Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan).

(1)

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan

Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh : Rika Oktavius Sitepu

050904023

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan

Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Komunikasi Antarpribadi Berpengaruh terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Penelitian ini menggunakan model S-O-R, yaitu Stimulus – Organisme – Respon. Model ini menggambarkan bahwa Stimulus dalam komunikasi antarpribadi mempengaruhi Organisme yang meliputi tiga tahap yaitu, perhatian, pengertian dan penerimaan, yang pada akhirnya menghasilkan Respon berupa pembentukan konsep diri.

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.

Penelitian ini mengunakan sampel remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang berusia 11 sampai dengan 18 tahun. Remaja di Yayasan ini berjumlah 33 orang yang keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian ini (Total Sampling). Data diperoleh melalui berbagai literatur serta kuesioner yang berisi 30 pertanyaan yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesis. Alat uji data yang ddigunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah perangkat lunak SPSS 16.0.

Dari uji hipotesis dengan menggunakan rank Spearman melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil

r

s = 0,539, dengan tingkat signifikansi 0,01. Sesuai dengan kaidah Spearman yaitu,

r

s > 0, maka hipotesis pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh antara Komunikasi Antarpribadi dengan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi korelasi jika N > 10 digunakan rumus thiting pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3,563, sementara nilai

t

tabel yaitu 2,021. Hasil thitung > nilai

t

tabel ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri. Kemudian untuk mengukur kekuatan derajat hubungan, digunakan nilai koefesien korelasi skala Guilford. Hasil 0,539 berada pada skala 0,40 - 0,70 hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti antara Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri digunakan rumuus Kp = (rs2) x 100%, dan diperoleh hasil 29,1%. Maka besarnya pengaruh Komunikasi antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan adalah sebesar 29,1%.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi, dari pada-Nyalah segala hikmat dan pengetahuan yang ada di atas bumi, yang atas kasih, petunjuk dan berkat-Nya peneliti akhirnya mampu menyelesaikan tulisan sederhana ini.

Rasa terimakasih yang tak terhingga juga peneliti tujukan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Teristimewa kepada kedua orang tua peneliti yang terkasih, Timotius Sitepu dan Ratna Juita Tobing, untuk segala doa dan nasehat serta dorongan moril dan materil yang selalu menyertai peneliti. Untuk Rizky Fernando Sitepu dan Musa Anugrah Sitepu, selanjutnya adalah giliran kalian. Terimakasih kepada seluruh keluarga besar Sitepu dan Tobing yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti.

Penelitian ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) dari Fakultas Ilmu Sosiall dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat bimbingan, bantuan dan nasehat serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Drs. Mukti Sitompul, M.Si, Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan tulisan ini.

4. Kepada Bapak Sumardi, Pimpinan Yayasan SOS Desa Taruna Medan, terimakasih banyak atas kesempatan dan bantuan yang peneliti peroleh dalam menyeselaikan tulisan ini.

5. Adik-adik di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, Tina, Nova, Lisa, Grace, Dene, Desi, Elvita, Fieter, Gordon, Vero, Deti, Gaby, Fitri, Kiki, Carol, Sonya, Julwan, Sutris, Heri, Dedi, Inez, Endang, Febri, Febe, Hermina, Jefri, Ridwan, Adi, Sartika, Redi, Gumawan, dan Putra. Terimakasih untuk bantuan dan kerjasamanya. Sesungguhnya peneliti telah belajar banyak tentang hidup dari kalian, tetap semangat, kasih Tuhan beserta kalian.

6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan dosen FISIP USU pada umumnya, yang selama ini telah banyak membagikan ilmunya kepada peneliti.

7. Kak Cut dan Kak Maya yang banyak membantu peneliti dalam segala urusan perkuliahan dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih banyak untuk segala informasi dan bantuannya.

8. Untuk Yenni LM. Siahaan, S.Sos, Yenny Andriatika, S.Sos, Lilis S. Turnip, S.Sos, Eva Regina, S.Sos, Sri Wulandari, S.Sos, Veri Sinaga, S.Sos, terimakasih untuk segala bantuannya, untuk selanjutnya peneliti tetap memohon doa untuk segera menyusul kalian.


(5)

9. Buat Iren, Nuri, Anit, Jimmy, Jefri, rekan-rekan seperjuangan peneliti, tetap semangat untuk menyelesaikan skripsinya. Terimakasih untuk segala canda, tawa dan ceria di bangku kuliah ini.

10.Drg. Sura Kencana PA dan T. Yordan HP, S.Sos, untuk waktu yang selalu disediakan, untuk pengetahuan yang dibagikan, untuk doa yang selalu menyemangati, untuk pintu Rumah Pintar Indonesia yang selalu terbuka, skripsi ini selesai juga adalah berkat kalian.

11.Untuk kak Ruslinda D. Ginting, S.Psi, terimakasih untuk segala bantuannya, peneliti akan kesulitan bila tanpa bantuan kakak. Sukses untuk kuliah S-2 dan karir kakak.

12.Juliman Yasonasa Gea, ST atas ilmu SPSS lengkap beserta software-nya yang sudah dibagikan pada peneliti. Juga untuk Kak Ruth dan Bang Todo, semangat terus di RPI.

13.Endi Hamobiv Purba, Amd. Untuk segala bantuan dan dukungannya, peneliti berterimakasih untuk kesabaran dan pengertian yang selama ini telah diberikan.

14.Untuk Ochen, Batara, Novrida dan Lastri, akhirnya selesai juga tulisan sederhana ini, terimakasih untuk waktu yang kita habiskan bersama. Setelah ini kita berjuang di medan pertempuran lainnya. Semangat terus teman-teman.

15.Seluruh keluarga di Sanggar Keluarga Binjai, terimakasih untuk doa dan semangatnya.

