PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA.

(1)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

ANGRA META RUSWANA 1101195

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA

Oleh:

ANGRA META RUSWANA 1101195

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:

Pembimbing 1

Prof. Dr. H. Tatang Herman, M. Ed. NIP. 1962101119910111001

Pembimbing 2

Dr. H. Endang Cahya MA, M. Si. NIP. 196506221990011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Turmudi, M. Sc., M. Ed., Ph. D. NIP. 196101121987031003


(3)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa tesis dengan judul “Penerapan Pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa”, ini beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keahlian karya saya ini.

Bandung, Juli 2013

Yang membuat pernyataan,


(4)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA

Oleh:

ANGRA META RUSWANA 1101195

Sebuah Tesis yang Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Angra Meta Ruswana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(5)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional yang membuat siswa menjadi subjek yang kurang aktif sehingga kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa masih berada pada kategori rendah. Penelitian ini peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional serta dikaji pula sikap siswa terhadap pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI). Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen. Populasinya siswa kelas VIII pada salah satu SMP di Ciamis dan sampelnya adalah siswa kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen (kelas PISI) dan VIII-C sebagai kelas kontrol (kelas konvensional) yang dipilih dengan cara purposive sampling. Alat uji yang digunakan adalah instrumen tes berupa tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis dan instrumen non tes berupa skala sikap, wawancara dan lembar observasi. Berdasarkan pengolahan data menggunakan uji gain ternormalisasi dan uji statistik berupa uji t’ dan uji Mann-Whitney, diperoleh hasil: 1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, namun masih berada pada klasifikasi sedang. Berdasarkan indikator pemahaman matematis yang diukur, peningkatan kemampuan pemahaman induktif berada pada klasifikasi sedang. 2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, keduanya berada pada klasifikasi rendah. Berdasarkan indikator pemecahan masalah matematis yang diukur, peningkatan kemampuan menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali berada pada klasifikasi rendah. 3) Secara keseluruhan, sikap siswa yang mendapat pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) menunjukkan sikap yang positif.

Kata Kunci: Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI), Kemampuan

Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Sikap Siswa.


(6)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur seraya penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Penerapan Pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa”.

Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian syarat untuk mendapat gelar Magister Pendidikan Matematika pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana, UPI. Penelitian dilakukan pada salah satu SMP di Ciamis, untuk menganalisis kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa melalui pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI).

Penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, umumnya dunia pendidikan dan khususnya bidang pendidikan matematika. Penulis menyadari akan segala keterbatasan dan kekurangan yang masih jauh dari sempurna di dalam penulisan tesis ini, hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan, serta pengalaman dari penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.

Bandung, Juli 2013


(7)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Tatang Herman, M. Ed., selaku Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr. H. Endang Cahya MA, M. Si., selaku Pembimbing ke II yang telah membimbing, mengarahkan, mendorong dan memberikan petunjuk kepada penulis dalam penulisan tesis ini hingga selesai.

3. Bapak Agus Yudhono, S. Pd., M. Pd., selaku Kepala SMPN 1 Ciamis beserta jajarannya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di kelas VIII.

4. Bapak Deni Herdiana, S. H., selaku Guru Mata Pelajaran Matematika yang telah banyak membantu dan memberikan keleluasaan dalam melakukan penelitian.

5. Terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda (Wawan Ruswana) dan Ibunda (Septa Perwati Ningsih) tercinta serta Adik-adikku tersayang Randy dan Diaz.

6. Dani Andriana, S. Ip., terima kasih untuk selalu ada untukku. Pengertian, perhatian dan dukungan yang selalu kamu berikan, sangat berarti untukku. 7. Nia Kania, Ida Nuraida, Maya Siti R Sahabat seperjuanganku yang telah

memberikan arti kehidupan, kesabaran, dan keiklasan.

8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2011, terima kasih atas segala bantuannya. 9. Risna Yulianti dan anak-anak kosan elite lainnya, terimakasih adik-adikku

semua atas dukungan dan pengertiannya.

Semua pihak yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhirnya kepada


(8)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Allah SWT jualah senantiasa penulis berharap semoga pengorbanan dan segala sesuatunya dengan tulus dan ikhlas telah diberikan dan penulis dapatkan akan selalu mendapat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Amin.

Bandung, Juli 2013

Penulis

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu, ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari segala urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh


(9)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

“Aral rintangan yang menghalangi laju kaki kita dalam menggapai suatu

target keberhasilan sebenarnya adalah suatu jalan pintas yang dapat digunakan untuk menggapai target keberhasilan itu dengan

secepat-cepatnya”. (Kahlil Gibran, Hati Wanita).

“Orang yang berpikir tidak akan jerah untuk mendapatkan manfaat

berpikir, tidak mudah putus asa karena keadaan, dan tidak akan pernah

berhenti berpikir dan berusaha”.

Kupersembahkan tesis ini untuk:

Kedua orangtuaku yang senantiasa memberikan doa dan dukungan di setiap waktu, kedua adikku yang menjadi penyemangat untukku untuk terus melangkah mewujudkan cita-citaku, orang yang selalu mendampingiku serta orang-orang yang tulus menyayangiku.


(10)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin

Alamat

Email

: : : :

:

Angra Meta R, S. Pd.

Ciamis/14 Juli 1987 Perempuan

Jl. Darussalam Gg. Becek No. 90B RT 19/06 Pamalayan, Kec. Cijeungjing, Kab. Ciamis 46211 angra.meta@gmail.com

Pendidikan yang ditempuh: 1. TK ABA, lulus tahun 1993.

2. SDN Galuh II Ciamis, lulus tahun 2009. 3. SMPN I Ciamis, lulus tahun 2002. 4. SMAN I Ciamis, lulus tahun 2003.

5. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pasundan, lulus tahun 2009.

6. Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, lulus tahun 2013.


