EFEKTIVITAS PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PERNIKHAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SUAMI-ISTRI : Studi Pra-eksperimen di Paroki Santa Melaria Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Pertanyaan Penelitian ... 13

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Asumsi penelitian ... 14

G.Hipotesis Penelitian ... 16

H.Metode Penelitian ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A.Bimbingan dan Konseling Perkembangan ... 19

B. Keterampilan Komunikasi Interpersonal Suami-Istri ... 72

C. Bimbingan dan Konseling Pernikahan Untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Interpersonal Suami-Istri ... 94

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 99

B. Populasi dan Sampel ... 101

C. Variabel penelitian ... 102

D. Devinisi Operasional Penelitian ... 102

E. Teknik Pengumpulan Data ... 104

F. Proses Perlakuan (Treatment) ... 111

G. Teknik Analisa Data ... 114

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 117

B. Pembahasan Temuan Penelitian ... 124

C. Keterbatasan Penelitian ... 154

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 156


(2)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I pendahuluan membahas tentang arah penelitian yang mencakup: latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan, pertanyaan, manfaat, asumsi, hipotesis dan metode penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Pernikahan merupakan awal dari proses utama yang harus dilewati oleh pasangan suami-istri dalam membentuk keluarga yang mengusahakan kebahagiaan bagi semua anggota keluarga. Anggota keluarga merasakan suasana saling menyayangi, aman, tenang, dan damai.

Proses membangun keluarga yang bahagia tidak semudah yang dibayangkan. Berbagai tantangan muncul dalam menjalani pernikahan, terkait dengan penyesuaian diri dari individu yang berbeda dalam konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, latar belakang, minat dan kepentingan, nilai-nilai, serta peran dan perubahan dalam pola hidup (Hurlock,1994:292).

Keluarga yang bahagia dapat dibangun bila setiap unsur keluarga terutama suami dan istri memahami tujuan dan komitmen pernikahan serta menjalaninya dengan penuh tanggung jawab. Suami dan istri saling mencintai, saling menghormati, dan menghargai. Bila setiap suami-istri memahami dan menjalani fungsi serta perannya dengan baik, akan tercipta keluarga bahagia yang penuh cinta dan kasih sayang.


(3)

Persoalannya jika setiap unsur dalam keluarga terutama suami-istri tidak memahami dan melaksanakan semua itu dengan baik, jadilah keluarga yang bermasalah, penuh fitnah, penuh prasangka, tidak harmonis, dan akhirnya keluarga itu tidak dapat dipertahankan kelangsungannya. (Widiana,2006)

Dalam rentang kehidupan individu, pernikahan berada di usia dewasa awal, 19-25 untuk wanita dan 20-25 untuk laki-laki, memiliki keunikan dan tugas perkembangan yang cukup banyak dan butuh penyesuaian terus menerus antara diri sendiri dengan lingkungan (Papalia&Olds,1995). Keberhasilan atau kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan diantaranya adalah pernikahan.

Pernikahan adalah fase kedua dari siklus kehidupan keluarga, di mana dua individu dari kedua keluarga yang berbeda bersatu untuk membentuk satu sistem keluarga yang baru. Umumnya seseorang tertarik pada individu yang memiliki karakteristik yang sama dari pada karakteristik yang berbeda (Berndt&Perry 1990 dalam Santrock,1995). Pada batas rentang usia itu seseorang siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan yang intim-akrab, persaudaraan serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen dalam hubungan dengan seseorang.

Pernikahan adalah suatu ikatan antara seorang pria dan wanita yang saling mencintai dan berkomitmen untuk setia selamanya. Hal ini terucap dalam janji pernikahan ketika pasangan mengikrarkannya di depan pemuka agama.


(4)

Pernikahan yang harmonis dan bahagia merupakan hal yang didambakan oleh pasangan suami-istri. Akan tetapi keharmonisan tidak dapat diperoleh serta merta dari pasangan suami-istri yang memiliki latar belakang berbeda. [Online].Tersedia: http:// .articlebase.com/marria/ [8 May 2012]

Tantangan yang ditimbulkan pada era globalisasi saat ini, sangat kompleks dan beragam. Ada pasangan yang tidak mampu mempertahankan keharmonisan keluarga, ada pasangan yang seringkali mengalami konflik. Penyebab konflik adalah kurang komunikasi, masalah keuangan, seks dan lainnya (Tabloid Nova, Rabu,19 Oktober 2004). Penyebab yang paling menonjol adalah komunikasi. Hal ini membuktikan bahwa komunikasi sangat penting dalam menciptakan relasi harmonis antara suami-istri.

Kajian keharmonisan suami-istri didasarkan pada perkembangan sebelumnya di bidang konseling pernikahan. Fabiola (2012) menemukan bahwa pernikahan yang harmonis didukung oleh perilaku yang saling menerima, saling memberi, dan saling mendukung pertumbuhan pribadi antara suami-istri. Hasil temuan dengan menggunakan model enneagram yang dimodifikasi menunjukkan bahwa untuk menciptakan keharmonisan suami istri yang berada di usia pernikahan 1-10 tahun membutuhkan komitmen dan pengenalan terhadap karakter pasangan.

Menurut pandangan dan pendapat masyarakat, pernikahan pada zaman ini idealnya adalah pernikahan sakinah, mawadah, warahmah, tidak terlibat perselingkuhan, jauh dari pertengkaran dan menjalankankan peran atau tugas masing-masing sebagai suami-istri, tidak ada kekerasan fisik dan psikis. Ada juga


(5)

pendapat yang mengatakan bahwa pernikahan saat ini sudah mengalami pergeseran nilai-nilai kesakralan. Banyak perceraian yang disebabkan karena pasangan suami-istri kurang menghayati makna pernikahan dan pengaruh perkembangan zaman, serta teknologi komputer yang memudahkan seseorang menjalin relasi dengan orang lain. Dibutuhkan saling pengertian dan keterbukaan suami-istri sebagai pasangan yang menginginan dan menupayakan keharmonisan kelaurga.

Berdasarkan pengalaman penulis mendampingi pasangan yang akan menikah sejak tahun 1998 hingga kini, faktor komunikasi memegang peranan penting dalam menentukan pemahaman dan penyesuaian dalam hidup pernikahan.

Pada studi awal terdahulu, (September – Oktober 2011) sebanyak enam kali pertemuan setiap hari Sabtu petang hingga malam bagi pasangan yang mengikuti program persiapan pernikahan Paduan Kasih, sesi komunikasi merupakan sesi pertemuan terlama dibandingkan dengan sesi lainnya.

Para peserta mengungkapkan bahwa komunikasi menjadi lebih berkualitas karena membicarakan tentang ‟kita‟. Berusaha terbuka dengan pasangan. Dulu dengan pasangan merasa kaku dalam mengungkapkan sesuatu tetapi sekarang belajar mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan bahasa yang lebih baik. Dulu sering „mengalah‟ sehingga merasa menjadi korban perasaan; ada yang kalah dan kebenaran ditutupi tetapi sekarang berusaha mendengarkan, menerima pasangan apa adanya, mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan jujur. Dalam berkomunikasi, sering muncul perasaan takut direspon negatif. Suka


(6)

ingin menyamakan apa yang diinginkan dari pasangan dengan diri sendiri, banyak menuntut, malas berbicara, dan mengungkapkan perasaan.

Program persiapan pernikahan Paduan Kasih berasal dari Evenings For The Engaged, salah satu dari beberapa program yang diadakan di paroki-paroki di Amerika. Penggagasnya adalah Fr Chuck Gallaher SJ seorang Pastor yang prihatin dengan fenomena kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Ia mengembangkan gerakan Marriage Encounter di Amerika, dibantu oleh pasangan suami istri juga dari gerakan Marriage Encounter yakni Jim dan Paula Dahl.