16.Semua pihak yang belum tersebutkan diatas yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaannya, untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Medan, September 2009 Peneliti,


(7)

DAFTAR ISI Lembar Pengesahan

Abstraksi

Kata Pengantar ... i

Daftar isi ... v

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 6

I.3. Pembatasan Masalah ... 6

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

I.4.1. Tujuan Penelitian ... 7

I.4.2. Manfaat Penelitian ... 7

I.5. Kerangka Teori ... 8

I.5.1. Komunikasi ... 8

I.5.2. Komunikasi Antarpribadi ... 9

I.5.3. Konsep Diri ... 11

I.5.4. Remaja ... 14

I.5.5. Teori S-O-R ... 14

I.6. Kerangka Konsep ... 16

I.7. Model Teoritis ... 17

I.8. Operasional Variabel ... 17

I.9. Defenisi Operasional Variabel ... 18

I.10. Hipotesa ... 23

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Komunikasi ... 25

II.1.1. Komunikasi ... II.1.2. Pengertian Komunikasi ... 25

II.1.3. Unsur-Unsur Komunikasi ... 27

II.2. Komunikasi Antarpribadi ... 31

II.2.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 31

II.2.2. Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi (interpersonal) dalam Komunikasi Antarpribadi... 32


(8)

II.3. Konsep Diri ... 41

II.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 42

II.3.2. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri ... 44

II.3.3. Perkembangan Konsep Diri ... 47

II.4. Remaja ... 49

II.4.1. Pengertian Remaja ... 49

II.4.2. Pembagian Masa Remaja ... 51

II.5. Teori S-O-R ... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitian ... 55

III.2. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55

III.2.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

III.2.2.Yayasan SOS Desa Taruna ... 55

III.2.3.SOS Desa Taruna Indonesia ... 57

III.2.4.General Assembly ... 58

III.2.5.Empat Prinsip Dasar ... 58

III.3. Yayasan SOS Desa Taruna Medan ... 60

III.3.1.Lokasi Yayasan ... 61

III.3.2.Visi dan Misi Yayasan ... 62

III.3.3.Deskripsi Singkat Yayasan... 63

III.4. Populasi dan Sampel ... 62

III.4.1.Populasi ... 62

III.4.2.Sampel ... 62

III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 63

III.6. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan ... 67

IV.2. Teknik Pengolahan Data ... 68

IV.3. Analisis Tabel Tunggal ... 69

IV.3.1.Karakteristik Responden ... 69

IV.3.2.Komunikasi Antarpribadi ... 72

IV.3.3.Pembentukan Konsep Diri ... 82

IV.4. Analisis Tabel Silang ... 92

IV.5. Uji Hipotesa ... 109

IV.6. Pembahasan ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 113


(9)

V.2. Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

Tabel 1. : Operasional Variabel ... 18

Tabel 2. : Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb ... 32

Tabel 3. : Karakteristik Sikap Terbuka dan Sikap Tertutup ... 39

Tabel 4.1. : Jenis Kelamin Responden ... 70

Tabel 4.2. : Usia Responden ... 70

Tabel 4.3. : Tingkat Pendidikan Responden ... 71

Tabel 4.4. : Lama Responden Menempati Yayasan ... 71

Tabel 4.5. : Kemampuan Responden Untuk Menerima Pendapat Orang Lain ... 72

Tabel 4.6. : Kemampuan Responden dalam Memahami Perasaan Orang Lain ... 72

Tabel 4.7. : Kemampuan Responden untuk Berterus Terang dalam Berkomunikasi dengan Orang Lain... 73

Tabel 4.8. : Kemampuan Responden dalam Menyampaikan Perasaan/ Pendapat Kepada Orang Lain ... 74

Tabel 4.9. : Kesenangan/ Keinginan Responden untuk Berdiskusi dengan Orang Lain dalam Memecahkan Masalah ... 74

Tabel 4.10. : Kemampuan Responden untuk Bersikap Jujur ... 75

Tabel 4.11. : Kemampuan Responden dalam Berempati kepada Orang Lain ... 76

Tabel 4.12. : Kemampuan Responden dalam Memperlakukan Orang Lain secara Sederajat ... 76

Tabel 4.13. : Kesediaan Responden untuk Mengakui Kesalahannya ... 77

Tabel 4.14. : Kemampuan Responden dalam Menilai Pesan secara Objektif ... 78

Tabel 4.15. : Kemampuan Responden dalam Bersikap Netral ... 78

Tabel 4.16. : Kemampuan Responden dalam Menerima Masukan dari Orang lain ... 79

Tabel 4.17. : Kesediaan Responden dalam Mencari Informasi Baru dari Orang Lain ... 80

Tabel 4.18. : Kemampuan Responden dalam Menerima Kritik dari Orang Lain ... 80

Tabel 4.19. : Kesediaan Responden dalam Menerima Perbedaan dengan Orang Lain ... 81

Tabel 4.20. : Tingkat Pengetahuan Responden tentang Identitas Dirinya ... 82

Tabel 4.21. : Tingkat Pengenalan Responden tentang Kelebihan dan Kekurangannya ... 82


(11)

Tabel 4.22. : Kemampuan Responden dalam Berperilaku sesuai

dengan Peranan dan Identitasnya ... 83 Tabel 4.23. : Tingkat Kesenangan Responden dalam Melakukan

Peran dan Tanggung Jawabnya ... 84 Tabel 4.24. : Penilaian Responden Mengenai Kesesuaian antara

Identitas dan Perilakunya ... 84 Tabel 4.25. : Kepuasan Responden terhadap Diri Sendiri ... 85 Tabel 4.26. : Tingkat Keseringan Responden Merasa

Kurang Percaya Diri akan Keadaan Fisiknya ... 86 Tabel 4.27. : Penilaian Responden terhadap Penampilannya ... 87 Tabel 4.28. : Penilaian Responden terhadap Dirinya Ditinjau dari

Segi Moral ... 87 Tabel 4.29. : Kemampuan Responden dalam Menerima Diri

secara Apa Adanya ... 88 Tabel 4.30. : Keinginan Responden untuk Menjadi Orang Lain/

Pribadi Lain... 89 Tabel 4.31. : Penilaian Responden akan Penerimaan oleh Keluarga ... 89 Tabel 4.32. : Kedekatan Responden dengan Seluruh Keluarga ... 90 Tabel 4.33. : Penilaian Responden terhadap Kenyamanan Lingkungan

