Publication Repository

(1)

ESTETIKA IKON BETAWI

PADA IKLAN JAKARTA FAIR

Decky Avrilukito Ismandoyo1,2* 1

Dosen, Program Studi Desain Komunikasi Visual, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Jl. Ngagel Jaya Tengah 73-77 Surabaya

2

Mahasiswa, Program Doktor Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hajar Dewantara No.19, Kentingan Jebres, Surakarta

*


(2)

ESTETIKA IKON BETAWI PADA IKLAN JAKARTA FAIR Decky Avrilukito Ismandoyo1,2*

1 Dosen, Program Studi Desain Komunikasi Visual, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya

Jl. Ngagel Jaya Tengah 73-77 Surabaya

2 Mahasiswa, Program Doktor Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Surakarta

Jl. Ki Hajar Dewantara No.19, Kentingan Jebres, Surakarta

*decky.avril@yahoo.com

ABSTRAK

Sejarah panjang kota Jakarta tak pernah bisa lepas dari budaya Betawi. Budaya Betawi merupakan akulturasi budaya beberapa suku bangsa. Keragaman kesenian yang muncul pada akhirnya menjadi ikon-ikon asli Betawi. Dapat dilihat hingga saat ini ikon-ikon Betawi sering digunakan untuk mewakili kota Jakarta. Seperti pengenalan salah satu ikon Betawi yaitu Ondel-ondel kepada masyarakat memerlukan cara moderen yang membuat mereka lebih tertarik. Penyajian visualisasi Ondel-ondel ternyata dapat dibuat semenarik mungkin untuk memikat mereka. Seperti iklan Jakarta Fair yang tampak menghibur, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan banyaknya sasaran khalayak dari anak kecil hingga dewasa yang datang lalu saling membicarakannya.

Penelitian ini memiliki topik tentang seni tradisi dan ekonomi kreatif di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan memaparkan struktur estetika dari sebuah iklan. Untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan langkah proses ilmiah dengan pendekatan fenomena sebuah iklan yang telah ada. Dalam hal ini penelitian difokuskan pada iklan Jakarta Fair versi ikon Betawi berupa visualisasi Ondel-ondel. Pengumpulan data kualitatif didapatkan dengan cara pengamatan dan analisis dokumen dari gejala-gejala mendalam yang terekam. Penelitian menganalisa secara deskriptif analitik. Dalam penulisannya dideskripsikan secara runtun sesuai proses alur berpikir. Proses alur berpikir dalam proses pengerjaannya menggunakan teori estetika, ikon dan iklan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan Jakarta Fair versi ikon Betawi berupa visualisasi Ondel-ondel telah memenuhi kaidah estetika. Penyajian estetika secara visual iklan bahkan menyebabkan terjadinya respon interaktif dengan sasaran khalayak. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi landasan penulisan berikutnya untuk melengkapi kebutuhan pada bentuk visual estetika iklan di Indonesia.


(3)

BETAWI ICON ON ADVERTISING AESTHETICS OF JAKARTA FAIR

Decky Avrilukito Ismandoyo1,2*

1

Lecturer, Majoring in Visual Communication Design, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Jl. Ngagel Jaya Tengah 73-77 Surabaya

2 College student, Doctoral Program Graduate, Institut Seni Indonesia Surakarta

Jl. Ki Hajar Dewantara No.19, Kentingan Jebres, Surakarta

*decky.avril@yahoo.com

ABSTRACT

The long history of the Jakarta city can never be separated from the Betawi culture. Betawi culture is acculuration several tribes. The diversity of art that emerged in the end become icons Betawi. Can be seen to this day Betawi icons are often used to represent the city of Jakarta. As with the introduction of the Betawi icon Ondel-ondel to society requires a modern way that makes them more interested. Presentation of visualization Ondel-ondel it can be made as attractive as possible to lure them. As advertising Jakarta Fair wich looks entertaining, foster curiosity, and the number of target audiences from children to adults who come and talk to each other.

This research has a topic about traditional arts and creative economy in Indonesia. This research aims to describe and explain the structure of an ad aesthetics. To achieve these objectives requires a step scientific process to approach the phenomenom of an exiting ad. In this research on the Jakarta Fair ad version in the form of Betawi icon Ondel-ondel visualization. The collection of qualitative data obtained by observation and document analysis of the symptoms recorded depth. Analyzed by descriptive analytic research. In writing by the processes described in the cascading flow of thught. Process flow of thought in the course of the work using the theory of aesthetics, icons and advertising.

