Majalah Peradilan Agama Edisi 8

M a ja l a h

DAFTAR ISI
Edisi 8 | Desember 2015

5 | LAPORAN UTAMA
Liku Juang Perumusan KHES
Perumusan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
dilakukan melalui proses yang panjang dengan melibatkan
unsur ulama, akademisi, dan Hakim Peradilan Agama.
Alhasil, rumusan tersebut mendapatkan restu dengan
diter bitkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah.

57 | TOKOH KITA
Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H.
Karir Mulus Tukang Ringkas
Buku
Membaca perjalanan karir Hakim
Agu n g

Pu r w os u s ilo
seper ti
menonton drama sinetron. Plot
indah Sang Sutradara begitu manis
ditorehkan. Tapi itu semua
diperolehnya setelah merangkak
d a r i b aw a h d a n h id u p p e n u h
keprihatinan.

88 | PA INSPIRATIF
Be lajar dari Tiga Pe ngadilan Agama Juara
Ko m p e t i s i In o v a s i Pe l a y a n a n P u b l i k
Pe radilan 2 0 1 5
Untuk pertama kali dalam sejarah peradilan di Indonesia,
Mahkam ah Agung RI m enggelar Kom petisi Inovasi
Pelayanan Publik Peradilan. Lomba yang pertama kali
dibuka pada 19 Agustus 2015 itu berhasil menghimpun
443 jenis inovasi yang dibuat oleh 238 pengadilan seluruh
Indonesia.


1
2
3
4
27
30
39
50
62
82
84
88
92
103
105
111
113
116
120
126


Daftar Isi
Salam Redaksi
Suara Pembaca
Editorial
Tokoh Bicara
Fenomenal
Peradilan Mancanegara
Opini
Anotasi Putusan
128 | POJOK DIRJEN
Program Prioritas
Be ke rja Optimal, Be ke rja
Postur
Maksimal
Ada banyak pesan berharga
Aktual
d a r i s o s o k Im a m Be s a r
PA Inspiratif
Muham m ad Bin Id r is Al

Syafi'i (Wafat Tahun 150 H)
Kelembagaan
atau lebih dikenal dengan
sebutan
Im am
Syafi'i.
Kilas Peristiwa
Diantara pesan Imam syafi'i
Ekonomi Syariah
terkait dengan manajemen
ker ja
adalah
ter tuan g
Kisah Nyata
dalam bait syairnya yang
terkenal.
Jinayah
Insight
Resensi


77 | SOSOK
Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U
So so k Santri Pe nyangga
Trias Politika
Dib e s a r ka n
di
lin gku n ga n
pesantren, Mahfud MD lebih
d ah u lu m en gen al h u r u f Ar ab
s e b e lu m b e la ja r h u r u f la t in .
Ot a k n y a
ya n g
b r ilia n
mengantarkannya menjadi siswa
un ggulan
dan
sekolah
di
Pendidikan Hakim Islam Negeri
(PHIN), Yogyakar ta. Per nah

bercita-cita jadi hakim pengadilan agama, Guru Besar
Hukum Tata Negara ini kemudian dikenal sebagai orang
pertama di Indonesia yang berhasil menduduki jabatan
tinggi di tiga cabang kekuasaan negara; eksekutif,
legislatif dan yudikatif.

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

1

Salam Redaksi

Yang Pent ing dan Yang Pening
DEWAN PAKAR :
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.Ip., M.Hum
Dr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum
Dr. H. Mukhtar Zamzami, S.H., M.Hum
Dr. H. Mukhtar Zamzami, S.H., M.H.
Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H.
Dr. H. Amran Suadi, S.H., M.M., M.H.

Dr. H. Mukti Arto, S.H., M.Hum.
PENASEHAT :
Drs. H. Abdul Manaf, M.H.
PENANGGUNG JAWAB:
H. Tukiran, S.H., M.M.
REDAKTUR SENIOR :
Dr. H. Hasbi Hasan, S.H., M.H.
Dr. H. Fauzan, S.H., M.M., M.H.
Drs. H. Hidayatullah MS, M.H.
Drs. H. Abd. Ghoni, S.H., M.H.
Arief Gunawansyah, S.H., M.H.
H. Arjuna, S.H., M.H.
Dr. H. Abu Tholhah, M.Pd.
Asep Nursobah, S.Ag., M.H.
REDAKTUR PELAKSANA :
Achmad Cholil, S.Ag., LL.M.
EDITOR :
Rahmat Arijaya, S.Ag., M.Ag.
Hermansyah, S.H.I.
Mahrus Abdurrahim, Lc., M.H.

Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag.
DEWAN REDAKSI :
Dr. Sugiri Permana, M.H.
Dr. Ahmad Zaenal Fanani, S.HI., M.S.I.
Achmad Fauzi, S.H.I.
Ade Firman Fathony, S.H.I., M.S.I.
Alimuddin, S.H.I., M.H.
Edi Hudiata, Lc., M.H.
M. Isna Wahyudi, S.HI. M.SI.
Mohammad M. Noor, S.Ag.
SEKRETARIAT :
Hirpan Hilmi, S.T.
DESAIN GRAFIS/ FOTOGRAFER :
Ridwan Anwar, S.E.
Iwan Kartiwan, S.H.
SIRKULASI/ DISTRIBUSI :
H. Dadang Syarif
Hendra Friza
DITERBITKAN OLEH:
Direktorat Jenderal Badan Peradilan

Agama Mahkamah Agung RI
ISSN 23 55-2476
ALAMAT REDAKSI:
Gedung Sekretariat Mahkamah Agung RI lt.6
Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 bypass
Cempaka Putih, Jakarta Pusat
Telp. (021) 290 79277; Fax. (021) 290 79211
Email: majalah.badilag@gmail.com
www.badilag.net

2

da yang sibuk membolak-balik halaman buku. Ada yang membenamkan
mukanya ke laptop. Ada yang ngotot mempertahankan argumennya
sembari mematahkan argumen rekannya. Ada pula yang melontarkan
ledekan-ledekan jenaka buat meredakan ketegangan.
Begitulah suasana rapat Tim Redaksi majalah ini, di Wisma Haji, Jalan Jaksa,
Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Itu bukan suasana yang benar-benar baru
tentu saja, lantaran hampir tiap kali rapat redaksi, keseriusan dan keisengan
berkoalisi jadi satu.

Namun rapat redaksi yang paling mutakhir itu memang agak lain.
Penyebabnya, tema utama yang kami usung pada edisi kali ini cukup sensitif buat
peradilan agama: Soal perlu tidaknya KHES direvisi.
Pada edisi sebelumnya, kami pernah mengupas soal ini selintas. Sebatas
kulit-kulitnya. Pada edisi sekarang, yang kami kupas tak cuma bagian kulit, tapi
juga otot, daging, bahkan urat nadi. Siapa yang tidak ngeri?
Kami tidak sedang meng-hiperbolis-kan situasi. Perlu kita sadari, KHES ini
adalah salah satu master piece-nya peradilan agama, c.q. Kelompok Kerja yang
dibentuk Ketua MA yang unsur-unsurnya sangat kita hormati dan kita teladani.
Apakah mungkin Majalah Peradilan Agama 'menguliti' karya emas dari aparatur
peradilan agama sendiri? Jika mungkin, strategi apa yang harus dipakai?
Setelah bertemu dengan Ketua Kamar Agama MA Prof. Abdul Manaf yang
dulu mengetaui Pokja Penyusun KHES, Tim Redaksi akhirnya memperoleh posisi
yang jelas: di mana harus berdiri, ke mana harus menghadap, dan ke arah mana
mesti melangkah.
Itu tadi hanya sekelumit cerita yang mungkin kurang penting buat para
pembaca sekalian.
Sudah pasti ada hal-hal penting yang perlu kami sampaikan. Pada edisi ke-8
in i, selain m enyu gu h kan u lasan m en d alam p er ih al KHES, kam i ju ga
mempersembahkan hasil wawancara spesial dengan Prof. Mahfud MD dan Prof.