Pada tahun 1998 pasangan suami istri Hans dan Ireene dari paroki kathedral mendapatkan bahan Evenings For The Engaged (EFTE) dari Singapore melalui salah satu pasangan suami-istri Marriage Encounter / Choice disana, dan membawanya ke Bandung. Pada tahun itu Hans dan Ireene memperkenalkannya kepada Bapak Uskup Djaya Siswaya, (Alm) dan mendapatkan respon yang positif dari beliau. Pada tahun 2000 di Paroki Katedral Bandung dilaksanakan program percobaan EFTE untuk yang pertama kali.

Atas dorongan dan dukungan Pastor F. Bogaartz OSC, dan dibantu tim dari Kathedral maka pada tanggal 22 September 2001 diadakan angkatan pertama di Paroki Santo Laurentius Bandung yang diikuti oleh 6 pasang calon mempelai. Pada waktu itu disepakati untuk memberi nama program ini menjadi Program Paduan Kasih.

Studi awal yang dilakukan melalui wawancara pada tiga pasang suami-istri menunjukkan terdapat berbagai perilaku komunikasi yang terjadi diantara mereka. Salah satu pasangan sering melakukan pembelaaan atau mengemukakan


(7)

alasan dengan ungkapan ”tetapi kan…”. Ada juga yang merasa pada awal pernikahan sulit menyatukan persepsi dalam memahami isi pembicaraan. Hal tersebut karena perbedaan latar belakang, suku dan budaya. Ada pasangan yang merasa kurang diperhatikan ketika sedang berbicara, sehingga bertanya lagi pada waktu kemudian. Hal ini menjadi sumber perdebatan dan saling menyalahkan. Ada pula pasangan yang merasa kurang ditanggapi ketika berbicara, seperti menjawab dengan sepatah dua patah kata saja. Hal ini menyebabkan pasangan enggan melanjutkan pembicaraan.

Menurut Farida (2010) dalam penelitiannya terhadap siswa SMA, layanan bimbingan dengan orientasi persiapan pernikahan dan hidup berkeluarga sangat mempengaruhi sikap seseorang dalam memandang pernikahannya. Dibutuhkan layanan bimbingan dan konseling pernikahan untuk membantu seseorang agar siap menjalani kehidupan pernikahan sehingga nantinya mampu menciptakan keluarga yang harmonis.

Sumber penyebab ketidakharmonisan hubungan suami-istri bermacam-macam dan berbeda-beda. Wawancara yang dilakukan penulis dalam menjaring informasi publik, alasan yang sering kali dikemukakan bila ada pasangam suami- istri berpisah karena sudah tidak cocok lagi. Sering cek-cok dan bertengkar. Ada yang belum atau tidak memahami karakteristik pasangannya. Ada juga karena tidak tahu bagaimana seharusnya berkomunikasi yang baik dengan pasangannya karena banyak terjadi konflik. Ada yang karena salah satu tidak mencintai pasangannya sepenuh hati, ada yang karena mencintai pasangannya namun tidak


(8)

bisa mewujudkan cintanya, dan lain sebagainya. Intinya, kedua hati sudah tidak menyatu lagi.

Bila ditelusuri data yang ditemukan di Pengadilan Tinggi Agama mencatat peningkatan angka perceraian. Peningkatan terjadi sejak periode Januari-April 2009 yang mencatat 420 perkara perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) dari 24 kabupaten/kota se Jawa.

Data Pengadilan Negeri Kabupaten Bandung, mengungkapkan angka perceraian di lingkungan Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Bandung rata-rata setiap bulan mencapai 6 kasus. Dalam setahun paling tidak terdapat 76 PNS menggugat cerai terhadap pasangannya dari total 3.576 kasus perceraian karena alasan ekonomi dan perselingkuhan. “Sekitar 70% kasus perceraian selama tahun 2010 itu, disebabkan gugatan kaum wanita kepada suaminya,” ungkap Wakil Panitera Pengadilan Agama Kabupatn Bandung, Abdul Fatah.

Dikemukakan, untuk tahun 2011 sudah mencapai 800 gugatan cerai yang masuk di Pengadilan Agama Kabupaten Bandung. Menurutnya, setiap bulan ada saja PNS yang menggugat cerai dan talak pasangannya.”Dalam sehari tercatat sekitar 70 pasangan yang mendaftarkan perceraiannya,” jelasnya.

Juru Bicara PA Bandung Acep Saifuddin mengungkapkan, pihaknya selama 2011 hingga November menangani 5.526 perkara. Sebanyak 3.795 di antaranya perkara cerai, dan lebih dari setengahnya (2.834 perkara) merupakan cerai gugat yang diajukan pihak istri.Sedangkan cerai talak yang diajukan suami hanya 961 perkara," sebut Acep di PA Bandung, Kamis (29/12/2011).


(9)

Fenomena perempuan yang menggugat cerai suami bisa jadi pertanda tumbuhnya kesadaran istri dalam memperjuangkan hak-haknya. Dulu, lanjut Acep, perceraian kebanyakan diajukan suami atau laki-laki. Sekarang, perempuan sadar bahwa perceraian bisa diajukan juga oleh pihak istri.

Dulu istri takut dan pasrah terhadap suami. Sekarang mereka merasa punya hak yang sama dengan suami. Di sisi lain, fenomena ini bisa disebut positif karena perempuan mulai paham hak-haknya," kata dia.

Dibanding 2010, perceraian tahun ini di Bandung meningkat cukup tajam. Tahun lalu, PA Bandung mencatat 5.278 perkara, sebanyak 3.629 di antaranya perkara cerai. Tahun lalu perempuan juga mendominasi dalam mengajukan cerai.

Pada 2010, perempuan yang mengajukan cerai gugat sebanyak 2.665 perkara, dan cerai talak (dari pihak suami) sebanyak 964 kasus. Fenomena perempuan yang mengajukkan cerai, lanjut Acep, memang terjadi sudah lama. Menurut data terakhir PA Bandung, fenomena itu sudah terjadi sejak tiga tahun lalu. "Mungkin lima tahun lalu juga sama, penyebabnya bisa jadi karena era keterbukaan di mana perempuan banyak yang menuntut persamaan hak," jelas Acep.

Sedangkan faktor penyebab perceraian relatif sama dengan tahun lalu. Tahun ini, penyebab utama perceraian karena hubungan tidak harmonis (1.906 kasus), faktor ekonomi (951 kasus), pihak ketiga atau perselingkuhan (555 kasus), dan lain-lain.

Ada juga kasus perceraian karena facebook atau jejaring sosial. Acep menyebutkan, kasus ini tergolong perceraian akibat pihak ketiga. Biasanya suami


(10)

atau istri merasa tidak diperhatikan dan ada juga yang menggoda perempuan atau laki-laki di facebook."Kasus cerai karena facebook termasuk banyak. Mereka nge-print dinding facebooknya untuk dijadikan alat bukti di pengadilan," tuturnya. (Sindo, news .com, 30 Januari 2012)

Fakta meningkatnya angka perceraian di Jawa Barat dipertegas oleh pendapat Yuli Suliswidiawati, seorang Trainers psikologi di Bandung, bahwa ada kecenderungan semakin rapuhnya ikatan rumah tangga pasangan suami istri sebagai pengaruh pergaulan modern. Trend pergaulan di luar rumah, menjadikan problema di dalam rumah tangga.

Kehidupan keluarga yang harmonis, terutama hubungan suami-isteri yang harmonis, tentu saja menjadi harapan atau keinginan siapapun yang akan dan telah menjalankan perkawinan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua yang telah melakukan perkawinan atau pernikahan selalu diikuti suatu keharmonisan dalam hubungan mereka. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya mengalami kegagalan dalam perkawinannya berakhir dengan perceraian.