Tempat Tinggalnya ... 91 Tabel 4.34. : Tingkat Kedekatan Responden dengan Teman-temannya ... 91 Tabel 4.35. : Hubungan Antara Kemampuan dalam bersikap Netral

dengan Pengetahuan tentang Identitas Diri ... 94 Tabel 4.36. : Hubungan antara Kemampuan untuk Menilai Pesan

secara Objektif dengan Kesadaran Berperilaku sesuai

dengan Peran dan Tanggung Jawab ... 95 Tabel 4.37. : Hubungan Antara Kemampuan Memperlakukan Orang

Lain secara Sederajat dengan Kepuasan Menjadi Diri

Sendiri ... 97 Tabel 4.38. : Hubungan Antara Kemampuan Menyampaikan Perasaan

dengan Rasa Kurang Percaya Diri ... 99 Tabel 4.39. : Hubungan Antara Kesediaan Mengakui Kesalahan

dengan Penilaian Moral Diri ... 101 Tabel 4.40. : Hubungan antara Kemampuan Menerima Kritik

dengan Kemampuan Menerima Keadaan Diri secara

Apa Adanya ... 103 Tabel 4.41. : Hubungan Antara Kemampuan Memahami Perasaan

orang Lain dengan Kedekatan dengan Seluruh

Keluarga ... 105 Tabel 4.42. : Hubungan Antara Kesenangan untuk Berdiskusi

dengan Kedekatan dengan Teman ... 107 Tabel 4.43. : Hasil Uji Korelasi Spearman ... 109


(12)

ABSTRAKSI

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan

Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Komunikasi Antarpribadi Berpengaruh terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Penelitian ini menggunakan model S-O-R, yaitu Stimulus – Organisme – Respon. Model ini menggambarkan bahwa Stimulus dalam komunikasi antarpribadi mempengaruhi Organisme yang meliputi tiga tahap yaitu, perhatian, pengertian dan penerimaan, yang pada akhirnya menghasilkan Respon berupa pembentukan konsep diri.

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.

Penelitian ini mengunakan sampel remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang berusia 11 sampai dengan 18 tahun. Remaja di Yayasan ini berjumlah 33 orang yang keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian ini (Total Sampling). Data diperoleh melalui berbagai literatur serta kuesioner yang berisi 30 pertanyaan yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesis. Alat uji data yang ddigunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah perangkat lunak SPSS 16.0.

Dari uji hipotesis dengan menggunakan rank Spearman melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil

r

s = 0,539, dengan tingkat signifikansi 0,01. Sesuai dengan kaidah Spearman yaitu,

r

s > 0, maka hipotesis pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh antara Komunikasi Antarpribadi dengan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi korelasi jika N > 10 digunakan rumus thiting pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3,563, sementara nilai

t

tabel yaitu 2,021. Hasil thitung > nilai

t

tabel ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri. Kemudian untuk mengukur kekuatan derajat hubungan, digunakan nilai koefesien korelasi skala Guilford. Hasil 0,539 berada pada skala 0,40 - 0,70 hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti antara Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri digunakan rumuus Kp = (rs2) x 100%, dan diperoleh hasil 29,1%. Maka besarnya pengaruh Komunikasi antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan adalah sebesar 29,1%.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan pribadi diri sendiri dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan sebagainya.

Ada beberapa bentuk komunikasi yang saat ini kita kenal, salah satunya adalah komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi. Situasi komunikasi antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti senyuman tertawa, dan menggeleng atau menganggukan


(14)

kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).

Komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa mengenal diri sendiri dan orang lain, mengetahui dunia luar dan dapat menjalin hubungan yang lebih bermakna. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa melepaskan ketegangan, memperoleh hiburan dan menghibur orang lain. Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan untuk mengubah nilai-nilai dan sikap seseorang. Singkatnya komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai macam kegunaan.

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.

Diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan sendiri sebagai manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian. Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada


(15)

dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri yang kemudian kita sebut sebagai konsep diri.

Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh ligkungannya. Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu.

Di era yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk memahami maupun mengenal konsep diri, terutama bagi kaum remaja yang belum begitu stabil keadaan psikologisnya. Di tengah kehidupan sosial dan kepungan media yang senantiasa menawarkan berbagai nilai, remaja harus dapat memahami dengan baik konsep dirinya, karena melalui pemahaman terhadap konsep diri, seorang remaja dapat mengenal siapa dirinya yang sebernarnya, seperti apakah dia, dan bagaimana cara dia menjaga diri serta memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak mulai mencari jati diri mereka.


(16)

Umumnya anak terutama dalam fase usia remaja mulai mengalami kesulitan dalam proses menemukan jati diri dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Tidak jarang berbagai masalah dapat timbul, seperti kenakalan remaja, kekerasan, penggunaan obat terlarang dan dan perilaku menyimpang lainnya. Dengan keluarga yang lengkap sekalipun, seringkali juga seorang anak masih terganggu proses pembentukan konsep diri positifnya, terlebih jika anak tersebut berasal dari latar belakang keluarga yang kurang beruntung seperti anak-anak broken home, anak-anak-anak-anak dari keluarga yatim dan/atau piatu dan yang berasal dari ekonomi yang tidak mampu. Rasa minder atau kurang percaya diri kerap kali menjadi hambatan utama dalam cara menilai dirinya sendiri, belum lagi jika remaja tersebut tinggal dalam lingkungan sosial yang kurang baik, seperti jalanan misalnya. Akan sangat mudah bagi mereka terpengaruh dengan lingkungannya.

Masalah kenakalan remaja dan anak jalanan telah menjadi polemik tersendiri bagi bangsa Indonesia. Pemerintah dan berbagai pihak lembaga sosial independen telah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasinya, baik melalui pendirian berbagai sarana dan prasarana bagi mereka, seperti rumah singgah atau panti asuhan, fasilitas pendidikan dan pelatihan juga disiapkan untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang baik, produktif serta kondusif bagi anak dan remaja yang kurang beruntung. Salah satu yayasan sosial independen yang peduli dan concern terhadap masalah anak di Indonesia adalah Yayasan SOS Desa Taruna.