Nadirsyah Hosen. Kami persembahkan pula kisah perjalanan hidup penuh
'kebetulan' yang indah dari seorang hakim agung Dr. Purwosusilo. Menu-menu
wajib lain seperti rubrik putusan fenomenal, manca negara dan anotasi putusan
juga kami harapkan tetap memikat hati para pembaca yang budiman.
Jika kita tengok kalender, menuju akhir tahun 2015 dan menyongsong
tahun 2016, ada libur cukup panjang. Seandainya para pembaca tidak keberatan,
sudilah kiranya membawa majalah ini untuk menemani liburan. Kami yakin para
pembaca akan semakin bahagia dan semakin cendekia.
Liburan sambil membaca majalah ini akan mengasilkan dua faedah
sekaligus: menyegarkan fisik, juga menyegarkan intelektual. Jika kita hanya segar
secara fisik tapi tidak segar secara intelektual, wah, sebentar-sebentar kita akan
gampang merasa pening!

A

Selamat membaca...

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

Suara Pembaca
Usulan Be be rapa Rubrik Baru

Jaminan Kualitas & Pe san Moral

Mu d a h -m u d a h a n
usul
s a ya
ada
ya n g
diper tim bangkan untuk pener bitan ber ikutnya. 1).
Rubrik Inovasi pelayanan publik, bisa memuat juara 1 dan
3 tahun ini. 2). Rubrik PTWP, memuat rahasia para juara
d e n ga n s e ju m la h p r o p il p e m a in n ya . 3 ) .Ru b r ik
kepemimpinan Peradilan, dengan ilmu leadership dan
m an ajem en nya. 4). Ru br ik Kam us Bahasa Hukum
Teraktual. 5). Rubrik para pemikir Hukum Islam Dunia. 6).
Rubrik Perbandingan Qanun antar negara di dunia Islam.
7). Rubrik para juara pengelola website. 8). Rubrik para
penemu aplikasi terkait tugas di Peradilan. 9). Rubrik
tasawuf modern. 10). Rubrik artikel para doktor dari
disertasi S3.
Selamat berinovasi buat tim redaksi. Kehadirannya
selalu ditunggu.

Yang tertulis dapat dikaji ulang dan lebih praktis dari
sekedar pesan abstrak. Dewan redaksi dan Penangung
jawab majalah ini menjadi jaminan terhadap kualitas dan
pesan moral dan pembaharuan yang akan dicapai.
Semoga menjadi amal yang mendapat balasan berlipatganda dari Allah SWT. Jazakumullahu Khairan, Amin.

Drs. H. Dalih Effe ndy, S.H., M.Esy.
PA Cibadak

Drs. Tamimudari, M.H.
PA Samarinda

Majalah Se makin Diminati
Selamat bagi tim redaksi yang sudah bekerja keras,
cerdas dan ikhlas sehingga membuat Majalah kebanggaan
Peradilan Agama ini semakin diminati dan dicintai
pembacanya. Semoga tetap eksis dan maju terus.

Drs. H. Rusli, S.H., M.H.
Mahkamah Syar'iyah Sabang

Harapan Pe nce rahan
Usul Kolom Puisi
Atas kerja keras Tim Redaksi akhirnya Majalah PA
Edisi VIII dapat terbit kembali menemui warga PA di
selu r u h In d on esia. Sem oga Majalah PA in i d ap at
memberikan pencerahan bagi warga PA!

Drs. Rusliansyah, S.H.
PA Nunukan

Majalah Peradilan Agama sangat besar makna serta
manfaatnya untuk tumbuh kembangnya seorang hakim
yang profesional serta punya integritas yang tinggi
semoga ter wujud. Moga Badilag bisa tampil lebih
cemerlang lagi selamat berjuang. Kalau ada kolom puisi
saya siap kirim, hehehe.

Dra. Rosale na, S.H.

Cover -nya Bagus
Yang menarik dari majalah Peradilan Agama Edisi VII
adalah covernya cukup bagus serta isinya enak dibaca
sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi pembacanya.
OK.

Drs. H.M. AFFAN
PA Gresik

Apre siasi Majalah
Apresiasi buat Tim Redaksi yang sudah bekerja keras
d alam m er am p u n gkan t u gasnya seh in gga Majalah
Peradilan Agama Edisi VIII terwujud dan bisa kita nikmati
olahan kata-katanya untuk menambah wawasan dan
pengetahuan kita.

Masrine di, S.H., M.A.
PA Pariaman

Ucapan Se lamat

Usul Pe rbaikan & Tambahan Rubrik
Yth. Redaksi Majalah Peradilan Agama
Isi Majalah perlu dihiasi oleh rubrik umum yang
bu kan h anya m asalah r u an g lin gku p h u ku m d an
peradilan, tapi perlu variasi seperti rubrik anekdot atau
humor sufi dan lain sebagainya. Begitu juga para ulama
perlu ditampilkan dalam rubrik Tokoh Bicara atau Tokoh
Kita, bukan saja yang selama ini dari kalangan praktisi .
Orang yang hebat bukanlah yang bisa melihat
kesalahan orang lain, tapi yang bisa melihat kesalahannya
sendiri sebelum menyalahkan orang lain.
Jakarta, 3 November 2015

H. De ddy Juniawan, S.H.
Ortala Badilag

Selamat buat tim redaksi majalah ini yang telah
berjuang semaksimal nya mencapai terciptanya suatu
majalah edisi VIII. Semoga ber manfaat buat insan
peradilan dan pembaca umumnya teristimewa buat tim
redaksi tentunya. Amin....

Dra. Hj. Husni Syam
PTA Bengkulu

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

3

EDITORIAL

KHES, Bench Book
Hakim Peradilan Agam a
ompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah yang biasa
dikenal dengan sebutan KHES kini memasuki usia
tujuh tahun. Bench Book bagi hakim peradilan
agama dalam memutus sengketa yang berkaitan dengan
ekonomi syari'ah itu diberlakukan melalui Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2008 yang
diteken pada 10 September 2008 oleh Ketua MA pada
waktu itu, Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., M.C.L.

K

Per umusan KHES sampai dengan diter bitkan
membutuhkan proses, energi, resources dan waktu yang
cukup besar dan lama. Tim Penyusunan KHES dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Nomor KMA/ 097/ SK/ X/ 2006 tanggal 20 Oktober 2006.
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.Ip., M.Hum yang saat ini
menjabat Ketua Kamar Agama MA RI ditunjuk sebagai
Ketua Tim.
Dari sisi substansi, KHES yang terdiri dari 3 (tiga)
Buku, 39 Bab dan 790 Pasal ini disusun dengan merujuk
ke berbagai kitab fikih termasuk Majallah al-Ahkam al'Adliyyah, fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulam a In d on esia (DSN-MUI) d an Per atur an Ban k
Indonesia.
Banyak pihak mengakui bahwa KHES adalah karya
besar dan terobosan baru dalam sejarah pemikiran
hukum Islam di Indonesia. Seperti halnya Kompilasi
Hukum Islam (KHI), KHES merupakan upaya sadar dari
Negara untuk mengatur perilaku sosial masyarakat
m e la lu i ko d ifika s i h u ku m Is la m . Se b a gia n la gi
menyatakan KHES sebagai wujud nyata dari upaya
positifisasi hukum muamalat di Indonesia.

