MODEL INVESTIGASI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROFESIONAL CALON GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN NILAI-NILAI MORAL PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN: Studi Terhadap Kemampuan Mahasiswa Sebagai Calon Guru PPKn di STKIP PGRI Pontianak.

(1)

xi DAFTAR ISI

PERNYATAAN……….. i

LEMBAR PERSETUJUAN……….. ii

PENGANTAR……… iii

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH………. v

ABSTRAK……….. ix

ABBSTRACT………. x

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Fokus Penelitian ………. 18

C. Rumusan Masalah ………. 20

D. Tujuan Penelitian ……… 22

E. Manfaat Penelitian ……….………. 23

F. Definisi Operasional ……… 25

BAB II. KAJIAN TEORETIK TENTANG INVESTIGASI KELOMPOK SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU PPKn……….. 31

A. Investigasi Kelompok Sebagai Model Pembelajaran ……… 31

1. Pengertian Investigasi Kelompok dalam Pembelajaran……….. 31

2. Investigasi Kelompok dalam Kerangka Pembelajaran Kooperatif………. 40

3. Investigasi Kelompok dalam Pendidikan Umum dan Kemampuan Profesional Guru..……… 49

4. Prosedur Penerapan Investigasi Kelompok……… 56

B. Pengembangan Kemampuan Profesional Guru PPKn……. 62

1. Hakekat dan Pengertian Profesionalisme……… 62

2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PPKn dalam Proses Pembelajaran………. 71

a. Sekilas Pendidikan Pancasila dan Kewarga- negaraan di Indonesia……… 71

b. Tanggung Jawab Guru PPKn dalam Proses Pembelajaran……….. 77


(2)

xii

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 103

A. Pendekatan Penelitian……… 103

B. Disain Penelitian ……… 109

C. Kehadiran Peneliti di Lapangan ……….. 133

D. Data dan Sumber Data……….. 130

E. Strategi Pengumpulan dan Analisis Data ……….. 137

F. Pengecekan Keabsahan Data………. 144

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 146

A. Gambaran Umum STKIP PGRI Pontianak ……… 146

B. Deskripsi Hasil Penelitian ………. 155

1. Deskripsi Hasil Uji Coba Terbatas……… 155

2. Implementasi Model Investigasi Kelompok……… 173

3. Esensi Pembelajaran Nilai-nilai Moral PPKn yang Berkembang Dari Proses Pengamatan dan Diskusi… 187

4. Deskripsi Hasil Analisis Kuantitatif……….. 252

5. Deskripsi Hasil Wawancara ………. 262

C. Pembahasan Hasil Penelitian………. . 283

1. Pembahasan Khusus Berdasarkan Temuan Penelitian ……….. . 283

2. Pembahasan Umum……….. 339

a. Profesionalisme Guru dalam Perspektif Pendidikan Umum……….. 339

b.Tanggung Jawab STKIP Sebagai LPTK dalam Menyiapkan Guru Profesional……….. 357

D. Implikasi Hasil Penelitian ………. … 363

1. Implikasi Terhadap Peran STKIP Sebagai LPTK…….. 367

2. Implikasi Terhadap Pendekatan/Prinsip Pembelajaran Pendidikan Umum dan Nilai ……… 366

3. Implikasi Terhadap Eksistensi Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai ………. 367

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……….. 371

A. Kesimpulan ……….. 371

B. Rekomendasi……… 378

1. Rekomendasi Berdasarkan Pengembangan Model….. 378

2. Rekomendasi Bagi Pengembangan Pendidikan Umum ……….. 381

3. Rekomendasi untuk Penelitian Lanjut………. 383

D. Dalil-dalil ………. 384


(3)

xiii

DAFTAR TABEL

1.2. Mean Respons to the Instructional Evaluation (ISE) (the ISE

Uses a 1-5 Likert Scale) ……….. 44

2.2. Sintaks Group Investigation Model of Learning and

Teaching ………. 59

3.4. Kurikulum/Daftar Sebaran Mata Kuliah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan STKIP PGRI


(4)

xiv

DAFTAR GAMBAR

1.2. Instructional and Nurturant Effects of Group Investigation

Model……… 38 2.3. Langkah-langkah (alur) Penelitian……….. ……… 112 3.3. Model Konseptual dari Model Investigasi Kelompok……… 115 4.3. Mekanisme EDS (Effector, Detector dan Selector) untuk

Menganalisis Dampak Penelitian……… 116 5.3. Model Implementasi dari Model Investigasi Kelompok………… 123 6.3. Proses Analisis Data Induktif ……… 139 7.3. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif …………. 140 8.3. Proses Berpikir Induktif untuk Mencapai Kesimpulan

Penelitian………. 141


(5)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

(Daftar lampiran dibuat secara terpisah dari disertasi ini).

.


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Lembaga pendidikan dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, terutama dalam mempersiapkan peserta didik untuk mampu menghadapi berbagai dinamika perubahan yang berkembang demikian cepatnya. Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya berkaitan dengan dinamika perubahan fisik sebagai implementasi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi juga menyentuh perubahan dan pergeseran aspek nilai dan moral dalam kehidupan masyarakat. Semua bentuk perubahan ini tentu membawa konsekuensi logis, yaitu sekurang-kurangnya seseorang harus mampu memahami adanya berbagai kecenderungan perubahan tersebut, mampu menyesuaikan diri, bahkan berperan dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang positif, sehingga dirinya tidak terjerat pada pergeseran nilai yang menjurus ke arah perubahan negatif dan merugikan diri sendiri. Besarnya dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang tidak disertai pembinaan nilai-nilai moral dapat menjurus kepada terjadinya dehumanisasi (Djahiri, 1999: 2). Bahwa iptek, moderninasi dan kehidupan globalistik adalah bingkisan kehidupan yang lebih nikmat, lebih mudah dan lebih padat nilai tambah, bila tidak diiringi dengan pendidikan nilai moral akan melahirkan erosi nilai moral afektual, kultural dan


(7)

spiritual serta menjadi penyebab dehumanisasi. Pada puncaknya manusia menjadi cenderung arogan, eksistensialis, egois individualistik, materialistis, sekuler, mendewakan ciptaannya sendiri serta lupa dan bahkan bersombong diri terhadap maha penciptanya.

Tugas-tugas untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi berbagai tantangan seperti dikemukakan di atas tentu bukan sesuatu yang dapat dianggap ringan, apalagi jika perhatian secara sungguh-sungguh diarahkan untuk mengkaji secara cermat tuntutan terhadap pembinaan aspek-aspek kepribadian peserta didik secara menyeluruh baik aspek-aspek yang termasuk ke dalam dimensi pengetahuan, maupun pada upaya pe-ngembangan dimensi nilai-nilai moral. Jika dikaitkan dengan peran sekolah sebagai wahana pembinaan moral, maka pembinaan kepribadian peserta didik secara menyeluruh ini menjadi sangat penting karena masyarakat sekolah harus merupakan masyarakat bermoral, dan secara keseluruhan budaya kampus atau budaya sekolah adalah budaya yang bermoral. Dengan demikian diharapkan lembaga pendidikan dapat menjadi pelopor perubahan kebudayaan secara total yaitu bukan hanya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga tempat persemaian dari pengembangan nilai-nilai moral kemanusiaan.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai peristiwa atau fenomena yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan pembinaan aspek-aspek pengetahuan dan nilai moral. Praktek-praktek pemerintahan yang tidak bersih, korupsi, kolusi dan nopotisme yang merajalela di tanah air belakangan ini


(8)

yang mengakibatkan nyaris runtuhnya sendi-sendi kehidupan dan tatanan moral kehidupan masyarakat, jelas tidak terlepas dari akibat pembinaan aspek-aspek intelektual dan moral yang tidak seimbang, di samping sejumlah faktor lainnya yang turut memberikan andil terhadap semakin meluasnya kecenderungan-kecenderungan pada masyarakat. Hilangnya keberpihakan negara pada nilai-nilai keadilan dan pudarnya ketaatan pada hukum, ber-kembang menjadi salah satu persoalan serius yang mengancam keber-langsungan demokrasi di negeri ini (LP3 Unmuh, 2002: 2). Dalam keadaan demikian peran lembaga pendidikan dalam mengembangkan nilai-nilai moral dan budaya terlihat lemah. Demikian pula sentuhan-sentuhan pendidikan termasuk proses pembelajaran terasa sangat dangkal dan kurang menyentuh makna-makna sesungguhnya terutama terhadap perkembangan kepribadian peserta didik

Mencermati berbagai kecenderungan yang dikemukakan di atas, pendidikan umum melihat bahwa pengembangan potensi-potensi individu harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Jika dipandang dari kelahirannya pendidikan umum hadir sebagai reaksi dari adanya spesialisasi yang berlebihan (Henry, 1952: 2) yang pada gilirannya menjadikan pendidikan cenderung lebih peduli pada pengembangan satu aspek kepribadian tertentu saja, bersifat partikular dan parsial. Artinya adanya fragmentaris kurikulum, tidak ada kesatuan pengalaman siswa, cenderung mengabaikan kemanusia-wian siswa, ada nilai-nilai esensial yang hilang dan mengembangkan hal-hal yang bersifat teknis. Oleh karena itu pendidikan umum mengambil tanggung


(9)

jawab mengembangkan peserta didik dalam lingkup skala yang lebih luas, baik berkenaan dengan nalar-nalar emosional, sosial dan moral, maupun intelektual. Kajian-kajian pendidikan umum memandang bahwa pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang terlalu sempit dan terlalu dibatasi oleh sekat-sekat keahlian tertentu saja tidak lagi memadai untuk menanggapi dan menjawab berbagai realitas persoalan yang demikian dinamis dan kompleks. Dalam keadaan demikian kemampuan-kemampuan personal, etika, moral dan studi-studi integratif merupakan keseluruhan yang sangat dibutuhkan pada setiap tahapan pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan umum meman-dang upaya-upaya pendidikan harus merupakan kesatuan yang komprehensif untuk meningkatkan kemampuan intelektual-rasional (kognitif), kemampuan emosional, perasaan, kesadaran (afektif), dan keterampilan dalam arti yang luas (psikomotor) untuk mewujudkan manusia seutuhnya.

