibarat sehelai kertas pengisap noda tinta; tetapi seseorang akan memilih pengaruh yang sesuai dengan kebutuhannya, menolak yang tidak dikehendaki dan hasilnya akan berkembang memenuhi kemampuan yang disebut perwujudan diri. Kelakuan adalah hasil ciptaan sendiri, suatu integrasi faktor bawaan dengan realita dan kondisi dari situasi pada masa itu. Setiap anak lahir dengan bakat, potensi, kemampuan, talenta serta sikap dan sifat yang berbeda. Karena potensi anak


(26)

yang sangat beragam dalam berbagai bidang dengan berbagai taraf dan jenis intelegensi, yang dibesarkan pula dalam berbagai kondisi ekonomi, sosial, psikologis, budaya, serta biologis yang berbeda, harus diupayakan dipenuhi kebutuhannya oleh keluarga agar bimbingannya sesuai taraf perkembangan anak (developmenttally appropriate practice).

Menjumpai panti asuhan yang dikelola secara tradisional dan bahkan konvensial. Akan tetapi untuk jaman sekarang dimana era globalisasi begitu kuat dan arus informasi begitu cepat menuju profesionalisme yang benar dan berdaya guna. Selanjutnya bagaimana menuju pengelolaan panti asuhan yang baik dan benar?. Panti asuhan bukan sekedar tempat penampungan, panti asuhan adalah tepat pemberdayan artinya tempat di mana pribadi manusia dimanusiawikan. Tempat di mana pribadi manusia mendapatkan pengembangan dalam berbagai aspek yang dibutuhkan, baik kognitif, intelektual dan motorik.

Di panti asuhan harus terjadi hubungan personal timbal balik antara siswa sebagai anak asuh dan para pengasuhnya. Pengasuh adalah pribadi yang menularkan nilai-nilai positif kepada anak asuh. Di bawah ini panti asuhan yang di rekomendasikan seperti pada gambar berikut :


(27)

Gambar 1.3 Pengelolaan Panti Asuhan yang diharapkan

Ada 4 point pokok yang bisa dikaji terus menerus menjadi titik pijak bagi pengembangan panti asuhan itu sendiri. Keempat hal itu adalah masalah Planning, Organizing, Leading dan Controling. Keempat itu tidak bisa dibolak-balik satu mendahului yang lain, semua ada dalam urutan yang jelas.

1. Planning/perencanaan:

a. aktualisasi dari visi dan misi lembaga maupun spiritualitas= Manusia adalah ciptaan yang luhur (merumuskan kembali apa tujuan panti asuhan). Mengakomodasi seluruh potensi dari karyawan seoptimal mungkin untuk mencapinya dalam hal ini strategyc planning menjadi penting untuk diusahakan. Resource : -Human -Financial -Raw Materials Teknological Information

Pungsi pengelolaan rumah panti asuhan

Planning Selects goals and Ways to attain

Controling Monitoring Activities and Make corection Visi Misi Organizing Assign Responsibility for task Performance -Attain goals -Product -Services -Efficiency -Effectivities Leading

Use influence to Motivate emplpyees


(28)

b. bidang pendidikan: realisasi dari sisi pembelajaran dalam diri anak asuh yang kurang.

c. bidang pemberdayaan tenaga kerja?perumahan karyawan. d. bidang penelitian dan pengembangan panti

e. bidang keuangan, manajement finance dan mencari dana (membuat proposal).

2. Organizing(mendukung pekerjaan)

a. struktur dan hubungan kerja (Pemimpin bukan bos yang tahu segala- galanya, melaikan pribadi yang mengatur).

b. The right man on the right place (ini tidak mudah, apalagi kalau menerima karyawan asal-asalan).

c. perlu reorganisasi structural secara berkala untuk mengakomodasi perubahan-perubahan perencanaan.

Panti asuhan bukanlah tempat penampungan yang statis melainkan yang hidup dan penuh dinamika.

3. Leading

Kunci pokok dalam hal ini adalah bagaimana kepemimpinan dengan menggunakan

pengruh, memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.

Mengkomunikasikan tujuan, visi, misi kepada seluruh karyawan ( karyawan diajak merumuskan sendiri visi-misi mereka dalam keterlibatan dengan karya tertentu. 4. Controling

a). memonitoring karyawan (ibu asuh, para pelatih dan pembina)

b). menentukan sejauh mana organisasi ini dapat mencapai target yang telah ditentukan.


(29)

c) bahan evaluasi/refleksi/koreksi bagi dan bersama seluruh karyawan, staf dan pimpinan sejauh perlu.

Proses pengasuhan yang dilaksanakan di SOS Desa Taruna mempunyai keunggulan dan kelebihan tertentu, dimana panti asuhan merekrut para pelatih yang profesional untuk membantu anak asuh dalam mengembangkan kreativitasnya melalui keterampilan seni yang disesuaikan dengan visi dan misi Panti Asuhan Kinderdorf, dengan ditujang oleh berbagai fasilitas yang sangat lengkap. Namun para pelatih harus berhati-hati menghadapi anak asuh dan perlu memahami karakter setiap anak, karena mereka datang dari berbagai latar belakang yang bervariasi, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.4. Model Pengasuhan Berbasis Keluaraga di SOS Desa Taruna Latar Belakang Anak

- Yatim Piatu - Korban Perceraian - Diterlantarkan orang tua - Tindak kriminal orang tua - Broken Home

- Single parent

Karakter Anak - Emosional tinggi - Daya nalar rendah - Mudah tersinggung - Tidak percaya diri - Gampang putus asa

A N A K A S U H Sarana dan prasarana Pengasuhan Berbasis Keluarga Lingkungan Tanggung Jawab Percaya diri Mandiri


(30)

Dalam Gambar 1.4, dijelaskan anak terlantar memiliki latar belakang yang berbeda antara lain: 1) ditelantarkan oleh orang tuanya, 2) yatim piatu, 3) korban perceraian orang tuanya, 4) hasil dari perkawinan tidak syah, 5) korban bencana alam, 6) karena tindak kriminal orang tuanya, 7) akibat Broken home, 8) Single parent, dalam hal ini dipengaruhi oleh berbagai lingkungan dimana mereka berada misalnya lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, dan lingkungan keluarga asal. Sedangkan kondisi awal anak terlantar mereka memiliki sifat-sifat sebagai berikut:1) tingkat emosional yang tinggi, 2) memiliki tingkat pengetahuan dan daya nalar sangat rendah, 3) mudah tersinggung, 4) memiliki rasa tidak percaya diri, 5) gampang putus asa.. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kurang perhatian dari orang tua (ibu asuh), keberadaan ekonomi yang tidak mendukung, sarana prasarana yang ada belum dimamfaatkan secara oftimal. Permasalahan yang terjadi pengasuhan yang dilaksanakan saat ini belum tersentuh pengembangan keterampilan dari anak terlantar, karena pengasuhan difokuskan terhadap kasih sayang yang utuh dan sepenuhnya untuk pengganti orang tua mereka yang sangat didambakan oleh para anak terlantar.