Terkadang, perbedaan pendapat yang terjadi diantara keduanya pun seringkali berpotensi untuk menjadi sebuah konflik. Konflik dapat timbul karena adanya kekurangsesuaian dalam berkomunikasi, disampaing hal lain seperti masalah keuangan, anak, kesibukan, seks dan lain-lainnya.

Komunikasi yang kurang sesuai dapat mengarah pada ketidakharmonisan. Selain itu, persoalan lain yang biasanya timbul pada pasangan yang di usai awal pernikahan antara lain berkurangnya kebebasan individu, keharusan untuk menyesuaikan diri secara finansial, kematangan atau ketidakmatangan pasangan,


(11)

kehadiran anak, kekuatan dan kekuasaan (secara tradisional laki-laki lebih dominan/superior, sedangkan istri berada dalam posisi mengalah dan menerima keputusan suami)

Hurlock (1980:299) menuliskan bahwa keberhasilan pernikahan nampak pada besar kecilnya hubungan interpersonal dan pola perilaku. Terletak pada kebahagiaan suami istri, hubungan yang baik antara anak dan orang tua, penyesuain yang baik dari anak-anak, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan dan penyesuaian yang baik dari keluarga pasangan.

Kehidupan suami-istri yang melibatkan anak-anak dan remaja sering menghadapi masalah. Hal ini berawal dari ketidakpahaman orang tua tentang perilaku remaja. Kebiasaan orang tua “memaksakan” prinsipnya terhadap anak, kemungkinan akan mengalami kekecewaan karena konsep orang tua tentang sesuatu yang diduganya benar, belum tentu dipahami anak (Willis,2011:153).

Beberapa kasus yang terjadi di sekolah guru-guru menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, menunjukkan perilaku murung, suka menyendiri, termenung, sering datang terlambat, sulit bergaul, sumber persoalan tidak semata-mata pada diri siswa. Kondisi keluarga dengan berbagai kondisi dan permasalahan turut mempengaruhi kondisi perkembangan siswa di sekolah.

Pengalaman penulis selama menjadi guru BK mendapati beberapa siswa yang mengalami masalah bersumber dari keluarga. Menurut Willis (2011:70), yang dibuktikan dalam penelitian tahun 1985 sebesar 89% kondisi siswa dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lainnya.


(12)

Secara umum iklim keluarga menentukan kestabilan emosi anak yang mempengaruhi perkembangan perilaku dan prestasi belajar. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Kartadinata (1983:131) yang menemukan korelasi sederhana antara iklim kehidupan keluarga dengan adekuasi penyesuaian diri sebesar r = 0,39 dan signifikan pada tinggak kepercayaan 0,01. Berarti sumbangan iklim keluarga terhadap penyesuaian diri adalah lebih kurang 16% (Willis,2011:71).

Hal senada juga diungkapkan Dawnson pada pertemuan kuliah umum mahasiswa rogram studi Bimbingan dan Konseling Pascasarjana UPI pada tanggal 23 April 2012 bahwa keluarga menjadi penyebab timbulnya masalah yang dialami siswa di sekolah, bahkan beberapa kasus traumatik yang dialami seseorang disebabkan oleh perilaku anggota keluarga.

Putus komunikasi diantara anggota keluarga terutama ayah dan ibu, sikap egosentrisme, masalah ekonomi, masalah pendidikan, masalah perselingkuhan, jauh dari agama, merupakan beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis dalam keluarga (Willis,2011:14-20)

Komunikasi yang tidak harmonis dapat berakibat pada perilaku kehidupan cinta tidak sehat, demikian pula pasangannya. Sebaliknya perilaku komunikasi tidak sehat dapat mengakibatkan rusaknya hubungan harmonis sebagai suami-isteri dan anggota keluarga yang lain yaitu anak-anak.

Kejadian itu seperti itu bagaikan lingkaran spiral. Namun kajian kali ini lebih ditekankan pada upaya menciptakan harmonisan hubungan suami-isteri dalam kehidupan berumah tangga yang dipengaruhi oleh keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.


(13)

Fakta adanya ketidakharmonisan dalam dalam keluarga dan tingginya angka perceraian merupakan suatu kondisi rapuhnya fondasi rumah tangga di masyarakat. Mengapa masyarakat menganggap perceraian adalah salah satu solusi untuk keluar dari kondisi ketidakharmonisan dalam keluarga setelah mereka menikah? Pertanyaan ini mendorong peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian.

Banyak cara atau upaya yang dapat dilakukan agar terhindar atau teratasinya suatu masalah dalam hubungan suami istri. Konseling pernikahan merupakan salah satu alternatif cara atau upaya yang dapat dilakukan agar tercipta hubungan yang harmonis pada pasangan suami-isteri. Pada akhirnya perilaku komunikasi yang baik dapat terwujud dalam menciptakan relasi suami-istri yang berbahagia.

Terdapat beberapa alasan yang mendasari peneliti menggunakan pendekatan Transaksional Analisis untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri, yaitu:

1. Transaksional Analisis mernekankan aspek-aspek kognitif dan behavioral yang berorientasi pada peningkatan kesadasarn sehingga klien mampu membuat keputusan baru dan mengubah cara hidupnya.

2. Transaksional Analisis memandang bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan menghadapi persoalan relasi hidup dengan orang lain. 3. Transaksional Analisis meruakan metode rasional yang dapat

mengahnalisi dan memahami pikiran, perasaan dan perilaku orang dengan berbasis teori psikologi yang mudah dipahami.


(14)

4. Transaksional Analisis merupakan teknik konseling yang berkaitan dengan ragam budaya dan merupakan teknik konseling yang efektif, psikologi informasi yang berbasis pada komunikasi manusia sehingga komunikasi interpersonal lebih mudah dipahami.

5. Transaksional Analisis merupakan psikoogi sosial dan metode komunikasi yang menguraikan cara mengembngkan dan memperlakukan diri sendiri, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain dan menawarkan intervensi yang memungkinkan individu lebih berkembang.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 1 disebutkan bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi, ada kemungkinan pernikahan yang menyatukan dua individu yang berbeda mengalami hambatan. Tujuan konseling pernikahan adalah untuk membantu konseli-konselinya mengaktualisasikan pribadinya dalam mempersiapkan pernikahannya.

Dalam konseling pernikahan, konselor membantu konseli (pasangan) untuk melihat realita yang dihadapi, dan membantu membuat keputusan yang tepat bagi keduanya sebelum memasuki kehidupan pernikahan maupun selama menjalaninya. Keputusannya berupa perilaku komunikasi dalam rangka mencapai kehidupan yang harmonis, dan menimbulkan rasa aman bagi keduanya.

Oleh sebab itu, pengembangan keterampilan komunikasi interpersonal bagi pasangan yang sudah menikah merupakan bagian dari program bimbingan


(15)

dan konseling yang dibuat oleh konselor dalam membantu pasangan suami-istri menjalani pernikahan.

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

Pertama, Pernikahan sangat penting dalam hidup berkeluarga. Pasangan suami-istri harus betul-betul memperhatikannya. Bimbingan dan konseling pernikahan sangat dibutuhkan karena berupaya membantu pasangan agar dapat semakin matang (siap dan mantap) dalam menjalani pernikahannya. Proses empati sangat dibutuhkan dari pasangan agar saling memahami pribadi masing-masing yaitu sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai.

Kedua, fenomena perceraian, pergeseran nilai-nilai, kemajuan teknologi harus disikapi secara positif dalam membina hubungan dengan pasangan. Komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan dalam menunjang keutuhan interaksi dalam keluarga, khususnya relasi suami istri sehingga dapat tercipta hubungan yang membahagiakan.