SOS Desa Taruna adalah sebuah yayasan sosial independen non-politik yang berkarya bagi anak-anak dengan pola pengasuhan anak jangka panjang berbasis keluarga. konsep SOS Desa Taruna membantu mengasuh dan memberi masa depan yang cerah bagi anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung yang


(17)

berasal dari latar belakang suku, agama dan ras yang berbeda. Yayasan ini memberi kembali kasih sayang melalui rumah tinggal, keluarga, dan kehidupan yang memadai agar kelak mereka memiliki kehidupan yang mandiri.

Tahun 1972, SOS didirikan pertama di kota Lembang, Jawa Barat, yang lebih dikenal dengan nama SOS Desa Taruna. Pendiri yayasan tersebut adalah Dr. Agus Prawoto. Hingga saat ini Indonesia memiliki delapan buah SOS Desa Taruna, yaitu di Lembang, Jakarta (Cibubur), Semarang, Bali (Tabanan), Flores (Maumere), Medan, Melaboh dan Banda Aceh. Ketiga desa terakhir dibangun sebagai hasil uluran kasih SOS Kinderdorf International beserta sejumlah organisasi/perusahaan swasta, baik luar negeri maupun dalam negeri, sebagai donatur bagi pembangunannya. Yayasan ini berkarya bagi anak-anak yatim piatu, terlantar atau yang keluarganya tidak mampu mengasuh mereka. Mereka memberikan kesempatan kepada anak-anak ini untuk membangun hubungan yang langgeng dalam sebuah keluarga. Pendekatan melalui sebuah keluarga di SOS Desa taruna ini didasarkan pada empat prinsip yaitu : setiap anak membutuhkan seorang Ibu, tumbuh secara alamiah dengan kakak dan adik, di dalam rumah mereka sendiri, dan di dalam lingkungan desa yang mendukungnya. Setiap desa terdiri dari 12-15 rumah dan tiap-tiap rumah ditinggali oleh seorang Ibu Pengasuh, dengan 8-10 anak dengan rentang usia berjenjang, mulai dari bayi hingga SMA.

Situasi dan keadaan di tempat ini diciptakan semirip mungkin dengan keadaan keluarga pada umumnya, berbagai fasilitas dan sarana juga disiapkan guna menunjang bakat dan prestasi setiap anak, namun tetap saja dapat ditemui berbagai masalah komunikasi, interaksi sosial, dan masalah pembentukan konsep


(18)

diri. Beberapa diantara mereka masih sulit untuk terbuka dalam berkomunikasi dan masih kurang percaya diri.

Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan?”

3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut

1. Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi dibatasi pada faktor-faktor komunikasi yang mempengaruhi hubungan antarpribadi seperti sikap percaya, sikap suportif dan sikap terbuka.

2. Yang dimaksud dengan konsep diri dibatasi pada dua dimensi yaitu : - dimensi internal yang terdiri atas tiga bentuk yaitu ; diri

identitas, diri pelaku, dan diri penerimaan.

- dimensi eksternal yang terdiri atas lima bentuk yaitu ; diri fisik, diri etik moral, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.


(19)

3. Objek penelitian ini adalah terbatas pada remaja di Yayasan SOS Medan, yang berusia 11 s/d 17 tahun (SMP s/d SMA).

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kecakapan komunikasi antarpribadi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

2. Untuk mengetahui konsep diri yang dimiliki oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam Ilmu Komunikasi khususnya yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan/kontribusi yang positif bagi pihak Yayasan SOS Desa Taruna Medan.


(20)

5. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).

Kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang menemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menggambarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah :

5.1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa Latin : Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003 : 9).

Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell (Mulyana, 2002 : 62) komunikasi adalah : “who says what in which chanell to whom with what effect”. Jadi, jika dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi, yaitu :

 Siapa yang mengatakan komunikator (communicator)  Apa yang dikatakan pesan (message)

 Media apa yang digunakan media (channel)


(21)

 Akibat yang terjadi efek (effect)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

5.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh DeVito (1976) bahwa, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Menurut Evert M. Rogers (Liliweri, 1991:13) ada beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu:

1. Arus pesan dua arah.

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka. 3. Tingkat umpan balik yang tinggi.

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi. 5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.


(22)

Menurut Jalaluddin Rakhmat (Rakhmat, 2005:129) dalam bukunya Psikologi Komunikasi menjelaskan bahwa, pola-pola komunikasi antarpribadi

(interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan.

Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik, yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan terbuka.

Percaya (trust), menentukan efektivitas komunikasi. Secara ilmiah

percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson (1981), mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ; menerima, empati dan kejujuran.

Sikap Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam

komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal ; karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain. Perilaku yang menimbulkan iklim suportif adalah ;


(23)

deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan

provisionalisme.

Sikap Terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam

menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Karakteristik sikap terbuka adalah sebagai berikut ;

- Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika - Membedakan suasana dengan mudah, melihat nuansa.

- Mencari informasi dari berbagai sumber

- Lebih bersifat provisionalisme dan bersedia mengubah kepercayaannya

- Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.

Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting dapat saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal melalui komunikasi yang dilakukan.

5.3 Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pegalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut:


(24)

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri

berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk : 1. Diri Identitas (Identity self)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

2. Diri Pelaku (Behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. 3. Diri Penerimaan/Penilai (Judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan identitas pelaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu :

1. Diri Fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik.


(25)

(cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus dan sebagainya).

2. Diri Etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga.

5. Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh.


(26)

5.4 Remaja

Secara sederhana remaja didefenisikan sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang sudah menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah tersinggung perasaannya dan sebagainya.

Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut :

1. individu berkembang dari saat ia pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual (biologik).

2. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa (psikologik).

3. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (sosial-ekonomi).

Pada tahun-tahun berikutnya, defenisi ini makin berkembang ke arah yang lebih kongkret operasional. WHO kemudian menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 2004: 9).

5.5 Teori S-O-R

S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu.


(27)

Maksudnya adalah keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respon tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula.