Kelemahan model pengasuhan berbasis keluarga yang dilaksanakan saat ini masih tertuju pada aspek dimana harapan anak terpenuhi segala kebutuhan baik jasmani maupun rohaninya, sedangkan aspek pengetahuan dan keterampilan belum seutuhnya dapat tersentuh oleh para ibu asuh dikarenakan keterbatasan tenaga yang tersedia dan kurangnya tenaga ahli yang terampil dalam melatih anak asuh untuk mengembangkan keterampilannya meskipun sarana dan prasarana sangat memadai.


(31)

G. Manfaat Penelitian

Secara praktis temuan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para pengelola panti-panti asuhan di bawah naungan yayasan Kinderdorf, khususnya pada lokasi penelitian SOS Desa Taruna Lembang, yaitu diharapkan dapat :

1. Menyajikan pilihan alternatif model pola pengasuhan berbasis keluarga sebagai salah satu pendekatan pemberdayaan dalam PLS.

2. Mendayagunakan pengasuhan dengan pendekatan keluarga di setiap panti asuhan yang ada di bawah naungan yayasan Kinderdorf.

3. Menanamkan rasa percaya diri pada anak, melalui berbagai aktifitas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak terlantar.

4. Meningkatkan keterampilan anak melalui bimbingan dan kasih sayang yang

diaksanakan oleh ibu asuh.

5. Meningkatkan kreativitas anak melaui latihan dan keterampilan di bidang seni sesuai dengan sarana dan prasarana yang ada di SOS Desa Taruna.

6. Menyempurnakan model pengasuhan berbasis keluarga yang telah

dilaksanakan saat ini sesuai dengan perkembangan teori-teori dalam PLS. Secara teoritis penelitian ini diharapkan menemukan proposisi-proposisi empirik yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi teori, sehingga dapat menambah perbendaharaan keilmuan, khususnya dalam kaitan pengasuhan berbasis keluarga dalam upaya meningkatkan keterampilan anak terlantar. Karena melihat kondisi saat ini masyarakat sangat memerlukan pendidikan keterampilan baik yang dibutuhkan dunia kerja ataupun untuk bekal usaha mandiri.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Berdasarkan fokus masalah, tujuan subjek penelitian dan karakteristik data maka pendekatan yang tepat untuk memperoleh data kemampuan ibu asuh dalam membantu anak terlantar melaui pengasuhan, penelitian ini adalah studi kasus (Case Study) yang didesain menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode

Penelitian Pengembangan” (Research and Development). Model penelitian dan pengembangan ialah : “a process used develop and validateeducational products”. (Borg & Gall, 1989 : 782) dengan tiga tahapan utama. Secara makro paradigma penelitian ini bersifat induktif. Perencanaan penelitian kualitatif menurut Guba (1984) adalah skema atau program penelitian yang berisi out line tentang apa yang harus dilakukan oleh si peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai menganalisis data finalnya.

Untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis SWOT secara cermat dan akurat dengan mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan atau hambatan. Untuk mendapatkan model pengembangan pengasuhan peneliti melaui penelitian dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian tahap I akan merupakan penelitian eksploratif dan studi kepustakaan terhadap konsep pengasuhan untuk mengetahui beban garapan panti asuhan SOS Desa Taruna, mengetahui potensi dan kesiapan pelaksanaan pengasuhan, mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaan pengasuhan yang telah dilaksanakan di SOS Desa Taruna, dan mengetahui masukan-masukan


(33)

tambahan yang dibutuhkan SOS Desa Taruna agar menjadi panti asuhan yang dapat meningkatkan kreativitas anak terlantar sehingga memiliki rasa percaya diri dan mandiri.

2. Penelitian tahap II dilakukan untuk pengembangan model konseptual panti asuhan SOS Desa Taruna berdasarkan temuan penelitian tahap I dan teori serta konsep yang digunakan tentang kelemahan, potensi, dan masukan tambahan yang dibutuhkan, serta melakukan ujicoba terbatas untuk menemukan perbaikan komponensial yang tepat.

3. Penelitian tahap III melakukan pengembangan menyeluruh pada pola pengasuhan berbasis keluarga di SOS Desa Taruna berdasarkan temuan penelitian tahap II tentang perbaikan komponensial, dan melakukan ujicoba menyeluruh terhadap model yang telah diperbaiki untuk menemukan model yang lebih sempurna di SOS Desa Taruna seperti yang dibutuhkan.

Data dikumpulkan dengan berbagai teknik sesuai dengan jenis dan sifat data yang dibutuhkan.

1).Pada tahapan penelitian studi eksploratif digunakan teknik wawancara mendalam observasi, dan studi dokumenter. Ketiga metode penggalian data itu dengan pendekatan penelitian kualitatif dengan peneliti sebagai instrumen utama.

2). Pada tahap penelitian pengembangan, teknik penggalian data yang digunakan yaitu : catatan atau rekaman kejadian, dokumentasi, wawancara, dan

diskusi


(34)

pendekatan kualitatif, dengan teknik observasi langsung dan wawancara mendalam, data dan informasi yang terkumpul dianalisis dengan analisis kualitatif.

B. Prosedur Penelitian

Secara parsial, studi ini akan menempuh tahapan, meliputi: (1) studi pendahuluan, diantaranya: a) penelitian lapangan yang berusaha mencari model pola pengasuhan berbasis keluarga yang sudah ada berdasarkan data faktual, b) penelitian kepustakaan, mencoba menggali konsep dan teori tentang pengasuhan berbasis keluarga, pengembangan pramodel konseptual pengasuhan dalam meningkatkan kreativitas anak terlantar. (2) Pengembangan model konseptual, didasarkan pada kondisi kebutuhan subyek sehingga proses pengasuhannya melibatkan subyek. (3) Validasi model konseptual melaui diskusi dengan para ahli (akademisi), praktisi, dan uijicoba terbatas. (4) Revisi model konseptual. (5) Ujicoba model (implementasi). (6) Evaluasi dan analisis. (7) Model final yang direkomendasikan.