4

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

Meskipun masih berpayung hukum PERMA, KHES
memiliki peran sentral sebagai pedoman hakim dalam
menyelesaikan perkara ekonomi syariah di peradilan
agama karena memang belum ada aturan perundangundangan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang
misalnya, yang memuat substansi hukum seperti dalam
KHES.
Walaupun PERMA 2/ 2008 memerintahkan hakim
peradilan agama untuk berpegang teguh pada KHES,
PERMA itu sendiri secara tegas menyatakan bahwa KHES
tidak mengurangi tanggung jawab hakim untuk menggali
dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang
adil dan benar.
Para penyusun KHES sepertinya menyadari betul
bahwa keberlakuan KHES ini tidak dimaksudkan untuk
waktu yang singkat . Oleh karenanya KHES banyak
memuat asas-asas pokok hukum ekonomi syari'ah dan
cara
penyelesaian
sengketanya, dengan
tidak
meninggalkan aturan-aturan rinci yang dipandang perlu.
Berbeda dengan Bench Book di negara-negara lainnya
yang lebih cenderung mengatur hukum acara, KHES
seluruhnya berisi tentang hukum materiil.
Oleh karenanya, menempatkan KHES di posisi
teratas dalam urutan rujukan penyelesaian sengketa
ekonomi syariah menjadi tak terbantahkan lagi. Fatwafatwa DSN-MUI, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, serta
rujukan terkait lainnya dapat dijadikan sumber selama
tidak diatur oleh KHES. []

Tim Re daksi

LAPORAN UTAMA

LIKU JUANG
PERUMUSAN KHES
Perumusan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dilakukan melalui proses yang
panjang dengan melibat kan unsur ulama, akademisi, dan Hakim Peradilan Agama. Alhasil,
rumusan t ersebut mendapat kan rest u dengan dit erbit kannya Perat uran M ahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 t ent ang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Latar Be lakang Pe mbe ntukan KHES
Salah satu milestone perjalanan
eksistensi peradilan agama adalah
lahir nya Undang-Undang Nomor 3
Ta h u n
2006
( UU 3 / 2 0 0 6 ) ,
sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Nom or 50 Tahun
2 0 0 9 (UU 5 0 / 2 0 0 9 ). UU 3 / 2 0 0 6
merupakan amandemen atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (UU 7/ 1989).
Pasal 2 UU 3/ 2006 menyebutkan,
“Peradilan Agama adalah salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat
pencar i keadilan
yang
beragama Islam mengenai perkarap er kar a
t er t en t u
seb agaim an a
dimaksud dalam Undang-undang ini”.
Frase “perkara-perkara tertentu”,

merupakan perubahan dari frase
“perkara perdata tertentu” dalam
Pasal 2 UU 7/ 1989. Hal ini sebagai
kon se ku e n si
y u r id is
a d a n ya
perkembangan dan kebutuhan hukum
bidang ekonomi syariah. Jaenal Aripin
(2008:xi) menyebut UU 3/ 2006
sebagai “p er u bah an fu n d am en t al”
peradilan agama.

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

5

LAPORAN UTAMA
Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah telah
diatur dalam Pasal 49 UU 3/ 2006.
Adapun komponen ekonomi syariah
sebagaimana
tertuang
dalam
penjelasan Pasal 49 huruf i UU 3/ 2006
adalah perbuatan atau kegiatan usaha
yang dilaksanakan menurut prinsip
syari'ah, meliputi; a. Bank syariah, b.
Lembaga keuangan mikro syari'ah, c.
asuransi syari'ah, d. reasurasi syari'ah,
e. r eksad an a syar i' ah , f. ob ligasi
syariah dan surat berharga berjangka
m e n e n ga h s ya r ia h , g. s e k u r it a s
syar iah, h. Pembiayaan syar i'ah, i.
Pegadaian syari'ah, j. dana pensiun
lembaga keuangan syari'ah dan k.
bisnis syari'ah.
Mer esp on s kewen an gan bar u
dalam bidang ekonomi syariah
tersebut, Mahkamah Agung menetapk a n e m p a t ke b ija k a n . Pe r t a m a ,
memperbaiki sarana dan prasarana
lem baga peradilan agam a. Kedua,
m en in gkat kan kem am p u an tekn is
Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
bekerjasama dengan perguruan tinggi.
Ketiga, membentuk hukum formil dan
materil agar menjadi pedoman bagi
aparat peradilan agama dalam
m e m e r iks a ,
m e n ga d ili
dan
memutuskan
sengketa
ekonomi

April 2006
Juni 2006

Oktober
2006
November
2006

Juni 2007

6

21-23
07
04-06
20

16-20

20
14-16

“Peradilan Agama adalah
salah sat u pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai
perkara- perkara t ert ent u
sebagaimana dimaksud
dalam Undang- undang ini”.
Frase “perkara- perkara
t ert ent u”, merupakan
perubahan dari f rase
“perkara perdat a t ert ent u”
dalam Pasal 2 UU 7/ 1989.
Hal ini sebagai konsekuensi
yuridis adanya perkembangan
dan kebut uhan hukum
bidang ekonomi syariah.
Jaenal Aripin menyebut
UU 3/ 2006 sebagai
“perubahan f undament al”
peradilan agama.
syariah. Keempat, membenahi sistem
dan prosedur agar sengketa yang
menyangkut ekonomi syariah dapat

dilaksanakan
secara
seder hana,
mudah dan biaya ringan.
Dari
beberapa
kebijakan
ter sebut, dalam Majalah Peradilan
Agama edisi kali ini, akan diulas lebih
dalam mengenai kebijakan nomor tiga
terkait pembentukan hukum formil
dan materil dalam bidang ekonomi
syariah. Sebagai payung hukum,
Mahkamah Agung menerbitkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI
Nomor KMA/ 097/ SK/ X/ 2006 tanggal
20 Oktober 2006 tentang Tim
Penyu su n an
Kom p ilasi
Hu ku m
Ekonomi Syariah.

Prose s Pe nyusunan KHES
Dalam lampiran KHES (Badilag,
2010: vi), Tim Penyusun diberi waktu
h in gga 3 1 Desem b er 2 0 0 7 sejak
d it e r b it ka n
SK KMA Nom or
KMA/ 0 9 7 / SK/ X/ 2 0 0 6 t a n gga l 2 0
Oktober 2006. Meskipun demikian,
menurut Ketua Kamar Agama, Prof. Dr.
H. Abdul Manan, S.H., S.Ip., M.Hum.
(20/ 11/ 2015),
s e s u n ggu h n ya
pekerjaan penyusunan KHES mulai
dari persiapan hingga finalisasinya
membutuhkan waktu kurang lebih
tiga tahun. Berikut ini ikhtisar proses
penyusunan KHES:

Penyesuaian Pola Pikir (United Legal Opinion)
Pencarian Format Ideal (United Legal Frame
Work)
Penyesuaian Pola Pikir (United Legal Opinion)
Terbit SK KMA Nomor KMA/ 097/ SK/ X/ 2006
tanggal 20 Oktober 2006 Tentang Tim Penyusun
KHES
Studi Banding ke Pusat Kajian Ekonomi Islam
Universitas Islam Internasional (UII), Pusat Takaful,
Lembaga Keuangan Islam dan Lembaga Penyelesaian
Sengketa Perbankan.
Semiloka Ekonomi Syariah
Diskusi Draf KHES hasil Tim Konsultan.
Kesimpulan: perlu perbaikan sistematika,
metodologi, dan materi yang belum masuk

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

Jakarta
Jakarta
Yogyakarta

Malaysia

Jakarta
Bogor

LAPORAN UTAMA
25-27

Studi Banding ke Pusat Pengkajian Hukum

Pakistan

Ekonomi Islam Universitas Islam Internasional (UII),
Federal Sharia Court, Mizan Bank Islamabad,
Bank Islam Pakistan, dan beberapa institusi
keuangan syariah.
Juli 2007

27-28

Rapat Lanjutan Diskusi Draf KHES

Bandung

Kesimpulan: sistematika dan metodologi sudah
disepakati. Namun, substansi perlu
disempurnakan
Agustus

16-17

Rapat Lanjutan Diskusi Draf KHES

Serang

Membahas secara mendalam mengenai Perbuatan

2007

Melawan Hukum, Wanprestasi, Overmach, Ganti Rugi,
Risiko, dll.
Disepakati draf KHES akan disosialisasikan di 4 kota
(DKI Jakarta, Makassar, Banjarmasin, Aceh)
Oktober

31

Inggris

Whitehal London dan pelatihan di Markfield

2007
November

Studi Banding ke Islamic Bank of Britain di

01-04

Institute of Higher Education (MIHE), Leicester.