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003 : 253), dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelly yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, ada tiga variabel penting, yaitu

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerima

Dari uraian diatas, maka proses komunikasi S-O-R dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

(Effendy, 2003 : 253)

Jika substansi teori diatas dihubungkan dengan penelitian mengenai komunikasi antarpribadi dan pembetikan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, maka hubungannya dengan teori S-O-R dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Stimulus (pesan) yang dimaksud adalah komunikasi antarpribadi

2. Organisme (komunikan) yang menjadi sasaran adalah remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

Stimulus

Respon Organisme :

 Perhatian  Pengertian  Penerima


(28)

3. Respon (efek) yang dimaksud adalah pembentukan konsep diri remaja di Yayasan Save Our Soul (SOS) Desa Taruna, Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan.

6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995 : 40 ).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 57).

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain (Nawawi, 2001: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.


(29)

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah suatu variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004 : 12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pembentukkan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

c. Variabel Antara (Z)

Variabel antara yang berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.

7. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

+

8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini, yaitu :

Variabel Bebas (X) Komunikasi Antarpribadi

Variabel Terikat (Y) Konsep Diri Remaja

Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden


(30)

Tabel 1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Komunikasi Antarpribadi (X)

1. Sikap Percaya a. Menerima b. Empati c. Kejujuran 2. Sikap Suportif

a. Deskripsi

b. Orientasi Masalah c. Spontanitas d. Empati e. Persamaan f. Provisionalisme 3. Sikap Tebuka

a. Menilai pesan secara objektif b. Membedakan suasana dengan mudah

c. Berorientasi pada isi

d. Mencari informasi dari berbagai sumber

e. Bersifat provisonalisme

f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya

Konsep diri (Y)

1. Dimensi Internal

a. Diri Identitas (Identity Self) b. Diri Pelaku (Behavioral Self) c. Diri Penilai (Judging self) 2. Dimensi eksternal

a. Diri Fisik (Physical Self)

b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical Self)

c. Diri Pribadi (Personal Self) d. Diri keluarga (Family Self) e. Diri Sosial (Social Self)

Karakteristik Responden (Z)

a. Jenis kelamin b. Usia

c. Pendidikan

d. Lama waktu tinggal di Yayasan

9. Defenisi Variabel Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah


(31)

suatu petunjuk pelaksanaan menganai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46).

Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas (Komunikasi Antarpribadi) terdiri dari :

1. Percaya : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam membuka diri dan menunjukkan penerimaan dan

dukungan kepada orang lain.

a. Menerima : adalah kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam berhubungan dengan orang lain yang menerima orang lain apa adanya, dan memandang orang lain secara realistis.

b. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam memahami perasaan orang lain

c. Kejujuran : sikap pengungkapan yang dilakukan secara benar, apa adanya dan tidak pura-pura oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

2. Sikap Suportif : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang tidak defensif dalam berkomunikasi, dapat menerima, jujur dan empatis.

a. Deskripsi : penyampaian perasaan dan persepsi yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan secara terbuka dengan tetap menghargai perasaan orang lain.


(32)

b. Orientasi Masalah : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah.

c. Spontanitas : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. d. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

memahami perasaan orang lain

e. Persamaan : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam memperlakukan remaja lain secara horizontal dan

demokratis.

f. Provisionalisme : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk meninjau kembali pendapat, untuk mengakui bahwa pendapatnya itu mungkin salah.

3. Sikap Tebuka : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima dan memberi informasi kepada orang lain. a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima

pesan secara objektif, dan mengevaluasinya berdasarkan logika bukan berdasarkan perasaannya terhadap sumber pesan (komunikator). b. Membedakan suasana dengan mudah

yaitu : kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk dapat berpikir dan membedakan antara benar dan salah serta mampu berdiri pada posisi netral untuk mengambil keputusan.


(33)

c. Berorientasi pada isi

yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mengkaji dan menerima pesan yang diterimanya berdasarkan isi dari pesan tersebut bukan berdasarkan siapa yang menyampaikan pesan tersebut.

d. Mencari informasi dari berbagai sumber

yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mencari informasi dan mengembangkan kerangka berpikirnya dari berbagai sumber baru, bukan hanya dari pihak-pihak yang terdekat saja. e. Bersifat provisional

yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima saran dan kritik dari orang lain seta mau mengubah pendapat atau keyakinannya bila terdapat bukti dan fakta yang cukup.

f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima

pandangan dan mencoba mengerti orang lain dalam menghadapi benturan gagasan/pendapat dengan orang lain.

b. Variabel Terikat (Konsep Diri) terdiri dari :

1. Dimensi Internal : penilaian yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya

a. Diri Identitas (Identity Self) : label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.


(34)

b. Diri Pelaku (Behavioral Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, tentang tingkah lakunya yang

berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri sendiri, menyangkut peran dan tanggung jawabnya.

c. Diri Penilai (Judging self) : diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri remaja dan identitasnya sebagai pelaku di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. 2. Dimensi eksternal : dimensi dimana remaja Yayasan SOS Desa Taruna

Medan menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya.

a. Diri Fisik (Physical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, terhadap keadaan diri secara fisik.

b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika.

c. Diri Pribadi (Personal Self) : persepsi remaja Yayasan SOS Desa Taruna Medan tentang keadaan pribadinya.


(35)

d. Diri keluarga (Family Self) : perasaan dan harga diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. e. Diri Sosial (Social Self) : penilaian remaja di Yayasan SOS Desa

Taruna Medan, terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

c. Variabel Antara (Karakteristik Responden)

Karakteristik responden merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu yang berbeda satu dengan individu lain.

a. Usia : Umur responden saat mengisi kuesioner, digolongkan atas remaja awal (11-14 tahun) dan remaja

pertengahan (15-18 tahun)

b. Jenis Kelamin : Penggolongan sex responden, yakni laki-laki dan perempuan

c. Tingkat Pendidikan : Latar belakang pendidikan responden, SMP dan SMA

10.Hipotesis

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Burhan Bungin, 2001 : 90).


(36)

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ho : tidak terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

Ha : terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap

pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.