1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan berupa studi ekploratif dilaksanakan melaui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. a) Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengkaji teori, konsep dan hasil-hasil penelitian yang relevan untuk mendukung studi pendahuluan di lapangan. b) Studi lapangan dilaksanakan dengan teknik pengamatan, wawancara dan studi dokumen dengan pendekatan studi kasus


(35)

yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk memberikan model atau jenis pengasuhan.

2. Pengembangan Model Konseptual

Membuat model konseptual pengasuhan berdasarkan hasil studi pendahuluan di lapangan dan studi kepustakaan. Teknik ini didasarkan pada kondisi kebutuhan subyek sehingga proses pengasuhannya melibatkan mereka, dan berupaya lebih cenderung mengutamakan informasi dan data subyek. Dalam hal ini kebutuhan subyek ditempatkan sebagai prioritas utama dalam proses perumusan mengingat model konseptual ini sedapat mungkin tetap berpegang pada kondisi subyek. Untuk ini , partisipasi mereka mutlak diperlukan, bahkan kahadiran peneliti hanya bertindak sebagai fasilitator saja.

3. Validasi Model Konseptual

Validasi terhadap model konseptual yang telah dibuat dilakukan kepada akademisi dan praktisi pendidikan serta pengelola panti asuhan . (a) Validasi ahli dilakukan melaui diskusi intensif terhadap model konseptual yang telah dibuat dengan pihak ahli yang ada di pendidikan tinggi. (b) Kepada praktisi pendidikan peneliti berupaya melakukan diskusi dengan: 1) para praktisi pendidikan luar sekolah yang ada di birokrasi pemerintah. 2) para praktisi lembaga penyelenggara panti asuhan yang pernah melakukan pembinaan dan bimbingan dalam pengembangan kreativitas anak asuh melalui pengasuhan berbasis keluarga bagi anak terlantar.


(36)

a. Instrumen Validasi

Instrumen yang digunakan dalam validasi model konseptual adalah peneliti sendiri, rancangan model konseptual dan rancangan model jenis kegiatan yang telah dibuat oleh peneliti yang disampaikan kepada responden untuk dibaca dan selanjutnya didiskusikan.

b. Tujuan Validasi

Tujuan yang hendak dicapai dalam rangka validasi adalah memperoleh model handal dan kredibel. Untuk memperoleh odel yang palid, maka dilakukan dengan lima cara yaitu: (1) diskusi dengan ahli, (2) observasi terhadap sistem, (3) menelaah teori yang relevan, (4) menelaah hasil-hasil simulasi model yang relevan, (5) validasi pola pengasuhan adalah untuk memperoleh pengasuhan yang berpengaruh dan sesuai dengan kebutuhan anak terlantar (anak asuh). Kelima cara tersebut dilakukan dalam rangka validasi model pengembangan pola pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas anak terlantar.

c. Aspek yang Divalidasi

Aspek-aspek yang divalidasi adalah struktur model konseptual dan relevansi dengan obyek dan subyek penelitian ini, dengan fokus utama adalah: (1) idea-idea normatif yang melandasi kelembagaan panti asuhan yang tela tertuang dalam visi dan misi beserta deskripsinya, (2) tujuan panti asuhan, (3) prosedur pengasuhan, (4) program pengasuhan, (5) sarana penunjang dalam meningkatkan kreativitas, dan (6) output (keluaran). Bagian-bagian tersebut perlu diverifikasi


(37)

untuk mengecek relevansinya dengan subyek dan obyek penelitian ini. Aspek output terutama dilihat dari perilaku anak asuh yang diharapkan memiliki percaya diri, tanggungjawab, disiplin, cerdas dan trampil.

d. Responden

Validasi terhadap model konseptual, dilakukan dengan melibatkan responden, masing-masing: Pakar dari Perguruan Tinggi 2 orang, praktisi pemerintah 3 orang (Departemen Sosial, Disnaker, Dinas Pendidikan) 2 orang pengelola panti asuhan, serta para ibu asuh yang ada di SOS Desa Taruna.

e. Teknik validasi

Validasi dilakukan dalam empat teknik: (1) terhadap ahli dan praktisi dilakukan melalui diskusi intensif terhadap model konseptual yang telah dibuat, (2) observasi terhadap bagaimana pola pengasuhan yang sudah dilakukan saat ini, (3) menelaah teori yang relevan, (4) menelaah hasil-hasil simulasi model yang relevan, khususnya model pola pengasuhan berbasis keluarga, dan (5) menggunakan pengalaman atau intuisi peneliti sendiri.

f. Teknik Analisis Data

Hasil validasi tersebut, selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh kesimpulan dalam memperbaiki model konseptual yang telah dibuat. Hasil verifikasi model konseptual ini selanjutnya diujicobakan kepada subyek yang sesungguhnya yaitu anak asuh yang ada di SOS Desa Taruna.


(38)

Gambar 3.1 Alur Metode Penelitian STUDI PENDAHULUAN

Penelitian Lapangan

Model pengasuhan berbasis keluarga yang telah dilaksanakan oleh SOS Desa Taruna saat ini

Faktual

- Pola pengasuhan yang dikembangkan

- Pengembangan model pengasuhan berbasis

keluarga dalam meningkatkan kreativitas

Penelitian Kepustakaan

Penelitian pustaka untuk mengembangkan model pola pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas anak terlantar

Revisi (1)

Validasi Model : Ahli, praktisi, diskusi, uji coba terbatas

Uji coba model melalui analisis kualitatif Revisi (2)

Evaluasi

Analisis dan revisi model empirik

Model Final yang dikembangkan


(39)

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah SOS Desa Taruna Lembang yang ada di bawah naungan Yayasan Kinderdorf terletak di Jalan Teropong Bintang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, dengan luas areal 5 Ha yang terdiri dari lebih kurang 25 bangunan, 13 diantaranya rumah yang dihuni oleh anak asuh sebanyak 175 orang. Subjek penelitian ini adalah: 1) para ibu asuh yang ada di SOS Desa Taruna Lembang, 2) seluruh anak asuh (anak terlantar) yang ada di SOS Desa Taruna yang usianya antara 7 sampai dengan 15 tahun, 3) para pengurus Yayasan (pengelola panti asuhan). Penentuan subyek dilakukan secara purposif dengan kriteria ibu asuh yang telah mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh yayasan.