24

Sosialisasi KHES

2007
DKI Jakarta,
Makassar,
Banjarmasin,
Aceh
Maret 2008

26-28

Rapat Tim Penyusun dan Tim Konsultan

Bandung

April 2008

28-30

Rapat Tim Penyusun dan Tim Konsultan

Bogor

Membahas hasil sosialisasi KHES di empat kota
Juni 2008

10

Wisma Haji

Pertemuan Terakhir

Jakarta
September

15

Rapat Tim Kecil

bandung

10

PERMA 2 TAHUN 2008 TENTANG KHES

Jakarta

DITANDATANGANI OLEH KETUA MA RI

2008

Sosialisasi PERMA pada saat RAKERNAS MA

Jakarta

Juli 2009

01-03

Rapat Tim Kecil

Bandung

September

07-11

Rapat Tim Kecil

Bandung

Revisi KHES untuk mengcounter KHES yang

Jakarta

2009
diterbitkan oleh pihak tidak berizin

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

7

LAPORAN UTAMA

Perat uran Bank Indonesia
(PBI) sangat lah t idak
memadai unt uk dijadikan
rujukan dalam memut us
perkara ekonomi syariah,
karena perat uran yang
dikeluarkannya hanya
berkait an dengan masalah
perbankan, sedangkan
masalah hukum ekonomi
syariah lainnya t idaklah
diat ur, karena bukan
wewenangnya. Demikian pula
dengan f at wa- f at wa Dewan
Syariah Nasional (DSN). Selain
kedudukannya secara
konst it usional t idak kuat
dalam hierarki perat uran
perundang- undangan di
Indonesia, f at wa t ersebut
juga masih sangat ringkas,
karena hanya berupa int isari
(mat an) yang membut uhkan
penjelasan rinci.
Proses penyusunan KHES yang
membutuhkan rentang waktu yang
panjang, dengan melibatkan berbagai
elemen baik dari ulama, akademisi,
praktisi, dan pakar, merupakan
jawaban atas keraguan sebagian pihak
perihal penyusunan KHES yang diduga
disusun terburu-buru dan tidak
melibatkan berbagai elemen seperti
h alnya saat m enyu su n Kom p ilasi
Hukum Islam (KHI).
Bahkand, alam perkembangannya, KHES kini telah diterjemahkan
kedalam bahasa Arab. Selain untuk
memperkuat referensi berbahasa arab
bagi hakim peradilan agama, juga
b e r gu n a
untuk
m e n in gka t ka n
hubungan kerjasama antara Ditjen
Badilag dengan lembaga atau negara
berbahasa Arab.
Wakil Dekan Ma'had Aly LilQadla, Dr. Turayki, saat berkunjung ke
Badilag (10/ 2014), menyampaikan
a p r e s ia s in ya
terhadap
KHES

8

ber bahasa Arab, “Buku ini sangat
bagus. Kami bahkan belum memiliki
kompilasi seperti ini”. Dan, pada setiap
kesempatan berkunjung ke negaranegara Timur Tengah, KHES versi dua
b a h a sa
( In d on e sia -Ar a b ) , ju ga
menjadi cinderamata intelektual yang
diberikan Badilag.

Posisi (Le gitimasi) KHES dalam
Hie rarki Pe raturan Pe rundangUndangan di Indone sia
Kompilasi Hukum
Ekonomi
Syar iah
ditetapkan
berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Nomor 2 Tahun 2008. Peraturan
Mahkamah Agung diakui keberadaannya sebagai peraturan per undangundangan yang berlaku di Indonesia.
Hal mana secara langsung maupun
tidak langsung memberikan legitimasi
formal terhadap keberadaan KHES.
Untuk melihat
lebih
jauh
legit im asi
KHES t id ak
d ap at
dilepaskan dari pandangan tentang
kedudukan Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) dalam hierarki
peraturan per undang-undangan di
Indonesia. Hal ini dapat ditelusuri dari
Undang-Undang Nom or 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (UU 12/ 2011),
s e r t a p e r u n d a n g-u n d a n ga n ya n g
mengatur Mahkamah Agung, yakni
Undang-Undang Nom or 14 Tahun
1985 yang telah mengalami beberapa
kali perubahan dan terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
(UU 3/ 2009).
Dalam UU 12/ 2011, Peraturan
Mahkamah Agung bukanlah termasuk

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

dalam hierar ki per undang-undang,
tetapi keberadaannya diakui sebagai
jenis perundang-undangan yang ada
di
In d o n e s ia . Ke d u d u k a n n ya
dipersamakan dengan peraturan yang
dibuat oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
De wa n
Pe r wa kila n
Da e r a h ,
Ma h ka m a h
Agu n g, Ma h ka m a h
Konstitusi,
Badan
Pemeriksa
Ke u a n ga n , Kom isi Yu d isia l, Ba n k
Indonesia, dan lembaga-lembaga
Negara lainnya.
Ke b e r la k u a n
Pe r a t u r a n
Mah kam ah Agu n g d an p er at u r an
lainnya yang diatur dalam Pasal 8 ayat
(1) tersebut memiliki kekuatan hukum
mengikat sepanjang diper intahkan
oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi atau dibuat
ber dasar kan
kewen an gan . Per tanyaannya kemudian, sejauh mana
keterkaitan pemberlakukan KHES jika
d ilih at d ar i d u a alter n at if syar at
tersebut di atas?
Para pemerhati bidang ekonomi
syar iah ber beda pen dapat ter kait
hubungan antara UU 3/ 2006 dan
KHES. Arfan Abbas, dosen Fakultas
Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, menilai bahwa
KHES
m er upakan
per intah
peraturan
perundang-undangan
yang lebih
tinggi, yakni UU 3/ 2006 (Arfan Abbas,
2 0 1 5 : 2 ) Ala sa n n ya , se b e lu m n ya
Per ad ilan Agam a t id ak d ib er ikan
kewen an gan
untuk
m en an gan i
perkara ekonomi syariah. Lahirnya UU
3/ 2006
kem udian
m em ber ikan
kewenangan
kepada
Pengadilan
Agama di bidang ekonomi syariah.

LAPORAN UTAMA
peraturan, maka setidak-tidaknya ada
dua hal yang perlu dicermati. Pertama,
m a kn a
fr a s e
“b e r d a s a r ka n
kewenangan”. Menurut penjelasan
Pasal 8 ayat (2) UU 11/ 2012, yang
d i m a k s u d d e n ga n b e r d a s a r k a n
kewenangan adalah penyelenggaraan
urusan tertentu pemerintahan sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang-Undangan.
Kedua, Pasal 79 UU 14/ 1985,
terakhir diubah dengan UU 3/ 2009
m e nye b u t ka n , “Ma h ka m a h Agu n g
dapat
mengatur
hal-hal yang
d ip er lu kan
bagi
kelan car an
penyelenggaraan peradilan apabila