Dalam lingkungan lembaga pendidikan, upaya-upaya pengembangan aspek-aspek pengetahuan, nilai-nilai serta keterampilan secara menyeluruh merupakan tanggung jawab seluruh pegelola pendidikan, terutama guru. Dalam praktek pelaksanaan pendidikan di sekolah masih seringkali terdapat persepsi keliru yang menyatakan bahwa upaya pengembangan aspek-aspek nilai ini hanya merupakan kewajiban guru-guru bidang studi tertentu saja, sehingga ada guru-guru yang mengasuh bidang studi yang lain merasa bahwa mereka hanya bertanggung jawab mengajarkan materi pelajaran yang menjadi muatan bidang studi yang diajarkannya saja. Padahal sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan murid merupakan tujuan


(10)

yang ingin dicapai oleh semua sekolah dan guru, dan itu berarti sangat keliru jika guru hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran pada bidang studinya saja. Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut, peranan guru sulit digantikan oleh yang lain (Gaffar dalam Supriadi: 1998: xv). Karena itu dalam proses pembelajaran di kelas, guru tidak cukup hanya berbekal pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi perlu memiliki kemampuan untuk menyiapkan kondisi pembelajaran sedemikian rupa sehingga mampu mendorong berkembangnya aspek-aspek nilai di kalangan peserta didik.

Di lingkungan lembaga pendidikan sekolah, kelas menjadi sentral dari upaya-upaya pengembangan nilai-nilai moral peserta didik. Karena itu proses pembelajaran di kelas harus benar-benar dirancang sebaik mungkin untuk memungkinkan berkembangnya potensi-potensi peserta didik secara optimal.

Meskipun pembinaan nilai-nilai moral secara keseluruhan menjadi tanggung jawab semua guru bahkan seluruh pengurus sekolah, tentu guru-guru agama dan guru-guru-guru-guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan spesifik. Durkheim mengem-ukakan bahwa setiap guru harus mampu mengembangkan cita-cita moral yang ada di balik sistem aturan yang telah dikembangkan, dan memberi peluang yang besar kepada generasi-generasi mendatang untuk memenuhi


(11)

tuntutan-tuntutan validitas yang baru, yang berarti mempunyai otonomi yang lebih individual sifatnya (Haricahyono, 1995: 203). Untuk merealisasikan fungsi-fungsi tersebut diperlukan kemampuan intelektual dan emosional yang tinggi dari setiap pendidik yang didahului pemahaman tugas dan tanggung jawabnya secara menyeluruh sebagai seorang guru. Pemahaman terhadap bidang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang guru secara menyeluruh akan memunculkan kesadaran untuk mampu mempersiapkan diri secara matang berkaitan dengan kemampuan-kemampuan apa saja sesungguhnya yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas sebagai seorang guru sepenuhnya, mampu pula menilai diri sendiri sejauh mana tugas dan tanggung jawabnya telah dapat dilaksanakan.

Para pendidik yang memahami bidang tugasnya secara menyeluruh serta tanggap terhadap berbagai fenomena perubahan yang terjadi, baik berkenaan dengan peserta didik maupun lingkungannya merupakan bagian kemampuan profesional yang harus dapat diwujudkan oleh setiap guru. Dengan kata lain guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai berkaitan dengan tugas profesinya dan selalu berupaya secara terus menerus meningkatkan kemampuan serta keterampilan dirinya guna mendukung kelancaran tugas-tugas yang ia emban.

Dalam pengelolaan operasional proses pembelajaran di sekolah, kebijakan pemberdayaan tenaga pendidik saat ini searah dengan langkah kebijakan pengembangan kurikulum yang lebih menekankan kompetensi


(12)

yang dinamakan competence-base curriculum (CBC). Pengelolaan kurikulum berbasis kompetensi ini mengungkapkan berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar yang tidak hanya berwujud pengetahuan, akan tetapi lebih kepada perangkat kompetensi kemampuan dan sikap serta nilai-nilai yang mendasar. Dalam kurikulum berbasis kompetensi sasaran utama proses pendidikan umumnya dan proses belajar mengajar khususnya pada suatu jenjang sekolah, bukanlah menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan sebanyak-banyaknya, tetapi lulusan yang memiliki serangkaian keterampilan atau kemampuan serta berbagai sikap dan nilai penting, yang tidak hanya berguna untuk melanjutkan pendidikan, tetapi yang lebih utama adalah untuk hidup dan bekerja di masyarakat (Belen, 2004: 5). Karena itu pendekatan pembelajaran adalah menerapkan strategi yang meningkatkan kebermaknaan pembelajaran untuk semua peserta didik terlepas dari latar belakang budaya, etnik, agama dan jender. Hal ini sudah barang tentu berimplikasi terhadap keharusan setiap guru untuk benar-benar memiliki pemahaman yang luas dalam bidang tugasnya sehingga dia dapat melakukan berbagai upaya inovatif untuk meningkatkan proses pembelajaran secara keseluruhan.

Mencermati dinamika tuntutan tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana dipaparkan di atas, maka perguruan tinggi yang melaksana-kan fungsi sebagai Lembaga Pendidimelaksana-kan Tenaga Kependidimelaksana-kan (LPTK) yang memiliki tanggung jawab dalam proses menghasilkan calon-calon guru,


(13)

harus senantiasa mencari dan menemukan cara-cara yang lebih baik untuk dapat membekali peserta didik sebagai calon guru dengan seperangkat pengetahuan dan nilai-nilai melalui perolehan pengalaman belajar yang memadai. Melalui pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh, diharapkan mereka lebih memahami bidang tugasnya secara luas dan sekaligus memiliki bekal dasar yang memadai untuk selanjutnya dapat dikembangkan bersamaan dengan pelaksanaan tugas kelak sebagai guru. LPTK sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab mempersiapkan calon-calon guru, harus mampu merancang dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang memilliki karakteristik tersendiri bagi mahasiswa yang dipersiapkan untuk menjadi calon guru. Karakteristik utama yang harus dikembangkan selain tuntutan-tuntutan belajar pada umumnya adalah lebih banyak diberikannya kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat langsung pada situasi di luar kelas guna memperoleh pengalaman pengalaman yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Dengan demikian mereka akan semakin siap menghadapi tugas-tugas profesional sebagai seorang guru kelak setelah menyelesaikan studi di lembaga pendidikan tinggi.

Dalam proses pembelajaran yang terarah pada pengembangan nilai-nilai moral terdapat berbagai pendekatan yang dapat digunakan oleh guru. Pada umumnya berbagai pendekatan tersebut digunakan secara sinergis, artinya di dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk mampu memahami dan mengimplementasikan berbagai pendekatan yang saling melengkapi untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik. Sementara penekanan pada


(14)

salah satu pendekatan yang diutamakan sangat tergantung pada tujuan pembelajaran yang diharapkan. Borman (1990: 2) mengungkapkan, sebagai bagian yang sangat penting yang harus dilakukan dalam mempersiapkan guru adalah observasi kelas, pengamatan terhadap pertemuan-pertemuan sekolah yang lebih luas, memetakan sumber-sumber masyarakat dan berbagai bentuk kegiatan yang menjadi sumber pengalaman peserta didik.

Di antara model-model pembelajaran yang lebih banyak menekankan kepada perolehan pengalaman langsung di luar kegiatan kelas adalah model investigasi kelompok (group investigation). Model ini berangkat dari pandangan John Dewey dan Herbert Tellen (dalam Joyce, Weil dan Calhoun, 2000: 16) yang memberikan pernyataan dengan tegas bahwa pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokrasi secara langsung. Model ini menawarkan agar dalam mengembangkan masalah, peserta didik diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama “cooperative inquiry” terhadap berbagai masalah sosial, moral maupun akademik. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing peserta didik supaya dapat mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai aspeknya, serta mengumpulkan data yang relevan. Dalam pendidikan nilai dan moral, kerjasama dan kebersamaan peserta didik di dalam kelompok mempunyai arti penting, sebab biasanya tindakan moral itu berlangsung dalam konteks sosial, oleh karena itu kelompok tersebut memberikan pengaruh yang kuat terhadap pengambilan keputusan moral oleh individu-individu yang terdapat dalam


(15)

situasi tersebut. Para pengajar bertugas mengorganisasikan proses belajar melalui kerja kelompok dan mengarahkan mereka sehingga memungkinkan peserta didik menemukan pengetahuan tambahan atau berbagai informasi yang diperlukan, dan mengelola berbagai interaksi dan aktivitas belajar.

Model investigasi kelompok dipandang sebagai pendekatan yang secara nyata akan dapat memberikan pengalaman belajar langsung kepada peserta didik dalam berbagai aspek yang multidimensional, sebab hal tersebut memang sangat digariskan dalam pendidikan umum. Melalui model ini peserta didik akan mendapatkan kesempatan yang sangat berharga untuk mengembangkan berbagai dimensi nilai, seperti mengembangkan sikap ke-bersamaan, menumbuhkan rasa tanggung jawab, toleransi, disiplin, saling percaya dan sejumlah nilai lainnya dalam berbagai latar perbedaan. Model investigasi kelompok (group investigation) merupakan cara langsung untuk mengembangkan kebersamaan (community) di antara para peserta didik (Joyce and Weil, 2000: 16). Teori-teori pendidikan seperti laporan David dan Roger Johnson, Robert Slavin, dan Spencer Kagan bahwa hasil cooperative learning pada prestasi akademik tinggi, mampu menyediakan kesempatan bagi para pelajar untuk belajar dari yang lain, telah memberikan pendidik sebuah alternatif pada individu, serta keberhasilan dalam memperbaiki hubungan dalam ruangan kelas yang multietnis ( Mill dan Davidson, 1997: viii).

Model investigasi kelompok yang merupakan salah satu bentuk dari cooperative learning, menuntut setiap peserta didik berperan sesuai dengan


(16)

tugas masing-masing yang didistribusi atas kesepakatan bersama di dalam kelompok kerja masing-masing. Dalam kondisi ini setiap orang harus dapat menempatkan diri secara layak, menghargai anggota-anggota yang lain, mengembangkan rasa tanggung jawab, memerankan fungsinya dengan baik, dan menghilangkan sikap egois. Tegasnya tercakup banyak nilai dari tugas-tugas bersama ini, dan semua itu sesungguhnya adalah cerminan dari nilai-nilai moral yang diharapkan tumbuh secara dinamik di kalangan mahasiswa. Dimungkinkan bahwa pertimbangan pertanggungjawaban praktis dari para mahasiswa terjabarkan dari persepsi mereka tentang suasana moral pada sekolah, dari persepsi mereka akan norma-norma sekolah serta kesadaran sekolah sebagai suatu masyarakat (Higgins, Power dan Kohlberg, 1984: 75).