Ketiga, Kenedi (2005) dalam penelitiannya tentang “Model Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan Konsep Diri”, mengemukakan diantaranya, pernikahan harus memiliki komitmen yang tegas, sehingga individu mampu menjalani pernikahannya dengan baik dan hal itu dimulai sejak awal yaitu persiapan pernikahan.

Keempat, terkait dengan pernikahan serta komuniksi yang baik sebagai faktor pendukung terciptanya hubungan relasi suami istri yang berbahagia, sampai saat ini masih dibutuhkan layanan bmbingan dan konseling yang efektif


(16)

dalam memfasilitasi pasangan suami istri, dan memberikan treatmen yang sistematis. Bimbingan dan konseling pernikahan dipandang sebagai layanan yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi untuk membangun relasi suami- istri (Willis,2011:165).

Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah tersebut maka peneliti merumuskan pernyataan sebagai berikut : komunikasi dapat menjadi sumber kegagalan atau kesuksesan dalam pernikahan suami-istri dan tidak semua orang memiliki keterampilan komunikasi sebagai faktor pendukung

kesuksesan pernikahan dengan pasangannya sehingga dibutuhkan

keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.

Begitu pentingnya keterampilan komunikasi interpersonal pada relasi suami-istri mendorong peneliti untuk mempelajari dan mengembangkan program bimbingan dan konseling pernikahan bagi pasangan suami-istri. Dengan demikian, maka masalah penelitian dapat dirumuskan menjadi: program bimbingan dan konseling seperti apakah yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan menghasilkan program bimbingan dan konseling pernikahan. Penelitian ini diarahkan untuk menguji: Efektivitas program layanan bimbingan dan konseling pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.


(17)

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan identifikasi, pernyataan masalah dan tujuan penelitian, maka rumusan pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah gambaran keterampilan komuniksi interpersonal suami-istri 2. Apakah program bimbingan dan konseling pernikahan efektif untuk

meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang positif bagi pengembangan teoretis maupun praktis. Secara teoretis manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumbangan pengetahuan dan informasi dalam membina pasangan suami-istri dan keluarga agar dapat meningkatkan keharmonisan pernikahan. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Memberi masukan bagi pengembang dan perencana program bimbingan dan konseling pernikahan.

2. Memberi masukan bagi tim/ seksi keluarga dalam rangka mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.

F. Asumsi Penelitian

1. Pernikahan merupakan hal yang sangat penting yang harus dijalani seseorang dalam kehidupannya yang baru. Sebelum seseorang memutuskan akan menikah perlu meninjau usia. Seperti dituliskan dalam Undang-Undang Perkawinan Bab II pasal 7 ayat (1), dengan jelas dinyatakan bahwa umur sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi bila seseorang akan melakukan


(18)

perkawinan. Usia menunjuk pada kematangan seseorang, baik secara fisiologis maupun psikologis dalam menjalani kehidupana pernikahannya (Walgito,2009).

2. Pernikahan adalah salah satu panggilan Tuhan dan keputusan untuk hidup berkeluarga, dengan tujuan membangun keluarga yang penuh cinta kasih. Pernikahan adalah aktivitas individu yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan (Walgito,2009).

3. Pasangan yang menikah membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Rentang usia awal pernikahan membutuhkan penyesuaian yang baik agar tercipta relasi suami-istri yang harmonis.

4. Keterampilan komunikasi interpersonal menjadi salah satu faktor penting dalam menciptakan hubungan harmonis berumahtangga. Keterampilan komunikasi interpersonal akan membantu pasangan suami-istri agar lebih terbuka pada pasangan masing-masing dalam mengungkapkan maupun menanggapi pesan yang disampaikan.

5. Bimbingan dan konseling pernikahan merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan untuk memberikan layanan bantuan kepada pasangan yang menikah. Bila terdapat kondisi atau faktor-faktor yang berpengaruh dan berpotensi menjadi masalah dalam menjalani relasi sebagai suami-istri maka upaya yang dilakukan untuk membantu pasangan adalah bimbingan dan konseling pernikahan. Melalui bimbingan dan konseling pernikahan pasangan diajak menghadapi perbedaan individu, perbedaan latar belakang, perbedaan sosio kultural dan perkembangan individu dari pasangan masing-masing.


(19)

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

Program Bimbingan dan Konseling Pernikahan efektif untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung data kualitatif. Metode yang digunakan adalah pre-experimental dengan bentuk one group pretes-posttest design. Subyek dalam penelitian ini adalah pasangan suami-istri sebanyak 9 pasang (18 orang). Sampel penelitian ini adalah kelompok individu yang sudah menikah dengan usia pernikahan berkisar satu hingga sepuluh tahun. Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan menggunakan angket dengan skala Likert dengan 5 pilihan jawaban yaitu, Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-Kadang (KD), Jarang (J), dan Tidak Pernah (TP). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitin ini adalah dengan menggunakan uji t atau t-test.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab III disajikan hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan dan metode penelitian yang digunakan. Bagian ini membahas, definisi operasioanal variabel, pengembangan instrumen pengumpul data, lokasi penelitian, teknik analisis data serta prosedur penelitian.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung data kualitatif. Metode yang dignakan adalah pre-experimental dengan desain one-group pretes-posttest, yang bertujuan memperoleh data tentang keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Pada desain ini dilakukan pretes dan posttes untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Desain penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut:

O1 X O2

(Sugiono, 2010:110)

Keterangan :

O1 : Nilai pretest (sebelum diberi perlakuan keterampilan komunikasi)


(21)

Data yang diambil adalah data tentang tingkat keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif akan diperoleh data faktual berdasarkan informasi statistik maupun secara kualitatif, kemudian digabungkan, dianalisis untuk memahami tingkat keterampilan komunikasi interpersonal suamiistri dan efektivitas program bimbingan dan konseling pernikahan dengan pendekatan Transaksional Analisis.

Tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan program bimbingan dan konseling pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Pada penelitian ini hendak menguji pengaruh penggunaan program bimbingan dan konseling pernikahan dalam meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Langakah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Studi pendahuluan; merupakan bagian awal dengan melakukan rancangan program yang akan dikembangkan. Fokus pada langkah awal ini adalah studi literatur, identifikasi dengan menggali fenomena tentang kondisi keterampilan komunikasi interpersonal pasangan yang belum dan sudah menikah dan upaya untuk meningkatkan serta permasalahan yang dihadapi dalam berkomunikasi dengan pasangan

b. Menyusun rancangan program; kegiatan pada tahap ini adalah mengembangkan rancangan program bimbingan dan konseling pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.


(22)

c. Validasi ahli/revisi; kegiatan ini dengan membuat instrument yang divalidasi oleh ahli dan membuat rancangan program. Hasil validasi instrument digunakan untuk membuat rancangan program.

d. Uji coba program; setelah selesai membuat program, peneliti menguji efektifitas program pada pasangan suam- istri yang berada direntang usia 1-10 tahun usia pernikahan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasangan suami istri di Paroki Santa Melania Bandung dengan usia pernikahan yang berada di rentang usia pernikahan satu hingga sepuluh tahun. Paroki Santa Melania beralamat di Jl Melania no 1-3 (belakang RRI) Bandung.

Pada intinya sepanjang pernikahan membutuhkan penyesuaian diri dari pasangan dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Kondisi pernikahan berkisar usia satu hingga sepuluh tahun masih membutuhkan penyesuaian sehubungan dengan peran dan tugas sebagai suami istri dalam menjalani hidup berkeluarga. Keterampilan komunikasi interpersonal pasangan suami-istri menentukan tingkat penyesuaian yang memadai dalam menciptakan keluarga yang harmonis.