Keberadaan KHES memiliki
Berbeda dengan pandangan
Ar fa n Ab b a s , Ru s t a m u n a d i d a r i
Fakultas Syariah IAIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten menilai Peraturan
Mahkamah Agung tentang KHES jika
dikaitkan dengan UU 3/ 2006 hanyalah
ber sifat penafsiran setelah adanya
amandemen tentang peradilan agama,
tetapi tidak secara tegas memerintahkan Mahkamah Agung untuk membuat
aturan untuk itu (Rustamunadi
sebagaimana dimuat Wawacan, 2012 :
2).
Pan d an gan yan g ter akh ir in i
kerap digunakan oleh Mahkamah
Agung ketika mengeluarkan produk
p er at u r an . Seb u t lah
Per at u r an
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan (Perma 1/ 2008) yang oleh
banyak kalangan dipandang sebagai
penafsiran atas Pasal 130 HIR dan 154
RBg. Yang lainnya adalah Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2 0 1 2 t e n t a n g Pe nye su a ia n Ba t a s
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah
Denda dalam KUHP Terhadap Rasa
Kead ilan
Pihak
Kor ban
Yan g
Pelaku nya Tid ak Dit ah an (Per m a
2/ 2012) dianggap sebagai penafsiran
Mahkamah Agung atas ketentuanketentuan dalam Pasal 364, 373, 379,
384, 407, dan 482 KUHP.
Jika
kekuatan
Peraturan
Ma h ka m a h Agu n g t e n t a n g KHES
dilihat dari sudut kewenangan
Mahkamah Agung untuk membuat

ket erkait an erat dengan
pemberian kewenangan
kepada Pengadilan Agama di
bidang ekonomi syariah,
kewenangan membuat
perat uran yang diberikan
oleh undang- undang, sert a
realit as akan masih adanya
kekosongan hukum di bidang
ekonomi syariah dan
kebut uhan masyarakat
t erhadap perat uran t ersebut
dalam penegakan hukum
ekonomi syariah.
terdapat hal-hal yang belum cukup
diatur dalam undang-undang ini”.
Dalam penjelasan Pasal 79 ini
disebutkan bahwa “penyelenggaraan
p e r a d ila n ya n g d im a ks u d d a la m
undang-undang ini hanya merupakan
b agian d ar i h u ku m acar a secar a
keselur uhan . Den gan
dem ikian
Mahkamah
Agung tidak
akan
m e n ca m p u r i
dan
m e la m p a u i
p en gat ur an
ten t an g hak
d an
kewajiban warga Negara pada
umumnya dan tidak pula mengatur
sifat, kekuatan, alat pembuktian serta
p e n ila ia n nya a t a u p u n p e m b a gia n
pembebanan pembuktian”.

Ke d u a
peraturan
p e r u n d a n gundangan diatas secara eksplisit
memberikan kewenangan kepada
Mahkamah Agung untuk membuat
peraturan. Kewenangan ini diberikan
dalam hal terjadi kekurangan atau
kekosongan hukum tentang suatu hal
dan peraturan itu diperlukan untuk
ke la n ca r a n
p e n ye le n gga r a a n
peradilan. Dilihat dari konteks ini,
m aksud diber ikannya kewenangan
Mahkamah Agung untuk membuat
peraturan adalah untuk menjamin
terlaksananya sistem peradilan yang
b e r ke a d ila n
dan
memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Berkaitan
dengan
fungsi
mengatur dari sebuah lembaga
pemerintahan sebagaimana dimaksud
d ia t a s , C. va n
Va lle n h o ve n
berpendapat bahwa fungsi tersebut
tidak hanya peraturan dalam ar ti
formal, tetapi juga dalam arti materiil,
yaitu setiap peraturan yang memiliki
d aya ikat ter h ad ap set iap or an g,
s e h in gga ke w e n a n ga n m e m b u a t
perundang-undangan tidaklah murni
m onopoli lem baga legislatif. Hans
Ke ls e n ju ga b e r p e n d a p a t b a h w a
lembaga legislatif tidak pernah
memonopoli pembuatan
normanor m a
umum, tetapi
h a n ya
menempati posisi tertentu yang lebih
disukai, sehingga pengadilan juga
ber kompetensi untuk menjalankan
fungsi legislatif (Sebagaimana dikutip
Armansyah, 2011 : 59)
Sejauh ini pengaturan tentang
hukum ekonomi syariah di Indonesia
belum cukup diatur dalam peraturan
p e r u n d a n g-u n d a n ga n ya n g a d a .
Menurut Agustianto, urgensi KHES
d a p a t d ilih a t d a r i b e r b a ga i s is i.
Pertama, rujukan hakim dalam
memutus perkara ekonomi syariah
belum ada sebagaimana yang terdapat
dalam hukum perkawinan, warisan,
wakaf, wasiat dan hibah.
Kedua, hukum fikih tentang aspek
muamalah ini sangat beragam, apalagi
p e r s o a la n m u a m a la h in i a d a la h
persoalan yang lebih terbuka bagi
ijtihad, dibanding masalah ibadah.
Oleh karena itu, diperlukan kepastian
h u ku m , seh in gga kep u t u san p ar a
hakim di berbagai pengadilan tidak
berbeda-beda dalam kasus yang sama.

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

9

LAPORAN UTAMA
Ketiga, Peraturan Bank Indonesia
(PBI) sangatlah tidak memadai untuk
dijadikan r ujukan dalam memutus
p er kar a ekon om i syar iah , kar en a
peraturan yang dikeluarkannya hanya
berkaitan dengan masalah perbankan,
sedangkan masalah hukum ekonomi
syariah lainnya tidaklah diatur, karena
bukan wewenangnya. Demikian pula
dengan fatwa-fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN). Selain kedudukannya
secara konstitusional tidak kuat dalam
hier ar ki p er atur an
p er un d an gundangan di Indonesia, fatwa tersebut
juga masih sangat ringkas, karena
hanya berupa intisari (matan) yang
m e m b u t u h k a n p e n je la s a n r in ci
( Ag u s t i a n t o
d a la m
http:/ / pesantrenvirtual.com)
Bertitik tolak dari pandanganpan dan gan ter sebut diatas, dapat
dipahami kemudian alasan Mahkamah
Agung menerbitkan peraturan tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Keberadaannya memiliki keterkaitan
erat dengan pemberian kewenangan
kepada Pengadilan Agama di bidang
ekon om i
sya r ia h , kew en a n ga n
membuat peraturan yang diberikan
oleh undang-undang, serta realitas
a ka n m a s ih a d a n ya ke ko s o n ga n
hukum di bidang ekonomi syariah dan
ke b u t u h a n m a s ya r a ka t t e r h a d a p
peraturan tersebut dalam penegakan
hukum ekonomi syariah.
Terbitnya Peraturan Mahkamah
Agu n g ten t an g Kom p ilasi Hu ku m
Ekonomi Syar iah direspons positif
oleh masyarakat, khususnya kalangan
p e m in a t d a n p e m e r h a t i h u k u m
ekonomi syariah di Indonesia. Sejauh
penelusuran redaksi, respons-respons
tersebut berkisar pada dua pandangan
u t am a. Pertam a, keh ad ir an KHES
dipandang sebagai kelanjutan proses
positivasi hukum Islam dalam sistem
hukum nasional. Dengan pengaturan
KHES dalam Peraturan Mahkamah
Agu n g s e b a ga i je n is p e r a t u r a n
p er u n d an g-u n d an gan yan g d iaku i
n e ga r a , h u ku m e kon om i sya r ia h
mendapatkan legitimasi yang kuat
secara yuridis.
Kedua, kehadir an KHES yan g
d it u ju kan seb agai p egan gan b agi
hakim peradilan agama dalam
m enyelesaikan sen gket a ekon om i

10

syar iah member ikan harapan bagi
semakin mengecilnya ruang disparitas
putusan pengadilan.
Menurut Dr. Mardani dari
Pascasarjana Islamic Economic and
Finance (IEF) Univer sitas Tr isakti,
dengan
lahirnya
KHES berarti

Lahirnya KHES berart i
memposit if kan dan
mengunif ikasikan hukum
ekonomi syariah di Indonesia.
Seandainya KHES t idak
disusun maka hakim
pengadilan agama memut us
perkara ekonomi syariah
denga merujuk kepada kit abkit ab f iqh yang t ersebar
dalam berbagai mazhab,
karena t idak ada rujukan
ukum posit if yang bersif at
unif ikat if, sehingga t erjadilah
disparit as dalam put usan
ant ar suat u pengadilan
dengan pengadilan yang lain,
ant ar hakim yang sat u
dengan hakim yang lain.
Benar- benar berlaku
ungkapan dif ferent judge
dif ferent sent ence, lain hakim
lain pendapat dan
put usannya

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

mempositifkan dan mengunifikasikan
hukum ekonomi syariah di Indonesia.
Seandainya KHES tidak disusun maka
hakim pengadilan agama memutus
p e r ka r a e ko n o m i s ya r ia h d e n ga
merujuk kepada kitab-kitab fikih yang
ter sebar dalam ber bagai m azhab,
karena tidak ada rujukan ukum positif
yan g b er sifat u n ifikat if, seh in gga
terjadilah disparitas dalam putusan
antar suatu pengadilan dengan
pengadilan yang lain, antar hakim
yang satu dengan hakim yang lain.
Benar -benar
ber laku
ungkapan
different judge different sentence, lain
hakim lain pendapat dan putusannya
( Ma r d a n i
dalam
http:/ / www.dr mardani.blogspot.com
)

Posisi KHES dalam Pe raturan
Institusi Ke uangan Islam di
Indone sia
Salah satu faktor yang sangat
m en d u ku n g
p e r k e m b a n ga n
pelembagaan keuangan syar iah di
Indonesia adalah adanya dukungan
peraturan perundang-undangan yang
selalu proaktif memberikan payung
hukum dan regulasi. Jika peran payung
hukum dimainkan untuk mendasari
t u m b u h n ya
le m b a ga -le m b a ga
keuangan syariah di berbagai bidang,
maka peran regulasi dilaksanakan
untuk
m e m b e r ik a n
ke r a n gk a
(framework)
dalam
operasional
kegiatannya.