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melaui observasi, wawancara dan analisis dokumen terhadap laporan program pelaksanaan pengasuhan yang dilaksanakan pada saat ini. Observasi dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan pada tahap studi pendahuluan, maupun pada saat implementasi model di lapangan. Wawancara dilakukan secara terbuka terhadap subjek penelitian yang ditentukan secara purposif, pengumpulan data dilakukan melalui: (1) pemberian angket kepada anak asuh. (2) kegiatan observasi atau pengamatan baik yang menggunakan pedoman pengamatan maupun tidak, (3) kegiatan wawancara dilakukan secara terbuka dan tertutup, serta wawancara mendalam, dan (4) studi dokumentasi. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan datanya menggunakan manusia sebagai instrumen utama, yaitu dilakukan oleh


(40)

peneliti sendiri. Manusia dijadikan instrumen utama, karena manusia lebih memiliki kecermatan dengan ciri-ciri : (1) peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan, (2) dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan yang terjadi, (3) dapat segera menganalisis data yang diperoleh, dan (4) dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan.

Model analisis data kualitatif dari Miles dan Huberman (1992: 16) yang mengemukakan langkah analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara simultan, yakni; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi diterapkan bagi penelitian ini. Proses reduksi data merupakan langkah analisis melalui proses pemilihan, mefokuskan perhatian pada penyerderhanaan, pengabstrakan dan transpormasi data mentah yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada penelitian ini reduksi data dilakukan sejak peneliti memasuki wilayah penelitian sampai dengan akhir penelitian seperti pada Gambar berikut:

Gambar 3.1 : Langkah Analisis Data Kualitatif : Model Interaktif (diadaptasi dari Miles dan Huberman, 1992 : 20)

Pengumpulan

data Penyajian

data

Penarikan kesimpulan Reduksi

data

Pengumpulan

data Penyajian

data

Penarikan kesimpulan Reduksi


(41)

E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan upaya mencari dan menata secara sistemik catatan hasil observasi, wawancara, dan bahan-bahan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain (Bodgan & Biklen, 1982, Mujahir, 1992: 183). Proses analisis data dan penafsiran data merupakan kegiatan yang terjalin secara terpadu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (1998) bahwa analisis data telah dimulai sejak di lapangan. Pada saat itu sudah ada penghalusan kategori dengan kawasannya, dan sudah ada upaya dalam rangka penyususnan hipotesis, yaitu teorinya sendiri. Analisis data itu terintegrasi secara terpadu dengan penafsiran data.

Miles dan Hubermen )1992: 137-138) mengemukakan salah satu kata kunci dalam analisis data kualitatif adalah penyajian, yaitu suatu format ruang yang menyajikan informasi secara sistematik pada penggunaannya. Format tersebut dapat berwujud teks naratif, tabel ringkasan (matrik, bagan, daftar cek) atau gambar. Sedangkan Bodgan dan Biklen (1992) mengemukakan beberapa saran dalam menganalisis data penelitian kualitatif, antara lain ; (1) force your self to make decisions that narrow the study, (2) force yourself to make concerning the type of study you want to complish; (3) develop analityc question; (4) plan data collection session in light of whatyoy find in previous observation; (5) write memo to yourself about what you are learning.

Sejalan dengan itu, Nasution (1988) menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses menyusun data (menggolongkannya dalam pola , tema atau


(42)

kategori) agar dapat ditafsirkan . Oleh karena itu data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bervariasi tergantung pada focus permasalahan, kemungkinan peneliti mencari sendiri jenis analisis data yang cocok dengan sifat penelitian yang dilakukan, termasuk kategori sebagai penelitian kualitatif , maka data dan informasi yang telah dikumpulkan, dolah dan disajikan secara induktif dengan penafsiran secara deskriptif dan dianalisis lebih lanjut.

Setelah data seluruhnya dikumpulkan dan dipandang wajar, selanjutnya dilakukan persipan analisis mengacu pada model analisis data yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman (1994) menyajikan sebuah model interaktif siklus analisis data kualitatif yang terdiri atas empat langkah, yaitu data verifying, dengan siklus data collection, data reduction, data display, dan conclution

berbentuk gambar maupun verifikasi. Siklus analisis data seperti dikemukakan di atas menjelaskan bahwa setelah data terkumpul, selanjutnya data disajikan dan direduksi, kemudian disimpulkan selanjutnya diverifikasi. Langkah-langkah dalam analisis data dilakukan dengan: (1) setelah data terkumpul dilakukan reduksi data dengan jalan merangkum laporan lapangan, (2) menyusun secara sistematis berdasarkan kategori dan klasifikasi tertentu, (3) membuat display data dalam bentuk bagan, (4) mengadakan cross site analysis dengan cara membandingkan dan menganalisis data secara mendalam, dan (5) menyajikan temuan, menarik kesimpulan dan rekomendasi bagi pengembangan.

Upaya-ypaya ini cukup efektif bagi peneliti untuk mempertajam perumusan masalah, menyususn kerangka teoritik, membina komunikasi dengan informan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyususn laporan penelitian.


(43)

Dengan demikian tingkat akurasi dan kredibilitas penelitian ini sudah memenuhi prosedur dan persyaratan ilmiah sebagai suatu penelitian.

Untuk kesinambungan model pengembangan pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas seni anak terlantar dibutuhkan komitmen berbagai pihak baik pemerintah, lembaga yang berwewenang dalam hal ini Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan lembaga penyelenggara panti asuhan, serta masyarakat dengan berbagai partisifasinya yang ada di Lembang khususnya maupun Kabupaten/Kota dan Provinsi pada umumnya. Para pengelola, pengasuh, dan pelatih komitmen terhadap peningkatan kreativitas yang diikuti oleh para anak asuh melalui kegiatan keterampilan dalam bidang seni, hal ini perlu dituangkan dalam suatu kesepakatan bersama sesuai dengan Visi dan Misi yang telah dibuat panti asuhan Kinderdorf.