Beberapa penelitian mengungkapkan mengenai kuatnya keterkaitan antara model mengajar dengan tingkat perolehan belajar siswa, baik berupa peningkatan pengetahuan maupun sikap dan keterampilan. Hasil studi Kay (1980: 301) antara lain menemukan bahwa perbedaan cara mendidik antara guru yang satu dengan yang lainnya merupakan variabel yang berpengaruh secara spesifik terhadap kompetensi akademik peserta didik. Terkait dengan hasil studi tersebut temuan penelitian yang dilakukan oleh Sayekti dan Wuraji (1993: 48) juga merekomendasikan agar peran guru dalam bersikap dan berperilaku terhadap siswanya sangat perlu untuk menciptakan ketenangan dan menghindari tekanan-tekanan yang dapat menghambat pengembangan diri siswa.


(17)

Penelitian yang dilaksanakan terhadap proses pendidikan dan pembelajaran di Perguruan Tinggi dilakukan oleh Yuswanda, Suwaryo dan Sulaeman (1993: 93) yang menyimpulkan bahwa “mahasiswa memiliki kesadaran politik yang tinggi, namun mahasiswa merasa kurang bebas dalam memanfaatkan hak berbicara/diskusi”. Oleh karena itu ada kecemasan untuk mencapai sistem politik yang demokratis di masa depan. Temuan hasil penelitian tersebut menyiratkan perlunya pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan luas kepada mahasiswa guna mengembangkan pemikiran-pemikiran dan pengalaman mereka melalui berbagai bentuk diskusi atau tugas-tugas bersama lainnya.

Secara lebih spesifik sejumlah penelitian yang mengungkapkan tentang model pembelajaran kooperatif yang dalam implementasinya dapat berupa model pembelajaran investigasi kelompok antara lain dilakukan oleh Joyce & Weil (1996: 15), bahwa prosedur pembelajaran kooperatif dapat memfasilitasi strategi lintas kurikulum dan usia, meningkatkan harga diri, solidaritas dan keterampilan sosial serta mencapai tujuan pembelajaran akademik dari akuisasi informasi dan keterampilan melakukan model inquiri disiplin akademik.

Johson, Johnson and Holubec (1994: 1) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar yang lebih tinggi, meningkatkan hubungan yang lebih positif di antara siswa serta mewujudkan beberapa aspek psikologis yang lebih sehat.


(18)

Penelitian yang dilaksanakan pada lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh Sukoco (2002: 12), yang menemukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kinerja dosen dilihat dari kemampuannya mendisain, mengimplementasikan dan mengevaluasi pembelajaran. Terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa dilihat dari penguasaan materi kuliah, keterampilan sosial, pemecahan masalah, kepercayaan dan harga diri. Peningkatan kualitas perkuliahan dilihat dari kemampuan menarik minat mahasiswa untuk hadir kuliah, meningkatkan motivasi belajar, terjadinya interaksi belajar-mengajar antara mahasiswa dengan dosen, antara mahasiswa dengan sumber belajar lain, serta suasana belajar yang berkesan.

Sejumlah temuan penelitan yang dipaparkan sebelumnya semakin memberikan landasan pemikiran yang kokoh bahwa bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif, termasuk model pembelajaran investigasi kelompok memberikan kecenderungan pencapaian hasil belajar yang lebih baik, terutama dalam pengembangan pengetahuan dan nilai-nilai di kalangan siswa.

Model investigasi kelompok dalam penelitian ini dikembangkan melalui proses pembelajaran mata kuliah Profesi Kependidikan sebagai salah satu Mata Kuliah Dasar Kependidikan pada program studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di STKIP PGRI Pontianak. Melalui pengembangan model ini diharapkan mahasiswa sebagai calon guru PPKn dapat berperan aktif mengembangkan pengetahuan dan nilai-nilai moral


(19)

yang mendukung tugas-tugas profesinya, dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pembelajaran PPKn di sekolah. Model ini pada hakekatnya memberi kesempatan agar mahasiswa dapat berperan aktif selain di dalam kegiatan perkuliahan, di kelas dan di dalam proses belajar di sekolah sebagai tempat mereka nantinya melaksanakan tugas-tugas profesinya. Secara lebih kongkrit, di sekolah ini mahasiswa mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran serta berbagai fenomena yang terjadi pada siswa dan guru dalam proses pembelajaran, selanjutnya dapat menganalisis apa yang mereka temui, saling bertukar pikiran tentang sesuatu yang diamati dan pada gilirannya memperoleh dan mengembangkan pengetahuan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk mendukung tugas-tugas profesionalnya sebagai guru PPKn.

Bagi mahasiswa selain beberapa keuntungan positif dari penerapan model pembelajaran investigasi kelompok, model ini juga memberi kesempatan untuk mendapatkan sejumlah pengalaman langsung terutama berkaitan dengan tugasnya sebagai calon guru yang dituntut harus memiliki pema-haman yang mendalam tentang berbagai fenomena yang terjadi di luar kelas. Jika selama ini para peserta didik, lebih banyak mendengar bagai-mana pentingnya kedisiplinan bagi seorang guru, mengapa keteladanan itu diperlukan, bagaimana menumbuhkan kebersamaan, bagaimana menghargai pendapat orang lain dan sebagainya, maka dengan melihat semua ini secara langsung peserta didik akan mendapatkan pemahaman dari hasil pengamatan


(20)

mereka sendiri. Dikaitkan dengan tugas dan peran guru hal ini menjadi sangat penting karena jabatan guru dikenal sebagai pekerjaan profesional, artinya jabatan ini memerlukan suatu keahlian khusus. Dengan melakukan investigasi ini diharapkan pengetahuan dan penghayatan akan nilai-nilai moral yang mendukung tugas-tugas profesional mereka sebagai calon guru dapat benar-benar tumbuh atas hasil kemampuan mahasiswa sendiri dalam membangun pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang mereka peroleh, dan pada gilirannya diharapkan hal ini menjadi pendorong yang sangat kuat untuk tumbuhnya kesadaran yang muncul dari dalam pribadi mereka sendiri.

Selain dari beberapa dasar pertimbangan sebagaimana dipaparkan sebelumnya, pengembangan model yang dilaksanakan pada STKIP PGRI Pontianak ini juga disebabkan karena institusi ini sebagai salah satu lembaga yang diberi tanggung jawab untuk mempersiapkan calon guru, selama ini kurang mendekatkan diri kepada dunia sekolah melalui berbagai bentuk kegiatan yang melibatkan mahasiswa. Sebagian besar proses perkuliahan dilaksanakan melalui pendekatan-pendekatan yang memusatkan pada penyampaian materi dan pemberian tugas-tugas di kelas. Mahasiswa sangat kurang keterlibatannya dalam memahami atau menganalisis berbagai persoalan belajar pada dunia nyata mereka (dunia sekolah) yang merupakan tempat mereka nantinya melaksanakan tugas-tugas profesional sebagai guru. Kegiatan yang melibatkan peran aktif mahasiswa untuk memahami lebih dekat persoalan-persoalan di dalam praktek nyata pembelajaran di


(21)

sekolah sangat penting untuk dilakukan agar mahasiswa dapat memiliki pengalaman dan pemahaman tentang bagaimana sesungguhnya yang terjadi pada tempat kelak mereka akan bertugas. Hal ini menjadi semakin penting bagi calon-calon guru PPKn, karena untuk mendapatkan pema-haman tentang pembelajaran nilai-nilai moral sangat disarankan agar calon guru terlibat langsung di dalam praktek nyata pembelajaran di sekolah dan tidak cukup hanya melalui penjelasan atau pembahasan-pembahasan di ruang kuliah.

Dikaitkan dengan prinsip mendasar dari model investigasi kelompok yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan (community based) sehingga sangat disarankan untuk dikembangkan pada peserta didik yang memiliki keberagaman dalam berbagai hal, maka prinsip ini sesuai dengan kondisi mahasiswa STKIP PGRI Pontianak yang sangat heterogen. Heterogenitas mahasiswa ini terutama dapat diamati dari dimensi keragaman suku/etnik, agama, daerah asal dan pekerjaan.

STKIP PGRI Pontianak menganut prinsip keterbukaan di dalam rekrutmen mahasiswa. Hal ini menjadi pendorong sehingga mahasiswa yang memasuki lembaga ini sangat beragam, khususnya dari latar belakang kesukuan/etnisi. Jumlah terbesar mahasiswa di lembaga ini berasal dari suku Melayu, kemudian suku Dayak, suku Jawa, suku Madura, dan selebihnya ada juga dari suku-suku yang lain. Keragaman suku ini tentu menimbulkan perbedaan-perbedaan budaya, adat istiadat dan kebiasaan.


(22)

Karakteristik perbedaan ini sering dimanifestasikan mahasiswa dalam wujud tata krama berbicara, dalam berpakaian atau dalam bentuk perilaku.

Heterogonitas mahasiswa pada lembaga ini juga meliputi dimensi agama. Mahasiswa pada lembaga ini memiliki keragaman agama. Lebih kurang 70% mahasiswa menganut agama islam, dan selebihnya terdiri dari kristen protestan dan kristen katolik. Keragaman agama ini menjadi sesuatu yang juga mewarnai iklim lembaga, kebiasaan-kebiasaan berpakaian, bahkan memberikan pengaruh terhadap pergaulan antar mahasiswa.

Dilihat dari daerah asal, sebagian besar (lebih kurang 95%) mahasiswa di lembaga ini berasal dari daerah-daerah pedesaan dari berbagai kabupaten dan kecamatan yang ada di Propinsi Kalimantan Barat. Disamping itu juga cukup banyak mahasiswa yang berasal dari luar Kalimantan Barat akan tetapi sudah cukup lama tinggal di daerah ini. Keragaman daerah asal ini juga membawa perbedaan dalam berbagai hal seperti perbedaan pekerjaan, suku dan etnik.

Keberagaman latar belakang mahasiswa dalam berbagai dimensi merupakan sesuatu hal yang layak diperhatikan dan menjadi pertimbangan lembaga dalam mewujudkan beban tugasnya, termasuk dalam pelaksanaan proses pembelajaran atau perkuliahan. Di atas tatanan kebersamaan, keberagaman tersebut harus dilihat sebagai potensi untuk saling bertukar pengalaman dan belajar saling memahami satu dengan yang lain. Adapun perbedaan-perbedaan yang ada jangan sampai menimbulkan diskriminasi apalagi perselisihan serta pertikaian yang sangat tidak diharapkan.


(23)

Model investigasi kelompok yang dikembangkan atas prinsip-prinsip kooperatif, saling bertukar pikiran dalam menanggapi dan menganalisis berbagai temuan serta sebagai wahana untuk saling membelajarkan merupakan suatu model pembelajaran yang sangat menghargai berbagai latar perbedaan mahasiswa. Sebagai calon guru PPKn, latihan-latihan seperti ini merupakan hal yang sangat penting sehingga profesi di bidang kependidikan yang akan digeluti nantinya dapat dihayati secara mendalam serta dapat diwujudkan secara optimal.