LAPORAN UTAMA
Jika dilihat dari sejauhmana peraturan
per un dan g-un dan gan
yan g ada
memberikan corak syariah terhadap
keselur uhan peraturan per undangundangan bidang keuangan di
In d o n e s ia ,
Kh o t i b u l
Um a m
membaginya kedalam tiga tahapan
utama, yakni tahap perkenalan
(Introduction), tahap
pengakuan
(recognition), dan tahap pemurnian
(purification) (Khotibul Umam dalam
http:/ / www.shar ialear n.wikidot.com
)
Dari ketiga tahapan yang
d ik e m u k a k a n d ia t a s , p e r a t u r a n
p e r u n d a n g-u n d a n ga n
b id a n g
perbankan syariah mungkin menjadi
yan g
ter d ep an . Palin g
t id ak,
perkembangan peraturan perundangundangan bidang perbankan syariah
sudah mencapai tahap pemur nian
(purificat ion). Ta h a p p e n ge n a la n
u n t u k p e r b a n k a n s ya r ia h ya k n i
melalui UU 7/ 1992 tentang Perbankan
d e n ga n m e m p e r k e n a lk a n b a n k

berdasarkan prinsip bagi hasil. Tahap
pengakuan mendasar kan pada UU
10/ 1998 yang merupakan perubahan
atas UU 7/ 1992, yakni menegaskan
bahwa bank berdasarkan operasionalnya terdiri dari bank konvensional dan
bank berdasarkan pr insip syar iah.
Ke m u d ia n
saat
in i
d e n ga n
diundangkannya UU 21/ 2008 tentang
Perbankan Syariah, Indonesia telah
memasuki tahap pemurnian.
Se d a n gk a n
peraturan
p e r u n d a n g-u n d a n ga n
d ilu a r
perbankan syar iah umumnya bar u
m e n ca p a i
tahap
p e n ga ku a n
(recognition). Pengatur annya masih
m en jad i
sat u
d en gan
sistem
konvensional, termasuk kelembagaan.
Tingkatan ter tinggi peraturan
p e r u n d a n g-u n d a n ga n k e u a n ga n
syar iah dibentuk dengan undangundang, sementara yang terendah
diatur dengan peraturan lembaga atau
instansi yang bertanggung jawab atas
p e n ye le n gga r a a n s u a t u le m b a ga

keuangan. Beberapa diantaranya
diatur dengan Peraturan Pemerintah
atau setingkat dibawah Peraturan
Pem er intah
Pengganti UndangUn d a n g
menurut
h ie r a r k i
perundangan-undangan di Indonesia.
Hanya
saja,
keberadaan
peraturan perundang-undangan yang
ter kait d en gan lem b aga ekon om i
syariah tersebut sebagian besar
mengatur tentang organisasi dan tata
kelola kelembagaan saja dan hanya
sedikit yang mengatur tentang hukum
mater iil yang mengatur hubungan
antar
orang maupun
lembaga
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Undang-Undang
Nomor 21
Ta h u n 2 0 0 8 t e n t a n g p e r b a n ka n
syariah
misalnya. Norma-norma
tentang organisasi dan tata kelola
kelembagaan
perbankan
mend o m in a s i p e n ga t u r a n -p e n ga t u r a n
d a la m u n d a n g-u n d a n g t e r s e b u t .
Berikut gambaran isi dari UU
21/ 2008:

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

11

LAPORAN UTAMA

Pengaturan-pengaturan
yang
ber sifat mater iil hanya ditemukan
dalam Fatwa DSN-MUI yang kemudian
diadopsi oleh Bank Indonesia menjadi
peraturan bagi bank-bank yang
beroperasi dengan prinsip syariah. Hal
mana ditegaskan dalam Pasal 26 ayat
(2) dan (3) undang-undang tersebut.
Me n ya d a r i
p e s a t n ya
pertumbuhan lembaga keuangan syariah
dan ber var iasinya peraturan yang
m engatur nya, pem ikiran-pem ikiran
untuk
m engem bangkan
sebuah
kodifisikasi yang menghimpun hal
ihwal hukum materiil ekonomi syariah
sudah diwacanakan dari awal. Salah
satu indikasinya adalah dilaksanakannya seminar nasional Kompilasi Nash
dan Hujjah Syar'iyyah Bidang Ekonomi
Syariah yang dilaksanakan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
dan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah pada tanggal 11-12 Juli
2006.
Sem inar ini ber tujuan m enghimpun pemikiran hukum ekonomi
Islam dalam bingkai ke-Indonesia-an
yan g selan jutnya dijadikan bahan
m asu kan
bagi p enyem p u r n aan
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Sayan gnya, t in d ak lan jut sem in ar

12

Keberadaan perat uran
perundang- undangan yang
t erkait dengan lembaga
ekonomi syariah di Indonesia
sebagian besar mengat ur
t ent ang organisasi dan t at a
kelola kelembagaan saja dan
hanya sedikit yang mengat ur
t ent ang hukum mat eriil yang
mengat ur hubungan ant ar
orang maupun lembaga
berdasarkan prinsip- prinsip
syariah.

tersebut tidak dapat dapat berjalan
dengan baik sehingga harapan akhir
terbentuknya kompilasi hukum Islam
yang memuat hukum-hukum ekonomi
syariah tidak terwujud.
Meskip u n
su lit
d ilacak
keterkaitan seminar tersebut dengan
lahirnya Kompilasi Hukum Ekonomi
Syar iah, tak
ur ung kehadiran
peraturan Mahkamah Agung ini

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

memberikan
angin
segar
bagi
perkembangan
hukum
ekonomi
syariah. Setidaknya KHES memberika
kerangka hukum materiil mengenai
transaksi-transaksi ekonomi syariah
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
transaksi-transaksi tersebut. Dan yang
lebih penting, dengan muatan KHES
yang bersifat materiil tersebut, telah
m e m b e r ik a n
p e n e ga s a n
arah
penegakan hukum ekonomi syariah di
Indonesia.
| Mohammad Noor, Edi Hudiata, Alimuddin, Sugiri
Pe rmana, Ade Firman Fathony|

Daftar Pustaka:
Agu s t ia n t o , “Ur ge n s i Ko d ifik a s i
Hukum Ekonomi Syariah” dalam
http:/ / www.pesantrenvirtual.com/
Ar fa n Ab b a s . 2 0 1 5 . Ot im a lis a s i
Serapan Kaidah-kaidah Fikih
Mu a m a la h d a la m Kom p ila s i
Hukum Ekonomi Syariah.
Armansyah, 2011. Analisis terhadap
Ba t a ln ya
Ak a d
Me n u r u t
Kompilasi Hukum
Ekonomi
Syariah (Thesis). Pekan bar u :
Universitas Riau
Ditjen Badilag. 2010. Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah. Ditjen Badilag.
Jenal Aripin. 2008. Peradilan Agama
dalam Bingkai reformasi Hukum
di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media
IAIN Sult an Maulan a Hasan ud d in
Banten, Jurnal Wawacan, Volume
2, Nomor 1 Jan-Jun 2012
Ma r d a n i, “Ke d u d u ka n Ko m p ila s i
Hu ku m Ekon om i Syar iah d i
Indonesia” dalam
http:/ / www.drmardani.blogspot.com

LAPORAN UTAMA

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah berisi
790 pasal yang diserap dari berbagai
sumber. Dua dari sekian sumber yang
banyak dijadikan rujukan dalam KHES
adalah M ajallah al- Ahkam al- Adliyah dan
f at wa DSN.

