informasi hilal rajab 1432h

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM
TANGGAL 2 JUNI 2011 M
PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H
Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam
mengelilingi Matahari memungkinkan manusia untuk mengetahui penentuan waktu. Salah satunya
adalah penentuan awal bulan qomariah, yang didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Penentuan awal bulan qomariah ini sangat penting bagi umat Islam, misalnya dalam penentuan awal
tahun baru Hijriah, awal dan akhir shaum Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi pemerintah yang
salah satu tupoksinya dalam penentuan tanda waktu sangat berkepentingan dalam penentuan awal
bulan qomariah ini. Untuk itu, BMKG menyampaikan Informasi Hilal saat Matahari Terbenam
Tanggal 2 Juni 2011 M: Penentu Awal Bulan Rajab 1432 H sebagai berikut.

1. Waktu Konjungsi (Ijtima’) dan Terbenam Matahari
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama
dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Kejadian ini akan
kembali terjadi pada Rabu, 1 Juni 2011 M, pukul 21 : 3 UT atau Kamis, 2 Juni 2011 M, pukul 4 : 3
WIB atau 5 : 3 WITA atau 6 : 3 WIT, yaitu ketika nilai bujur Ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama
71,031o. Pada saat konjungsi, jarak sudut Matahari dan Bulan (elongasi) adalah 1,132o. Elongasi ini
lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,516o
sehingga pada saat konjungsi tidak akan terjadi Gerhana Matahari. Dengan demikian, peristiwa

konjungsi ini tidak akan teramati secara visual. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi
sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 14 jam 12 menit.
Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horizon
teramati. Hal ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter Matahari, efek
hamburan/refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl). Dalam
perhitungan standar1), semi diameter Matahari dianggap 16’, efek refraksi dianggap 34’ dan elevasi
pengamat dianggap 0 meter dpl. Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada
tanggal 2 Juni 2011 paling awal terjadi pada pukul 17 : 26 WIT di Merauke dan paling akhir pada
pukul 18 : 50 WIB di Sabang.
Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan konjungsi terjadi
sebelum Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011 di Indonesia. Dengan demikian, secara astronomis
waktu pelaksanaan rukyat Hilal di Indonesia bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuan awal
bulan qomariah adalah setelah Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011. Sementara itu bagi yang
menerapkan hisab dalam penentuan awal bulan qomariah, perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab
saat Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011.

1

2. Data Hilal dan Matahari untuk Beberapa Kota di Indonesia
Pada Lampiran tentang “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam: Penentu Awal Bulan

Rajab 1432 H, Kamis, 2 Juni 2011 M” ditampilkan informasi astronomis Hilal dan Matahari untuk
beberapa kota di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011. Informasi ini adalah informasi
dasar penentu awal bulan Rajab 1432 H. Pada tabel tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai
ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon dengan ketinggian pengamat dianggap 0 meter dpl dan
efek refraksi atmosfer Bumi belum diikutsertakan dalam perhitungan.
Dalam kenyataannya, efek refraksi atmosfer Bumi, tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut
dan semi diameter Bulan akan berpengaruh terhadap tinggi Hilal. Nantinya, tinggi Hilal dinyatakan
sebagai ketinggian titik di piringan Bulan yang jarak sudutnya paling dekat dengan pusat Matahari dari
horizon teramati. Untuk menghitung tinggi Hilal dari horizon teramati, dapat digunakan persamaan (1)
berikut, yaitu
a = a0 − s + R + d ,

(1)

dengan a adalah tinggi Hilal dari horizon teramati dan ao adalah tinggi Hilal dari horizon. Untuk
keperluan praktis, nilai s dapat dinyatakan oleh


⎛ DAz ⎞ ⎞
⎟⎟ ⎟ ,

s = SD cos⎜ arctan⎜⎜


Da

⎠⎠


(2)

dengan SD adalah semi diameter Bulan dalam satuan derajat, |DAz| adalah nilai mutlak selisih Azimuth
Bulan dengan Matahari dan Da adalah selisih tinggi antara Bulan dan Matahari. Sebagai catatan, s ini
akan bernilai negatif, jika Da bernilai negatif. Rata-rata, tinggi Matahari dan semi diameter Bulan saat
Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 2 Juni 2011 masing-masing adalah –50’ 11,20”
dan 15’ 18,79”.
Pada persamaan (1) di atas, R adalah efek refraksi atmosfer dalam satuan derajat. Untuk
kepentingan praktis, nilai R ini dapat dinyatakan oleh1)
R=