B. Fokus Penelitian

Secara singkat telah dipaparkan sebelumnya bahwa penelitian ini diarahkan untuk menemukan dan mengembangkan model investigasi ke-lompok yang aplikatif untuk meningkatkan kemampuan profesional calon guru dalam proses pembelajaran nilai-nilai moral Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Fokus penelitian ini adalah pada prosedur pelaksanaan investigasi kelompok secara komprehensif dan dampak pengembangan model ini terhadap peningkatan pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah, berkembangnya nilai-nilai moral di kalangan mahasiswa serta peningkatan pengetahuan atau wawasan tentang model investigasi kelompok sebagai salah satu model pembelajaran pendidikan nilai.

Berkaitan dengan model investigasi kelompok, implementasi proses pembelajaran atau proses perkuliahan mahasiswa secara berkelompok


(24)

diorganisasikan untuk melakukan investigasi secara langsung pada proses pembelajaran di sekolah untuk menemukan informasi-informasi yang mendukung pemahaman mahasiswa secara menyeluruh terhadap praktek pembelajaran PPKn. Aspek-apek kegiatan yang tercakup di dalam pengembangan model ini meliputi; (1) penentuan dan penyeleksian topik, yakni dosen dan mahasiswa terlibat dalam menentukan topik-topik yang akan dijadikan sasaran investigasi, (2) merencanakan kegiatan, yang meliputi penentuan kelompok, pembagian tugas-tugas kelompok, penentuan waktu implementasi, analisis dan pemaparan hasil, (3) implementasi, yakni setiap kelompok melakukan tugas-tugas yang telah disepakati untuk pengumpulan data/informasi ke sekolah, (4) melakukan analisis dan sintesis terhadap hasil-hasil temuan, (4) mempresentasikan hasil-hasil akhir oleh masing-masing kelompok, dan (5) evaluasi.

Melalui model pembelajaran ini selain dapat mengembangkan kemampuan profesional dalam proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn, mahasiswa juga dapat secara langsung saling mempelajari bagaimana mengembangkan nilai-nilai moral, seperti menumbuhkan kebersamaan dalam penyelesaian tugas, menghargai pendapat orang lain, mengembang-kan rasa tanggung jawab dan disiplin dalam penyelesaian tugas, melatih kemandirian dan percaya diri. Model ini juga memberi peluang yang besar bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman melaksanakan penelitian yang merupakan salah satu kemampuan yang dituntut pada setiap guru atau calon guru.


(25)

C. Rumusan Masalah

McMillan dan Schumacher (2001: 94), mengemukakan bahwa masalah di dalam penelitian kualitatif tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelum peneliti berada di lapangan. Rumusan-rumusan masalah masih bersifat bayangan (foreshadowed problems) karena masalah-masalah tersebut akan berkembang bersamaan dengan peneliti memasuki dan mengumpulkan data di lapangan. Berdasarkan fokus penelitian, masalah-masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut;

1. Bagaimana mekanisme dan prosedur perencanaan kegiatan investigasi? Bagaimana cara yang ditempuh dalam pembagian kelompok? Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar penentuan kelompok? Bagaimana keterlibatan mahasiswa dalam penentuan kelompok serta bagaimana cara mengklarifikasi tugas-tugas yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok?

2. Bagaimana implementasi investigasi kelompok yang dilakukan? Langkah-langkah apa yang dilakukan di dalam pelaksanaan investigasi? Bagai-mana strategi untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, dan bagaimana wujud kerjasama dan kebersamaan mahasiswa dalam proses pelaksananaan tugas-tugas kelompok? Kesulitan dan kendala apa saja yang dihadapi oleh mahasiswa, dan bagaimana masing-masing kelompok mengupayakan solusi dalam mengatasi kendala dan kesulitan yang mereka hadapi?


(26)

3. Aspek-aspek pembelajaran nilai-nilai moral PPKn apa saja yang dapat dipahami oleh mahasiswa melalui kegiatan investigasi? Bagaimana tanggapan-tanggapan mahasiswa terhadap berbagai aspek informasi yang mereka dapatkan dikaitkan dengan tugas dan peran mereka sebagai calon guru PPKn?

4. Bagaimana dampak dari penerapan model investigasi kelompok terhadap peningkatan pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang proses pem-belajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah, dampak terhadap per-kembangan nilai-nilai moral melalui proses kerja kelompok yang dilakukan, maupun peningkatan wawasan tentang model investigasi kelompok se-bagai salah satu pendekatan/strategi pembelajaran pendidikan nilai? 5. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan guru PPKn untuk

mengembang-kan kemampuan profesionalnya, baik berkaitan langsung dengan proses pembelajaran maupun pembinaan nilai-nilai moral siswa di luar proses pembelajaran di kelas?

6. Bagaimana tanggapan maupun penilaian guru-guru PPKn, dosen, serta mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan ini terhadap model yang dikembangkan dalam penelitian ini?

7. Secara kongkrit upaya-upaya apa saja yang ditempuh STKIP PGRI Pontianak dalam mengoptimalisasikan peran lembaga guna peningkatan kemampuan mahasiswa sebagai calon-calon guru profesional di dalam bidangnya?


(27)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan menemukan dan mengembang-kan model investigasi kelompok yang sesuai dan aplikatif bagi upaya peningkatan kemampuan profesional calon guru dalam pembelajaran nilai-nilai moral PPKn. Untuk mendukung pencapaian tujuan dimaksud, diperlukan sejumlah informasi/data yang berkaitan dengan beberapa aspek berikut; 1. Mekanisme dan prosedur perencanaan kegiatan investigasi terutama

berkaitan dengan cara pembagian kelompok, faktor-faktor yang menjadi dasar penentuan kelompok, keterlibatan mahasiswa di dalam penentuan dan pembahasan tugas kelompok.

2. Strategi implementasi investigasi kelompok yang dilakukan, terutama berkaitan dengan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan investigasi, strategi pengumpulan data dan informasi yang diperlukan, wujud kerjasama dan kebersamaan mahasiswa dalam proses pelaksanaan tugas-tugas kelompok, kesulitan dan kendala yang dihadapi oleh mahasiswa, dan langkah masing-masing kelompok dalam mengatasi kendala dan kesulitan yang mereka hadapi.

3. Aspek-aspek pembelajaran nilai-nilai moral PPKn yang dapat dipahami oleh mahasiswa melalui kegiatan investigasi, tanggapan-tanggapan mahasiswa terhadap berbagai aspek informasi yang mereka dapatkan dikaitkan dengan tugas dan peran mereka sebagai calon guru PPKn. 4. Dampak pengembangan model terhadap peningkatan pengetahuan dan


(28)

moral PPKn di sekolah, aspek nilai-nilai moral yang berkembang melalui proses kerjasama, maupun peningkatan wawasan mahasiswa tentang model investigasi kelompok sebagai salah satu pendekatan/strategi pembelajaran pendidikan nilai.

5. Upaya-upaya yang dilakukan guru PPKn untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya, baik berkaitan langsung dengan proses pembelajaran maupun pembinaan nilai-nilai moral siswa di luar proses pembelajaran di kelas.

6. Tanggapan maupun penilaian guru-guru PPKn, dosen, serta mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan ini terhadap model yang dikembangkan. 7. Upaya-upaya kongkrit yang ditempuh STKIP PGRI Pontianak terutama

dalam mengoptimalkan peran lembaga bagi peningkatan kemampuan mahasiswa sebagai calon-calon guru profesional di dalam bidangnya.

E. Manfaat Penelitian

Hasil-hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan nilai yang semakin termarjinalkan oleh globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang seimbang. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi sebuah bahan untuk kajian komparatif guna melihat dan mem-bandingkan fenomena-fenomena pendidikan yang berkembang.


(29)

2. Bagi perguruan tinggi yang melaksanakan fungsi sebagai Lembaga Pen-didikan Tenaga KepenPen-didikan (LPTK), hasil penelitian ini akan memberikan masukan bagi upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan kegiatan-kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengembangkan inovasi pendekatan pembelajaran pendidikan nilai moral. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan kajian guna mengembangkan model-model pembelajaran yang lebih dinamis dan inovatif sesuai dengan peran yang diemban oleh perguruan tinggi LPTK. 3. Bagi guru, khususnya guru PPKn penelitian ini dapat menambah nuansa

baru, terutama dalam melaksanakan praktek pembelajaran yang mem-berikan penekanan lebih mendalam pada keaktifan siswa serta penekanan pada bentuk pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan aspek-aspek afektif siswa.

4. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dan informasi awal untuk ditinjaklanjuti dalam berbagai bentuk penelitian dan pengembangan dalam ruang dan kajian yang lebih luas.

5. Bagi mahasiswa, penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai wahana latihan penelitian, sekaligus menemukan pengetahuan dan nilai-nilai moral yang sesungguhnya diperlukan di dalam mendukung tugas-tugas sebagai calon guru.


(30)

F. Definisi Operasional

Untuk memperjelas ruang lingkup penelitian ini, serta menghindari ter-jadinya kesalahpahaman dalam memaknai beberapa konsep yang digunakan maka dipandang perlu menjelaskan beberapa konsep mendasar sebagai berikut;

1. Model Investigasi Kelompok

Model investigasi kelompok merupakan salah satu model pem-belajaran yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada mahasiswa tentang berbagai aspek spesifik yang terkait langsung dengan bidang tugasnya, dalam bentuk kegiatan penelitian ber-sama yang dilakukan oleh mahasiswa pada bidang atau latar tertentu. Dengan melakukan investigasi terhadap praktek-praktek pendidikan/pem-belajaran secara nyata di sekolah, diharapkan pengetahuan-pengetahuan konseptual dan teoritik yang diperoleh melalui proses pembelajaran di kelas akan dilengkapi dengan pengetahuan-pengetahuan dan nilai-nilai moral yang akan diperoleh melalui pengamatan langsung di sekolah sehingga akan dapat mendukung kemampuan profesional setelah menjadi guru.

Pengembangan model investigasi kelompok dalam penelitian ini dilakukan melalui proses pembelajaran mata kuliah Profesi Kependidikan yang merupakan salah satu Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK) pada Program Studi PPKn STKIP PGRI Pontianak. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa mata kuliah ini pada prinsipnya diberikan untuk membekali


(31)

mahasiswa menjadi calon pendidik dan tenaga kependidikan pada umumnya, sehingga profesi di bidang kependidikan yang akan digeluti nanti akan dapat dihayati secara mendalam.