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah pasangan suami istri (pasutri) sebanyak 18 orang (sembilan pasang). Langkah penentuan subyek dipilih secara random yaitu setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk


(23)

dijadikan subyek penelitian dan dianggap belum memiliki tingkat keterampilan komunikasi interpersonal dalam membangun relasi dengan pasangnnya.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel yaitu komunikasi interpersonal suami- istri yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

Variabel adalah obyek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,1993:91). Dalam penelitian ini terdapat satu variabel yaitu keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal suami istri adalah proses interaksi antara pasangan suami-istri di Paroki Santa Melania Bandung dalam bentuk tatap muka dalam bentuk verbal maupun non verbal yang dapat langsung diketahui balikannya. Perilaku komunikasi interpersonal suami-istri meliputi aspek keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesetaraan. Komunikasi interpersonal suami-istri memiliki ciri-ciri efektifitas komunikasi yaitu:

a. Keterbukaan (Openess)

Yaitu kemampuan suami-istri di Paroki St Melania Bandung dengan mengungkapkan yang dirasakan, mengungkapkan tanggapan terhadap isi pesan yang dimaksud, memberikan informasi, menerima pasangan apa adanya.


(24)

b. Empati (Empathy)

Yaitu kemampuan untuk memahami secara tepat perasaan, pikiran dan pengalaman pasangan dengan menghayati yang dirasakan, memahami pemikiran, memahami gerakan anggota tubuh, mendengarkan dengan penuh perhatian.

c. Dukungan (Supportivenees)

Yaitu situasi antara pasangan suami-istri yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif yaitu dengan memberi dukungan , memotivasi dengan jujur, memberi dan menerima pujian dengan tulus

d. Rasa Positif (Positivenes)

Yaitu dengan mengkomunikasikan keinginan bekerja sama, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai, memperlakukan pasangan sebagai orang yang bernilai, memiliki keyakinan dapat mengatasi masalah/ persoalan

e. Kesetaraan (Equality)

Yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna memperlakukan pasangan secara demokratis, menerima perbedaan pendapat, mengkomunikasikan rasa hormat dan menghargai pendapat dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

2. Bimbingan dan Konseling Pernikahan

Bimbingan dan konseling pernikahan (marriage counseling) adalah upaya membantu pasangan suami istri, oleh konselor secara professional, sehingga


(25)

mereka dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui keterampian komunikasi interpersonal.

Upaya ini dilakukan oleh peneliti selaku konselor kepada pasangan suami- istri di Paroki Santa Melania Bandung, sebanyak 18 orang (sembilan pasang) dengan usia pernikahan yang berada di rentang 1-10 tahun dalam 6 sesi materi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Instrument penelitian disusun berdasarkan dimensi dan indikator variabel dengan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka dikembangkan alat pengumpul data yaitu:

1. Skala komunikasi interpersonal digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan komunikasi interpersonal suami istri sebelum dan sesudah mengikuti bimbingan dan konseling pernikahan

2. Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas (in-depth information) dari hasil observasi dan partisipasi serta pencatatan terhadap subjek penelitian. Teknik wawancara lebih didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan pribadi subjek penelitian tentang perilaku komunikasi interpersonal.

3. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan skala penilaian yang menggunakan skala Likert. Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan instrumen:


(26)

Berdasarkan fokus masalah dalam penelitian, instrumen yang disusun ditujukan untuk mengukur tingkat keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri dan efektifitas program bimbingan dan konseling pernikahan dalam meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami istri. Berikut ini disajikan kisi-kisi instrumen variabel keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri sebagai pedoman membuat angket yang akan disebarkan kepada responden yaitu pada tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Interpersonal

Dimensi Indikator Jumlah

Soal No Item

1. Keterbukaan (Openess)

1. Mengungkapkan yang dirasakan 2. Mengungkapkan tanggapan terhadap

isi pesan yang dimaksud 3. Memberikan informasi

4. Menerima pasangan apa adanya untuk mencari pengertian pesan

7 4 3 3 1,2.3,4,5,6.7. 8,9,10,11. 12, 13, 14. 15, 16, 17

2. Empati (Empathy)

1. Menghayati yang dirasakan 2. Memahami pemikiran sebagaimana

pasangan berpikir

5 2

18, 19, 20, 21, 22 23, 24

3. Memahami gerakan anggota tubuh 4. Mendengarkan dengan penuh

perhatian

4 6

25, 26, 27, 28 29, 30, 31, 32, 33, 34

3. Dukungan (Supportiveness)

1. Memberi dukungan 2. Memotivasi dengan jujur

Memberi dan menerima pujian dengan tulus

4 3 2

35, 36, 37, 38 39, 40, 41 42, 4

4. Rasa Positif (Positivenes)

1. Mengkomunikasikan keinginan bekerja sama

2.Menerima diri sebagai orang yang

5


(27)

penting dan bernilai

3.Memperlakukan pasangan sebagai orang yang bernilai

4. Memiliki keyakinan dapat mengatasi masalah

4

9

5

49, 50, 51, 52

53,54,55,56,57,58 59, 60, 62

63,64, 65,66, 67

Aspek Indikator Jumlah

Soal

No Item 5. Kesetaraan atau

Kesamaan (Equality)

1. Memperlakukan pasangan secara demokratis

2. Menerima perbedaan pendapat 3. Mengkomunikasikan rasa hormat dan

menghargai pendapat

6

4 5

68, 69, 70, 71,72, 73

74, 75, 76, 77, 78, 79,80, 81, 82

b. Pedoman Skoring

Instrumen penelitian ini dibuat dalam bentuk pernyataan positif untuk mengetahui tingkat keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Variabel tingkat keterampilan komunikasi suami istri terdiri atas lima aspek yang dispesifikan oleh indikatornya masing-masing. Alternatif jawaban yang digunakan dengan menggunakan model skala Likert dengan lima pilihan jawaban pada penelitian ini yaitu:

Tabel 3.2

Kriteria Penskoran Angket Keterampilan Komunikasi Interpersonal Suami-Istri

Alternatif Jawaban Skor

Selalu 4

Sering 3

Kadang-Kadang 2

Jarang 1

Tidak Pernah 0


(28)

c. Penyusunan Instrumen

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan satu jenis instrument yaitu angket. Untuk memperkuat mendapatkan data dibantu dengan melakukan wawancara (sebagai alat pendukung) tentang perilaku komunikasi interpersonal dengan pasangan dan tentang menjaga keharmonisan keluarga. Angket dipandang tepat sebagai alat untuk pengumpul data pada penelitian ini yang hasilnya digunakan untuk membuat program. Instrument keberhasilan program digunakan untuk melihat efektivitas program bimbingan dan konseling pernikahan.

d. Uji Validitas

Dalam penelitian, diperlukan instrument-instrumen yang memenuhi standar tertentu minimal validitas dan reliabilitas. Validitas menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukurnya tersebut (Sukmadinata,2007:228).

Uji validitas instrument dilakukan agar data yang diperoleh adalah data yang baik karena dapat mengukura apa yang hendak diukur (Azwar,2005:51). Instrumen terlebih dulu akan diuji secara rasional oleh ahli (tim penilai). Pelaksanaan validasi yang meliputi materi instrumen, konstruk dan penulisan instrumen dilakukan oleh Dr Ipah Saripah, M.Pd, dan Dr Mubiar Agustin, M.Pd, sebagai penimbang ahli.

Hasil penilaian dari uji validasi ini berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) dan tidak memadai (TM). Pernyataan yang telah berkualifikasi memadai dapat digunakan untuk mencari data penelitian yang dibutuhkan. Sedangkan dalam kualifikasi


(29)

tidak memadai terdapat dua kemungkinan, yaitu pernyataan tersebut direvisi sehingga menjadi layak digunakan atau pernyataan tersebut tidak dapat digunakan.

Uji validitas selanjutnya adalah uji validitas secara empiris atau uji keterbacaan program yang dilakukan kepada pasangan suami istri di Paroki Santa Melania sebanyak sembilan pasang. Pengolahan data hasil uji coba diolah dengan menggunakan rumus korelasi point biserial.