P

T + 273

0,0047


8,6

tan⎜⎜ a0 − s +
a0 − s + 4,4 ⎟⎠


,

(3)

dengan P adalah tekanan barometrik dalam satuan milibars dan T adalah temperatur lokasi pengamatan
dalam satuan oC. Sedangkan d pada persamaan (1) di atas adalah kerendahan horizon (dip) yang, dalam
satuan menit busur, dinyatakan oleh1,2)

d = 1,75 h ,


(4)

dengan h adalah tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dalam satuan meter.
Sebagai contoh untuk perhitungan di atas adalah ketinggian Hilal pada 2 Juni 2011 untuk pengamat
di Pelabuhan Ratu dengan elevasi 52,685 meter dpl dan kondisi refraksi atmosfer standar1,2)
(temperatur lokasi pengamatan 10o C dan tekanan barometrik 1010 milibars). Berdasarkan persamaan
(2) di atas, nilai s adalah 0,2365o. Berdasarkan persamaan (3) di atas, nilai R adalah 0,1792o.
Berdasarkan persamaan (4) di atas, nilai d adalah 0,2117o. Setelah hasil-hasil ini diterapkan pada
persamaan (1) di atas, diperoleh
2

a = 4,5753o − 0,2365o + 0,1792o + 0,2117 o
= 4,7298o

.

(5)

Dengan demikian, tinggi Hilal di Pelabuhan Ratu dari horizon teramati saat Matahari terbenam tanggal

2 Juni 2011 adalah 4o 43,79’. Prosedur yang sama dapat dilakukan untuk lokasi lainnya.

3. Peta Ketinggian Hilal

Pada Gambar 1 ditampilkan peta ketinggian Hilal di seluruh dunia saat Matahari terbenam di
masing-masing lokasi pengamat antara 60o LU sampai dengan 60o LS di permukaan Bumi pada tanggal
1 Juni 2011 dan 2 Juni 2011. Pada Gambar 1 dan 2 tersebut ditampilkan pula ketinggian Hilal untuk
pengamat yang berada di Indonesia. Pada Gambar 3 ditampilkan pula peta ketinggian Hilal untuk
pengamat yang berada di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011 di Indonesia. Pada
ketiga gambar tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari
horizon dengan ketinggian pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi belum
diikutsertakan dalam perhitungan.

Gambar 1. Peta ketinggian Hilal tanggal 1 Juni 2011 untuk pengamat antara 60o LU s.d. 60o LS.

Gambar 2. Peta ketinggian Hilal tanggal 2 Juni 2011 untuk pengamat antara 60o LU s.d. 60o LS.

3

Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, ketinggian Hilal 0o melewati daerah Amerika bagian Utara,

Amerika bagian Tengah dan Samudra Pasifik. Secara sederhana, garis ketinggian Hilal 0o dapat
dianggap sebagai garis batas tanggal qomariah. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, daerah yang
berada di sebelah Barat Laut garis ketinggian Hilal 0o dimungkinkan untuk memulai awal Rajab 1432
H pada tanggal 2 Juni 2011 mengingat Hilal masih berada di atas Horizon saat Matahari terbenam
tanggal 1 Juni 2011. Adapun daerah di sebelah Tenggaranya belum akan memulai awal Rajab 1432 H
pada tanggal 2 Juni 2011. Ini karena saat Matahari terbenam tanggal 1 Juni 2011, Hilal sudah di bawah
Horizon. Namun demikian, dalam praktiknya penentuan awal Rajab 1432 H bergantung kepada
kebijakan masing-masing negara.