Prosedur penerapan model pembelajaran ini didahului dengan penjelasan-penjelasan tentang substansi pendekatan, kemudian bersama-bersama mahasiswa menformulasikan aspek-aspek yang menjadi fokus investigasi di sekolah, baik di SLTP maupun SLTA yang memungkinkan diperolehnya informasi atau makna tentang pengetahuan dan nilai-nilai moral yang mendukung tugas-tugas profesional mereka sebagai calon guru PPKn. Selanjutnya mahasiswa diorganisasikan ke dalam sejumlah kelompok, serta pembagian tugas dan penentuan sumber-sumber atau perangkat yang diperlukan dalam investigasi. Kegiatan juga diikuti dengan konsolidasi tugas-tugas dalam kelompok, mempersiapkan instrumen-instrumen yang yang diperlukan dan menentukan bersama jadwal secara umum. Secara operasional, diberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengatur kegiatan-kegiatan teknisnya dengan tetap didampingi dosen terutama jika mereka menemui berbagai keraguan dan kesulitan, termasuk ketika pelaksanaan investigasi ke sekolah, penganalisisan temuan dan pemaparan hasil/ temuan.

2. Kemampuan Profesional

Dalam sebuah kertas kerja yang berjudul Teacher redefining profe-sionalism and professional development, Gambell dan Hunter (2000: 2),


(32)

dipaparkan secara rinci beberapa aspek yang terkait dengan profesioanlisme guru. Dikemukakan bahwa di dalam suatu budaya profesional guru memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menumbuhkan pengetahuan dalam bidang keahliannya sehingga dengan cara demikian akan dapat meningkatkan kemampuan dan secara potensial dapat memberikan kontribusi bagi sekolah secara luas, demikian pula terhadap sistem pembuatan keputusan secara keseluruhan.

Kajian tentang hakekat profesionalisme juga diibahas dalam Web of Success (2003: 1) melalui tulisan tentang Teachers Accountability and Professionalism, dikemukakan bahwa profesionalisme guru merupakan suatu situasi atau peristiwa yang terbuka dan penuh kebebasan bagi guru untuk mengembangkan pembelajaran secara efektif dalam suatu standar yang tinggi dengan rasa tanggung jawab, dan mengarahkan diri sendiri dan secara terus menerus mengembangkan diri sebagai guru. Dalam keadaan ini profesionalisme ditandai oleh adanya kebebasan bagi guru, untuk menentukan pendekatan, strategi atau langkah-langkah yang dianggap tepat untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran yang lebih berhasil guna.

Sullivan (2003: 4) menguraikan standar professional adalah memiliki pengetahuan penting yang dibutuhkan, keterampilan, sikap serta memiliki kemampuan untuk mendemontrasikannya. Mengacu pada pernyataan yang diungkapkan dalam Jurnal Educational Leadership edisi Maret 1993 (Supriadi, 1998: 98), bahwa untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) guru memiliki komitmen pada siswa dan proses


(33)

belajarnya, (2) guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa, (3) guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai dari cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar, (4) guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya, (5) guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya kalau di negara kita, PGRI dan organisasi profesi lainnya.

Untuk dapat lebih memahami profesionalisme, maka perlu perhatian secara khusus tentang kualifikasi dari jabatan profesional ini. Djahiri (2004: 3), mengemukakan secara garis besar yang disebut profesionalisme men-cakup sekurang-kurangnya tiga kualifikasi; (a) pekerjaan/ okupasi khusus (secara substansil/materiil maupun esensial), (b) menuntut dimilikinya keahlian/kompetensi/kemampuan khusus berupa; keilmuan dan pengetahuan khusus (fungsional knowledge), sikap dan keyakinan serta afeksi akan asas/prinsip khusus, keterampilan khusus/profesional, (c) menuntut tanggung jawab fungsional berupa; tanggung jawab akan kebenaran dan kebajikan, tanggung jawab akan kebenaran/kelayakan prosedural kerja, serta tanggung jawab akan segala hasil dan akibatnya.

Beberapa pendapat di atas memberikan dasar yang kuat untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan profesional dalam proses pembelajaran di dalam penelitian ini adalah totalitas kemampuan atau keahlian yang dimiliki guru PPKn dalam mewujudkan kebermaknaan proses


(34)

pembelajaran serta perubahan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan dan karakteristik pembelajaran nilai-nilai moral yang diharapkan. Seluruh kemampuan dan integritas sifat dan kepribadian tersebut menjadi satu kekuatan dalam diri seorang guru guna mewujudkan tanggung jawab dan hasil kerja maksimal sesuai bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Proses Pembelajaran Nilai-nilai Moral PPKn

Mengacu kepada pendapat Kohlberg, tujuan pendidikan moral adalah mendorong individu-individu mencapai tahapan-tahapan perkembangan moral selanjutnya. Dalam konteks ini proses pembelajaran pendidikan moral harus diartikan lebih dari sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi yang lebih penting adalah mendorong perkembangan berpikir dan perubahan-perubahan perilaku menuju tahap perkembangan yang lebih tinggi. Dalam pandangan Cumming, Gopinathan dan Tomodo (1988: 5), proses pembelajaran pendidikan nilai harus diartikan sebagai upaya menyampaikan/membawa secara lebih bermakna nilai-nilai yang diakui masyarakat kepada anak-anak. Oleh sebab itu yang sangat penting dipahami sebagai kerangka pembelajaran adalah bahwa proses belajar sama sekali bukan sekedar menyampaikan materi pelajaran akan tetapi harus mengarah pada upaya mendorong pertumbuhan dan perkembangan murid yang secara spesifik terwujud dalam kemampuan; dapat menciptakan suatu tujuan diri (self-direction), tanggung jawab pada diri sendiri ( self-responsibility), penentuan nasib sendiri (self determination), pengontrolan diri


(35)

sendiri (self-control) dan mengevaluasi diri sendiri (self-evaluation) (Gordon 1997: 8).

Pentingnya pemahaman tentang makna pembelajaran ini mendorong Komisi Internasional Pendidikan untuk Abad XXI (1996: 85) memberikan penekanan bahwa pada hakekatnya pembelajaran bertumpu pada empat pilar, yaitu; (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learnig to live together, learning to live with others, dan (4) learning to be.

Pendapat-pendapat tersebut di atas memberikan dasar yang kuat untuk menyimpulkan bahwa proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn lebih dari sekedar menyampaikan informasi, fakta atau pengetahuan tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) kepada siswa, akan tetapi merupakan kegiatan untuk mendorong pengembangan potensi-potensi peserta didik sehingga terjadinya perubahan ke arah peningkatan dalam diri siswa berkenaan dengan nilai-nilai moral yang secara ekplisit maupun inplisit terkandung di dalam pesan mata pelajaran tersebut serta mendorong terjadinya perubahan perilaku untuk mewujudkan eksistensi dirinya maupun dalam kaitan interaksi dengan orang lain berdasarkan nilai-nilai yang berlaku.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan kejelasan tentang prosedur yang digunakan dalam penelitian ini, berikut dipaparkan penjelasan yang berkenaan dengan metode penelitian. Penjelasan tersebut khususnya meliputi aspek-aspek tentang: (1) pendekatan penelitian, (2) disain penelitian, (3) kehadiran peneliti di lapangan, (4) jenis dan sumber data penelitian, (5) strategi pengumpulan dan analisis data, dan (6) pemeriksaan keabsahan data. Masing-masing aspek kegiatan tersebut akan diuraikan berikut ini.

A. Pendekatan Penelitian

Seperti telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, penelitian ini diarah-kan untuk menemudiarah-kan dan mengembangdiarah-kan model investigasi kelompok yang aplikatif untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran nilai-nilai moral Pendidikan Pancasila dan Kewarganegara-an. Sesuai dengan arah penelitian tersebut, maka informasi dan fenomena-fenomena yang terjadi dan ditemukan selama proses penelitian akan di-paparkan secara naratif dan mendalam berdasarkan perspektif partisipan (dalam hal ini dosen, mahasiswa, dan guru). Dengan demikian penerapan model ini dapat diketahui secara jelas dalam suatu proses secara me-nyeluruh. Di samping itu, dapat diketahui pula dampak penelitian terhadap peningkatan kemampuan mahasiswa, baik berkenaan dengan proses


(37)

pem-belajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah maupun perkembangan nilai-nilai moral mahasiswa, dan peningkatan pengetahuan yang berkenaan dengan model investigasi kelompok sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendidikan nilai.

Penelitian ini lebih dititikberatkan pada upaya untuk mengkaji suatu proses dan fenomena secara menyeluruh dan saling terkait. Karena itu, pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. McMillan dan Schumacher (2001: 398) dalam suatu pembahasan mendalam tentang pendekatan kualitatif mengungkapkan bahwa, penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi bahwa realitas merupakan sesuatu yang bersifat ganda, saling berinteraksi, dan di dalamnya terjadi pertukaran pengalaman-pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Berdasarkan pembahasan tersebut, penelitian kualitatif meyakini bahwa realitas sesungguhnya merupakan sebuah konstruksi sosial ketika individu atau kelompok menemukan atau memperoleh sejumlah makna dalam satu kesatuan yang spesifik, seperti dari beberapa peristiwa, orang, proses atau tujuan. Pendekatan kualitatif lebih melihat sesuatu sebagaimana adanya dalam satu kesatuan yang saling terkait dan lebih menekankan pada proses daripada dampak atau hasil (Creswell, 1994: 145).

Penelitian, yang hanya melihat proses tanpa mengkaji dampak dari suatu pengembangan model, belum dapat mencapai kesimpulan yang kom-prehenshif. Oleh karena itu, sebagaimana telah dipaparkan pada bagian pertama, di samping mengetahui proses pengembangan model secara


(38)

meyeluruh, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dampak dari pengembangan model investigasi kelompok sebagai salah satu model pem-belajaran terhadap peningkatan kemampuan profesional mahasiswa dalam proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah. Selain menggunakan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan utama, penelitian ini juga meng-gunakan pendekatan kuantitatif. Dengan kata lain, secara keseluruhan penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara terpadu (mixing) agar mencapai hasil yang lebih optimal. Denzin (1970 dalam Branen, 1993: 13) mengungkapkan bahwa, kombinasi strategi dalam penelitian bertujuan menguji suatu masalah penelitian yang sama sehingga akan meningkatkan perhatian terhadap validitas konklusi yang diperkaya dengan data. Selain itu, sejumlah keterangan atau fakta kuantitatif mungkin dapat membantu mengurangi sesuatu yang tidak dapat disimpulkan secara statistik (in a statistical sense) dari temuan-temuan kualitatif (Bryman, 1993: 61). Lebih tegas lagi, Finc (1981 dalam Branen 1993: 14) mengemukakan bahwa tidak ada sesuatu yang paling benar karena sesungguhnya kehidupan memiliki multy-faced. Oleh karena itu, triangulasi dengan mengombinasikan

multy-method akan lebih meningkatkan internal validity data.