SOS Desa Taruna (SOS – Kiderdorf) adalah sebuah yayasan sosial pengasuhan anak jangka panjang yang berbasis keluarga. SOS Desa Taruna berkarya membantu, mengasuh anak dan memberi masa depan yang cerah pada anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung. Anak-anak yang dibantu berasal dari berbagai latar belakang, dengan tidak membedakan suku, agama dan ras, dengan memberi kembali kasih sayang melalui keluarga, rumah tinggal dan dasar kehidupan yang memadai agar kelak memiliki kehidupan yang mandiri. Visinya adalah : Cita-cita Kami untuk Semua Anak di Dunia, yaitu ”Setiap Anak Dibesarkan dalam Keluarga dengan Kasih Sayang, Rasa Dihormati, dan Rasa Aman” Melalui program pendidikan dan pengasuhan SOS Desa Taruna memiliki prinsip dasar pendidikan dan psikologis yang jelas dan terarah dalam pengasuhan,


(44)

serta mengantarkan anak-anak menuju kemandirian melalui cara pengasuhan berdasarkan kepada: a) kasih sayang, rasa aman dan berkesinambungan dalam keluarga-keluarga SOS Desa Taruna. b) pendidikan yang bermutu di sekolah, perguruan tinggi, ataupun lembaga keterampilan. c) fasilitas keterampilan yang beragam untuk kegiatan pengembangan bakat dan minat. Anak-anak SOS Desa Taruna tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang dinilai oleh para ahli sebagai terbaik dari keluarga alami, mereka tinggal bersama Ibu Asuh dan ”adik, kakak” dalam satu rumah.

Sedangkan Misinya adalah : ”Kami Mendirikan Keluarga-keluarga untuk Anak-anak yang Kurang Beruntung, Membantu Masa Depannya Sendiri, dan Memberi Kesempatan kepada Mereka untuk Berkembang dalam Masyarakat” Empat prinsip dasar yang dilaksanakan saat ini yaitu :

1) Ibu Asuh, setiap anakmemiliki seorang ibu asuh yang tetap. Seorang ibu asuh mengemban peran keibuannya dengan menyayangi, memperhatikan anak dan mendapat kebahagiaan layaknya sebagai seorang ibu kandung. Dalam keluarga, ibu asuh adalah kepala keluarga yang menjalankan kegiatan rumah tangga bersama anak asuhnya. Anak yang dipercayakan padanya dilimpahi kasih sayang, rasa hormat dan rasa aman, yaitu hal mendasar yang dibutuhkan setiap anak untuk berkembang secara sehat.

2) Adik Kakak, keluarag SOS Desa Taruna terdiri dari seorang Ibu dan 8 – 10 orang anak laki-laki dan perempuan dengan usia yang bervariasi dan tinggal serumah. Saudara sekandung tinggal bersama dan tidak dipisahkan. Anak-anak dan Ibu Asuh memiliki ikat emosional yang sangat kuat seumur hidup.


(45)

3) Rumah, setiap keluarga SOS memiliki sebuah rumah sendiri, lengkap dengan ruang keluarga, kamar tidur dan dapur. Rumah ini merupakan tempat tinggal permanen bagi tiap anak, dalam rumah setiap anak mendapat rasa aman dan rasa memiliki, serta tumbuh dan belajar bersama. Mereka berbagi tanggung jawab dan pengalaman emosionalnya sehari-hari.

4) Desa, SOS Desa Taruna terdiri dari 13 Rumah Keluarga. Keluarga SOS hidup bersama dalam sebuah ”desa” dan anak-anak dapat menikmati masa kanak-kanak mereka. SOS juga bertujuan sebagai jembatan bagi anak-anak untuk hidup di tengah masyarakat, sedangkan keluarga tidak terlepas dari bagian integral dari kehidupan di sekitar Desa Taruna.

Untuk meningkatkan kreativitas anak-anak dalam mengembangkan minat dan bakatnya melaui berbagai keterampilan khususnya di bidang seni, diperlukan kesabaran dan ketekunan dari para pelatih dan pembina, selain itu diperlukan kerjasama yang baik antara pelatih dengan ibu asuh, juga dengan para pengelola untuk ikut bertanggung jawab atas perubahan perilaku anak agar mereka memiliki rasa tanggung jawab, percaya diri, dan memiliki kemandirian sebagai bekal kelak jika sudah terjun di masyarakat. Oleh sebab itu diusulkan dan disepakati latihan keterampilan dalam bidang seni sebagai salah satu wadah pembinaan kesenian yang dipandang dapat memberi ruang gerak lebih luas bagi anak untuk meningkatkan bakat dan minat sesuai dengan kemampuannya.

Untuk menghasilkan model yang sempurna dari implementasi ini di kaji dan dianalisis kembali apa yang kurang untuk diperbaiki dan bila perlu dirubah, dan mana yang sudah baik, dilengkapi dan disempurnakan. Sehingga dalam


(46)

tahapan berikutnya model ini sudah siap dilaksanakan secara lebih intensif. Dalam melaksanakan implementasi ujicoba model, sebagai langkah untuk melihat perkembangan manajemen pengasuhan dan latihan keterampilan yang sudah disempurnakan, maka harus dilakukan melalui berbagai cara, bekerjasama dengan semua pihak masyarakat yang peduli terhadap keberadaan anak terlantar, juga melalui jalur vertikal, pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi yang terkait dalam pengelolaan anak terlantar diharapkan dapat mendukung dan memberi masukan kesepakatan tentang pengembangan pola pengasuhan yang dilaksanakan dalam membantu anak untuk meningkatkan kreativitasnya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan panti asuhan.

Kegiatan kreativitas seni ini juga dilakukan melaui pemamfaatan berbagai situasi untuk menampilkan kemampuan anak asuh dalam mempertunjukkan kebolehannya, seperti di undang oleh Cafe dan Hotel yang ada di kawasan Bandung Utara, upacara peresmian gedung atau pameran, serta dalam upacara hari besar Nasional, melalui berbagai pertunjukkan dan seringnya tampil di muka umum tersebut, diharapkan anak asuh memiliki rasa percaya diri dan dihargai. Untuk hal ini peneliti mengemukakan pola pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas anak dilaksanakan melalui bimbingan dan latihan keterampilan dengan berlandaskan etika, estetika dan logika (ilmu, seni dan agama) untuk menjadi pola dasar dalam melaksanakan pengasuhan. Efektifitas dan keberhasilan dalam pengasuhan berbasis keluarga di SOS Desa Taruna perlu didukung oleh semua pihak agar model yang dikembangkan bisa berjalan sesuai dengan harapan para pengelola, ibu asuh dan para pelatih.


(47)

F. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Pertanyaan Penelitian Aspek Yang Diteliti Indikator

Bagaimana pola pengasuhan berbasis keluarga yang dilaksanakan di SOS Kinderdorf saat ini.