(11)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional yang membuat siswa menjadi subjek yang kurang aktif sehingga kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa masih berada pada kategori rendah. Penelitian ini peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional serta dikaji pula sikap siswa terhadap pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI). Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen. Populasinya siswa kelas VIII pada salah satu SMP di Ciamis dan sampelnya adalah siswa kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen (kelas PISI) dan VIII-C sebagai kelas kontrol (kelas konvensional) yang dipilih dengan cara purposive sampling. Alat uji yang digunakan adalah instrumen tes berupa tes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis dan instrumen non tes berupa skala sikap, wawancara dan lembar observasi. Berdasarkan pengolahan data menggunakan uji gain ternormalisasi dan uji statistik berupa uji t’ dan uji Mann-Whitney, diperoleh hasil: 1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, namun masih berada pada klasifikasi sedang. Berdasarkan indikator pemahaman matematis yang diukur, peningkatan kemampuan pemahaman induktif berada pada klasifikasi sedang. 2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, keduanya berada pada klasifikasi rendah. Berdasarkan indikator pemecahan masalah matematis yang diukur, peningkatan kemampuan menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali berada pada klasifikasi rendah. 3) Secara keseluruhan, sikap siswa yang mendapat pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) menunjukkan sikap yang positif.

Kata Kunci: Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI), Kemampuan Pemahaman


(12)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… UCAPAN TERIMA KASIH………. ABSTRAK………..

DAFTAR ISI…….………

DAFTAR TABEL…….……… DAFTAR DIAGRAM..………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………..……….

B. Rumusan Masalah……….…

C. Tujuan Penulisan………...………..………

D. Manfaat Penulisan………...………..…………..

E. Definisi Operasional………...………..……….

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kemampuan Pemahaman Matematis... B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... C. Pembelajaran Peer Instruction with Structure Inquiry (PISI)...

D. Sikap Siswa………..

E. Penelitian Terdahulu... F. Hipotesis Penelitian...……..

BAB III Metodologi Penelitian

A. Desain Penelitian... B. Subjek Penelitian

1. Populasi……….……….

2. Sampel………..

C. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Utama……….………..

2. Kelengkapan Penelitian……….………. D. Prosedur Penelitian... E. Alur Penelitian...

i ii iv v vii x 1 10 10 11 11 14 18 23 32 34 36 37 38 38 39 48 49 50


(13)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

F. Teknik Pengumpulan Data... G. Teknik Analisis Data...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kemampuan Pemahaman Matematis………

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………...

3. Sikap Siswa………...

B. Pembahasan

1. Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa dan

Peningkatannya………. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dan

Peningkatannya………..……….………..

3. Sikap Siswa……….…..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan…..………..……….………

B. Implikasi……….

C. Saran………

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

52 52

61 66 71

81

84 85

87 87 88


(14)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap Pembelajaran PISI...……..……….……. Tabel 3.1 Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Uji Coba…… Tabel 3.2 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas... Tabel 3.3 Hasil Analisis Validitas Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan

Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis………. Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas... Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda... Tabel 3.6 Hasil Analisis Daya Pembeda Uji Coba Instrumen Tes

Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………. Tabel 3.7 Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran... Tabel 3.8 Hasil Analisis Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen Tes

Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………. Tabel 3.9 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan

Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis………. Tabel 3.10 Teknik Pengumpulan Data………..…… Tabel 3.11 Klasifikasi Gain Ternormalisasi (g)... Tabel 3.12 Interpretasi Persentase Jawaban Angket………...………... Tabel 4.1 Kemampuan Awal Pemahaman Matematis………. Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Pemahaman Matematis... Tabel 4.3 Hasil Uji Nonparametris Mann-Whitney Kemampuan Awal

Pemahaman Matematis……… Tabel 4.4 Kemampuan Akhir Pemahaman Matematis……… Tabel 4.5 Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis……….. Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis………. 31 40 41 41 42 43 43 44 44 45 52 57 60 61 62 62 63 63 64


(15)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis……….

Tabel 4.8 Hasil Uji t’ Independent Sample Test Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis……… Tabel 4.9 Klasifikasi Skor Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis………. Tabel 4.10 Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis……… Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Pemecahan Masalah

Matematis……….

Tabel 4.12 Hasil Uji Nonparametris Mann-Whitney Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis………... Tabel 4.13 Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis………... Tabel 4.14 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis………. Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis……….. Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis……….. Tabel 4.17 Hasil Uji t’ Independent Sample Test Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis………... Tabel 4.18 Klasifikasi Skor Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis……….. Tabel 4.19 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Matematika……….. Tabel 4.20 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Manfaat Mempelajari

Matematika………... Tabel 4.21 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Pembelajaran PISI……... Tabel 4.22 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Diskusi dalam

Pembelajaran PISI……… Tabel 4.23 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Penggunaan LKS dalam

Pembelajaran PISI……… Tabel 4.24 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Soal-Soal Kemampuan

Pemahaman dan Soal-Soal Kemampuan Pemecahan Masalah

64 65 65 66 66 67 68 68 69 69 69 70 72 73 74 75 75


(16)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Matematis………. Tabel 4.25 Rekapitulasi Pandangan Siswa terhadap Hubungan Soal dengan

Materi yang Sudah Dipelajari……….. 76


(17)

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Tahap Pembelajaran Metode PISI...………..………… Diagram 2 Alur Penelitian... Diagram 3 Alur Analisis Data Kuantitatif...

30 51 59


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan yang diperoleh melalui sebuah pembelajaran. Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan dan dalam menentukan masa depan adalah matematika. Mengingat pentingnya matematika dalam ilmu pengetahuan serta kehidupan pada umumnya, maka matematika perlu dipahami oleh semua lapisan masyarakat terutama siswa sekolah formal. Hal ini dilandaskan dari asumsi bahwa penguasaan matematika akan menjadi salah satu sarana untuk mempelajari bidang studi lainnya, baik itu pada jenjang pendidikan yang sama maupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian, mutu pembelajaran matematika pada semua jenjang pendidikan perlu untuk ditingkatkan agar tujuan dari pembelajarannya dapat tercapai secara optimal. Selain itu, hal terpenting yang harus dilakukan adalah membuat siswa menyadari akan pentingnya peranan dan fungsi matematika sehingga mereka menjadi lebih tertarik untuk mempelajari matematika.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2006) mengungkapkan tujuan diberikan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar para peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.