Penggunaan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan utama dalam penelitian ini mengakibatkan berbagai fenomena atau peristiwa yang terjadi dan ditemukan dalam penelitian akan diuraikan secara rinci dan mendalam. Hal tersebut sangat penting karena dengan uraian yang rinci, spesifik, dan


(39)

jelas maka objektivitas penelitian akan semakin dapat diwujudkan (Gall & Borg, 2003: Myrdal, 1981: 23).

Melalui perspektif pendekatan kualitatif, penelitian memiliki tujuan yang sangat mendasar, yaitu peneliti berhasil mendapatkan sejumlah data dan informasi yang lengkap dan detail berdasarkan perspektif partisipan, terutama dari para mahasiswa. Makna dari setiap fenomena yang ditemukan berdasarkan perspektif partisipan memiliki arti yang sangat penting untuk memperoleh justifikasi bagi kelayakan aplikasi pengembangan model dalam proses pembelajaran sebagai upaya perbaikan dan pengembangan proses pembelajaran yang lebih luas. Atas dasar itulah, kerangka pikir yang diguna-kan dalam penelitian ini adalah kerangka pikir induktif sehingga kajian dalam studi ini akan dilihat sebagai keseluruhan yang utuh.

Secara lebih spesifik, pendekatan kualitatif dalam penelitian ini diguna-kan mulai dari proses merencanadiguna-kan model, menentudiguna-kan topik-topik yang akan diinvestigasi bersama mahasiswa, melakukan pengamatan partisipatif terhadap proses investigasi, menyajikan hasil investigasi, dan melakukan wawancara terhadap guru PPKn yang mengajar pada sekolah tempat dilaksanakannya investigasi. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada dosen pengasuh mata kuliah Profesi Kependidikan, Ketua STKIP, dan maha-siswa yang terlibat dalam pengembangan model ini.

Dalam proses perencanaan, peneliti bersama dosen pengasuh mata kuliah Profesi Kependidikan dan mahasiswa lainnya yang mengikuti mata kuliah Profesi Kependidikan, membahas kegiatan yang akan dilakukan dan


(40)

mendiskusikan arah kegiatan pengembangan model ini dalam satu kesatuan mata kuliah Profesi Kependidikan. Selain itu, disepakati juga pembentukan kelompok, pembagian tugas masing-masing kelompok, pembagian waktu dan tempat pelaksanaan investigasi, dan waktu penyajian hasil. Selain itu, dibahas juga mekanisme investigasi dan hal-hal lain menyangkut mekanisme kegiatan yang akan dilakukan selama satu semester perkuliahan.

Kegiatan selanjutnya adalah menentukan topik yang akan diinvestigasi dan sub-sub topik yang akan menjadi penekanan dalam penyelesaian tugas masing-masing kelompok. Melalui pembahasan bersama, mahasiswa diharap-kan memperoleh pemahaman dasar yang diperludiharap-kan untuk mengembangdiharap-kan model ini dan memiliki kesiapan untuk melaksanakan kegiatan investigasi selanjutnya.

Kemudian peneliti akan melakukan pengamatan partisipatif secara rutin oleh peneliti terhadap proses investigasi yang dilaksanakan oleh mahasiswa di sekolah-sekolah tempat investigasi dengan memperhatikan jadwal yang telah disepakati antara mahasiswa dan guru PPKn di sekolah tersebut. Selain itu, peneliti juga mengamati proses penyajian hasil secara terus menerus dan merekam seluruh hasil yang diperoleh mahasiswa. Penyajian hasil investigasi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mencermati berbagai fenomena proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah yang mereka amati dan merupakan salah satu indikator penting untuk menilai pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang


(41)

implementasi model investigasi kelompok utamanya dalam proses pembelajaran.

Seluruh informasi yang diperoleh melalui kegiatan perencanaan, pengamatan terhadap proses investigasi yang dilakukan mahasiswa, pengamatan terhadap penyajian hasil investigasi dan wawancara merupakan data penelitian dan akan dianalisis secara kualitatif.

Sementara itu, pendekatan kuantitatif dikembangkan untuk mengetahui dampak penerapan model terhadap peningkatan pengetahuan maupun wawasan dalam proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn, perkembangan nilai-nilai moral di kalangan mahasiswa, dan peningkatan pemahaman ter-hadap model investigasi kelompok sebagai salah satu model pembelajaran. Dampak pengembangan model ini dapat dilihat dengan menggunakan instrumen kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa yang mengikuti proses pengembangan model ini. Bahkan, kuesioner juga diberikan kepada mahasiswa yang tidak mengikuti proses pengembangan model, tetapi sama-sama mengikuti mata kuliah Profesi Kependidikan di STKIP PGRI Pontianak. Dalam penganalisisan data, kelompok mahasiswa yang mengikuti pengem-bangan model ini disebut kelompok ekperimen dan kelompok mahasiswa yang tidak mengikuti pengembangan model ini disebut kelompok kontrol. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai seperti dikemukakan di atas, maka disain pendekatan kuantitatif yang sesuai dengan penelitian ini adalah disain eksperimental dalam bentuk Solomon Four Group Design (Campbell dan Stanley, 1963: 8).


(42)

Kombinasi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif diharapkan akan menghasilkan kesimpulan akhir penelitian ini sebagai hasil analisis dari kedua pendekatan tersebut dalam bentuk paparan yang saling melengkapi agar dapat mewujudkan objektivitas dan validitas penelitian secara optimal.

B. Disain Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah menemukan dan mengembangkan model investigasi kelompok yang sesuai dan aplikatif untuk meningkatkan kemampuan profesional calon guru dalam proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pemahaman secara cermat pada fenomena-fenomena yang terjadi dan berkembang sejalan dengan proses pengembangan model. Selain itu, perlu pula dipahami dampak pengembangan model tersebut untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa tentang proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah. Dengan demikian, penelitian ini terarah pada dua tujuan mendasar, yaitu mengungkapkan proses pengembangan model yang saling terkait dan mengetahui dampak dari pengembangan model tersebut.

Telah dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan proses pengembangan model. Melalui pendekatan ini maka seluruh fenomena yang terjadi dan berkembang terkait model ini akan dipaparkan secara rinci tanpa melakukan transformasi dalam bentuk skor atau angka-angka tertentu. Sementara itu, pendekatan secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui dampak pengembangan model bagi peningkatan pengetahuan


(43)

atau kemampuan mahasiswa tentang model dan proses pembelajaran melalui impelementasi investigasi ke sekolah. Oleh karena itu, maka pada akhir kegiatan akan dilakukan evaluasi melalui kuesioner yang telah diper-siapkan.

Penelitian yang terarah sebagai upaya untuk mengetahui proses sekaligus dampak pengembangan model ini menjadi alasan mendasar di-gunakannya kombinasi antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara terpadu. Sesuai dengan tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan disain Research and Development (R&D) dari Borg (1981: Gall, Gall & Borg, 2003). Siklus penelitian dan pengembangan menurut Borg (1981: 222) adalah suatu penelitian yang dilakukan melalui beberapa langkah secara berurutan, mulai dari mengumpulkan hasil-hasil penelitian dan informasi, merencanakan bentuk penelitian yang akan dikembangkan, mengem-bangkan prototipe awal, mengadakan uji coba terbatas, merevisi model, melakukan uji coba lapangan, melakukan revisi produk, melakukan uji coba lapangan secara operasional, melakukan revisi akhir terhadap model, hingga melakukan desiminasi dan penyebaran.

Dalam edisi terbaru, Gall, Gall & Borg (2003: 569), membahas secara lebih terperinci dan mengadakan sejumlah revisi, terutama yang berkaitan dengan metode penelitian pendidikan dan pengembangan (Educational Research and Development). Mereka mengemukakan bahwa model pene-litian dan pengembangan dalam bidang pendidikan mengacu pada disain model pendekatan Walter Dick and Lou Carey. Adapun kegiatannya dimulai


(44)

dengan menilai kebutuhan dan mengidentifikasi tujuan, kemudian melakukan analisis instruksional, menganalisis siswa dan konteks, merumuskan tujuan performance, mengembangkan instrumen penilaian, mengembangkan strategi instruksional, mengembangkan dan memilih bahan-bahan instruksional, merancang dan melaksanakan evaluasi formatif, melakukan revisi pembela-jaran, hingga merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Disain penelitian yang dikembangkan lebih mengacu pada siklus disain Research and Developmet melalui beberapa penyesuaian karena mempertimbangkan beberapa faktor yang berkaitan dengan jadwal akademik pada lembaga yang diteliti, waktu perkuliahan, dan waktu belajar mengajar di sekolah. Prosedur pengembangan model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah: (1) studi pendahuluan, (2) perumusan model konseptual (prototipe awal), (3) validasi model konseptual, (4) refleksi dan revisi model konseptual, (5) uji coba terbatas, (6) revisi model, (7) uji coba luas, (8) analisis dan pembahasan, (9) kesimpulan dan rekomendasi. Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam bentuk gambar seperti tampak pada halaman berikut ini.


(45)

Gambar 2.3 : Langkah-langkah (alur) penelitian

1. Studi Pendahuluan

Model investigasi kelompok yang dikembangkan melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi model yang aplikatif bagi upaya peningkatan

Refleksi & Revisi Model Konseptual

Validasi Model Konseptual

Perumusan Model Konseptual

Studi Pendahuluan

MODEL KONSEPTUAL

MODEL IMPLEMENTASI Uji Coba

Luas Revisi Model

Uji Coba Terbatas Evaluasi &

Revisi

Analisis/ Pembahasan

MODEL AKHIR


(46)

kemampuan profesional calon guru. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa langkah mulai dari upaya menemukan dan merumuskan model konseptual, menemukan dan mengembangkan model implementatif hingga menemukan model akhir setelah melalui sejumlah langkah uji coba, validasi, dan evaluasi.

Langkah awal yang dilakukan untuk menghasilkan model konseptual adalah melakukan studi pendahuluan. Studi pendahuluan diarahkan pada dua sasaran kegiatan pokok, yaitu mengkaji teori dari bahan-bahan pustaka, baik berupa buku teks, jurnal, sumber-sumber hasil penelitian, dan kajian lainnya yang berkaitan langsung dengan model yang dikembangkan, dan melakukan pengkajian tempat penelitian, dalam hal ini adalah institusi STKIP PGRI Pontianak.