1. Perencanaan

2. Pengorganisasian

3. Pelaksanaan

4. Pembinaan

1.1 Pihak yang terlibat dalam penyusunan rencana. 1.2 Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan rencana. 1.3 Cara mengidentifikasi kebutuhan.

1.4 Komponen-komponen

yang direncanakan. 1.5 Penetapan program pengasuhan.

1.6 Penetapan Ibu Asuh.

1.7 Rekrutasen anak asuh. 1.8 Penggalian dana pengasuhan. 1.9 Penyediaan sarana pengasuhan.

2.1 Struktur keorganisasian. 2.2 Pihak yang terlibat dalam

kepengurusan. 2.3 Tugas dan peran

pengurus.

3.1 Program yang

dikembangkan. 3.2 Pola yang digunakan. 3.3 Peran Ibu Asuh. 3.4 Kondisi anak asuh.

4.1 Pihak yang membina.

4.2 Materi yang dibinakan.

4.3 Pendekatan yang

digunakan.

4.4 Waktu pembinaan.

4.5 Tempat Pembinaan.

4.6 Manfaat pembinaan.

4.7 Kerjasama dengan pihak


(48)

5. Evaluasi

6. Pengembangan

5.1 Pihak yang mengevaluasi.

5.2 Komponen yang di

evaluasi.

5.3 Pendekatan yang

digunakan. 5.4 Hasil evaluasi.

6.1 Program pengasuhan yang

dikembangkan.

Bagaimana

pelaksanaan model pola pengasuhan berbasis keluarga yang bisa meningkatkan Kreativitas 1. Perencanaan 2. Pengorganisasian 3. Pelaksanaan 4. Pembinaan 5. Evaluasi 6. Pengembangan 1.1.Cara Menginpentarisir minat dan bakat anak asuh.

1.2 Cara menyiapkan sarana pengembangan kreativitas. 1.3 Cara penggunaan sarana dalam meningkatkan kreativitas.

2.1 Struktur Organisasi. 2.2 Tugas dan peran Pelatih.

3.1 Waktu pelaksanaan.

3.2 Proses Pelatihan.

4.1 Mengembangkan

kemitraan dengan pembina.

4.2 Pihak yang membina.

5.1 Penilaian program pola asuh.

5.2 Pihak yang terlibat dalam evaluasi.

5.3 Komponen yang di

evaluasi.

6.1 Mengembangkan model


(49)

Bagaiman efektifitas model pola

pengasuhan berbasis keluarga yang telah dikembangkan dan disempurnakan.

1. Perencanaan

2. Pengorganisasian

3. Pelaksanaan

4. Kesesuaian pola Pengasuhan

5. Evaluasi

1.1 Keterlibatan dalam mengidentifikasi kebutuhan dan potensi. 1.2 Keterlibatan dalam perumusan tujuan. 1.3 Keterlibatan dalam penyusunan program. 1.4 Keterlibatan dalam penyediaan sarana. 1.5 Keterlibatan dalam penentuan waktu. 2.1 Keterlibatan dalam penyusunan pengurus. 2.2 Peran dan tugas pengurus.

3.1 Kelancaran dalam

pelaksanaan pengasuhan. 3.2 Pemanfaatan potensi yang ada.

3.3 Pemanfaatan alat yang tepat.

3.4 Kesesuaian alat dengan kemampuan anak asuh. 3.5 Keterlibatan anak asuh.

3.6 Suasana pengasuhan.

3.7 Keterlibatan dalam evaluasi.

4.1 Kesesuaian pola dengan kebutuhan anak asuh. 4.2 Kesesuaian pola asuh dengan potensi anak. 4.3 Kesesuaian alat yang tepat dalam mengembangkan kreativitas.

5.1 Keterlibatan dalam evaluasi.


(50)

6. Hasil pengasuhan

7. Pengembangan

6.1 Kemudahan meningkatkan

kreativitas.

6.2 Kreativitas yang sesuai dengan potensi anak. 6.3 Perubahan, keterampilan dan sikap.

7.1 Peningkatan kreativitas yang diharapkan.

7.2 Peningkatan rasa percaya diri.

7.3 Kemampuan

mengembangkan keahlian yang dimiliki.


(51)

BAB V

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Secara umum, penelitian ini telah mencapai tujuannya yakni menemukan dan mengembangkan sebuah model pengasuhan berbasis keluarga dalam meningkatkan kreativitas anak terlantar. Model ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada dasarnya anak asuh memiliki potensi maju dan berkembang sepanjang ada lembaga pengasuhan yang memberikan pelatihan dan bimbingan secara berkesinambungan, sehingga setiap saat anak asuh dapat dengan mudah mengadopsi inovasi. Secara khusus penelitian ini mengajukan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :

Pertama, pada awalnya pengasuhan yang dilakukan oleh ibu asuh di panti asuhan SOS Desa Taruna Lembang bertujuan untuk memberikan perlindungan, kasing sayang, rasa aman dan tentram seperti layaknya orang tua sendiri kepada anak asuhnya, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berguna, sehat jasmani maupun rohaninya, merekapun berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran di pendidikan formal. Namun kemampuan untuk berkembang sangat sulit, karena anak asuh berlatar belakang dari anak-anak yang diterlantarkan oleh kedua orang tuanya dengan kata lain anak yang kurang beruntung, sehingga dalam menyerap dan menyimak materi pelajaran di sekolah sangat lambat. Daya pikir kurang berkembang dan memiliki ketergantungan kepada orang lain, meskipun semua kebutuhan terpenuhi. SOS Desa Taruna


(52)

memiliki beberapa daya dukung dalam rangka pengembangan model yaitu pengasuhan yang dilakukan merupakan pengasuhan berbasis keluarga, dengan harapan anak terlantar yang menjadi anak asuh di panti asuhan memiliki keinginan yang kuat untuk maju dan berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya serta kemampuannya, disamping itu anak asuh diharapkan memiliki rasa tanggung jawab, percaya diri dan mandiri. Dengan dilengkapi oleh berbagai fasilitas yang memadai, SOS Desa Taruna memiliki daya dukung yang kuat yaitu memiliki ibu asuh yang betul-betul menyayangi dan mencurahkan kasih sayang kepada anak asuhnya dengan penuh kehangatan. Para ibu asuh berlatar belakang pendidikannya minimal SMA, dan sebagian besar mereka tidak memiliki keluarga sehingga kasih sayang tercurah kepada anak-anak asuhnya. SOS Desa Taruna memiliki yayasan yang kuat dan tersebar di kota besar di wilayah Indonesia yaitu Bandung, Semarang, Aceh, Meulaboh, Flores, Bali, Medan dan Cibubur, serta dikelola oleh orang-orang yang profesional. Selain itu juga ditunjang oleh sarana dan prasarana yang lengkap, serta para pelatih keterampilan yang memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya.