The results showed that the Jakarta Fair ad version in the form of Betawi icon Ondel-ondel visualization has met the aesthetic rules. Presentation of visual aesthetics ads even caused the interactive responese to the target audience. The results are expected to be the cornerstone of the next writing to supplement the needs of the advertising aesthetic visual form in Indonesia.


(4)

1. PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Kota Jakarta memiliki sejarah panjang dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Diawali pelabuhan Sunda Kelapa yang berhasil diganti menjadi Jayakarta pada tahun 1527 oleh Fatahilah. Selanjutnya bentuk pemerintah kota menjadi Batavia pada tahun 1621 oleh kekuasaan Belanda dan diubah menjadi Jakarta oleh kekuasaan Jepang pada tahun 1940-an. Kini kota Jakarta memiliki sebutan sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan menjadi ibu kota negara Indonesia (http://www.jakarta.go.id/web/news/1970/01/Sejarah-Jakarta). Pada masa pemerintahan kota Batavia beberapa kelompok etnik mengalami pencampuran. Pada tahun 1860 tercatat beberapa etnik seperti Eropa, Cina, Arab, India, Melayu dan Indonesia yang meliputi Jawa atau Sunda, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Ambon, Banda hingga bekas etnik budak (http://www.jakarta.go.id/web/news/2014/03/budaya-dan-warisan-sejarah-masyarakat-betawi-asal-usul-orang-betawi). Menurut Wijaya (1976: 27) Pada pertengahan abad ke-19 muncul etnik baru yang ditandai dengan adanya bahasa Melayu Betawi yaitu kaum Betawi. Dan pada tahun 1923 secara resmi kelompok etnik ini memperkenalkan diri melalui sebuah organisasi pemuda bernama Organisasi Kaum Betawi.

Sejak abad ke 5, tanah Jakarta, khususnya kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa telah menjadi kawasan internasional dan interaksi antar etnik bangsa. Maka dari itu tidak mengherankan bila keragaman budaya Betawi tidak bisa lepas dari pengaruh budaya lain. Sejumlah kesenian yang dikenal sebagai kesenian asli Betawi, sebenarnya merupakan saksi beratus-ratus tahun telah terjadi akulturasi budaya dengan berbagai suku bangsa seperti kesenian Gambang Kromong, Tanjidor, Keroncong Tugu, Orkes Gambus, Rebana,Orkes Samrah, Tari Topeng, Wayang Betawi, Lenong Betawi, dan Ondel-ondel http://jakartakita.com/2012/01/19/kesenian-betawi/. Dapat dilihat hingga saat ini sejumlah kesenian asli tersebut menjadi ikon-ikon Betawi yang sering digunakan untuk mewakili kota Jakarta.

Ikon Betawi seperti Ondel-ondel adalah salah satu ikon yang sering digunakan untuk mewakili kota Jakarta. Menurut Setiati dalam buku Ensiklopedia Jakarta 3 (2009: 256) mulanya oleh leluhur Ondel-ondel Betawi merupakan bentuk teater tanpa tutur yang digunakan sebagai pelindung keselamatan kampung. Ditambahkan Setiati dalam buku

Ensiklopedia Jakarta 5 (2009: 74) Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan tinggi 2,5

meter dan berdiameter 80cm. Dibuat demikian agar pemikul yang berada di dalam dapat bergerak leluasa. Bentuknya yang besar dan agak menyeramkan menjadikan Ondel-ondel hanya dapat dibawakan pada acara-acara tertentu di tempat yang luas.