Pengkajian teori terutama diarahkan untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap model investigasi kelompok yang dikembangkan dalam penelitian ini. Beberapa aspek pokok tentang teori yang dikaji melalui studi pendahuluan ini berhubungan dengan konsep dan pemahaman mendasar tentang model investigasi kelompok dan sejumlah hasil penelitian yang mendukung efektivitas implementasi model tersebut pada berbagai setting atau latar yang berbeda. Sedangkan beberapa aspek pokok yang menjadi arah kajian terhadap lembaga adalah kurikulum yang digunakan, khususnya pada program studi PPKn dan beberapa mata kuliah pada setiap semester pada program studi tersebut. Selain itu, dikaji pula visi, misi, tujuan lembaga, dan profil lulusan yang diharapkan. Data kajian yang diperoleh melalui studi


(47)

pendahuluan sangat berarti bagi pengembangan dan penelitian model selanjutnya.

2. Perumusan Model Konseptual

Hasil analisis dari studi pendahuluan yang dilakukan, baik yang berkenaan dengan kajian literatur maupun telaahan terhadap beberapa aspek kelembagaan STKIP-PGRI Pontianak, menjadi kerangka dasar dalam perumusan model konseptual.

Model konseptual yang dirumuskan dalam penelitian ini merupakan model investigasi kelompok yang akan dikembangkan melalui proses pem-belajaran Mata Kuliah Profesi Kependidikan pada program studi PPKn di STKIP PGRI Pontianak. Model konseptual ini mencakup beberapa langkah yang saling terkait, mulai dari kegiatan awal atau perencanaan sampai pada evaluasi model.

Berikut ini digambarkan model konseptual dari model investigasi kelompok seperti ditampilkan pada gambar di halaman berikut ini.


(48)

KEGIATAN AWAL PROSES PELAKSANAAN EVALUASI

PERENCANAAN/ PERSIAPAN

PENGORGANISA- SIAN (tugas-tugas, kelompok, waktu)

Gambar 3.3 : Model Konseptual dari Model Investigasi Kelompok

Sesuai dengan rumusan konseptual, kegiatan awal meliputi persiapan berbagai perangkat dan instrumen yang diperlukan dan pengorganisasian yang meliputi penjelasan dan pengoordinasian tugas-tugas kelompok, pem-bentukan kelompok, penentuan waktu pelaksanaan observasi dan wawancara ke sekolah, penganalisisan dan pengumpulan tugas kelompok, dan penentu-an waktu penyajipenentu-an atau pemaparpenentu-an hasil kerja kelompok.

Proses pelaksanaan meliputi kegiatan pokok berupa implementasi model yang diikuti dengan pemantauan (monitoring) dan pengecekan. Pada langkah ini, mahasiswa terlibat langsung untuk melaksanakan pengamatan terhadap proses pembelajaran PPKn di sekolah dan melakukan wawancara dengan guru PPKn di sekolah tersebut. Hasil kerja kelompok ini kemudian dianalisis hingga menemukan tujuan dan aspek-aspek yang diamati dalam proses pembelajaran PPKn dan aspek-aspek pokok yang diperoleh melalui

PEMAPARAN HASIL Penyusunan

laporan IMPLEMENTASI

(Pengum data & analisis temuan)


(49)

wawancara. Kegiatan siswa ini diamati pula oleh peneliti (dosen) dan hasil-hasil monitoring ini menjadi bagian dari sumber data dalam penelitian ini.

Kegiatan akhir yang dirumuskan model konseptual ini adalah melaksanakan evaluasi. Evaluasi dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara cermat tentang aspek-aspek pengetahuan dan nilai-nilai moral yang berkembang dalam diskusi, penyajian hasil kerja kelompok, dan penganalisisan hasil laporan dan wawancara masing-masing kelompok.

Jika dianalisis dengan model transaksi pendidikan atau mekanisme EDS (Effector, Detector, dan Selector), pengembangan model investigasi kelompok untuk mencapai tujuannya dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar: 4.3: Mekanisme EDS (Effector, Detector, Selector) untuk meng-analisis dampak penelitian (dimodifikasi dari Somantri, 2001: 78)

MAHASISWA PROSES PER-KULIAHAN DI STKIP EFFECTOR EVALUASI MODEL Melalui pengamatan langsung,

wawancara dan kuesioner

SELECTOR

HASIL PENELITIAN 1. Peningkatan

pemahaman terhadap proses pembelajaran nilai moral PPKn 2. Berkembangnya rasa

tanggung jawab, ke-bersamaan, kehangat-an hubungkehangat-an. 3. Peningkatan

pema-haman tentang prose-dur implement model

DETECTOR PELAKSANAAN

IVESTIGASI/PENGUM-PULAN DATA) (pengamatan PBM &

wawancara, analisis temuan,diskusi hasil) IMPLEMENTASI MODEL


(50)

Dampak pengembangan model yang diharapkan adalah meningkatnya kemampuan mahasiswa dan memperbaiki sistem perkuliahan di STKIP PGRI sebagai effector. Model investigasi kelompok yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah. Oleh sebab itu, pengembangan model ini dapat dikatakan juga sebagai bentuk transaksi pendidikan. Perubahan yang diharapkan adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap proses pembelajaran nilai-nilai moral PPKn, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, kebersamaan, dan kehangatan hubungan afiliasi melalui penyelesaian tugas-tugas kelompok dalam investigasi. Oleh karena itulah, perubahan ini masuk dalam kriteria detector. Penilaian selama proses pengembangan model akan berguna jika diikuti dengan penilaian atas perubahan yang terjadi pada mahasiswa dan perkuliahan di STKIP PGRI Pontianak. Karena itulah, teknik-teknik evaluasi yang berkesinambungan berperan sebagai selector untuk menilai perubahan-perubahan tersebut.

3. Validasi Model Konseptual

Validasi dilaksanakan untuk meningkatkan keyakinan terhadap ke-tepatan model konseptual yang telah dirumuskan. Prosedur validasi model konseptual ini dilakukan melalui konsultasi dan diskusi intensif terhadap para ahli, dalam hal ini para dosen pembimbing (promotor, ko-promotor, dan pembimbing anggota) dan beberapa praktisi pendidikan tinggi. Selain dilakukan dengan pihak-pihak tersebut, validasi model konseptual juga


(51)

dilakukan melalui tukar pikiran (dialog) dengan sejumlah teman sejawat yang telah memiliki pengalaman dalam mengembangkan model penelitian sejenis. Hasil konsultasi dan diskusi pemantapan model ini dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti dalam melakukan evaluasi dan refleksi pada tahap berikutnya.

4. Refleksi dan Revisi Model Konseptual

Pemikiran yang tertuang melalui berbagai saran yang diberikan oleh berbagai pihak dalam proses validasi model konseptual merupakan bahan pertimbangan yang sangat berharga bagi peneliti untuk melakukan revisi model konseptual yang telah dirumuskan sebelumnya. Beberapa aspek pokok dan mendasar yang merupakan revisi model konseptual adalah;

pertama, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya hanya menggunakan pendekatan kualitatif. Namun, selanjutnya berkembang menjadi penggabungan atau perpaduan (mixing) dari pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dalam bentuk ekperimen terutama diarahkan untuk mengukur perubahan pengetahuan dan nilai-nilai moral yang terjadi pada mahasiswa sebagai akibat pengembangan model ini;

kedua, sumber data dan aspek kajian makin diperluas, yaitu dengan mengkaji kurikulum yang digunakan oleh STKIP PGRI Pontianak, terutama program studi PPKn. Selain itu, sumber data tidak hanya berasal dari mahasiswa yang terlibat dalam pengembangan model, tetapi juga para pejabat di lingkungan STKIP PGRI Pontianak, yang telah diarahkan untuk menggali informasi tentang upaya-upaya pengembangan kemampuan


(52)

profesionalisme mahasiswa sebagai calon guru; ketiga, pendalaman kajian teoretik, baik yang bersumber dari buku maupun dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Selain beberapa aspek pokok tersebut, terdapat perubahan teknis yang menyangkut penuturan bahasa tulis dan sejumlah perbaikan teknis lainnya. Seluruh saran, pemikiran positif, dan bahan refleksi dan evaluasi dalam tahap ini menghasilkan model konseptual dalam kerangka penelitian ini. Pada tahap berikutnya, model konseptual ini akan diujicobakan dengan mengikuti langkah-langkah yang telah ditentukan dalam kerangka penelitian.

5. Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilakukan untuk melihat kelayakan suatu model agar dapat dikembangkan dalam ruang lingkup yang lebih luas, termasuk men-cermati kemungkinan timbulnya kendala dalam pengembangan yang lebih luas.

Pelaksanaan uji coba terbatas dalam pengembangan model ini dilakukan pada mahasiswa semester II jurusan D II Pendidikan Guru Sekolah Dasar tahun pelajaran 2003/2004. Mahasiswa yang terlibat sebanyak 40 orang. Uji coba ini dikembangkan pada mata kuliah Metodogi Pengajaran, yang merupakan salah satu mata kuliah yang tercakup dalam rumpun mata kuliah dasar kependidikan (MKDK). Metodologi Pengajaran diberikan untuk membekali kemampuan mahasiswa agar menjadi calon pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya dan


(53)

bidang-bidang yang terkait dengan profesinya sehingga profesi dalam bidang kependidikan yang kelak akan digeluti dapat dihayati secara mendalam. Sesuai dengan prosedur perencanaan model investigasi kelompok,

mahasiswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok (dalam penelitian ini mahasiswa dikelompokkan menjadi delapan kelompok). Mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih kelompoknya dan menentukan sekolah yang menjadi tempat investigasinya. Peneliti dan dosen pengasuh mata kuliah menyarankan lebih baik menggunakan sekolah mitra, yaitu sekolah dasar yang selama ini dijadikan tempat PPL mahasiswa PGSD. Pe-ngumpulan data dilakukan melalui pengamatan terhadap proses pem-belajaran di kelas dan wawancara terhadap guru yang mengajar. Aspek-aspek pokok yang menjadi fokus pengamatan kelompok dibedakan antara satu kelompok dengan kelompok lain agar setiap kelompok dapat mengamati aspek pengamatan kelompoknya secara lebih mendalam.

Kegiatan akhir dari uji coba terbatas ini adalah presentasi hasil kerja kelompok. Presentasi yang dilakukan di kelas oleh masing-masing kelompok ini dilanjutkan dengan diskusi untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok-kelompok lain. Presentasi dan diskusi menjadi bagian dari evaluasi untuk mengetahui tingkat kemampuan setiap kelompok dalam menemukan aspek-aspek makna belajar melalui pengamatan dan kemampuan masing-masing kelompok dalam menganalisis temuan-temuannya.


(54)

6. Revisi Model

Revisi model dilakukan berdasarkan catatan atau kesimpulan yang diperoleh melalui proses uji coba terbatas yang telah dilakukan. Tujuan revisi model ini adalah untuk menyempurnakan model sebelum uji coba dilakukan secara luas.

Dari hasil uji coba terbatas, ditemukan beberapa catatan penting sebagai berikut; pertama, sebelum pelaksanaan implementasi model (pengumpulan data melalui pengamatan dan wawancara), mahasiswa perlu dibekali pengetahuan yang spesifik tentang teknik pencatatan dalam observasi. Hal tersebut termasuk pemberian contoh-contoh secara konkret, baik secara lisan maupun tulisan, simulasi pencatatan fenomena pengamatan, dan simulasi wawancara; kedua, mahasiswa perlu dibekali pengetahuan dasar tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan nilai-nilai moral sehingga mereka benar-benar memahami aspek-aspek nilai-nilai moral yang dikembangkan guru dalam proses pembelajaran PPKn; ketiga, masing-masing kelompok dikelompokkan kembali menjadi dua kelompok kecil sehingga yang melakukan pengamatan untuk masing-masing kelas hanya terdiri dari dua sampai tiga orang. Selanjutnya, masing-masing sub- kelompok ini melakukan koordinasi untuk mendiskusikan temuan masing-masing sub kelompok menjadi satu temuan kelompok secara keseluruhan.

Beberapa aspek temuan dari hasil uji coba terbatas menjadi dasar bagi penyempurnaan model untuk pelaksanaan uji coba secara luas.


(55)

7. Uji Coba Secara Luas

Uji coba secara luas dalam penelitian ini merupakan langkah lebih lanjut setelah melakukan revisi model dari proses uji coba terbatas. Alur kegiatan dari implementasi model investigasi kelompok dalam proses pembelajaran digambarkan seperti tampak pada halaman berikut.


(56)

Gambar 5.3: Model Implementasi Dari Model Investigasi Kelompok

Langkah-langkah operasional yang ditempuh dalam implementasi pelaksanaan uji coba model secara luas digolongkan menjadi tiga langkah

Penjabaran tgs perkul Koordinasi dg dosen Pembahas bers mhs Pembent klp Pembahas tgs klpk Pembahs instrumen Analisis temuan klp Koordinasi ke sekolah Penyusun Lap.kelp Pengamat/ wawanc Penyajian/ diskusi Penyaj materi perk Ujian MID Observasi partisipan Wawancara (Ketua STKIP,dosen, gr & Mhs)

Temuan, Kesimp & Dalil

Penelitian Menyiap instru

& keperl penel

Ujian akhir sm Merancang Kegiatan Penelitian Analisis Data


(57)

pokok, yaitu kegiatan awal, proses pelaksanaan, dan pengevaluasian dengan beberapa aspek kegiatan yang menyertainya.

Pada tahap awal pengembangan model ini, kegiatan pokok yang dilakukan adalah mempersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan model yang akan dikembangkan. Hal-hal yang dilakukan adalah membahas aspek-aspek kegiatan yang akan dilakukan, memformulasikan arah, sasaran, dan tujuan kegiatan, dan mendiskusikan berbagai hal yang dianggap penting dan berkaitan langsung dengan investigasi kelompok yang akan dilakukan. Kegiatan berikutnya dalam tahap awal ini adalah mengorganisasikan tugas-tugas dan kegiatan, antara lain membentuk kelompok, membagi tugas-tugas, menetapkan waktu pelaksanaan investigasi ke sekolah, mendiskusikan sumber atau kelengkapan yang diperlukan untuk kelancaran investigasi kelompok, dan menjelaskan sistem penilaian yang akan digunakan dalam penelitian.

Pada tahap pelaksanaan, setiap kelompok mahasiswa melakukan investigasi secara intensif. Kegiatan investigasi kelompok ini diamati oleh peneliti agar terarah pada sasaran penelitian yang hendak dicapai, yaitu menemukan dan mengembangkan model investigasi kelompok yang aplikatif dan sesuai untuk meningkatkan profesionalisme calon guru dalam pem-belajaran nilai-nilai moral PPKn. Kegiatan investigasi yang dilakukan maha-siswa meliputi pengamatan terhadap kegiatan belajar mengajar bidang studi PPKn di sekolah dan melakukan wawancara kepada pada guru PPKn dengan memperhatikan aspek-aspek yang telah dibahas dan ditentukan oleh


(1)

(4) penarikan kesimpulan (verifikasi). Saling keterkaitan antara komponen-komponen tersebut digambarkan sebagai berikut:

Pengumpulan

Data Penyajian Data

Reduksi Kesimpulan: Data Verifikasi

Gambar 7.3 : Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif

Jika pengumpulan dan penganalisisan data pada gambar di atas dihubungkan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan (level of knowledge) dalam kerangka berpikir induktif, mulai dari proses pengumpulan informasi (fakta) hingga penemuan teori, tingkatan tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar di halaman berikut ini.


(2)

Teori/Konstitusi Generalisasi Konsep Fakta Data

Gambar 8.3: Proses berpikir induktif untuk mencapai kesimpulan penelitian (dimodifikasi dari Somantri, 2001: 155).

Dalam penelitian ini, data merupakan informasi yang diperoleh melalui pengamatan pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah, informasi hasil wawancara dengan guru PPKn, dan informasi yang bersumber dari proses penyajian hasil atau diskusi kelas yang belum tersusun dan masih bersifat umum. Fakta merupakan kumpulan dari sejumlah data tentang beberapa hal yang diungkapkan sebelumnya yang telah disusun secara spesifik berdasarkan topik dan tema masing-masing akan tetapi belum diverifikasi. Konsep adalah kumpulan dari sejumlah fakta yang telah disusun secara sitematis berdasarkan sub-sub topik dan tema dan masih memerlukan penganalisisan dan pengkajian secara mendalam. Generalisasi merupakan kumpulan dari konsep-konsep yang telah diteliti dan dianalisis, namun masih memerlukan verifikasi yang lebih tinggi. Sedangkan teori/konstitusi adalah


(3)

gabungan dari sejumlah generalisasi yang telah diuji secara ilmiah (scientific) dan telah diverifikasi.

Pola berpikir induktif dalam proses penelitian ini dimanifestasikan dalam penerapan pendekatan kualitatif yang diarahkan untuk mengungkapkan proses pengembangan model investigasi kelompok, mulai dari proses perencanaan sampai pengevaluasian model. Pengumpulan data, seperti telah dikemukakan sebelumnya, merupakan kegiatan menghimpun berbagai informasi berkenaan dengan prosedur pengembangan model, pembelajaran nilai-nilai PPKn di sekolah, aspek-aspek yang berkembang dalam proses diskusi penyajian hasil, keterlibatan aktif mahasiswa dalam investigasi, dan tanggapan dari para dosen, guru PPKn, ketua STKIP, dan mahasiswa tentang model yang dikembangkan.

Data yang dihimpun dari lapangan umumnya sangat banyak dan masih belum tersusun sehingga perlu dipilah dan disederhanakan. Kegiatan penyederhanaan, pemilihan, dan pemilahan data kasar agar menjadi fakta yang tersusun secara sistematis dalam penganalisisan data dinamakan proses reduksi data, yang melahirkan sejumlah konsep. Untuk menguji kembali keabsahan konsep tentang berbagai aspek yang telah dipilah dan menjadi bagian-bagian yang tersusun sesuai dengan kategori perumusan masing-masing sub-masalah penelitian, selanjutnya dilakukan validasi atau pengecekan keabsahan data langsung pada sumber-sumber data atau informasi dalam penelitian ini. Hasil analisis dari proses validasi ini akan melahirkan sejumlah kesimpulan.


(4)

Penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir dari proses pengumpulan data dan penganalisisan dalam penelitian ini. Meskipun upaya-upaya telah dilakukan agar setiap informasi yang disajikan lebih bermakna, kesimpulan yang disajikan juga bukan merupakan sesuatu yang final, tetapi masih bersifat longgar, terbuka, dan skeptis, bahkan untuk melakukan verifikasi. Walaupun demikian, menurut Glaser dan Strauss dalam Miles dan Huberman (1992: 19), kesimpulan yang berangkat dari ketidakjelasan sebelumnya diharapkan akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.

Analis data kuantitatif diarahkan untuk menemukan jawaban secara statistik tentang ada tidaknya peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang terjadi di kalangan mahasiswa yang mengikuti proses pengembangan model ini, terutama yang berkaitan dengan pemahaman pembelajaran nilai-nilai moral PPKn di sekolah, aspek-aspek nilai-nilai-nilai-nilai moral yang berkembang di kalangan mahasiswa, dan wawasan tentang investigasi kelompok sebagai salah satu model pembelajaran pendidikan nilai. Untuk mendukung analisis tersebut, digunakanlah formula statistik yang sesuai untuk jenis data tersebut seperti dipaparkan secara khusus pada lembar kerja analisis data kuantitatif. Perlu ditekankan kembali bahwa data kuantitatif dalam penelitian ini merupakan pelengkap dari data kualitatif. Dengan demikian, penganalisisan data dari aspek-aspek kuantitatif ini bukan merupakan variabel yang terpisah dari aspek-aspek yang dianalisis secara kualitatif, tetapi justru merupakan


(5)

variable yang saling mendukung dan menguatkan sehingga pada akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang lebih kokoh dan akurat.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Terdapat empat kriteria keabsahan data dalam penelitian kualitatif, yaitu; (1) derajat kepercayaan yang tinggi terhadap data, (2) keteralihan, (3) ketergantungan laporan terhadap data, dan (4) adanya kepastian tentang data (Lincoln dan Guba, 1985: 219).

Upaya meningkatkan derajat kepercayaan yang tinggi terhadap data, Lincoln dan Guba (1985: 220) juga memberikan petunjuk tentang beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu melalui perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, trianggulasi, pengecekan sejawat, kecukupan refe-rensi, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. Masalah dan tujuan penelitian harus memiliki derajat kepercayaan terhadap data. Lima teknik untuk memperoleh derajat kepercayan terhadap data, yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, trianggulasi, pengecekan sejawat, dan kecukupan referensi. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan diguna-kannya analisis kasus negatif jika keadaan di lapangan memang mengharus-kannya.

Ketergantungan laporan terhadap data mengakibatkan peneliti meman-faatkan semua informasi dan data yang telah diperoleh untuk keperluan analisis, baik data yang diperoleh melalui pengamatan maupun data yang berasal dari dokumen.


(6)

Kepastian terhadap data dilakukan peneliti melalui triangulasi yang dilakukan langsung terhadap para guru PPKn di sekolah tempat mahasiswa melakukan investigasi kelompok, para dosen yang mengasuh mata kuliah