Setelah mendapatkan data dari lapangan, langkah selanjutnya adalah mentabulasikan data. Data yang telah ditabulasi selanjutnya dilakukan validitas konstruksi dengan menggunakan analisis faktor. Analisis faktor adalah pengkorelasian antar skor item instrumen dalam suatu faktor, serta mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. (Sugiyono,2011:125)

Untuk menguji validitas instrumen ini digunakan rumus korelasi Product

Moment yang dikemukakan oleh Person (Arikunto,2002:146). Langkah

selanjutnya yang dilakuan adalah membandingkan thitung dengan ttabel untuk mengetahui tingkat signifikansi dengan ketentuan thitung> ttabel.

Dalam penelitian ini, proses pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS. Software tersebut mempermudah peneliti untuk menyingkat proses penghitungan secara akurat dalam waktu yang singkat dengan hasil yang diyakini kebenarannya.

Dari hasil pengujian dengan bantuan computer program SPSS for windows versi 16.0 dengan analisi korelasi dapat diketahui subyek sebanyak 18 orang (9 pasangan suami istri) dan 55 item pernyataan dapat diperoleh hasil yang


(30)

dinyatakan valid sebanyak 51 item. Sedangkan 4 item dinyatakan tidak valid, yaitu item no 1, 7, 10, 16. Keempat item yang dinyatakan tidak valid, tidak digunakan. Oleh karena itu item pernyataan yang digunakan adalah 51 item (dalam lampiran 4).

e. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketepatan hasil pengukuran. Suatu instrument dikatakan memiliki tingkat reliabilitas yang memadai, bila instrument tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relativ sama (Sukmadinata,2007:229).

Instrument yang memiliki tingkat reliabilitas yang memadai ini akan menghasilkan data yang dapat dipercaya. Instrument yang akan diujikan reliabilitasnya pada penelitian ini adalah keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri yang disusun dalam angket tertutup.

Uji realibilitas instrumen ini menggunakan Cronbach Alpha dengan cara menghitung koefisien reliabilitas instrument dengan rumus sebagai berikut:

�= � −1 1− ��

2

2 Keterangan:

r = koefisien realibilitas instrumen (Cronbach alpha) k = banyaknya butir soal

��2 = total varians butir


(31)

Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.744 .951 52

Berdasarkan hasil reliabilitas di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai reliabilitas instrument disiplin diri sebesar 0,740 berada pada kategori tinggi, artinya instrument ini mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan konsisten.

Hasil dari olah data melalui uji validitas dan reliabilitas diperoleh data yang layak untuk diolah dalam proses analisis selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah menetapkan konversi skor sebagai standardisasi dalam menafsirkan skor yang ditujukan untuk mengetahui makna skor yang dicapai dalam pendistribusian respons terhadap instrumen, serta untuk menentukan pengelompokan tingkat keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.

Konversi skor disusun berdasarkan skor yang diperoleh subjek uji coba pada setiap aspek maupun skor total instrumen yang kemudian dikonversikan menjadi tiga kategori tingkat capaian keterampilan komunikasi yaitu tinggi, sedang, dan rendah.


(32)

Pembagian tiga kategori keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri dari hasil pengungkapan awal dilakukan dengan mengacu pada penghitungan skor z data responden pada proses pengungkapan awal yang dijelaskan pada tabel 3.4 sebagai berikut.

Tabel 3.4

Kategori Keterampilan Komunikasi Suami-Istri

Kategori Rentang Frekuensi Presentase

Tinggi 168 – 187 9 31,03

Sedang 150 – 168 8 27,58

Rendah 131 – 150 12 41,37

Jumlah 29 100

Kategori tersebut diperoleh dari hasil pengungkapan awal terhadap 29 suami-istri yang berada direntang usia pernikahan 1-10 tahun, rata-rata berada pada kategori sedang. Deskripsi untuk masing-masing kategori menggambarkan capaian pasangan suami-istri dalam setiap indikator dan aspek yang menunjukkan tingkat keterampilan komunikasi interpersonal.

F. Proses Perlakuan (Treatment)

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, prosedur penelitian yang ditempuh adalah:

1. Persiapan Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis pengumpulan data yang dilakukan yaitu: data pertama dengan mengumpulkan berbagai informasi mengenai kondisi obyektif mengenai kehidupan pernikahan; kedua data tentang komunikasi yang terjadi di keluarga khusunya pada pasangan suami-istri yang dikumpulkan melalui


(33)

pretes dan postes; ketiga, profil pasangan suami istri setelah mengikuti kegiatan; dan keempat adalah gambaran obyektif tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri.

Berdasarkan fokus masalah, maka sebelum memulai penelitian ini terlebih dulu melakukan studi pendahuluan dan penajajagan pada kelompok yang mengikuti kegiatan pembekalan persiapan pernikahan. Hal ini dilakukan sebagai upaya awal untuk mengetahui gambaran umum tentang komunikasi interpersonal. Selanjutnya peneliti mengkaji berbagai sumber referensi seperti buku, penelitian terdahulu, wawancara dengan pasangan yang akan menikah, pasangan suami-istri, tim seksi keluarga dan Pastor Paroki.

Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini, maka disusunlah desain penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif. Tujuannya adalah untuk mempermudah peneliti dalam melalukan strategi penelitian yang dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data hingga kesimpulannya.

Kelompok eksperimen diberi pretest dengan tujuan untuk mengetahui keadaan awal keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Selanjutnya kelompok diberi perlakuan berupa program bimbingan dan konseling pernikahan untuk melatih keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri yang mengacu pada komponen bimbingan dan konseling perkembangan dan posttes untuk mengetahui perubahan antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan.


(34)

Kegiatan perlakuan dilakukan dalam suasana kekeluargaan dengan terlebih dulu menjalin keakraban. Materi komunikasi yang disampaikan meliputi aspek keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesetaraan.

Tiap sesi berisi kegiatan yang berisi informasi dan pengamatan proses yaitu keterlibatan peserta melalui permainan, diskusi, simulasi, refleksi dan berbagi pemikiran dan pengalaman. Tujuannya adalah untuk menggali perilaku komunikasi dan membantu pasangan lain berkembang melalui pengalaman pasangan lain.

2. Pelaksanaan

Pengumpulan data mulai dilakukan pada September 2011 sebagai kegiatan awal dengan mengikuti kegiatan persiapan pernikahan yang diikuti sebanyak 6 pasang yang merencanakan akan menikah. Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan yang dibantu oleh Pastor Paroki dan tim seksi keluarga, kegiatan dilanjutkan adalah dengan studi literatur dan wawancara. Pelaksanaan pengumpulan data wawancara awal untuk mendapatkan informasi dilakukan kepada tim pendamping persiapan perniakahan Paduan Kasih dan Pastor Paroki.

Pada tahap ini peneliti melakukan diskusi dengan pastor paroki, tim pendamping persiapan pernikahan, teman dan para ahli untuk menyamakan persepsi tentang kegiatan yang akan dilakukan.

Berdasarkan saran dan balikan (feedback) yang diperlukan bagi penyempurnaan program, peneliti melakukan uji program kepada 9 pasang suami- istri. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana, yaitu kesepakatan mengenai tempat dan waktu antara subyek penelitian dengan konselor.


(35)

Adapun program yang dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri disajikan dalam lima sesi materi. Tiap sesi penyajian materi yang menuntut kerelaan dan kerja sama suami-istri sebagai pasangan dalam kelompok yang diberi perlakuan.

3. Pelaporan

Pada tahap pelaporan data yang diperoleh dianalisa dan diolah sebagai hasil temuan tingkat keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Analisa data dilakukan atas dasar temuan hasil penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitataif sebagai pendukungnya.