Kedua, model konseptual diawali dengan pertimbangan kondisi objektif para anak terlantar yaitu anak yang diasuh di panti asuhan yang kurang memiliki kecakapan hidup (Life Skill), proses pengasuhan di padukan dengan bimbingan dari para pelatih keterampilan, serta pembina kepramukaan, melalui berbagai strategi terutama dengan mempertunjukkan kebolehan para anak asuh didalam setiap kesempatan, model konseptual yang telah dirumuskan divalidasi secara deskriptif terhadap ahli, praktisi dan validasi. Validasi terhadap ahli yaitu


(53)

dilakukan melalui diskusi intensif terhadap model konseptual yang telah dibuat dengan pihak ahli yang ada di pendidikan tinggi. Kepada praktisi baik pendidikan maupun Dinas Sosial, peneliti berupaya melakukan diskusi dengan para birokrasi pemerintah maupun swasta yang bertanggung jawab dalam masalah pendidikan dan pengasuhan. Instumen validasi adalah rancangan model konseptual yang telah dibuat oleh peneliti kemudian disampaikan kepada responden untuk dibaca dan selanjutnya dibahas bersama. Bagian –bagian yang divalidasi adalah struktur model konseptual dan relevansinya dengan objek dan subjek penelitian. Hasil validasi dianalisis secara deskriptif untuk membuat keputusan dlam memperbaiki model konseptual yang telah dibuat untuk siap diuji-cobakan, cara mengimplementasikan model diawali dengan proses identifikasi kebutuhan anak asuh, selanjutnya disiapkan model pengasuhan dan latihan keterampilan dalam tiga tahap. Dua tahap pertama dilakukan dalam bentuk pengasuhan dan latihan keterampilan, sedangkan satu tahap berikutnya dilakukan bimbingan dengan melibatkan para pelatih keterampilan yang didatangkan dari luar.

Ketiga, penilaian dilakukan secara deskriptif melaui pengamatan dan wawancara. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan dan pengembangan keterampilan anak terlantar melalui berbagai latihan keterampilan dan dipadukan dengan bimbingan dari para pelatih. Pengasuhan yang dilaksanakan oleh ibu asuh merupakan model dari pengasuhan berbasis keluarga yang sudah ada dan sudah dilaksanakan di panti asuhan SOS Desa Taruna, selanjutnya model yang sudah dilaksanakan dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan anak asuh, ternyata selain terjadi pengembangan keterampilan anak, juga terdapat


(54)

perubahan yang sangat mendasar dimana anak asuh memiliki rasa tanggung jawab yang sangat tinggi mereka mengikuti kegiatan keterampilan tanpa disuruh, memiliki rasa percaya diri, bahwa mereka-pun mampu melakukan berbagai kegiatan keterampilan sesuai dengan minat dan bakatnya, selain itu anak asuh juga memiliki keberanian untuk melakukan aktifitas tanpa ada paksaan, mereka memiliki sipat mandiri yang patut dibanggakan oleh para ibu asuh, pengelola dan pelatih yang ada di SOS Desa Taruna.

B. Implikasi

Dukungan dan pengembangan diri melalui pengasuhan berbasis keluarga dan bimbingan yang dilakukan oleh para pelatih keterampilan, untuk berusaha mengatasi berbagai kendala dalam diri anak asuh seperti rasa tidak percaya pada orang lain, rasa rendah diri, dan rasa tidak percaya diri, merupakan kebutuhan yang seharusnya diberikan oleh semua pengelola panti asuhan. Selain itu dibutuhkan juga motivasi dorongan dari semua pihak terutama ibu asuh yang sehari-hari melindungi dan memberikan kasih sayang sepenuhnya terhadap anak asuhnya. Bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh para pembina dan pelatih keterampilan akan sangat membantu para anak asuh dalam pengembangan diri dan meningkatkn kreativitasnya sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya.

Jika sikap pesimis, kurang percaya diri, dan putus asa dibiarkan berlanjut, maka hal ini akan berimplikasi pada kesulitan mendapatkan pengakuan dan kepercayaan dari teman-temannya baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat kelak jika sudah terjun di masyarakat. Oleh


(1)

276

Peraturan Daerah tentang standar pelayanan panti asuhan memuat kewajiban untuk menyelenggarakan pengasuhan secara terpadu.

4. Bagi Peneliti Lebih Lanjut

a. Dalam penelitian ini belum dapat menjangkau partisipasi semua penyelenggara panti asuhan yang ada di bawah yayasan Kinderdorf dan lembaga-lembaga pengasuhan lainnya. Pengelolaan program pengasuhan secara kolaborasi dengan pelaku dunia musik, dunia kerja dan lembaga-lembaga lainnya, memerlukan motivasi, kesabaran, dan keberanian. Hal ini karena sektor terkait memiliki kepentingan yang spesifik. Panti asuhan dengan berbagai keterbatasan memiliki kepentingan untuk memecahkan masalah anak terlantar agar bisa mandiri dan kreatif, sedangkan dunia usaha dan dunia kerja memiliki kepentingan mendapatkan tenaga kerja dengan standar kompetensi sesuai tuntutan teknologi produksi, sehingga untuk penelitian lebih lanjut direkomendasikan apabila melakukan penelitian pengembangan model program pengasuhan dapat mengkolaborasikan antara pengasuhan dengan berbagai kegiatan keterampilan sesuai dengan pasilitas yang ada di lembaga-lembaga sosial lainnya.

b. Pengembangan model pola pengasuhan berbasis keluarga, sangat efektif untuk menangani masalah anak terlantar di panti asuhan, namun belum semua terpecahkan, karena masih ada anak yang kembali ke orang tua dan bergabung dengan kelompok pengamen jalanan. Mereka pada umumnya berusia lebih dari 15 tahun dan dapat dikategorikan usia dewasa yang rentan menjadi anak


(2)

277

jalanan, sehingga disarankan untuk meneliti bagaimana mendisain model pengelolaan pola pengasuhan yang paling efektif bagi para anak terlantar. c. Sampel penelitian ini diambil secara random dari semua karakteristik anak

terlantar tanpa diambil secara proporsional dari setiap karakteristik (children of the street, children on the street dan vulnerable to bee street children ), sehingga untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan penelitian komparasi dari ke 3 (tiga) karakteristik anak terlantar tersebut., sehingga dapat diketahui pada karakteristik sampel anak terlantar yang mana model pengasuhan berbasis keluarga lebih efektif dilaksanakan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Archer D., and Cottingham S., (1996), Regenerated Freirean Literacy Through

Empowering Community Techniques, London: Actionaid

Argyle M, (1973), Social Interaction. Chicago: Aldine Publishing Company.