(19)

2

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang teknik matematika, menyelesaikan teknik dan menafsir solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), standar utama dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Hal ini senada dengan pendapat Sumarmo (2006) yang mengklasifikasikan kemampuan dasar matematis dalam lima standar kemampuan yaitu: (1) mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematis, (2) menyelesaikan masalah matematis (mathematical problem solving), (3) bernalar matematis (mathematical reasoning), (4) melakukan koneksi matematis (mathematical connection) dan (5) komunikasi matematis (mathematical communication).

Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika karena kebanyakan dari mereka hanya sekedar menghafal konsepnya bukan memahaminya. Hal ini sejalan dengan pendapat Mettes (Irma, 2011) yang mengatakan bahwa siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya.

Kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis adalah salah satu tujuan yang harus dikuasai siswa. Delvin (Oktavien, 2012) menyatakan bahwa pemahaman dan pemecahan masalah matematis merupakan unsur penting


(20)

3

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam setiap pembelajaran di semua jenjang pendidikan, baik jenjang pendidikan persekolahan maupun perguruan tinggi.

Pemahaman berkaitan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan paling mendasar yang harus dimiliki siswa karena kemampuan ini bisa menunjang siswa untuk mencapai kemampuan berpikir matematis lainnya. Siswa yang telah memahami konsep matematis akan lebih mudah dalam mempelajari ilmu matematika. Sumarmo (2003) menyatakan bahwa pemahaman matematis penting dimiliki siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kehidupan masa kini. Namun sebagian besar siswa masih belum mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik karena kemampuan pemahamannya belum berkembang dengan baik. Sesuai yang diungkapkan oleh Hendrianan (2009) bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam memahami dan menyerap konsep-konsep matematika yang diberikan oleh guru. Hal ini berkaitan dengan cara mengajar guru di kelas yang tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika, pendekatan yang digunakan guru juga cenderung monoton dan tidak bervariasi.

Sampai saat ini, proses pembelajaran yang dilakukan di kelas adalah pembelajaran konvensional, guru berperan sebagai penyampai utama materi dan siswa sebagai penerima materi. Siswa hanya mendengarkan, mencatat dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab masih rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa. Menurut menurut Zulkardi (Hamidah, 2011) banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pemahaman matematis siswa, salah satu faktornya yaitu faktor yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah, misalnya metode mengajar matematika yang masih terpusat pada guru, sementara siswa cenderung pasif. Hasil penelitian Sumarmo (Oktavien, 2012) mengungkapkan bahwa pada umumnya kondisi saat ini di lapangan, pembelajaran matematika kurang


(21)

4

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga kurang aktif dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi (2006) juga menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberitahu oleh gurunya dan bukan melalui

kegiatan eksplorasi. Rif’at (Apiati, 2012) juga menyatakan kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Hal ini berbanding lurus dengan hasil penelitian TIMSS (2007) menyatakan bahwa siswa Indonesia kelas VIII dalam penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep matematika berada pada urutan ke-36 dengan nilai rerata 397. Dari hasil tersebut hanya 48% siswa Indonesia yang mencapai pemahaman tingkat rendah, 19% sedang, 4% tinggi, sedangkan untuk tingkatan lanjut dapat diabaikan secara statistik.

Pembelajaran konvensional akan membuat siswa menjadi subjek yang pasif dan tidak terlibat dalam penemuan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini akan menyebabkan siswa mudah lupa dan akan kebingungan dalam mengerjakan soal permasalahan yang berbeda dengan yang dicontohkan oleh guru. Jika siswa lemah dalam hal kemampuan pemahaman matematis, maka akan berpengaruh terhadap kemampuan matematis lainnya. Armanto (Kusmawan, 2012) mempertegas bahwa selama ini proses pembelajaran matematika masih cenderung pada konsep tradisional, yakni hanya menjejalkan rumus-rumus dan hafalan tanpa memberi masukan bagaimana siswa menyelesaikan suatu permasalahan dengan baik, sehingga siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan produkvitasnya. Dari studi yang dilakukan Priatna (2003) mengenai kemampuan pemahaman konsep, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan pemahaman konsep berupa pemahaman instrumental dan relasional masih rendah yaitu sekitar 50% dari skor ideal.

Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan penting dalam matematika sekolah, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang


(22)

5

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bersifat tidak rutin. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dalam merumuskan, menemukan, menerapkan strategi, menginterpretasikan hasil masalah yang sesuai serta menyelesaikannya untuk masalah nyata, sehingga kemampuan pemecahan masalah diharapkan dapat membuka jalan untuk siswa agar dapat memahami matematika secara utuh dan bermakna.

Sumarmo (2010) menyatakan bahwa pemecahan masalah bersifat tidak rutin. Pendapat lain diungkapkan oleh Wahyudin (1999) yang mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau situasi-situasi dalam pembuatan keputusan. Zulkarnain (Komala, 2012) juga mengungkapkan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau situasi-situasi pembuatan keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah dapat membantu seseorang dalam hidupnya. Sedangkan menurut Sovhick (Kusmaydi, 2004), bahwa latihan pemecahan masalah akan dapat menghasilkan individu-individu yang kompeten dalam bidang matematika, karena memiliki manfaat yang besar bagi penanaman kompetensi matematika siswa. Turmudi (Kusmawan, 2012) menegaskan dengan menggunakan pemecahan masalah siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan dipakai dalam kehidupan sehari-hari sekalipun di luar masalah matematika.

Kenyataan di lapangan menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Supriatna (Kusmawan, 2012) memberikan gambaran bahwa soal-soal pemecahan masalah belum dikuasai responden. Sedangkan hasil penelitian Fakhrudin (2011) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan setelah pembelajaran, tetapi belum memenuhi prinsip ketuntaasan belajar (Mastery Learning) secara klasikal. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik


(23)

6

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

di Indonesia juga dapat dilihat dari hasil tes yang dikeluarkan oleh Program for International Student Assessment (PISA) 2009, tes yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara.