(5)

Pengenalan ikon Betawi Ondel-ondel kepada masyarakat kini tidak perlu mendatangkan langsung Ondel-ondel yang berukuran besar dan tempat yang luas. Gaya hidup masyarakat Indonesia kini mulai dipengaruhi oleh perkembangan teknologi sebagai salah satu penggerak ekonomi kreatif. Penyajian hanya dengan penggunaan visualisasi Ondel-ondel secara moderen ternyata juga dapat dibuat semenarik mungkin seperti yang tampak pada event Jakarta Fair. Seperti penjelasan Setiati dalam buku Ensiklopedia Jakarta 3 (2009: 1) Jakarta Fair yang digagas oleh almarhum Ali Sadikin pada tahun 1986 memiliki tujuan sebagai ajang industri dan pameran yang kini juga berfungsi sebagai wahana membangun citra kota Jakarta melalui budayanya. Menurut Lee (wawancara, 19 Agustus 2014) iklan Jakarta Fair tahun 2010 membuat versi ikon Betawi Ondel-ondel yang melibatkan interaksi sasaran khalayaknya. Penyajian visualisasi iklan Jakarta Fair tersebut tampak menarik perhatian, dan banyak menumbuhkan rasa ingin tahu, sehingga membuat masyarakat segera menjadikannya sebagai perbincangan. Fenomena inilah yang menjadi menarik dikaji ketika event Jakarta Fair membangun citranya melalui ikon Betawi berupa Ondel-ondel tampil di tengah-tengah masyarakat Indonesia melalui iklan.

B. Tujuan

Penelitian memiliki tujuan yang erat kaitannya dengan proses pengamatan terhadap obyek material. Tujuan penelitian adalah :

1. Menjelaskan dan memaparkan bentuk dan struktur iklan Jakarta Fair.

2. Menjelaskan dan memaparkan estetika ikon Betawi pada iklan Jakarta Fair yang dibangun.

C. Ruang Lingkup

Penelitian yang lebih terarah dan berjalan baik memerlukan suatu batasan masalah. Adapun ruang lingkup batasan permasalahan adalah :

1. Obyek material berupa iklan Jakarta Fair versi ikon Betawi Ondel-ondel tahun 2010 di Kemayoran Jakarta Indonesia.

2. Obyek formal berupa paradigma estetika Monroe Beardsley untuk membaca iklan Jakarta Fair.

3. Lokasi penelitian dilakukan di Jakarta. 4. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2014.


(6)

2. KAJIAN PUSTAKA 2.1Estetika

Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Menurut Dharsono (2007:3) estetika berasal

dari bahasa Yunani ”aisthetika” berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera. Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai persepsi indera. Persepsi indera yang hadir memberikan pengalaman estetik terhadap penikmatnya. Beardsley dalam Kennick (1979: 459-461) menjelaskan bahwa pengalaman estetik adalah kesadaran terhadap subyek fenomena dan terciptanya ekspektasi kepuasan.

Menurut teori Beardsley dalam Gie (1976:48) secara filsafati dijelaskan sedikitnya ada 3 langkah untuk membuat baik (indah) dari benda-benda estetis pada umumnya.

a. Kesatuan (unity)

Karya estetis tersusun secara baik atau sempurna bentuknya. Untuk mencapai kesempurnaan itu perlu adanya kesatuan dalam karya.

b. Kerumitan (complexity)

Benda estetis atau karya seni yang bersangkutan tidak sederhana sekali, melainkan kaya akan isi maupun unsur-unsur yang saling berlawanan ataupun mengandung perbedaan-perbedaan yang halus.

c. Kesungguhan (intensity)

Suatu benda estetis yang baik harus mempunyai suatu kualita tertentu yang menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tak menjadi soal kualita apa yang dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar), asalkan merupakan sesuatu yang intensif atau sungguh-sungguh.

2.2Ikon

Menurut Pierce dalam Budiman (2011:20) ikon adalah tanda yang mengandung

kemiripan “rupa” (resemblance) sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Di

dalam ikon hubungan antara representamen dan obyeknya terwujud sebagai “kesamaan

dalam beberapa kualitas”. Pemahaman tentang ikon atau tanda secara ikonis dapat dibedakan lebih variatif. Akan tetapi Pierce dalam Budiman (2005:61-62) kembali menjelaskan ikon dapat dibatasi dengan ciri sebagai suatu tanda yang menggantikan sesuatu semata-mata karena ia mirip dengannya. Ikon juga disebutkan sebagai suatu tanda yang mengambil bagian dalam karakter-karakter obyek. Dilanjutkan pula oleh Pierce bahwa ikon sebagai suatu tanda yang kualitasnya mencerminkan obyeknya dan membangkitkan sensasi-sensasi analog di dalam benak lantaran kemiripannya.