Borg, W.R. et.all, (1989), Educational Research, New York:Pitman Publishing. Clark,B. 1983. Growing up Gifted. (Second Edition). USA; Charles E. Merrill

Publishing Company.

Citra Umbara. (2002), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002,

Tentang Perlindungan Anak, Bandung.

Davis, Keith, (1985), Human Behavior at Work: Organizational Behavior. New Delhi:tata McGraw-Hill Publishing Company.

Direktorat Pendidikan Tenaga Teknis, (1996), Pedoman Pengembangan Model Program Diklusepora, Jakarta : Direktorat Pendidikan Tenaga Teknis. Departemen Sosial RI. (1998) Citra Anak Indonesia. Jakarta.

---.(1999) Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, Jakarta.

Fattah,N. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung Remaja Rosda Karya.

Fraenkel, J.R, and Wallen,N.E, (1993) How to Design and EvaluatieResearch In Education New York; Mc Graw-Hill Inc.

Gowan,J. C . (1981). The Use of Developmental Stage Theory in Helping Gifted Children Become creative.

Gary,S.B. (1993). Human Capital: a Theorytical: and Empirical Analysis With Special Reference to Educational. Chicago; The University of Chicago Press.

Hastuti.L.W. (2004). Psikologi Perkembangan Anak, Semarang.

Hadianto,G (2002). Hak Anak Untuk Tumbuh Dalam Keluarga, SOS Desa Taruna Indonesia.


(4)

Ingalls, J.D., ((1973), A Trainers Guide to Andragogy, Washington DC: US Department of Health Education and Welfare.

Jalal, F., Supriadi D., (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Jakarta : Adicita Karya Nusa..

Kusnadi, (2001), Penerapan Metode Reflect dalam Proses Pembelajaran Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Cirebon (Tesis), Bandung: PPS UPI

Kindervatter, Suzanne (1979), Non-Formal Education as an Empowering Process with Case Studies from Indonesia and Thailand, Amherst Massachusetts: Centre for International Education, University of Massachusetts

Knowles, M. (1977). The Modern Pratice of Adult Education. Andragogy Versus Pedagogy, New York : Association Press.

Lucas.F (2002). Eksistensi Panti Asuhan, Bandung

---. (2004) Pedoman Penanganan Anak Melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak. Jakarta.

Mitchell, Terence R., (1978), People in Organization Understanding their Behavior. International Student Edition McGraw-Hill Kogakhusa Ltd.

Mudyahardjo R. (2001), Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mukhtar, Samsu, Rusmini, (2002) Pendidikan Anak Bangsa Pendidikan Untuk Semua, Jakarta : Fifamas.

Ony, S & Prijono S, dll. (1996), Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Impementasi, Jakarta:CSIS.

Pontak, E , (1981),Beberapa Aspek Yang Dapat Menumbuhkan Aktivitas Belajar Anak, Jakarta, Karya Bhakti Ria Pembangunan.

Pramudi, D , (1985), Idde Dan Prinsip SOS Desa Taruna, Jakarta, Bhakti Ria Pembangunan

Prawoto, A , ( 1978), Masalah Pengajaran dan Pendidikan SOS Desa Taruna, Jakarta, Scorpa Pramedya


(5)

Recee, Ian, (1997), Teaching, Training and Learning: Practical Guide. Business Educational Pub. LTD.

Roesmidi & Riza. (2006). Pemberdayaan Masyarakat, Sumedang : Alqaprint Jatinangor

Supriatna, T. 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan, Bandung : Humaniora Utama Press.

Sudjana, D., (2000), Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, Bandung, Fallah Production.

Surya, M , (1985), Psikologi Perkembangan, BP-FIP-Institut Keguruan Ilmu Pendidikan, Bandung.

Simkins, T., (1979), Non Formal Education an Development, Manchester : Depertement of Adult and Higher Education.

Soedomo, M., (1989), PLS Ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat, Jakarta: Depdikbud.

Sihombing, U., (2001), Pendidikan Luar Sekolah (Masalah, Tantangan dan Peluang, Jakarta : Wirakarsa

Supriadi, D, (1995), Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek, Jakarta, Alfabeta

Semiawan, C , (2002), Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, Jakarta, Tema Baru.

Surachmad, W , (1992), Konsep Aku dan Aspirasi Beberapa Kelompok Adolence Indonesia Dalam Rangka Pembinaan Tugas Perkembangan Sosial, IKIP Jakarta.

Soetarso. (1992). Praktek Pekerjaan Sosial, Bandung : Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.


(6)

Srinivasan, L. (1977). Perspektif on Nonformal Adult Learning : Functional

Education for Individual, Community on National Development, New York

: World Education.

Stewart, A. M. (1998). Empowering People Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Kanisius.

---, (2000), Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar

Sekolah dan Pengembangan Sumberdaya Manusia : Bandung Falah

Production.

Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung : Refika Aditama.

Sukoco, H. (1993). Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Petolongannya, Bandung : Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

Sumarnonugroho, T. (1991). Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta : Hanindita.

Prawoto, A , ( 1978), Masalah Pengajaran dan Pendidikan SOS Desa Taruna, Jakarta, Scorpa Pramedya

---, (1999), Pendidikan Luar Sekolah : Kini dan Masa Depan-Konsep, Kiat, dan Pelaksanaan, Jakarta : PD. Mahkota.

---, (2000), Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, Bandung, Fallah Production.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

.

---, (2005). Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung : Alfabeta.

---, .(2004) Pedoman Penanganan Anak Jalanan Perempuan. Jakarta ---, (2004) Kebijakan Penanganan Anak Jalanan terpadu. Jakarta.

Balitbang Pusat Data dan Informasi Pendidikan., (2003), Statistik Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2002/2003. Jakarta: Balitbang Pusat Data dan Informasi Pendidikan Depdiknas.