G. Teknik Analisa Data

Analisis data merupakan langkah penting dalam penelitian karena peneliti memberikan pemaknaan terhadap data yang telah diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan metode statistik. Penghitungan statistik dilakukan untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu uji coba alat ukur dan pengolahan data.

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, inventori, angket, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikannya ke dalam kategori dan dijabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyususn ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendri maupun orang lain (Arikunto, 2006:212).


(36)

Dengan demikian analisis data dilakukan dengan cara menggorganisasikan setiap data yang dikemukakan dan dilakukan segera setelah kegiatan pencatatan selesai dengan maksud agar data yang diperoleh menjadi sistematis sehingga mudah dipahami.

Data penelitian dianalisa secara desktiptif naratif untuk melakukan deskripsi tentang aspek yang diukur. Sedangkan untuk menganalisi afektifitas program bimbingan dan konseling pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami istri dengan prosedur kuantitatif dengan menggunakan perhitungan statistik melalui uji perbedaan rata-rata, yaitu dengan menggunakan uji-t (t-test).

Uji t ini bertujuan mengkaji efektifitas suatu perlakuan (treatment) dalam mengubah suatu perilaku dengan cara membandingkan antara keadaan sebelumnya dengan keadaan sesudah perlakuan diberikan (Furqon, 2002:161).

Sebelum data hasil pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri diolah lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan statistik uji Z Kolmogrov-Smirnov (p > 0,05) dan uji homogenitas varians (p > 0,05). Hasil uji normalitas dan homogenitas varians menunjukan data tersebut memiliki distribusi normal dan varians yang homogen dengan hasil pada tabel 3.5 sebagai berikut.

Tabel 3.5

Hasil Uji Normalitas Keterampilan Komunikasi Interpersonal Suami-Istri


(37)

No Keterangan Nilai 1.

2. 3.

Rata-rata Standar deviasi

Asymp.Sig. (2-Tailed)

148,944 10,223

0,903

Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai postes eksperimen memiliki nilai .Sig = 0,478> 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak terdapat perbedaan antara distribusi data dengan distribusi normal. Dengan kata lain distribusi postes berdistribusi normal.

Nilai pretes eksperimen memiliki nilai .Sig = 0,903> 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak terdapat perbedaan antara distribusi data dengan distribusi normal. Dengan kata lain distribusi pretes pada penelitian ini berdistribusi normal.


(38)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab V merupakan bab terakhir dalam pelaporan penelitian, yang berisi simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan berdasarkan hasil kajian teroritis dan temuan dilapangan. Rekomendasi penelitian agar hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam ruang lingkup yang lebih luas.

A. Simpulan

Secara umum penelitian ini telah mencapai tujuan yaitu merumuskan program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Simpulan hasil kajian penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Hasil kajian awal menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat keterampilan komunikasi suami-istri berada pada kategori sedang dan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri belum memadai dan berpotensi untuk ditingkatkan.

2. Keterampilan komunikasi interpersonal berperan sangat penting dalam keharmonisan pasangan dan keluarga. Program Bimbingan dan Konseling Pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri dengan pendekatan Transaksional Analisis menunjukkan hasil yang efektif untuk membantu meningkatkan kelima aspek keterampilan komunikasi interpersonal, kecuali pada dua aspek yaitu keterbukaan dan aspek dukungan.


(39)

Dengan demikian upaya untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami istri dapat dilakukan dengan meninkatkan keterampilan aspek komunikasi keterbukaan yang meliputi upaya mengembangkan materi dan kegiatan bimbingan

Pendekatan Transaksional Analisis terbukti dapat membantu dalam meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Indikator tercapainya hasil terlihat dari adanya keyakinan bahwa pernikahan dan relasi suami-istri dalam kehidupan keluarga yang berpandangan I am oke you are oke. Konseling Transaksional Analisis membantu memperbaharui perilaku dan keyakinan untuk menerapkan keterbukaan, dukungan, empati, rasa positif dan kesetaraan terhadap pasangan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan analisis, hasil penelitian dan kesimpulan penelitian, maka dikemukakan rekomendasi yang ditjukan kepada beberapa pihak yang terkait sebagai berikut : rekomendasi penelitian secara umum ditujukan kepada semua pasutri dan tim keluarga agar memandang relasi dan hidup pernikahan yang harmonis yaitu I am oke you are oke.

Secara khusus rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada tim/ seksi keluarga dan peneliti selanjutnya.

1. Tim/ Seksi Keluarga:


(40)

keharmonisannya. Referensi ini dapat digunakan oleh tim yang berperan dalam pendampingan keluarga untuk membantu mewujudkan visi dan misi gereja Katolik dalam membangun keluarga bahagia yang berdasarkan pada pernikahan monogami.

2. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan program bimbingan dan konseling pernikahan untuk memfasilitasi pembinaan keluarga dengan menggunakan pendekatan dan metode penelitian lain yang memfokuskan pada aspek keterbukaan dan dukungan. Terdapat berbagai pendekatan dan metode yang dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri seperti Client Center, Gestalt, dan Logo Therapy. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas masing-masing pendekatan sebagai upaya untuk meningkatkan keharmonisan keluarga.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Alwilsol. (2009). Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta.

Aw, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Rambu-Rmabu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Creswell, John, W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design. Sage Publication Inc: Thousand Oaks.

Derni, Meidya, (2009). Catatan Cinta Sang Istri. Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa.

Duvall, Evelyn & Miller, Brent C. (1985). Marriage and Family Development. Harper Collins Publishers, Inc.

Emsir, (2008), Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Farida, Euis. (2010). Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan (Studi Pengembangan Model Bimbingan pasa Siswa Kelas XI SMAN Kota Bandung Tahun Ajaran 2009-2010). Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Gymnastiar, Abdullah. (2006). Sakinah, Manajemen Qolbu untuk Keluarga. Bandung: Khas MQ

Hurlock, E.B. (1994). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Alih bahasa Istiwidayanti dan Soejarwo). Jakarta: Erlangga.

Kenedi,G. (2005). Model Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan Konsep Diri. Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Maesa, Listiyah. (2008). Pengembangan Bimbingan Pranikah bagi Mahasiswa. Skripsi pada Jurusan PPB FIP UPI: tidak diterbitkan.


(42)

McMillan, James,H. (2008). Education Research: Fundamentals For The Consumer: Pearson Aducation, Inc.

Nashori, Fuad H. (2008). Psikologi Sosial Islami. Bandung: Refika Aditama.

Nurwijaya, Hartati. (2011). Mencegah Selingkuh dan Cerai. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Pudjiastuti, Endang. (2008). Model Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Adekuasi Penyesuaian Perkawinan, (Studi Pengembangan Berdasarkan Pendekatan Experiental Learning Pada Pasangan Suami Istri Dewasa Madya di Kota Bandung). Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Rakhmat,J. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Santrock,J. (1995). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Alih

bahasa A.Chusairi dan Juda Damanik). Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Scott,Elizabeth (2009) M.S.Common Marriage Problems and Solutions. Online. Tersedia di:

http://stress.about.com/od/relationships/a/marriage_problems.htm. (14 Mei 2012)

Sugandhi, Nani M. (2010). Model Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Kesiapan Diri Mahasiswa Dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga (Dikembangkan Berdasarkan Pendekatan Bimbingan dan Konseling Perkembangan pada Mahasiswa Jenjang Strata 1 di Universitas Pendidikan Indonesia, Tahun Akademik 2008/2009). Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Sujarwo. (2010). Efektifitas Bimbingan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa (Studi Eksperimen Kuasi Pada Siswa Kleas XI IPA ! SMAN 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung). Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitan.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND. Bandung: Alfabeta.

Supratiknya, A. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius. Surya, M. (2007). Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Thorman, George. (TT). Marriege Counseling Handbook. USA: Charles Thomas Publisher.