(37)

BAB II

URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi

II.1.1 Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi dapat diartikan menurut pandangan yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Ada pula yang menyebut komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan (berupa lambang, suara, gambar, dan lain-lain) dari suatu sumber kepada sasaran (audience) dengan menggunakan saluran tertentu. Hal ini dapat digambarkan melalui sebuah percakapan misalnya sebagai bentuk awal dari sebuah komunikasi. Orang yang sedang berbicara adalah sumber (source) dari komunikasi atau dengan istilah lain disebut komunikator. Orang yang mendengarkan disebut sebagai audience, sasaran, pendengar, atau komunikan. Apa yang disampaikan oleh orang yang sedang berbicara disebut sebagai pesan, sementara kata-kata yang disampaikan melalui udara disebut sebagai saluran atau channel.

“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap” (Suprapto, 2006:4).

Jadi, kalau ada dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk perbincangan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan. Kesamaan bahasa yang


(38)

dipergunakan dalam perbincangan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa perbincangan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa ynag dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya sariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak ynag terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima paham atau keyakinan, melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain (Effendy, 2006:9).

Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness); kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audience/receiver). Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian, dan lain-lain yang sama seperti apa yang

dikehendaki oleh si pengirim pesan.

Wilbur Schram menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan

agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menrik perhatian komunikan.


(39)

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan

beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyampaikan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

II.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Dari pengetian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini juga bisa disebut komponen atau elemen komunikasi. Untuk itu, kita perlu mengetahui unsur-unsur komunikasi (Cangara, 2002: 23-27).

Adapun unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut : 1.Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi, atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source atau sender.


(40)

2.Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content, atau information.

3.Media

Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti surat, telepon, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.

Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, poster, spanduk dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain : radio, film, televisi, video recording, audio cassette dan sebagainya.


(41)

4.Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.

Penerima adalah elemen penting dalam komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau media.

5.Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tinglah laku seseorang (De Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

6.Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan. Hal-hal seperti itu yang menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.


(42)

7.Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik misalnya geografis. Komunikasi sering sekali sulit dilakukan karena faktor jarak yang begitu jauh, dimana tidak tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya.

Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan status sosial.

Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain, menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak.

Sedangkan dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena pertimbangan waktu, misalnya musim. Namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi memiliki nilai.

Jadi, setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi. Bahkan ketujuh unsur itu saling bergantung satu sama lainnya.


(43)

II.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti senyuman tertawa, dan menggeleng atau menganggukan

kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).

II.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.

Sementara itu Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan, komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Rogers dalam


(44)

Depari (1988) mengemukakan pula, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka kita dapat melihat beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dari komunikasi kelompok dan komunikasi massa. De Vito (1976)mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut : (1) keterbukaan (opennes); (2) empati (empathy); (3) dukungan (suportiveness); (4) perasaan positif (positivness); dan (5) kesamaan (equality).

Evert M. Rogers dalam Depari (1988) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu : (1) arus pesan cenderung dua arah; (2) konteks komunikasi adalah tatap muka; (3) tingka umpan balik yang tinggi; (4) kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi; (6) kecepatan menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; dan (6) efek yang terjadi antara lain adalah perubahan sikap.

I.2.2 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi (Interpersonal) dalam Komunikasi Antarpribadi

Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul.


(45)

Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik, yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan terbuka.

a. Sikap Percaya (trust)

Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson (1981), mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain.

Sejauhmana kita percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Menurut Deutsch (1958), harga diri dan otoritarianisme mempengaruhi percaya. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter cenderung sukar mempercayai orang lain.

Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ; menerima, empati dan kejujuran.

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa

menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai (Anita Taylor, 1977:193). Saya menerima Anda bila saya menerima anda sebagaimana adanya; tidak menilai atau mengatur. Saya memandang Anda secara realistis. Saya tahu Anda mempunyai perilaku yang menyenangkan dan yang menyebalkan.


(46)

Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan. Kita selalu cenderung menilai dan sukar menerima. Akibatnya, hubungan antarpribadi tidak akan berlangsung seperti yang kita harapakan. Bila kita tidak bersikap menerima, kita akan mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan menghancurkan percaya. Orang enggan pula menerima kita karena takut pada akibat-akibat jelek yang akan timbul dari reaksi kita. Sikap menerima menggerakkan percaya, karena tidak akan merugikan orang lain.

Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perlilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai orang berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya perilakunya kita tetap berkomunikasi dengannya sebagai persona, bukan sebagai objek (Rakhmat, 2005:131-132).

Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri

orang lain. Empati telah didefenisikan bermacam-macam. Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita (Freud, 1921) ; sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi (Scotland, et al., 1978:12); sebagai “imaginative intellectual and emotional participation in anther person’s experience” (Bennet, 1979).

Defenisi terakhir dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imaginatif pada posisi orang lain. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati


(47)

kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakan.

Kejujuran adalah faktor yang ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.

Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap menerima kita dapat tanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tak bersahabat; empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya, kita harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus menghindari terlalu banyak melakukan “penopengan” atau “pengolahan kesan”. Kita tidak menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan lambang-lambang verbal dan non-verbal. Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Ini mendorong orang lain untuk percaya kepada kita (Rakhmat, 2005:133).

b. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif komunikasi antarpribadi akan gagal; karena orang defensif akan lebih melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami orang lain.

Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional. Diantara faktor-faktor situasional adalah perilaku orang lain. Jack R. Gibb menyebutkan eman perilaku yang menimbulkan perilaku suportif (Gibb, 1961:10-15). Secara singkat perilaku yang menimbulkan iklim defensif dan suportif dapat diperhatikan pada tabel berikut :


(48)

Tabel 2

Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb No. Iklim Defensif Iklim Suportif

1. Evaluasi Deskripsi

2. Kontrol Orientasi Masalah 3. Strategi Spontanitas

4. Netralitas Empati

5. Superioritas Persamaan 6. Kepastian Provisionalisme

Dalam penelitian Gibb diungkapkan bahwa makin sering orang mengunakan perilaku di sebelah kiri, makin besar kemungkinan komunikasinya menjadi defensif. Sebaliknya, komunikasi defensif berkurang dalam iklim suportif, ketika orang menggunakan perilaku sebalah kanan.

Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain; memuji atau mngecam. Dalam mengevaluasi kita mempersoalkan nilai dan motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan orang lain, mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita akan melahirkan sikap defensif. Dekripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi Anda tanpa menilai. Deskripsi dapat juga terjadi ketika kita mnegevaluasi gagasan orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai mereka (menerima mereka sebagai individu yang patut dihargai).

Kontrol dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol artinya berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya. Melakukan kontrol juga berarti mengevaluasi orang lain


(49)

sebagai orang yang jelek sehingga perlu diubah. Itu berarti kita tidak menerimanya. Setiap orang tidak ingin didominasi oang lain. Kita ingin menentukan perilaku yang kita senangi. Karena itu kontrol orang lain akan kita tolak. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Dalam orientasi masalah, Anda tidak mendiktekan pemecahan. Anda mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

Strategi dan Spontanitas. Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Anda menggunakan strategi bila orang menduga anda mempunyai motif-motif tersembunyi; Anda berkomunikasi dengan “udang di balik batu”. Spontanitas artinya ikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. Bila orang tahu kita melakukan strategi, ia akan menjadi defensif

Netralitas dan Empati. Natralitas berarti bersikap impersonal-memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, malainkan sebagai objek. Bersikap netral bukan berarti objektif, melainkan menunjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. Lawan netralis ialah empati. Tanpa empati, orang seakan-akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.

Superioritas dan Persamaan. Superioritas artinya sikap menunjukkan Anda lebih tinggi atau lebih baik dripada orang lain karena status, kekuasaan, kamampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Superioritas akan melahirkan sikap defensif. Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain


(50)

secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, Anda tidak mempertegas perbedaan. Status boleh jadi berbeda , tetapi komunikasi anda tidak vertikal. Anda tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama. Dengan persamaan, Anda mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan.

Kepastian dan Provisionalisme. Dekat dengan superioritas adalah kepastian (certainty). Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Provisionalisme, sebaliknya, adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengetahui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan; karena itu wajar juga kalau suatu saat pendapat dan keyakinannya bisa berubah. Provisial, dalam bahasa Inggris, artinya bersikap sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap.

c. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme; sehingga untuk memahami sikap terbuka kita harus mengidentifikasikan terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis. Milton Rokeach mendefenisikan dogmatisme sebagai:

a. a relativly closed cognitive organization of beliefs and disbeliefs about reality

b. organized around a central set of beliefs about absolute authority which, in turn


(1)

31.Apakah Anda merasa diterima dan dicintai oleh keluarga Anda? 1. Sangat diterima/dicintai

2. Diterima/dicintai 33

3. Kurang diterima/dicintai 4. Tidak diterima/dicintai

32.Apakah Anda dekat dengan seluruh anggota keluarga yang lain? 1. Sangat dekat

2. Dekat 34

3. Kurang dekat 4. Tidak dekat

33.Menurut penilaian Anda apakah Anda merasa nyaman dan betah tinggal di lingkungan Anda saat ini?

1. Sangat nyaman

2. Nyaman 35

3. Kurang nyaman 4. Tidak nyaman

34.Apakah Anda merasa senang dan dekat dengan teman-teman yang lain? 1. Sangat senang

2. Senang 36

3. Kurang senang 4. Tidak senang


(2)

FOLTRON COBOL

No. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Konsep Diri

Resp. Responden

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

0 1 2 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 1 3 3 3 1 3 3 3 3

0 2 2 1 1 2 3 3 3 3 4 3 4 2 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4

0 3 1 1 1 1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4

0 4 2 1 1 2 4 3 2 4 3 3 2 4 3 2 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4

0 5 2 2 2 2 3 3 2 3 3 4 4 2 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 4 3 4 4

0 6 1 1 1 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3

0 7 2 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 2 4 3 3 2 3 3 4 4

0 8 2 1 1 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 1 4 4 3 4

0 9 2 2 2 2 3 4 2 2 3 4 4 3 3 3 2 3 4 3 4 3 4 3 3 2 2 4 3 3 4 4 3 2 2 3

1 0 2 1 1 2 3 3 3 2 4 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3

1 1 1 2 1 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3

1 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3

1 3 2 1 1 2 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4

1 4 2 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 2 3 2 3 1 4 4 4 4

1 5 2 1 1 1 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3

1 6 2 1 1 1 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 1 4 3 3 1 4 4 4 4

1 7 2 1 1 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4

1 8 1 1 1 2 3 3 3 2 3 2 4 3 3 3 2 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 2 4 4

1 9 1 2 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 2 3 3 4 4

2 0 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4

2 1 2 2 2 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3

2 2 1 2 2 1 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 4 4 2 2

2 3 2 1 1 1 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 3 3 3 3

2 4 1 1 1 1 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 1 4 1 3 2 4 4 4 4

2 5 2 1 1 1 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 3 4 3 4 3

2 6 1 1 1 1 3 4 3 2 3 4 3 4 4 3 4 4 4 2 4 3 3 3 4 3 3 2 3 4 3 2 4 2 4 4

2 7 1 1 1 1 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3

2 8 2 1 1 1 3 4 2 2 3 3 4 2 3 3 2 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 2 3 3 3 2 4 4 3 4

2 9 1 1 1 1 4 3 2 4 4 4 3 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4

3 0 1 1 1 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 1 2 1 1 2 3 4 2 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 2 3 2 4 2 3 2 4 4 3 4

3 2 2 1 1 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3


(3)

Data Mentah “Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri”

Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di yayasan SOS Desa Taruna Medan.