Sedangkan menurut hasil kompetisi matematika tingkat internasional seperti The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007. Siswa kelas VIII yang mengikuti kompetisi ini mendapatkan nilai persentase kebenaran dalam mengerjakan soal yang rendah, baik itu pada domain isi matematika (Mathematics Content Domains) maupun domain kognitif matematika (Mathematics Cognitive Domains). Pada domain kognitif matematika, domain kognitif pengetahuan (Knowing) masih dibawah rata-rata internasional yaitu persentasenya 34% dengan rata-rata internasional sebesar 46%, sedangkan domain penerapan (Applying) persentasenya 28% dengan rata-rata internasional sebesar 39% dan untuk domain penalaran (Reasoning) persentasenya 17% dengan rata-rata internasional 28% (Mullis et al.,2009). Hasil penemuan lain dalam skala yang lebih kecil yaitu hasil penelitian Sumarmo (Fitriani, 2012) juga menyatakan bahwa keterampilan siswa SMA maupun SMP di Jawa Barat dalam menyelesaikan masalah matematis masih tergolong rendah.

Kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis saling terkait satu sama lain dan sangat penting untuk ditingkatkan karena berdasarkan hasil laporan Trends in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) (Oktavien, 2012) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika lebih menekankan pada pemahaman dan pemecahan masalah matematis akan mampu menghasilkan siswa berprestasi tinggi. Oleh karena itu perlu diadakan upaya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis.

Selain kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis, perlu juga dikembangkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah (Depdiknas, 2006). Sikap adalah pernyataan-pernyataan


(24)

7

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

evaluatif baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek, orang atau peristiwa. Setiap individu dalam melakukan aktivitasnya akan didasarkan atas sikapnya tentang aktivitas yang akan dilaksanakannya. Sikap umumnya akan mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.

Sikap siswa terhadap matematika tidak dapat dipisahkan dari kemampuan matematis siswa dan terhadap hasil belajar siswa. Menurut hasil penelitian Siskandar (2008) bahwa terdapat hubungan positif antara sikap siswa terhadap matematika dengan hasil belajar matematika. Artinya bahwa semakin tinggi sikap positif siswa terhadap matematika, maka semakin tinggi pula hasil belajarnya dalam pelajaran matematika. Selain itu, terdapat keterkaitan antara sikap dengan proses pembelajaran matematika, seperti dijelaskan Ruseffendi (2006) bahwa untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika, pembelajaran harus menyenangkan, mudah dipahami, tidak menakutkan, dan ditunjukkan kegunaannya. Hal tersebut dapat diwujudkan antara lain bila matematika diajarkan sesuai dengan lingkungan dan pengetahuan siswa. Menurut darhim (2004) sikap siswa terhadap matematika tersebut diduga terkait kemampuan awal siswa atau kelompok siswa (lemah dan pandai) di kelasnya. Selain dikaitkan dengan kelompok siswa (lemah dan pandai) seperti di atas, sikap siswa terhadap matematika juga diduga terkait dengan kelompok sekolah (baik dan sedang).

Ruseffendi (2006) mengatakan bahwa, anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Sedangkan menurut pendapat Begle (Darhim, 2004) siswa yang hampir mendekati Sekolah Menengah mempunyai sikap positif terhadap matematika secara perlahan menurun. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan sikap siswa agar senantiasa menunjukkan hasil yang positif sejalan dengan perkembangan tingkatan sekolah dan kemampuan matematisnya.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mengubah proses pembelajaran dari pembelajaran yang konvensional menjadi pembelajaran yang


(25)

8

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

lebih inovatif. Dalam hal ini siswa yang tadinya sebagai subjek yang pasif dibuat menjadi subjek yang aktif dan lebih banyak peran sertanya dalam proses pembelajaran dan penemuan-penemuan konsep-konsep yang terkait dengan materi yang sedang diajarkan.

Berdasarkan hal di atas, maka timbul pernyataan “pembelajaran seperti

apakah yang bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi kemampuan

siswa?”. Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa sebaiknya pembelajaran

matematika menggunakan metode pemecahan masalah, inkuiri, dan metode belajar yang dapat menumbuhkan berpikir kreatif dan kritis, sehingga siswa mampu menghubungkan/mengaitkan (koneksi) dan memecahkan antara masalah matematis, pelajaran lain atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

Salah satu pembelajaran yang bisa digunakan adalah pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI). Peer Instruction (PI) adalah sebuah pedagogi yang banyak digunakan dalam perkuliahan yang diselingi dengan pertanyaan konseptual singkat (Conceptest) yang dirancang untuk mengungkapkan kesalahpahaman dan untuk melibatkan siswa agar aktif dalam kuliah sedangkan Structured Inquiry merupakan jenis inkuiri dengan tingkatan terendah dimana siswa ditugaskan untuk melakukan penyelidikan berdasarkan masalah yang diberikan oleh guru dan siswa juga menerima seluruh instruksi pada setiap tahap-tahapnya.

PISI ini dapat mengidentifikasi dan mengurangi kesalahan siswa dalam memahami konsep materi yang sedang diajarkan dan dengan adanya fase inkuiri siswa dapat melakukan eksperimen dalam menemukan konsep-konsep yang terkait. Selain itu, pembelajaran ini juga bisa menumbuhkan motivasi dan keaktifan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.

Dengan adanya pertanyaan konseptual singkat dalam Peer Instruction, maka siswa akan lebih terlibat aktif sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan dan guru pun bisa mengukur sejauh mana siswa memahami materi yang diajarkan. Diskusi dengan teman terdekat dalam Peer Instruction, membuat siswa lebih memahami materi yang diajarkan karena dengan penjelasan yang diberikan sesama siswa bisa menjadi cara yang lebih efektif dibanding dengan guru yang


(26)

9

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyampaikan. Selain itu dalam proses pembelajaran yang diselingi dengan pertanyaan singkat, akan membuat konsentrasi dan pemahaman siswa lebih meningkat.