KHES memiliki peranan penting
karena menjadi salah satu rujukan
utama hakim peradilan agama dalam
m enyelesaikan sen gket a ekon om i
syar iah. Memahami isi KHES oleh
karenanya menjadi krusial tidak hanya
bagi hakim peradilan agama tapi juga
bagi seluruh elemen masyarakat yang
terlibat dalam bisnis ekonomi syariah.
Jika dibandingkan dengan Malaysia
yang sejak 1980an sudah lebih dulu
d an
leb ih
m aju
d alam
h al
perkembangan dan penyelesaian

M EM BEDAH
M ATERI KHES

sengketa perbankan dan keuangan
Islam, Indonesia dapat dikatakan
masih dalam tahap penguatan tata
aturan dan kerangka hukum ekonomi
syariah yang dipastikan akan terus
berkembang pesat.
Meskipun sudah lebih dari tiga
dekade menggeluti seluk beluk
p e r b a n ka n d a n ke u a n ga n Is la m ,
sampai sekarang Malaysia yang
menganut system hukum commo n
law masih
menghadapi kendala
ketidakcukupan tata aturan yang

m engatur per kem bangan ekonom i
Islam (baca Markom et al, 2013: 19).
Terlebih Indonesia yang masih
terbilang pendatang baru dalam dunia
ekonomi syariah jika dibandingkan
Ne ga r a -n e ga r a
berpenduduk
mayoritas Muslim lainnya.
Dalam konteks itulah KHES harus
dipandang sebagai usaha positif
Mah kam ah Agu n g d alam m en gisi
kekosongan aturan hukum substantif
dalam masalah keuangan Islam di
Indonesia (baca Lindsey, 2012: 94).

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

13

LAPORAN UTAMA
Peraturan Bank Indonesia (PBI)
menjadi bagian penting dalam
m e n yu s u n KHES t e r m a s u k ju ga
Pernyataan
Standar
Akuntansi
Keuangan (PSAK) Nomor 59 tanggal 1
Mei 2002
tentang Per bankan
Syariah.
Dari beberapa sumber materiil
KHES, setidaknya terdapat dua
sumber yang menarik perhatian untuk
menjadi bagian pembahasan dalam

Substansi dan Struktur KHES
Kompilasi Hukum
Ekonomi
Syar iah (KHES) yan g d ilegit im asi
pen ggun aan nya m elalui Per atur an
Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun
2 0 0 8 ( P ERMA 2 / 2 0 0 8 ) , s e ca r a
substansi dan struktur dibagi menjadi
empat buku yaitu Buku I sampai Buku
IV yang semuanya terdiri atas 790
pasal. Struktur KHES ini secara “tidak
disengaja” mirip dengan KUHPerdata
yang terdiri dari 4 bagian mulai dari
Buku I sampai dengan Buku IV.
Pa d a KHES Bu ku I d ib a h a s
mengenai Subjek Hukum dan Amwal
(kebendaan), terdiri dari 3 Bab dan 19
Pasal. Sedangkan Buku II membahas
tentang Akad yang terdiri dari 29 Bab
dan 648 Pasal, mulai dari Pasal 20
sampai dengan Pasal 667. Dalam Buku
II ini dibahas mengenai Asas Akad,
Rukun Akad, Aib, Akibat dan
Pen afsir an Akad ser t a Jen is-jen is
Akad. Selanjutnya Buku III tentang
Zakat dan Hibah terdiri dari 4 Bab dan
60 Pasal mulai dari Pasal 668 sampai
dengan Pasal 727. Bagian penutup
yaitu Buku IV ten tan g Akun tan si
Syariah terdiri 7 Bab dan 63 pasal
mulai dari Pasal 728 sampai Pasal 790.
Pr osen tase Buku I p alin g sed ikit
dibanding yang lainnya, yakni 2,5%
(19 pasal) dari jumlah keseluruhan,
sedangkan yang paling banyak adalah
Buku II sebanyak 82% (648 pasal).
Adapun Buku III dan Buku IV hampir

14

berimbang, masing-masing Buku III
sebanyak 7,5 % (60 pasal) dan Buku IV
sebanyak 8% (63 pasal).
Banyaknya materi pada Buku II
menunjukkan bahwa mater i KHES
didominasi oleh pembahasan jenisjenis akad yang diaplikasikan pada
berbagai transaksi keuangan syariah.
Su b st a n si d a r i KHES m e r u p a ka n
su m ber h u ku m m ater iil ekon om i
syariah yang menjadi pedoman bagi
hakim-hakim di Pengadilan Agama
d a la m m e n ye le s a ik a n s e n gk e t a
ekonomi syariah. Di sisi lain, harus
pula disadari bahwa materiil ekonomi
syariah tersebut lahir dalam bentuk
k om p ila si
( ko m p ila s i
berarti
mengumpulkan).
Pe m a h a m a n ya n g s e d e r h a n a
dapat dibandingkan dengan Kompilasi
Hukum Islam (KHI), meskipun secara
materiil, KHI disusun dalam bentuk
d an bah asa p er u n d an g-u n d an gan ,
tetapi KHI adalah
“kompilasi,
sekumpulan” pendapat para ulama/
fikih.
Demikian halnya dengan KHES,
secar a seder han a dapat diar tikan
sebagai kumpulan hukum ekonomi
syariah yang berasal dari berbagai
sumber. Setidaknya, tidak kurang dari
6 kitab fikih yang menjadi rujukan
KHES. Keenam sumber kitab fikih
tersebut mayoritas dilatarbelakangi
oleh mazhab Hanafi. Selain, kitabkitab ter sebut, fatwa-fatwa Dewan
Sya r ia h Na s io n a l ( DSN) b e s e r t a

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

M enyadari pesat nya
pert umbuhan lembaga
keuangan syariah dan
bervariasinya perat uran
yang mengat urnya,
pemikiran- pemikiran unt uk
mengembangkan sebuah
kodif isikasi yang
menghimpun hal ihwal
hukum mat eriil ekonomi
syariah sudah diwacanakan
dari awal. Salah sat u
indikasinya adalah
dilaksanakannya seminar
nasional Kompilasi Nash
dan Huj jah Syar'iyyah
Bidang Ekonomi Syariah
yang dilaksanakan oleh
Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) dan
Universit as Islam Negeri
Syarif Hidayat ullah pada
t anggal 11- 12 Juli 2006.
Majalah Edisi kali ini, yaitu majallah alahkam al-adliyah (selanjutnya disebut
Majallah ) dan Fatwa DSN. Majallah
m er u p akan kaid ah -kaid ah h u ku m
perdata di zaman Turki Utsmani yang
terus berkembang menjadi bahan
kajian ilmiah. Sementara itu, Fatwa
DSN mempunyai nilai otoritas yang
cukup tinggi dalam menilai tingkat
kehalalan sebuah produk lembaga
keuangan syari'ah.