(7)

2.3Iklan

Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa menghindar dari tindakan komunikasi menyampaikan dan menerima pesan dari orang lain dan ke orang lain. Terlebih lagi apabila komunikasi memiliki peran penyampaian pesan secara bisnis. Sebuah pesan yang ingin disampaikan tentunya memerlukan alat untuk komunikasinya yang bernama iklan.

Menurut Wells (2007:5) Iklan merupakan komunikasi persuasive menggunakan media masa nonpersonal yang juga bisa interaktif untuk menjangkau sasaran khalayak yang luas untuk menghubungkan dengan pengiklan. Menurut Shimp (2000:357-361) beberapa fungsi komunikasi iklan diantaranya memberi informasi (informing), mempersuasi

(persuading), mengingatkan (reminding), memebrikan nilai tambah (adding value), dan

mendampingi (assisting) dari upaya pengiklan. Artinya, beriklan merupakan kegiatan penyampaian pesan ke sasaran khalayak. Supaya pesan itu dapat dikomunikasikan sesuai fungsinya ke sasaran khalayak dengan tepat maka diperlukan eksekusi pesan iklan yang tepat pula pada medianya.

3. METODE PENELITIAN

Penjelasan Denzin dan Lincoln (2009:1) penelitian kualitatif merupakan bidang penyelidikan yang berdiri sendiri yang multidisiplin dan bertautan dengan kajian kultural serta berciri interpretif. Penelitian menggunakan data kualitatif dengan kajian estetika sebagai subyek untuk membaca tampilan iklannya. Inti dari problematikanya (obyek) adalah fenomena iklan Jakarta Fair. Penelitian mengandung dua aspek utama yaitu tafsir estetika yang mengandalkan peneliti sebagai instrument utama dan sudut pandang pelaku iklan yang digali melalui wawancara.

A.Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian bermaksud menganalisis iklan Jakarta Fair tahun 2010 yang digunakan di Kemayoran Jakarta Indonesia. Sasaran dan lokasi penelitian adalah Kreator iklan Jakarta Fair, AR & Co, sebagai WIR Group Indonesiayang berada di Jakarta.

B.Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka

Sumber pustaka yang dipakai, selain metodologi penelitian kualitatif, adalah pustaka-pustaka yang membicarakan Estetika, Ikon, dan Iklan.


(8)

2. Dokumen

Dokumen pada penelitian ini berupa data-data tertulis mengenai karakteristik event Jakarta Fair. Utamanya adalah draft creative brief dan proses strategi kreatif dalam visualisasi iklan Jakarta Fair oleh kreator.

3. Wawancara

Menurut Denzin dan Lincoln (2009:496) wawancara dilakukan dalam bentuk in-dept

interviewing atau wawancara mendalam. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sifatnya

terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak formal namun terstruktur. Wawancara mendalam ini dilakukan kepada tim kreatif (creator)AR & Co.

C.Teknik Analisa

Bahasan untuk menjawab rumusan masalah penelitian menggunakan analisis interpretasi dengan pendekatan estetika. Data yang diperoleh mengenai struktur yang meliputi kesatuan (unity), kerumitan (complexity), dan kesungguhan (intensity) sehingga akhirnya mendapatkan kesimpulan terkait estetika. Namun data pendukung berupa telaah pustaka dan hasil wawancara diperlukan dalam rangka triangulasi data untuk mendapat kredibilitas hasil penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Estetika Ikon Betawi

Iklan Jakarta Fair versi ikon Betawi Ondel-ondel ternyata melibatkan sasaran khalayak. Ketika tidak ada sasaran khalayak maka tampilan visual sama seperti suasana dokumentasi lingkungan apa adanya. Ketika ada sasaran khalayak mendekati medium tersebut tepat ditengah dan pada jarak tertentu maka tampilan visual suasana dokumentasi lingkungan bertambah dengan obyek visual maya. Obyek visual maya yang hadir adalah atribut Ondel-ondel. Atribut Ondel-ondel yang hadir pada layar iklan seperti alis tebal,kumis tebal, telinga besar, hiasan di kepala, dan rambut ijuk. Disinilah sasaran khalayak tampak mencoba berinteraksi dengan layar sehingga menampilkan berbagai macam ekspresi.


(9)

STORYBOARD SCENE VISUAL KETERANGAN

1 Sasaran khalayak lalu

lalang dan penasaran

2 Sesuai dokumentasi, sasaran khalayak tertangkap kamera di area sensor

Sasaran khalayak melihat dirinya di layar

3 Pada lingkungan

nyata tampak apa adanya, namun pada layar tampak visual maya

4 Sesuai dokumentasi, namun bertambah hadir visual atribut Ondel-ondel

Tampak di layar sasaran khalayak menjadi Ondel-ondel

5 Sesuai dokumentasi, namun bertambah hadir visual atribut Ondel-ondel

Sasaran khalayak terkesan dengan perubahan dirinya


(10)

6 Sesuai dokumentasi, namun bertambah hadir visual atribut Ondel-ondel

Sasaran khalayak lain mulai

mendokumentasikan fenomena

7 Sesuai dokumentasi, namun bertambah hadir visual atribut Ondel-ondel

Tampak di layar sasaran khalayak wanita menjadi Ondel-ondel

8 Sasaran khalayak

bergaya

Tabel 1. Iklan Jakarta Fair tahun 2010

(Sumber: www.youtube.com / scene cut video: Decky, 2014)

Tiga unsur yang membuat baik (indah) secara estetika dari iklan Jakarta Fair dari Beardsley adalah :

a. Kesatuan (unity)

Dalam kesatuan unsur shape hanya ingin menampilkan satu obyek utama yaitu obyek Ondel-ondel pria. Ini sesuai dengan tujuan pengenalan Ondel-ondel sebagai ikon Betawi melalui atribut-atribut yang ditampilkan. Tampilnya obyek nyata dan obyek maya membuat kesatuan dalam penyusunan obyek menjadi kontras. Secara visualisasi obyek nyata sasaran khalayak dan obyek maya dengan atribut Ondel-ondelnya. Kedua obyek yang kontras tersebut menarik karena hukum penyusunan (asas) menyatukan keduanya menjadi sebuah keseimbangan dalam visual iklannya.


(11)

Foto 1. Kesatuan obyek nyata dan maya

(Sumber: scene cut video: Decky, 2014)

b. Kerumitan (complexity)

Visualisasi iklan yang disajikan tidak sederhana sekali, melainkan kaya akan kerumitan lewat potensi unsur yang saling berlawanan dari menyatukan obyek nyata sasaran khalayak dan obyek maya atribut Ondel-ondel dari dua dunia yang berbeda. Komposisi dan struktur letak obyek nyata sasaran khalayak harus sesuai dan obyek maya dari atribut Ondel-ondel. Atribut Ondel-ondel yang hadir seperti alis tebal,kumis tebal, telinga besar, hiasan di kepala, dan rambut ijuk. Keduanya harus dapat menampilkan visualisasi yang diinginkan sesuai ilustrasi kreator. Penyatuan obyek nyata dan obyek maya melibatkan medium layar iklan sebagai perantara penyaji obyek. Menurut Lee (wawancara, 19 Agustus 2014) untuk menampilkan iklan berlangsung memerlukan bantuan teknologi komputer beserta sensor pembaca obyek. Iklan tidak akan berjalan apabila seluruh unsur pembentuk tidak mendukung menjadi satu kesatuan kemasan karya.


(12)

Gambar 1. Visualisasi atribut Ondel-ondel

(Sumber: ilustrasi: Decky, 2014)

Gambar 2. Visualisasi penyatuan obyek


(13)

c. Kesungguhan (intensity)

Secara keseluruhan iklan dibangun dengan kualitas kesan yang sangat menghibur. Kesungguhan kualitas itu dapat dirasakan dari bagaimana hadirnya penyatuan obyek nyata sasaran khalayak dan obyek maya atribut Ondel-ondel dari dua dunia yang berbeda.Efek dari penyatuan obyek tersebutmenimbulkan kesan bahagia obyek nyata sasaran khalayak yang terlihat dari ekspresi tersenyum, kagum, bahkan tertawa. Iklan ini bahkan menyebabkan interaksi , rasa ingin tahu, dan banyaknya sasaran khalayak dari anak kecil hingga dewasa, pria maupun wanita datang untuk melihat, mengabadikan dan membicarakan fenomena yang sedang terjadi.