Secara tidak langsung tahapan Peer Instruction menuju ke tahapan Structured Inquiry. Inkuiri bisa membuat siswa belajar menentukan cara terbaik untuk mengungkapkan temuan mereka. Dari sudut pandang inkuiri, siswa merupakan sosok yang aktif dan guru adalah sosok yang bertugas untuk membimbing siswa sehingga siswa bisa bereksplorasi dalam menemukan dan memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Dimyati dan Mudjiono (Apiati, 2012) menyebutkan bahwa guru selain pembimbing, juga berfungsi agar mampu menciptakan suasana, sehingga siswa berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah.

Dalam prosesnya, siswa memerlukan beberapa tahap untuk menemukan jawabannya. Decha (2010) mengemukakan tahap pembelajaran PISI terdiri dari 2 bagian, yaitu Peer Instruction (PI) dan Structured Inquiry (SI). Tahapan Peer Instruction (PI) terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu Brief Lecture (BL), Concept Test (CT) dan Remaining Explanation or Demonstration or Hands-On Activity (RDH) sedangkan tahapan Structured Inquiry (SI) terdiri dari 5 tahapan, yaitu Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration dan Evaluation.

Pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Dengan aktifnya siswa dalam pembelajaran, akan meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika, karena siswa diarahkan untuk menyusun prosedur dan mengingat kembali materi yang disampaikan dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, dapat diprediksi bahwa penerapan pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan


(27)

10

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

B. Rumusan Masalah

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Apakah siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) memiliki peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran secara

konvensional?”.

Selanjutnya untuk merinci permasalahan utama tersebut disusun masalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI)?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

2. Mengkaji apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured


(28)

11

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Inquiry (PISI) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

3. Mengkaji sikap siswa terhadap pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi kalangan-kalangan berikut:

1. Bagi siswa, memberikan pengalaman yang baru dan berbeda mengenai pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI).

2. Bagi guru, memberikan informasi dan masukan tentang penerapan pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) serta sebagai salah satu alternatif variasi pembelajaran.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan bahan penelitian dalam ruang lingkup yang lebih luas serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli pendidikan matematika untuk mengembangkannya.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan penelitian dalam proposal penelitian ini. Agar tidak terjadi perbedaan persepsi terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa definisi operasional, yaitu:

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah perilaku kognitif siswa yang mencakup pengetahuan konsep-konsep matematika, prinsip, algoritma dan pengetahuan prosedural. Pemahaman juga berarti dapat mengerti arti dari apa yang tersaji, kemampuan untuk menterjemahkan dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam kata-kata, angka, maupun interpretasi yang berbentuk penjelasan, ringkasan, prediksi dan hubungan sebab akibat.


(29)

12

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

1. Pemahaman mekanikal yaitu kemampuan mengingat dan menerapkan hukum secara benar.

2. Pemahaman induktif yaitu kemampuan menerapkan hukum ke dalam kasus sederhana dan meyakini bahwa hukum bisa diberlakukan untuk kasus yang serupa.

3. Pemahaman rasional yaitu kemampuan membuktikan kebenaran dari suatu hukum.

4. Pemahaman intuitif yaitu kemampuan meyakini hukum tanpa keragu-raguan dan memberikan prediksi dengan bukti kebenarannya.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur.

Indikator yang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

2. Menyusun rencana pemecahan masalah, meliputi kemampuan menemukan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui, atau mengaitkan hal-hal yang mirip secara analogi dengan masalah.

3. Melaksanakan rencana, meliputi kemampuan melaksanakan strategi sesuai dengan yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya, melakukan pemeriksaan pada setiap langkah yang dikerjakan.

4. Memeriksa kembali, meliputi kemampuan memeriksa hasil pada masalah asal, menginterpretasikan solusi pada masalah asal, menentukan cara lain untuk menyelesaikan masalah jika ada, menentukan masalah lain yang berkaitan atau masalah lain yang lebih umum dimana strategi yang digunakan dapat bekerja.


(30)

13

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) merupakan pembelajaran yang berlandaskan peer instruction yang disertai dengan structured inquiry. Pembelajaran PISI dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu Peer Instruction (PI) dan Structured Inquiry (SI). Tahapan Peer Instruction (PI) terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu Brief Lecture (BL), Concept Test (CT) dan Remaining Explanation or Demonstration or Hands-On Activity (RDH) yang secara tidak langsung menuju ke tahapan Structured Inquiry (SI).

4. Sikap siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecenderungan siswa dalam memberikan tanggapan terhadap pelajaran matematika, terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI), dan soal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis.


(31)

37

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian atau riset berasal dari bahasa Inggris “research” yang artinya adalah proses pengumpulan informasi dengan tujuan meningkatkan, memodifikasi atau mengembangkan sebuah penyelidikan atau kelompok penyelidikan. Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan dengan menggunakan metode-metode tertentu melalui pengumpulan data, pengolahan data, dan penarikan kesimpulan atas jawaban dari suatu permasalahan. Metode yang dilakukan dalam suatu penelitian beraneka ragam bergantung pada tujuan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian yang digunakan adalah quasi experiment.

Penggunaan quasi experiment dalam penelitian ini dikarenakan jika dilakukan lagi pengelompokkan secara acak maka akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah. Dalam hal ini peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Penelitian seperti ini sangat disarankan dalam melakukan penelitian terkait dunia pendidikan, terutama pendidikan di Indonesia, mengingat kondisi obyek penelitian yang seringkali tidak memungkinkan adanya pemilihan sampel secara acak. Hal tersebut diakibatkan telah terbentuknya satu kelompok utuh (naturally formed intact group), seperti kelompok siswa dalam satu kelas.

Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol pretes-postes yang disebut juga desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Penelitian ini melibatkan dua varibel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI) dan pembelajaran konvensional sebagai variabel bebas. Kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa sebagai variabel terikat.

Penelitian ini melibatkan dua kelompok subjek penelitian, yakni satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran Peer Instruction with Structured


(32)

38

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Inquiry (PISI) sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non ekuivalen sebagai berikut:

O X O

---

O O

Sumber : (Ruseffendi, 2005) Keterangan:

O : pretes dan postes kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis

X : perlakuan berupa pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI)

B. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2012) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah gneralisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah siswa pada salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Ciamis kelas VIII tahun ajaran 2012/2013.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012). Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2012).

Peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012), pengambilan sampel dengan cara purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu.


(33)

39

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Dari 9 kelas yang ada, kemudian dipilih 2 kelas yaitu kelas VIII-B dan kelas VIII-C yang akan dijadikan sebagai satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kedua kelas ini dipilih didasarkan pada informasi awal yang diperoleh dari guru bidang studi matematika yaitu siswa pada kedua kelas yang dijadikan sampel memiliki karakteristik dan kemampuan akademik yang relatif setara.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu instrumen utama dan instrumen penunjang penelitian. Adapun penjelasan dari masing-masing instrument tersebut, sebagai berikut:

1. Instrumen Utama

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen jenis tes adalah instrumen kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis sedangkan instrumen jenis non-tes adalah angket skala sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI), wawancara dan lembar observasi.

a. Tes Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis

Tes yang digunakan adalah tes yang berbentuk uraian yang disusun berdasarkan indikator pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang hendak diukur. Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi, kemudian menyusun soal berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun disertai dengan kunci jawaban.

Pada proses awal pembelajaran diberikan pretes yang dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa sebelum diberi perlakuan. Pada akhir pembelajaran diberikan postes untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah siswa setelah diberi perlakuan.

Sebelum dijadikan sebagai soal pretes dan postes, instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini diujicobakan terlebih dahulu pada 29 orang siswa kelas IX di SMP 1 Ciamis. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kriteria sebagai alat ukur yang baik. Kriteria tersebut adalah validitas, reliabilitas, tingkat


(34)

40

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kesukaran dan daya pembeda. Adapun indikator dari aspek kemampuan matematis pada instrumen tes yang diujicobakan disajikan pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Uji Coba Instrumen Aspek Indikator Kemampuan yang Diukur Nomor

Soal K emamp u an P emah aman M ate mati

s Pemahaman mekanikal 1, 7

Pemahaman induktif 9

Pemahaman rasional 5

Pemahaman intuitif 3

K emamp u an P eme cah an M as al ah M ate mati s

Memahami masalah (Understanding the

Problem) 10

Menyusun rencana pemecahannya

(Devising a Plan) 2

Melaksanakan rencana (Carrying out

the Plan) 4, 6, 8 a

Memeriksa kembali (Looking Back) 8b

a) Validitas

Validitas adalah tingkat ketepatan tes mengukur sesuatu yang hendak diukur. Suatu alat evaluasi dikatakan valid (absah atau sahih) apabila alat evaluasi tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (dalam Suherman, 1990:135).

Validitas yang digunakan adalah validitas isi dan validitas butir. Yang dimaksud dengan validitas isi adalah kesesuaian soal dengan materi ajar, kesesuaian antara indikator dengan butir soal, kebenaran materi atau konsep yang diujikan. Perhitungan koefisien validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi (produk moment) dari Karl-Pearson dalam program SPSS 17.0 for windows. Selanjutnya untuk mengetahui tinggi, sedang atau rendahnya validitas instrumen, maka nilai koefisien (r) yang diperoleh diinterpretasikan terlebih dahulu. Adapun klasifikasi interpretasi koefisien menurut Guiford (dalam Suherman, 1990:147) dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut :


(35)

41

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Tabel 3.2

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas

Nilai Interpretasi

0,90 rxy 1, 00 Sangat Tinggi 0, 70 rxy 0,90 Tinggi (Baik) 0, 40 rxy 0, 70 Sedang (Cukup) 0, 20 rxy 0, 40 Rendah (Kurang) 0, 00 rxy 0, 20 Sangat Rendah rxy 0, 00 Tidak Valid

Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Hasil Analisis Validitas Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

No Soal Validitas Interpretasi 1 0,30 Rendah (Kurang) 2 0,56 Sedang (Cukup) 3 0,62 Sedang (Cukup) 4 0,66 Sedang (Cukup) 5 0,54 Sedang (Cukup) 6 0,48 Sedang (Cukup) 7 0,70 Tinggi (Baik) 8 0,76 Tinggi (Baik) 9 0,23 Rendah (Kurang) 10 0,49 Sedang (Cukup)

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

b) Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula (Suherman, 2003: 131).

Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus Alpha dalam program SPSS 17.0 for Windows. Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas


(36)

42

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

alat evaluasi dapat menggunakan tolak ukur yang dibuat Guilford (dalam Suherman, 1990:177) pada Tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai alpa sebesar 0,700 sedangkan nilai r kritis (uji dua sisi) pada signifikansi 0,05 dengan jumlah data (n) = 29, didapat sebesar 0,367 (lihat pada tabel r). Karena nilainya lebih dari 0,367, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen penelitian tersebut reliabel dengan interpretasi reliabilitasnya adalah tinggi (baik) karena berada dalam interval 0, 70 r11 0,90. Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

c) Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari tiap butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawaban dengan benar dan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Kata lainnya daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda adalah sebagai berikut :

... (dalam Suherman, 1990:24) Dengan:

A

X : rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal

B

X : rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal SMI : skor maksimum ideal

Nilai Interpretasi

r110, 20 Sangat Rendah 11

0, 20 r 0, 40 Rendah (Kurang)

11

0, 40 r 0, 70 Sedang (Cukup)

11

0, 70 r 0,90 Tinggi (Baik)

11

0,90 r 1, 00 Sangat Tinggi

A B

X X

DP

SMI  


(37)

43

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda (dalam Suherman, 1990:24) seperti tampak pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

DP0, 00 Sangat Jelek

0, 00DP0, 20 Jelek

0, 20DP0, 40 Cukup

0, 40DP0, 70 Baik

0, 70DP1, 00 Sangat Baik

Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6

Hasil Analisis Daya Pembeda Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

No Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,10 Jelek

2 0,22 Cukup

3 0,45 Cukup

4 0,20 Jelek

5 0,41 Cukup

6 0,05 Jelek

7 0,40 Cukup

8 0,45 Cukup

9 0,18 Jelek

10 0,22 Cukup

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

d) Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval kontinu 0, 00sampai dengan 1, 00 (dalam Suherman, 1990:212). Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0, 00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran mendekati 1, 00 berarti butir soal tersebut terlalu mudah.