(43)

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Walgito, Bimo. (2000). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Widiana, Wahyu. (2006). Pola Penasihatan Keluarga Bermasalah: Peran Mediasi

Sebagai Salah Satu Alternatif. (Makalah disampaikan pada Rakernas BP4 Di Jakarta).

Willis, Sofyan. (2004). Konseling Individual. Bandung: Alfabeta.

Yusuf,L,N,Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf,L,N,Syamsu & Nurihsan,J. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Atikel dan jurnal:

Aspek-Aspek Kepuasan Perkawinan. [Online] Tersiadia di: http://www.psychologymania.com/html [22 Juni 2012]

Micro Jurnal : http://jurnal-singkat.blogspot.com/2012_02_01_archive.html [29 Mei 2012]

Ciri-Ciri Efektivitas Komunikasi. [Online] Tersedia di: http://cybercounselingstain.bigforumpro.com. http://wsmulyana.wordpress.com. [15Pebruari 2012] Faktor Penyebab Perceraian. Sindo, news .com, 30 Januari 2012. Suami-Istri Sukses Hadapi Krisis. [Online] Tersedia di:


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab V merupakan bab terakhir dalam pelaporan penelitian, yang berisi simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan berdasarkan hasil kajian teroritis dan temuan dilapangan. Rekomendasi penelitian agar hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam ruang lingkup yang lebih luas.

A. Simpulan

Secara umum penelitian ini telah mencapai tujuan yaitu merumuskan program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Simpulan hasil kajian penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Hasil kajian awal menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat keterampilan komunikasi suami-istri berada pada kategori sedang dan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri belum memadai dan berpotensi untuk ditingkatkan.

2. Keterampilan komunikasi interpersonal berperan sangat penting dalam keharmonisan pasangan dan keluarga. Program Bimbingan dan Konseling Pernikahan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri dengan pendekatan Transaksional Analisis menunjukkan hasil yang efektif untuk membantu meningkatkan kelima aspek keterampilan komunikasi interpersonal, kecuali pada dua aspek yaitu keterbukaan dan aspek dukungan.


(2)

Dengan demikian upaya untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami istri dapat dilakukan dengan meninkatkan keterampilan aspek komunikasi keterbukaan yang meliputi upaya mengembangkan materi dan kegiatan bimbingan

Pendekatan Transaksional Analisis terbukti dapat membantu dalam meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal suami-istri. Indikator tercapainya hasil terlihat dari adanya keyakinan bahwa pernikahan dan relasi suami-istri dalam kehidupan keluarga yang berpandangan I am oke you are oke. Konseling Transaksional Analisis membantu memperbaharui perilaku dan keyakinan untuk menerapkan keterbukaan, dukungan, empati, rasa positif dan kesetaraan terhadap pasangan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan analisis, hasil penelitian dan kesimpulan penelitian, maka dikemukakan rekomendasi yang ditjukan kepada beberapa pihak yang terkait sebagai berikut : rekomendasi penelitian secara umum ditujukan kepada semua pasutri dan tim keluarga agar memandang relasi dan hidup pernikahan yang harmonis yaitu I am oke you are oke.

Secara khusus rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada tim/ seksi keluarga dan peneliti selanjutnya.

1. Tim/ Seksi Keluarga:


(3)

keharmonisannya. Referensi ini dapat digunakan oleh tim yang berperan dalam pendampingan keluarga untuk membantu mewujudkan visi dan misi gereja Katolik dalam membangun keluarga bahagia yang berdasarkan pada pernikahan monogami.

2. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan program bimbingan dan konseling pernikahan untuk memfasilitasi pembinaan keluarga dengan menggunakan pendekatan dan metode penelitian lain yang memfokuskan pada aspek keterbukaan dan dukungan. Terdapat berbagai pendekatan dan metode yang dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri seperti Client Center, Gestalt, dan Logo Therapy. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas masing-masing pendekatan sebagai upaya untuk meningkatkan keharmonisan keluarga.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwilsol. (2009). Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta.

Aw, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Rambu-Rmabu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Creswell, John, W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design. Sage Publication Inc: Thousand Oaks.

Derni, Meidya, (2009). Catatan Cinta Sang Istri. Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa.

Duvall, Evelyn & Miller, Brent C. (1985). Marriage and Family Development. Harper Collins Publishers, Inc.

Emsir, (2008), Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Farida, Euis. (2010). Model Bimbingan Kelompok Untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan (Studi Pengembangan Model Bimbingan pasa Siswa Kelas XI SMAN Kota Bandung Tahun Ajaran 2009-2010). Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Gymnastiar, Abdullah. (2006). Sakinah, Manajemen Qolbu untuk Keluarga. Bandung: Khas MQ

Hurlock, E.B. (1994). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Alih bahasa Istiwidayanti dan Soejarwo). Jakarta: Erlangga.

Kenedi,G. (2005). Model Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan Konsep Diri. Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Maesa, Listiyah. (2008). Pengembangan Bimbingan Pranikah bagi Mahasiswa. Skripsi pada Jurusan PPB FIP UPI: tidak diterbitkan.


(5)

McMillan, James,H. (2008). Education Research: Fundamentals For The Consumer: Pearson Aducation, Inc.

Nashori, Fuad H. (2008). Psikologi Sosial Islami. Bandung: Refika Aditama.

Nurwijaya, Hartati. (2011). Mencegah Selingkuh dan Cerai. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Pudjiastuti, Endang. (2008). Model Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Adekuasi Penyesuaian Perkawinan, (Studi Pengembangan Berdasarkan Pendekatan Experiental Learning Pada Pasangan Suami Istri Dewasa Madya di Kota Bandung). Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Rakhmat,J. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Santrock,J. (1995). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Alih

bahasa A.Chusairi dan Juda Damanik). Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Scott,Elizabeth (2009) M.S.Common Marriage Problems and Solutions. Online. Tersedia di:

http://stress.about.com/od/relationships/a/marriage_problems.htm. (14 Mei 2012)

Sugandhi, Nani M. (2010). Model Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Kesiapan Diri Mahasiswa Dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga (Dikembangkan Berdasarkan Pendekatan Bimbingan dan Konseling Perkembangan pada Mahasiswa Jenjang Strata 1 di Universitas Pendidikan Indonesia, Tahun Akademik 2008/2009). Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Sujarwo. (2010). Efektifitas Bimbingan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa (Studi Eksperimen Kuasi Pada Siswa Kleas XI IPA ! SMAN 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung). Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitan.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND. Bandung: Alfabeta.

Supratiknya, A. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius. Surya, M. (2007). Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Thorman, George. (TT). Marriege Counseling Handbook. USA: Charles Thomas Publisher.


(6)

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Walgito, Bimo. (2000). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Widiana, Wahyu. (2006). Pola Penasihatan Keluarga Bermasalah: Peran Mediasi

Sebagai Salah Satu Alternatif. (Makalah disampaikan pada Rakernas BP4 Di Jakarta).

Willis, Sofyan. (2004). Konseling Individual. Bandung: Alfabeta.

Yusuf,L,N,Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf,L,N,Syamsu & Nurihsan,J. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Atikel dan jurnal:

Aspek-Aspek Kepuasan Perkawinan. [Online] Tersiadia di: http://www.psychologymania.com/html [22 Juni 2012]

Micro Jurnal : http://jurnal-singkat.blogspot.com/2012_02_01_archive.html [29 Mei 2012]

Ciri-Ciri Efektivitas Komunikasi. [Online] Tersedia di: http://cybercounselingstain.bigforumpro.com. http://wsmulyana.wordpress.com. [15Pebruari 2012] Faktor Penyebab Perceraian. Sindo, news .com, 30 Januari 2012. Suami-Istri Sukses Hadapi Krisis. [Online] Tersedia di: