Kurikulum 2013 Guru Harus Lebih peduli

Kurikulum 2013, Guru
Harus Lebih Peduli
Kurikulum 2013, Guru Harus Lebih Peduli - Keberhasilan implementasi
kurikulum 2013 (K.13) sangat ditentukan oleh guru. Betapa tidak, guru
merupakan pelaku utama dan ujung tombak implementasi K.13 melalui
proses pembelajaran. Hal ini tentu saja sama dengan penerapan kurikulum
yang telah lalu, guru selalu menjadi penentu suksesnya kurikulum tersebut
diimplementasikan di lapangan. Oleh karena itu, tepat jika pemerintah
mewajibkan semua guru mengikuti diklat K.13 sebelum
mengimplementasikan K.13, meskipun saat ini hal tersebut belum terealisir
secara keseluruhan. Diklat implementasi K.13 secara berjenjang telah dan
sementara berlangsung selama 4-5 hari setiap angkatan. Materi diklat yang
cukup padat serta kondisi dan suasana diklat yang masih kurang kondusif,
membuat banyak guru alumni diklat masih kebingungan dalam
mengimplementasikan K.13 tersebut. Namun, hal tersebut tidak membuat
sekolah patah arang, beberapa telah melaksanakan diklat pemantapan di
sekolah masing-masing untuk para guru-gurunya. Tentu, setiap saat perlu
ada pemantapan serta pendampingan terhadap guru-guru, baik yang telah
mengikuti diklat K.13, apalagi yang belum.

Namun, yang perlu guru yakinkan pada dirinya sendiri bahwa berhasil

tidaknya K.13 ini tergantung pada diri guru tersebut. Oleh karena itu, guru
harus mampu meng-implementasikan K.13 secara maksimal dengan cara
terus belajar dan menambah pengetahuan dan wawasan terhadap K. 13
tersebut. Selain itu, yang paling penting adalah implementasi itu sendiri.
Bahwa, guru dituntut untuk lebih peduli. Lebih peduli kepada siapa? Hakikat
dari semua tujuan sistem pendidikan, keberadaan guru, sarana prasarana,
manajemen, termasuk kurikulum itu sendiri, anggaran yang sangat besar,
dan lain sebagainya, tak lain dan tak bukan tujuannya adalah siswa (peserta
didik). Oleh karena itu, K.13 menuntut guru lebih peduli terhadap siswa.
Lihatlah saja system penilaian pada K.13 yang begitu banyak dan rinci, tak
lain tujuannya agar guru lebih peduli terhadap siswa. Sistem penilaian
otentik yang diterapkan, juga agar guru lebih peduli kepada siswa.
Kepedulian guru terhadap siswa dapat dikatakan harus TSM (Terstruktur,
Sistematis, dan Masif) (meminjam istilah PHPU di MK). Terstruktur, artinya
bahwa kepedulian yang terealisasi melalui penilaian tersebut haruslah
memunyai instrument serta format yang jelas sehingga tercapai nilai
otentiknya. Selain itu, nilai akademiknya dapat dipertanggungjawabkan.
Sistematis, artinya bahwa kepedulian oleh guru tercermin melalui penilaian
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (pada K.13 lebih detail dengan KI.1


spritual, KI.2 Sosial, KI.3 pengetahuan, dan KI.4 Keterampilan). Lebih detail
lagi bahwa penilaian dilakukan setiap pembelajaran, sub tema, dan tema.
Kepedulian secara masif diartikan bahwa guru harus sesering mungkin
melakukan penilaian baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Kepedulian
lebih luas jangkauannya dari hanya sekadar penilaian terhadap siswa. Jika
penilaian yang nyata dalam K.13 hanya sampai pada penentuan nilai siswa:
sangat baik, baik, cukup, dan kurang.
Sedangkan kepedulian guru harus lebih yakni tidak sekadar sampai pada
proses penilaian tetap lanjut ketindakan nyata yang dikenal dengan
pembimbingan. Pada saat siswa memeroleh nilai cukup atau kurang di sikap
(spiritual dan sosial) maka guru diharapkan lebih peduli dengan melakukan
bimbingan terhadap siswa tersebut. Oleh karena itu, keterpaduan antara
penilaian dengan bimbingan harus selalu sejalan sebagai wujud
kepedulian guru.
Contoh sederhana, penilaian awal (sub tema I) sikap KI.2 ( sosial =
kerjasama) pada siswa A ternyata kurang, guru harus membimbing agar
siswa A lebih mampu bergaul dan bekerja sama dengan temannya, maka
pada penilaian berikut (sub tema 2) diharapkan tidak lagi kurang tetapi
meningkat menjadi baik atau sangat baik. Sangat tidak diharapkan, jika guru
meninggalkan siswa (tidak peduli) sehingga sikap siswa tidak mengalami

perubahan. Sering dikeluhkan guru terhadap tuntutan lebih peduli ini dengan
beralasan banyaknya siswa yang harus mendapat perhatian. Dengan
menyebutkan jumlah siswa dalam satu kelas (misalnya 30-40 siswa) tentu
saja terkesan berat dan hampir mustahil melakukan hal seperti contoh di
atas. Namun, dalam realita tidak demikian. Guru memang harus peduli
terhadap semua siswa yang menjadi anak didiknya di kelas, tetapi yang
mendapat kepedulian lebih hanyalah siswa yang memeroleh nilai cukup dan
kurang tadi. Jika demikian, maka mungkin hanya 1-10 siswa saja yang

mendapat perhatian khusus, itupun akan semakin berkurang seiring proses
peduli (penilaian dan bimbingan) tersebut. Oleh karena itu, K.13 menuntut
guru lebih peduli kepada siswa, bukan segi kuantitas atau banyaknya siswa,
tetapi kepedulian guru dituntut kualitas yang lebih baik dengan sistem TSM
tadi.