Gambar 3. Peta ketinggian Hilal tanggal 2 Juni 2011 untuk pengamat di Indonesia

Gambar 4. Peta ketinggian Hilal dari horizon teramati tanggal 2 Juni 2011 di Indonesia

Pada Gambar 3 terlihat ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 2 Juni 2011
berkisar antara 3,40o sampai dengan 5,47o. Setelah efek refraksi standar1,2) dan semi diameter Bulan
diikutsertakan dalam perhitungan, akan diperoleh peta ketinggian Hilal sebagaimana ditampilkan
4

Gambar 4. Pada gambar ini, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian titik di piringan Bulan
yang jarak sudutnya paling dekat dengan pusat Matahari dari horizon teramati dengan elevasi pengamat

dianggap 0 meter dpl. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, ketinggian Hilal dari horizon teramati di
Indonesia saat Matahari terbenam pada 2 Juni 2011 antara 3,40o sampai dengan 5,37o.

4. Peta Elongasi

Elongasi adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk
pengamat di permukaan Bumi. Pada Gambar 5 ditampilkan peta elongasi untuk pengamat di Indonesia
saat matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011. Elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi
atmosfer tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5, elongasi saat
Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011 di Indonesia berkisar antara 4,74o sampai dengan 6,33o.

Gambar 5. Peta Elongasi tanggal 2 Juni 2011 untuk pengamat di Indonesia

5. Peta Umur Bulan

Gambar 6. Peta Umur Bulan tanggal 2 Juni 2011 untuk pengamat di Indonesia

5

Umur Bulan didefinisikan sebagai selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya

konjungsi dan ketinggian pengamat dianggap 0 meter dpl. Pada Gambar 6 ditampilkan peta umur
Bulan saat Matahari terbenam tanggal 2 Juni 2011. Sebagaimana terlihat pada Gambar 6, umur Bulan
di Indonesia pada tanggal 2 Juni 2011 berkisar antara 11,36 jam sampai dengan 14,81 jam.
6. Peta Lag

Lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan Matahari. Waktu terbenam Bulan dinyatakan saat
bagian atas piringan Bulan tepat di horizon teramati. Dalam perhitungan standar1), efek refraksi
dianggap 34’ dan elevasi pengamat 0 meter dpl. Pada Gambar 7 ditampilkan peta Lag untuk pengamat
di Indonesia pada tanggal 2 Juni 2011. Sebagaimana terlihat, selisih waktu terbenam Bulan dengan
Matahari di Indonesia pada tanggal 2 Juni 2011 berkisar antara 19,36 sampai dengan 28,53 menit.

Gambar 7. Peta Lag tanggal 2 Juni 2011 untuk pengamat di Indonesia

7. Peta Fraksi Illuminasi Bulan

Gambar 8. Peta Fraksi Illuminasi Bulan tanggal 2 Juni 2011 untuk pengamat di Indonesia

6

Fraksi Illuminasi adalah persentase perbandingan antara luas piringan Bulan yang tercahayai oleh

Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas seluruh piringan Bulan. Pada
Gambar 8 ditampilkan peta Fraksi Illuminasi untuk pengamat di Indonesia pada tanggal 2 Juni 2011.
Sebagaimana terlihat, Fraksi Illuminasi Bulan pada tanggal 2 Juni 2011 berkisar antara 0,17% sampai
dengan 0,31 %.

8. Objek Astronomis Lainnya yang Berpotensi Mengacaukan Rukyat Hilal

Dalam perencanaan rukyat Hilal, perlu diperhitungkan juga objek-objek astronomis selain Hilal dan
Matahari yang posisinya berdekatan dengan Bulan dan kecerlangannya tidak berbeda jauh dengan Hilal
atau lebih lebih cerlang daripada Hilal. Objek astronomis ini bisa berupa planet, misalnya Venus atau
Merkurius, atau berupa bintang yang cerlang, seperti Sirius. Adanya objek astronomis lainnya ini
berpotensi menjadikan pengamat untuk menganggapnya sebagai Hilal.
Pada tanggal 2 Juni 2011, sejak Matahari terbenam hingga Bulan terbenam tidak ada objek
astronomis lainnya yang jarak sudutnya kurang dari 5o dari Bulan.

Referensi
1)

Seidelmann P.K. (Ed.) (1992), Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac,
University Science Books, Mill Valley, CA.


2)

Badan Hisab & Rukyat Departemen Agama (1981), Almanak Hisab Rukyat, Proyek Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam, Jakarta.

7