(38)

44

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran tiap butir soal adalah sebagai berikut:

Dengan:

IK : indeks kesukaaran

X : nilai rata-rata tiap butir soal SMI : skor maksimum ideal

Klasifikasi indeks kesukaran butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990:213) dapat dilihat dari Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Klasifikasi Interpretasi Indeks Kesukaran

Nilai Interpretasi

0, 00

IK  Soal Terlalu Sukar

0, 00IK0,30 Soal Sukar

0,30IK0, 70 Soal Sedang

0, 70IK1, 00 Soal Mudah

1, 00

IK  Soal Terlalu Mudah

Berdasarkan perhitungan, diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8

Hasil Analisis Indeks Kesukaran Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

No Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,62 soal mudah

2 0,29 soal sukar

3 0,72 soal mudah

4 0,24 soal sukar

5 0,45 soal sedang

6 0,12 soal sukar

7 0,60 soal sedang

8 0,59 soal sedang

9 1,01 soal terlalu mudah

10 0,37 soal sedang

Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2. X

IK

SMI


(39)

45

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

e) Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

Rekapitulasi hasil analisis validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda uji coba instrumen tes kemampuan pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah

No

Soal Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Indeks

Kesukaran Keterangan

1 Rendah

Tinggi

Jelek Soal Mudah Dibuang

2 Sedang Cukup Soal Sukar Dipakai

3 Sedang Cukup Soal Mudah Dipakai

4 Sedang Jelek Soal Sukar Dibuang

5 Sedang Cukup Soal Sedang Dipakai

6 Sedang Jelek Soal Sukar Dibuang

7 Tinggi Cukup Soal Sedang Dipakai

8 Tinggi Cukup Soal Sedang Dipakai

9 Rendah Jelek Soal Terlalu

Mudah Direvisi 10 Sedang Cukup Soal Sedang Dipakai

Berdasarkan kriteria validitas butir soal dan daya pembeda, soal yang memiliki validitas (soal tidak valid) atau yang memiliki validitas rendah dan daya pembeda 0, 00DP0, 20 (daya pembeda jelek) perlu direvisi atau dibuang. Dengan demikian, ada beberapa soal yang dibuang yaitu soal no 1, 4, dan 6, sedangkan soal no 9 perlu direvisi agar tidak ada komponen yang hilang. Data perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2.

b. Angket

Salah satu instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disedakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisi.

Angket yang digunakan untuk mengukur aspek afektif siswa, aspek afektif yang diukur dalam penelitian ini adalah respon siswa terhadap pembelajaran


(40)

46

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematika, siswa terhadap pembelajaran Peer Instruction with Structured Inquiry (PISI), dan soal kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis. Angket diberikan kepada siswa kelas eksperimen setelah seluruh pembelajaran berakhir, yakni setelah pelaksanaan postes.

Angket ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pedoman yang digunakan untuk membuat angket ini adalah skala Likert dengan empat buah pilihan. Menurut Suherman (Siregar, 2009) pemberian skor untuk setiap pernyataan adalah 1 (STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS), untuk pernyataan favorable (pernyataan positif), sebaliknya diberikan skor 1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS), untuk pernyataan unfavorable (pernyataan negatif). Empat pilihan dalam skala ini dimaksudkan agar tidak terjadi keragu-raguan dalam memilih dan memihak pada suatu pernyataan. Angket ini diberikan pada kelas eksperimen setelah postes. Format angket selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran A.12.

c. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data jika peneliti mau melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti mau mengethui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2012). Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering digunakan jika kita mau mengetahui sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara lainnya belum bisa terungkap atau belum jelas.

Hadi (Sugiyono, 2012) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan wawancara adalah:

1. Responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

2. Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan dengan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Wawancara


(41)

47

Angra Meta Ruswana, 2013

PENERAPAN PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION WITH STRUCTURED INQUIRY (PISI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

terstruktur merupakan teknik pengumpulan data jika peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur melalui tatap muka (face to face). Format wawancara selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran A.13 dan A.14.

d. Lembar Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik jika dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan angket (Sugiyono, 2012). Hadi (Sugiyono, 2012) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation. Participant observation (observasi berperan serta) adalah observasi yang melibatkan peneliti dalam kegiatan sehari-hari orang yang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian sedangkan non participant observation adalah observasi yang melibatkan peneliti hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2012).

Dari segi instumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sitematis tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya sedangkan observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi (Sugiyono, 2012).

Menurut Ruseffendi (2005), observasi penting dilakukan karena melalui angket dan wawancara, masih ada hal yang belum bisa terungkap yaitu mengenai keadaan wajar yang sebenarnya sedang terjadi. Walaupun demikian, Ruseffendi (2005) juga mengungkapkan kelemahan dari observasi yaitu subjektivitas observer. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi


(1)

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik melalui Strategi Think-Talk-Write (Eksperimen

di SMUN kelas I Bandung). Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak Diterbitkan.

Apiati, V. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa melalui Metode Inkuiri Alberta. Tesis pada

SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Artikel Non-Personal, 31 oktober 2012, Peer Instruction, Wikipedia Bahasa Inggris, http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_instruction, [12 januari 2013].

Azwar, H. (2007). Perbandingan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa yan

Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Model Tradisional di Kelas II MAN Jember. Tesis pada

SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Butchart et al. (2007). Peer Instruction in the Humanities. Tersedia : http://www.arts.monash.edu.au/philosophy/peer-instruction/. [10 Februari 2013].