Foto 2. Ekspresi sasaran khalayak terhadap iklan

(Sumber: scene cut video: Decky, 2014)

4.2Iklan

Pengenalan ikon Betawi Ondel-ondel mulai dikenalkan dengan cara moderen kepada masyarakat. Penyampaian pesannyapun harus sampai ke khalayak sasaran yang dituju. Seperti teori Wells (2007:5) yang menyatakan iklan merupakan penyampaian pesan ke sasaran khalayak, event Jakarta Fair telah melakukan kegiatan penyampaian pesan ke sasaran khalayaknya melalui iklannya pada tahun 2010. Iklan dilakukan di di Kemayoran Jakarta Indonesia pada acara Jakarta Fair. Pesan yang ingin disampaikan adalah pengenalan karakter Ondel-ondel sebagai ikon Betawi. Pengenalannya bersifat secara tidak langsung dan menghibur sasaran khalayak. Sasaran khalayak dapat terhibur dan terlibat dalam iklan dengan seolah-olah menjadi Ondel-ondel. Dengan ilustrasi seperti itu diharapkan masyarakat lebih mengenal karakter ikon Betawi tersebut.


(14)

5. SIMPULAN DAN SARAN

Penyajian visualisasi iklan Jakarta Fair tahun 2010 tampak menarik perhatian, dan banyak menumbuhkan rasa ingin tahu, sehingga membuat khalayak sasaran segera menjadikannya sebagai buah bibir. Fenomena ini mengisyaratkan Jakarta Fair sedang membangun citranya melalui ikon Betawi Ondel-ondel yang tampil di tengah-tengah masyarakat Indonesia melalui iklan. Setelah diadakan analisa tentang estetika iklan Jakarta Fair, maka dapat disimpulkan menjadi dua inti pokok.Pertama, mengenai pembentuk estetika. Iklan Jakarta Fair versi “Ikon Betawi” telah memenuhi tiga unsur yang membuat baik (indah) secara estetika Beardsley yaitu kesatuan (unity), kerumitan (complexity), dan kesungguhan

(intensity). Masing-masing unsur dapat memaparkan hal-hal yang dapat diserap oleh

pancaindera melalui persepsi. Persepsi indera yang hadir memberikan pengalaman estetik terhadap penikmatnya yang dapat terlibat langsung dalam satu kesatuan karya iklan tersebut.

Kedua, mengenai event Jakarta Fair telah melakukan kegiatan penyampaian pesan ke sasaran khalayaknya melalui iklannya pada tahun 2010. Pesan yang ingin disampaikan adalah pengenalan karakter Ondel-ondel sebagai ikon Betawi. Pengenalannya bersifat secara tidak langsung dan menghibur sasaran khalayak. Bersifat tidak langsung berarti mengajak sasaran khalayak sebagai obyek nyata menjadi karakter Ondel-ondel yang hadir sebagai obyek maya. Atribut Ondel-ondel yang hadir seperti alis tebal,kumis tebal, telinga besar, hiasan di kepala, dan rambut ijuk. Penyajian atribut Ondel-ondel secara estetika visual iklan bahkan menyebabkan terjadinya respon interaktif dengan sasaran khalayak. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi landasan penulisan berikutnya untuk melengkapi kebutuhan pada bentuk visual estetika iklan di Indonesia.


(15)

6. DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Kris, Ikonisitas; Semiotika sastra dan Seni Visual, Buku Baik, 2005.

Budiman, Kris, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas, Jalasutra, 2011. Denzin, Norman K., dan Yvonna S.Lincoln, Handbook of Qualitative Research, Pustaka

Pelajar, 2009.

Dharsono, Sony Kartika, Estetika, Rekayasa Sains Bandung, 2007.

Gie, The Liang, Garis Besar Estetik; Filsafat Keindahan, 2nd Ed, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Karya Jogjakarta, 1976.

Kennick, W.E, Art and Philosophy; Reading in Aesthetics, 2nd Ed, New York, St.Martin’s

Press, 1979.

Setiati, Eni, dkk, Ensiklopedia Jakarta; Jakarta Tempo Doeloe, Kini & Esok 3, PT Lentera Abadi Jakarta, 2009.

Setiati, Eni, dkk, Ensiklopedia Jakarta; Jakarta Tempo Doeloe, Kini & Esok 5, PT Lentera Abadi Jakarta, 2009.

Shimp, Terence A., Advertising Promotion and Supplemental Aspect of Integrated Marketing

Communication, 5th Ed, University of South Carolina, 2000.

Wells, W., dan Sandra Moriarty, John Burnet, May Lwin, Advertising: Principles and

Effective IMC Practice, Prentice Hall, 2007.

Wijaya, Hussein, Seni-Budaya Betawi: Pralokakarya Penggalian dan Pengembangannya, Pustaka Jaya, 1976.

https://www.youtube.com diunduh pada tanggal 9 Juni 2014.

http://www.jakarta.go.id/web/news/1970/01/Sejarah-Jakarta, diunduh pada tanggal 21 Oktober2014.

http://www.jakarta.go.id/web/news/2014/03/budaya-dan-warisan-sejarah-masyarakat-Betawi-asal-usul-orang-Betawi, diunduh pada tanggal 21 Oktober2014.


(16)

http://fairulfh.blogspot.com/2013/09/budaya-Ondel-ondel-jakarta.html, diunduh pada tanggal 23 Oktober2014.


(1)

Foto 1. Kesatuan obyek nyata dan maya (Sumber: scene cut video: Decky, 2014)

b. Kerumitan (complexity)

Visualisasi iklan yang disajikan tidak sederhana sekali, melainkan kaya akan kerumitan lewat potensi unsur yang saling berlawanan dari menyatukan obyek nyata sasaran khalayak dan obyek maya atribut Ondel-ondel dari dua dunia yang berbeda. Komposisi dan struktur letak obyek nyata sasaran khalayak harus sesuai dan obyek maya dari atribut Ondel-ondel. Atribut Ondel-ondel yang hadir seperti alis tebal,kumis tebal, telinga besar, hiasan di kepala, dan rambut ijuk. Keduanya harus dapat menampilkan visualisasi yang diinginkan sesuai ilustrasi kreator. Penyatuan obyek nyata dan obyek maya melibatkan medium layar iklan sebagai perantara penyaji obyek. Menurut Lee (wawancara, 19 Agustus 2014) untuk menampilkan iklan berlangsung memerlukan bantuan teknologi komputer beserta sensor pembaca obyek. Iklan tidak akan berjalan apabila seluruh unsur pembentuk tidak mendukung menjadi satu kesatuan kemasan karya.


(2)

Gambar 1. Visualisasi atribut Ondel-ondel

(Sumber: ilustrasi: Decky, 2014)

Gambar 2. Visualisasi penyatuan obyek (Sumber: ilustrasi: Decky, 2014)


(3)

c. Kesungguhan (intensity)

Secara keseluruhan iklan dibangun dengan kualitas kesan yang sangat menghibur. Kesungguhan kualitas itu dapat dirasakan dari bagaimana hadirnya penyatuan obyek nyata sasaran khalayak dan obyek maya atribut Ondel-ondel dari dua dunia yang berbeda. Efek dari penyatuan obyek tersebut menimbulkan kesan bahagia obyek nyata sasaran khalayak yang terlihat dari ekspresi tersenyum, kagum, bahkan tertawa. Iklan ini bahkan menyebabkan interaksi , rasa ingin tahu, dan banyaknya sasaran khalayak dari anak kecil hingga dewasa, pria maupun wanita datang untuk melihat, mengabadikan dan membicarakan fenomena yang sedang terjadi.

Foto 2. Ekspresi sasaran khalayak terhadap iklan (Sumber: scene cut video: Decky, 2014)

4.2Iklan

Pengenalan ikon Betawi Ondel-ondel mulai dikenalkan dengan cara moderen kepada masyarakat. Penyampaian pesannyapun harus sampai ke khalayak sasaran yang dituju. Seperti teori Wells (2007:5) yang menyatakan iklan merupakan penyampaian pesan ke sasaran khalayak, event Jakarta Fair telah melakukan kegiatan penyampaian pesan ke sasaran khalayaknya melalui iklannya pada tahun 2010. Iklan dilakukan di di Kemayoran Jakarta Indonesia pada acara Jakarta Fair. Pesan yang ingin disampaikan adalah pengenalan karakter Ondel-ondel sebagai ikon Betawi. Pengenalannya bersifat secara tidak langsung dan menghibur sasaran khalayak. Sasaran khalayak dapat terhibur dan terlibat dalam iklan dengan seolah-olah menjadi Ondel-ondel. Dengan ilustrasi seperti itu diharapkan masyarakat lebih mengenal karakter ikon Betawi tersebut.


(4)

5. SIMPULAN DAN SARAN

Penyajian visualisasi iklan Jakarta Fair tahun 2010 tampak menarik perhatian, dan banyak menumbuhkan rasa ingin tahu, sehingga membuat khalayak sasaran segera menjadikannya sebagai buah bibir. Fenomena ini mengisyaratkan Jakarta Fair sedang membangun citranya melalui ikon Betawi Ondel-ondel yang tampil di tengah-tengah masyarakat Indonesia melalui iklan. Setelah diadakan analisa tentang estetika iklan Jakarta Fair, maka dapat disimpulkan menjadi dua inti pokok. Pertama, mengenai pembentuk estetika. Iklan Jakarta Fair versi “Ikon Betawi” telah memenuhi tiga unsur yang membuat baik (indah) secara estetika Beardsley yaitu kesatuan (unity), kerumitan (complexity), dan kesungguhan (intensity). Masing-masing unsur dapat memaparkan hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera melalui persepsi. Persepsi indera yang hadir memberikan pengalaman estetik terhadap penikmatnya yang dapat terlibat langsung dalam satu kesatuan karya iklan tersebut.

Kedua, mengenai event Jakarta Fair telah melakukan kegiatan penyampaian pesan ke sasaran khalayaknya melalui iklannya pada tahun 2010. Pesan yang ingin disampaikan adalah pengenalan karakter Ondel-ondel sebagai ikon Betawi. Pengenalannya bersifat secara tidak langsung dan menghibur sasaran khalayak. Bersifat tidak langsung berarti mengajak sasaran khalayak sebagai obyek nyata menjadi karakter Ondel-ondel yang hadir sebagai obyek maya. Atribut Ondel-ondel yang hadir seperti alis tebal,kumis tebal, telinga besar, hiasan di kepala, dan rambut ijuk. Penyajian atribut Ondel-ondel secara estetika visual iklan bahkan menyebabkan terjadinya respon interaktif dengan sasaran khalayak. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi landasan penulisan berikutnya untuk melengkapi kebutuhan pada bentuk visual estetika iklan di Indonesia.


(5)

6. DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Kris, Ikonisitas; Semiotika sastra dan Seni Visual, Buku Baik, 2005.

Budiman, Kris, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas, Jalasutra, 2011. Denzin, Norman K., dan Yvonna S.Lincoln, Handbook of Qualitative Research, Pustaka

Pelajar, 2009.

Dharsono, Sony Kartika, Estetika, Rekayasa Sains Bandung, 2007.

Gie, The Liang, Garis Besar Estetik; Filsafat Keindahan, 2nd Ed, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Karya Jogjakarta, 1976.

Kennick, W.E, Art and Philosophy; Reading in Aesthetics, 2nd Ed, New York, St.Martin’s Press, 1979.

Setiati, Eni, dkk, Ensiklopedia Jakarta; Jakarta Tempo Doeloe, Kini & Esok 3, PT Lentera Abadi Jakarta, 2009.

Setiati, Eni, dkk, Ensiklopedia Jakarta; Jakarta Tempo Doeloe, Kini & Esok 5, PT Lentera Abadi Jakarta, 2009.

Shimp, Terence A., Advertising Promotion and Supplemental Aspect of Integrated Marketing Communication, 5th Ed, University of South Carolina, 2000.

Wells, W., dan Sandra Moriarty, John Burnet, May Lwin, Advertising: Principles and Effective IMC Practice, Prentice Hall, 2007.

Wijaya, Hussein, Seni-Budaya Betawi: Pralokakarya Penggalian dan Pengembangannya, Pustaka Jaya, 1976.

https://www.youtube.com diunduh pada tanggal 9 Juni 2014.

http://www.jakarta.go.id/web/news/1970/01/Sejarah-Jakarta, diunduh pada tanggal 21

Oktober2014.


(6)

http://fairulfh.blogspot.com/2013/09/budaya-Ondel-ondel-jakarta.html, diunduh pada tanggal 23 Oktober2014.