No. Responden

Komunikasi Antarpribadi

Konsep Diri

1 44 43

2 51 53

3 59 57

4 46 54

5 47 53

6 39 42

7 45 48

8 47 49

9 47 45

10 43 37

11 42 42

12 37 38

13 49 55

14 48 48

15 42 43

16 55 47

17 45 49

18 45 53

19 44 52

20 59 57

21 44 44

22 54 42

23 48 42

24 45 50

25 49 54

26 51 47

27 45 43

28 43 48

29 53 58

30 47 57

31 49 48

32 41 43


(4)

NAMA : Rika Oktavius

LEMBARAN CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NIM : 050904023

PEMBIMBING : Drs. Mukti Sitompul, M.Si

No. Tanggal Pertemuan

Pembahasan Paraf

Pembimbing

1 05 Agustus 2009 Seminar Proposal

2 10 Agustus 2009 Menyerahkan Bab I

3 12 Agustus 2009 Acc Bab I

4 14 Agustus 2009 Menyerahkan Bab II dan Bab III

5 19 Agustus 2009 Acc Bab II dan Bab III

6 22 Agustus 2009 Menyerahkan Kuesioner

7 24 Agustus 2009 Acc Kuesioner

8 07 September 2009 Menyerahkan Bab IV dan Bab V

9 14 September 2009 Acc Bab IV dan Bab V


(5)

Tabel Distribusi t

df

Level of significance for one-tailed test

0,10 0,05 0,025 0,01 0,005 0,0005

Level of significance for two-tailed test

0,20 0,10 0,05 0,02 0,01 0,001

1 3,078 6,314 12,706 31,821 63,657 636,619 2 1,886 2,920 4,303 6,965 9,925 31,598 3 1,638 2,353 3,182 4,541 5,841 12,941 4 1,533 2,132 2,776 3,747 4,604 8,610 5 1,476 2,015 2,571 3,365 4,032 6,859 6 1,440 1,943 2,447 3,143 3,707 5,959 7 1,415 1,895 2,365 2,998 3,499 5,405 8 1,397 1,860 2,306 2,896 3,355 5,041 9 1,383 1,833 2,262 2,821 3,250 4,781 10 1,372 1,812 2,228 2,764 3,169 4,587 11 1,363 1,796 2,201 2,718 3,106 4,437 12 1,356 1,782 2,179 2,681 3,055 4,318 13 1,350 1,771 2,160 2,650 3,012 4,221 14 1,345 1,761 2,145 2,624 2,977 4,140 15 1,341 1,753 2,131 2,602 2,947 4,073 16 1,337 1,746 2,120 2,583 2,921 4,015 17 1,333 1,740 2,110 2,567 2,898 3,965 18 1,330 1,734 2,101 2,552 2,878 3,922 19 1,328 1,729 2,039 2,539 2,861 3,883 20 1,325 1,725 2,086 2,528 2,845 3,850 21 1,323 1,721 2,080 2,518 2,831 3,819 22 1,321 1,717 2,074 2,508 2,819 3,792 23 1,319 1,714 2,069 2,500 2,807 3,767 24 1,318 1,711 2,064 2,492 2,797 3,745 25 1,316 1,708 2,060 2,485 2,787 3,725 26 1,315 1,706 2,065 2,479 2,779 3,707 27 1,314 1,703 2,052 2,473 2,771 3,690 28 1,313 1,701 2,048 2,467 2,763 3,674 29 1,311 1,699 2,045 2,462 2,756 3,659 30 1,310 1,697 2,042 2,457 2,750 3,646 40 1,303 1,684 2,021 2,423 2,704 3,551 60 1,296 1,671 2,000 2,390 2,660 3,460 120 1,289 1,658 1,980 2,358 2,617 3,373 >120 1,282 1,645 1,960 2,326 2,576 3,291


(6)

Biodata Nama : Rika Octavius Sitepu Tempat/Tgl lahir : Binjai, 16 Oktober 1986 Agama : Kristen

Alamat : Jl. Dr. Wahidin, Gg. Kenanga No.1 Binjai Sumatera Utara

Pendidikan : TK Yayasan Pendidikan Andreas 1991-1992 SD Negeri No. 028226 Binjai 1993-1999 SMP Negeri 3 Binjai 1999-2002 SMA Negeri 1 Binjai 2002-2005 Ilmu Komunikasi FISIP – USU 2005-2009

Orang Tua

Ayah : Timotius Sitepu

Ibu : Ratna Juita Br. Tobing

Saudara : Rizky Fernando Sitepu (Adik) Musa Anugrah Sitepu (Adik)


Dokumen yang terkait

Konsep Diri Mahasiswa Indekos Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi

2 65 115

Peranan Komunikasi Antarpribadi Dalam Membentuk Konsep Diri (Studi Kasus Tentang Layanan Konseling Individual Konselor Terhadap Pembentukan Konsep Diri Siswa/i Tunarungu Di SLB – B Karya Murni Kota Medan)

2 50 111

Komunikasi Kelompok Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Kelompok Terhadap Pembentukan Konsep Diri di Komunitas games online “Perang Kaum” )

6 66 116

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)

6 53 121

Tayangan “Jika Aku Menjadi” Di TransTV Dan Konsep Diri Mahasiswa ( Studi Korelasional Tentang Pengaruh Tayangan “Jika Aku Menjadi” Di TransTV Terhadap Konsep Diri Mahasiswa FISIP USU)

3 48 111

Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Dan Pembentukan Perilaku Narapidana (Studi Korelasional Mengenai Efektivitas Komunikasi AntarPribadi Terhadap Pembentukan Perilaku Narapida di LP Kelas II A Kotamadya Binjai)

2 41 123

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)

11 139 114

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI MANTAN PENGGUNA NARKOBA YAYASAN SINARDJATI PAMARDI PUTRA DALAM PEMBENTUKAN CITRA DIRI KE MASYARAKAT

0 6 17

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI REMAJA LAPAS DENGAN PENDAMPING Komunikasi Antarpribadi Remaja Lapas Dengan Pendamping (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Remaja di Lapas Klaten dengan pendamping Yayasan Sahabat Kapas Mencapai Keterbukaan Diri).

0 3 14

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI REMAJA LAPAS DENGAN PENDAMPING Komunikasi Antarpribadi Remaja Lapas Dengan Pendamping (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Remaja di Lapas Klaten dengan pendamping Yayasan Sahabat Kapas Mencapai Keterbukaan Diri).

0 4 15