Colburn, A. (2000). An Inquiry Primer. Journal of Research in Science Teaching. Volume 2. Page 230-232. California.

Dahar, R.W. (1978). Metodologi Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. Makalah IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.

Darhim, (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Decha, S., dkk. (2010). The Effectiveness of Peer Instruction With Structured Inquiry on Conceptual Understanding of Force and Motion : A Case Study From Thailand. Research in Science and Technology. 28:1, 63-79.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.


(2)

Fauziah, A. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring). Tesis pada SPs

UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Fakhrudin. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended: Studi Eksperimen pada salah satu SMP di Kota Semarang Jawa Tengah.

Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Fitriani, N. (2012). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Secara Berkelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis dan Self Confidence Siswa Smp

: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Salah Satu Smp Negeri Di Ngamprah. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hake, R.R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains

In Mechanics With Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. Department of

Physics, Indiana University. Submit to the Physics Education Research Conference; Boise, Idaho; August 2002. [Online]. Tersedia: http://www.arxiv.org and www.physics.indiana.edu/~hake/

Hamidah. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS terhadap Kemampuan

Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan Emosional. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi matematik, dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Disertasi pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hofstein, et al. (2005). Developing Students Ability to Ask More and Better Questions Resulting from Inquiry Type Chemistry Laboratories. Journal of Research in Science Teaching. Volume 42. No.7. pp791-806, DOI 10.1002/tea.20072. Israel.

Hudojo, H. (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI, Edisi Khusus.

Irma, A. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Representasi matematis Siswa

Sekolah Menengah Atas Melalui strategi Think-Talk-Write. Tesis pada

SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.


(3)

Lambertus. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Siswa SD melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI. Bandung : Tidak

diterbitkan.

Kesumawati, N. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan

Masalah dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatsn Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI. Bandung : Tidak

diterbitkan.

Koentjaraningrat. 1994. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kusmawan, W. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa Madrasah Aliyah dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Tesis pada SPs UPI.

Bandung : Tidak diterbitkan.

Kusmaydi. (2011). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Tesis pada SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi

Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan

High-OrderMathematical Thinking. Pidato pengukuhan Guru Besar

dalamPendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia tanggal 23 Oktober 2008. Bandung: UPI PRESS.

Majid, A. (2008) Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Matlin, M.W. (2003). Cognition. Fifth Edition. New York : John Wiley &Son.Inc. Mazur et al. (2002). Peer Instruction : Result from a Range of Classrooms. The

Physic Teacher. Volume 40.

Megadomani, A. (2011). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing

untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Siswa SMA pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Tesis

pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Mullis, I. V. S.,et al. (2009). TIMSS 2011 International Report: Finding from

IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study at the Fourth and Eight Grades. Boston: TIMMS & PIRLS International

Study Center. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/intl_report.html [07 Maret 2013].


(4)

Mulyasa,E. (2006). Menjadi Guru Professional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation

Standar for School Mathematics. VA: NCTM Inc.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NRC (National Research Council). (1999). Inquiry and The National

Science Education Standar: Guide for Teaching and Learning.

Washington: National Academic Press.

Nurihsan, J dan Yusuf, S. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nuryati, N. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematik Mahasiswa melalui Pembelajaran Inkuiri. Tesis

pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Oktavianingtyas, E. (2011). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Open-Ended melalui Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika.

Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Oktavien, Y. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw : Studi Eksperimen Di Sma Negeri 1 Rengat. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Jakarta.

PISA. (2009). Results: What Students Know and Can Do: Student Performance

in Reading, Mathematics and Science (Volume I).[Online]. Tersedia:

www.oecd.org/edu/pisa/2009.htm. [07 Desember 2012].

Polya, G. (1973). How To Solve It, A New Aspect of Mathematical Method. New York: Princeton University Press.


(5)

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif serta Kaitannya

dengan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 SLTP Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Restall et al. (2009). Using Peer Instruction to teach Philosophy, Logic and Critical Thinking. Journal of Computer Assisted Learning. Volume 32. No. 1.

Rukminto, I. (1994). Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial:

Dasar-Dasar Pemikiran.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Noneksakta Lainnya.. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Saragih, S. (2007). Menumbuhkembangkan Berpikir Logis dan Sikap Positif

terhadap Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik.

Tersedia: http://zainurie.files.wordpress.com/2007/11/j61091.pdf. [07 Maret 2013].

Simon and Cutts. (2012). Peer Instruction : A Teaching Method to Foster Deep Understanding. American Journal of Physics. Volume 55. No. 2. Siskandar. (2008). Sikap dan Motivasi Siswa dalam Kaitannya dengan Hasil

Belajar Matematika di SD. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Volume 072. Hal 438-451.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (1990). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

JICA: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E dan Yaya S. K. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika Pada

Siswa Sekolah Menengah. Makalah National Seminar On Science And Mathematics. FMIPA-UPI in cooperation with JICA. Dirjen


(6)

Sumarmo, U. (2006). Berpikir Matematika Tingkat Tinggi: Apa, mengapa, dan

bagaimana dikembangkan pada siswa sekolah menengah dan mahasiswa calon guru. Makalah pada seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Matematika FMIPA UNPAD: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2008). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah [Online]. Tersedia:

http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/MKLHKETBACA-MAT-NOV-06-new.pdf. [07 Desember 2012]

Sumarmo, U. (2010). Pendidikan Karakter, Berpikir dan Disposisi Logis, Kritis,

dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada

perkuliahan Evaluasi Matematika 2011 SPS UPI: Tidak Diterbitkan. Syah, M. (2005). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang RI. (2003). No.23 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun

2003.

Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Vajoczki et al. (2011). Inquiry Learning: Level, Discipline, Class Size, What Matters?. International Journal for the Scholarship of Teaching and

Learning. Volume 5. No. 1. Tersedia :

http://www.georgiasouthern.edu/ijsotl. [10 Februari 2013].

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.