LAPORAN UTAMA
hingga tahun 1926 yakni sejak
Mustofa Kamal At-Turk menggantikannya dengan Turkish Civil
Code of 1926. Beberapa negara lainnya
masih terus mempergunakan Majallah
sampai negara tersebut mempunyai
undang-undang sendiri (Mudzhar:
2003: 1).
Dari 1851 Pasal yang ada pada
Majallah, terdapat 99 Pasal (Pasal 2100) yang merupakan kaidah kulliyah,
5 diantaranya disebut dengan kaidah
kubra. Kaidah kuliyyah ini menjadi
sumber inspiratif bagi derivasi kaidah
lainnya. Dar i 99 kaidah ter sebut ,
terdapat beberapa kaidah yang secara

Pe nye rapan majallah al-ahkam
al-adliyah dalam KHES
Ide penyusunan KHES tidak
dapat terlepas dari keberadaan
Majallah sebagai bukti sejarah adanya
upaya “positifisasi” hukum perdata
Islam di masa pemerintahan Turki
Usmani. Lebih spesifik, Arfan (2015:
4) dalam penelitiannya, mendapati
bahwa beberapa teks pasal dalam
KHES sama secara tekstual (eksplisit)
dengen teks kaidah fikih muamalah
dalam Majallah. Kaidah fikih yang
dimaksud terdapat dalam Pasal 2
sampai Pasal 100 Majallah. Ke-99
Pasal ini telah disepakati sebagian
besar ulama sebagai kaidah kulliyyah
yang bisa dijadikan rujukan langsung
untuk istinbath hukum Islam dalam
bidang muamalah.
Substan si
KHES
d ibuat
berdasar kan al-Quran dah Hadits,
kaidah usul fikih, kaidah fikih, kaidah
qanuniyah, d a n p e n d a p a t u la m a .
Dengan demikian, teks-teks dalam
KHES diadopsi dari sumber-sumber
hukum ter sebut yang disesuaikan
dengan nilai-nilai lokal; bangsa dan
budaya Indonesia (Arfan: 2015: 17).
Majallah terdiri dari 1851 Pasal
yang disusun mulai tahun 1869 hingga
tahun 1876 M. Majallah ini berlaku

tentang kepemilikan harta. Adapun
pada Buku IV merupakan ketentuan
dan mekanisme akuntansi.
Pada Buku II terdapat serapan
kaidah yang berasal dari Majallah.
Ditemukan 7 Pasal yang secara
eksplisit diadopsi dari 99 kaidah fikih
muamalah. Secara implisit atau
aplikatif, terdapat sebanyak 23 kaidah
fikih yang diaplikasikan pada 125
pasal. Sementara di Buku III terdapat
kaidah fiqhiyyah yang diserap tidak
langsung (implisit) yaitu berupa 11
kaidah fikih dan terdapat 24 pasal
aplikasi nalar deduktif (Arfan: 2015:
18).

KHES memberika kerangka hukum mat eriil mengenai
t ransaksi- t ransaksi ekonomi syariah dan hal- hal lain yang
berkait an dengan t ransaksi- t ransaksi t ersebut . Dan yang
lebih pent ing, dengan muat an KHES yang bersif at mat eriil
t ersebut , t elah memberikan penegasan arah penegakan
hukum ekonomi syariah di Indonesia.
eksplisit disebutkan dalam pasalpasal tertentu dan terhadap yang
dituangkan dalam bentuk nilai-nilai
yang sesuai dengan kaidah-kaidah
dimaksud.
Menurut Abbas Arfan, pada KHES
Buku I dan Buku IV tidak terdapat
kaidah fiqhiyyah baik secara eksplisit
maupun implisit, karena Buku I hanya
sebagai pengantar dan membahas

Penelitian Arfan menyimpulkan
bahwa dalam KHES hanya ada 27
kaidah fikih dar i 99 kaidah fikih
kulliyyah yang terdapat dalam
Majallah. Ke -2 7 ka id a h fikih it u
diaplikasikan pada 149 asal dalam
KHES. 20 dari 27 kaidah tersebut
disebutkan secara implisit, sementara
tujuh kaidah lainnya disebutkan
secara eksplisit yaitu:

Kaidah Fikih

Pe nye rapan dalam
KHES

al-ibrah fî al-uqûd li al-al-maqâshid wa al-ma?ânî

Pasal 48

lâ li al-alfâdh wa al-mabânî
al-ashl fî al-kalâm al-haqîqah

Pasal 49 ayat 1

i'mâl al-kalâm aulâ min ihmâlih

Pasal 50

al-muthlaq yajrî „alâ ithlâqih, idzâ lam yaqum dalîl

Pasal 54

al-taqyîd nashshan aw dalâlatan
idzâ ta„adzdzarat al-haqîqah yushâr ilâ al-majâz

Pasal 51

idzâ ta„adzdzara i„mâl al-kalâm yuhmal

Pasal 52

dzikr ba„dl mâ lâ yatajazza kadzikr kullih

Pasal 53

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

15

LAPORAN UTAMA
Jika d ib a n d in gka n , t e r d a p a t
perbedaan signifikan antara struktur
Majallah dan KHES. Dalam Majallah,
ka id a h -ka id a h
umum
kuliyyah
dikemukakan terlebih dahulu sebelum
menetapkan kaidah-kaidah lainnya.
Ka id a h -k a id a h
k u liyya h
ya n g
berjumlah 99 tersebut menjadi nalar
deduktif bagi bunyi pasal-pasal
berikutnya.
Hal ini berbeda dengan KHES, di
m an a t id ak d item u kan m en gen ai
kaidah kuliyyah sebagai “landasan

tahun
1999, MUI ber in isiatif
m e n ge lu a r k a n Su r a t Ke p u t u s a n
Nomor Kep-754/ MUI/ II/ 1999 tanggal
10 Februari 1999 yang isinya
m e n gu ku h ka n
De w a n
Sya r ia h
Nasional (DSN) sebagai bagian dari
komisi fatwa MUI dengan tugas khusus
untuk melahirkan fatwa- fatwa yang
berkenaan dengan ekonomi Islam.
DSN mempunyai tugas
untuk
m en u m b u h kem b an gkan n ilai-n ilai
syariah pada praktek perekonomian
syariah. Selain mengeluarkan fatwa

berfikir” untuk kaidah yang lainnya.
Kuat dugaan KHES mengambil bentuk
seperti pada KHI yang terdiri dari
Buku I sampai dengan Buku III, atau
mengambil bentuk pada KUHPerdata
yang terdiri dari Buku I sampai Buku
IV. Baik KHI maupun KUHPerdata,
keduanya tidak menampilkan kaidah
umum pada bagian tersendiri (bagian
awal), tetapi kaidah tersebut menjadi
b agian
d ar i
m asin g-m asin g
pembahasan.

ya n g m e n gika t De w a n Pe n gaw a s
Syariah (DPS) dan fatwa yang menjadi
landasan
bagi ketentuan
yang
dikeluarkan oleh instansi yang
b e r w e n a n g, DSN ju ga
dapat
memberikan rekomendasi mengenai
orang-orang yang dapat duduk di
Dewan Pengawas Syariah atau
mencabut nama-nama yang sudah ada

Transformasi Fatwa DSN
dalam KHES
Ma je lis
Ula m a
In d o n e s ia
merupakan wadah musyawarah para
ulama yang lahir sejak 26 Juli 1975.
Salah satu peran MUI adalah
mengeluarkan fatwa dan
nasihat
kepada pemerintah dan umat Islam
dalam masalah yang berhubungan
d e n ga n
ke a ga m a a n
dan
kemaslahatan bangsa. Seiring dengan
berjalannya waktu dan permasalahan
keagamaan semakin kompleks, pada

16

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 8 | Desember 2015

di DPS.
Secara kelembagaan, DSN telah
diakui oleh Bank Indonesia (BI) sejak
awal tahun kelahirannya. Berdasarkan
Surat Keputusan Dewan Direksi BI
Nom or 3 2 / 3 4 / 1 9 9 9 , DSN d ia ku i
sebagai badan yang memberikan
pengaturan produk perbankan syariah
sekaligus sebagai pengawas Dewan
Pengawas Syariah di berbagai lembaga
keuangan syariah. Sejak lahir UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah (UU
21/ 2008), secara eksplisit DSN diakui
oleh dunia perbankan syariah, di mana
fatwa-fatwanya hanya diaplikasikan
dalam peraturan Bank Indonesia
(Umam: 2012: 361).
Sejak tahun 1999-2