Mengapa Buruh Harus Bekerja Lebih Banyak

Mengapa Buruh 'harus' Bekerja Lebih Banyak?
Buruh, Jeratan Hutang dan Strategi Bertahan
Hidup
Oleh: Dina Septi Utami

Awal
“...buruh perempuan tidak ada waktu, tidak ada lagi tenaga, apalagi jarak
antara rumah dengan kantor serikat yang terlalu jauh membuat mereka kurang
aktif di serikat dan program pendidikan apapun yang diselenggarakan. Buruh
perempuan susah diajak kumpulan karena Sabtu lembur. Sedangkan hari Minggu
milih nyuci, setrika atau kumpul sama anak. Walaupun saya juga ada lembur di
hari Minggu, tapi kalau tidak sedang lembur saya selalu datang ke pendidikan.
Sabtu masuk setengah hari, jadi sabtu sore masih bisa kumpulan.” (Narti,
karyawan PT R, Bekasi).
“Ah, kau lembur terus, emang mau umroh...” (Anonim)
Dua kutipan di atas adalah gambaran yang menunjukkan bagaimana kehidupan
kelas buruh yang harus menghabiskan umurnya di dalam pabrik untuk bekerja agar hidup
bisa dilanjutkan. Mengapa orang harus bekerja? Atau mengapa orang harus bekerja lebih
banyak agar bisa hidup? Dua pertanyaan ini tanpak naif, bahkan mungkin ada yang marah.
Tapi kerja memiliki arti yang berbeda-beda di setiap zaman, karena kondisi-kondisi yang
juga berbeda-beda.

Tulisan ini akan menjawab pertanyaan sederhana; mengapa buruh 'harus' bekerja
lebih banyak? Dalam tulisan ini, buruh diletakkan dalam relasi ekonomi politik di mana
buruh akan diletakkan pada relasi-relasi yang menentukan bagaimana kebutuhan hidup
seorang buruh dipenuhi. Seorang buruh sangat berbeda dengan seorang petani yang bisa
saja sebagian kebutuhan hidupnya didapat tidak melalui pertukaran pasar. Buruh yang
hidup di sebuah kawasan industri atau di sebuah kota yang dipenuhi kawasan industri
tidak bisa mendapatkan semua kebutuhan hidupnya kalau tidak punya uang. Artinya
semua kebutuhan hidupnya hanya bisa didapat melalui pertukaran pasar. Jika semua
kebutuhan hidup hanya bisa didapat dengan uang, sedangkan uang adalah jam kerja, maka
untuk hidup seorang buruh harus menggunakan hampir semua waktu dalam sehari untuk
bekerja. Baik itu bekerja tambahan di pabrik sebagai lembur, atau bekerja sendiri jika gaji
dari pabrik tidak mencukupi.

1

Hari Gajian di Ruang ATM
Hari itu tanggal 25 Maret 2014, satu bulan sebelum dirumahkan, hari di mana
Zulaika menerima upahnya. Sebagimana biasa, upah Zulaika ditransfer langsung ke
rekeningnya pada sebuah bank oleh manajemen perusahaan tempat ia bekerja. Sepulang
bekerja hari itu, ia mampir ke ATM untuk gajian. Setelah melihat saldo untuk memastikan

kalau upahnya sudah masuk, sebelum berpikir untuk melakukan penarikan tunai, ia
mentransfer sejumlah uang ke beberapa nomor rekening yang ada di catatannya. Tranfer
pertama sejumlah Rp. 800.000 ke sebuah rekening untuk membayar angsuran pembelian
rumah. Rumah ini ia beli sejak dua tahun lalu dengan uang muka dua juta rupiah dan
pembayaran angsuran selama 15 tahun. Selanjutnya, Zulaika mentransfer uang sebesar Rp.
350.000 ke sebuah bank untuk membayar angsuran pinjaman sebesar 8 juta rupiah yang
diangsur selama tiga tahun. Uang 8 juta ini ia pinjam sejak 2 tahun lalu untuk merenovasi
rumah yang ia beli. Karena rumah ia ia beli itu, walapun baru tetapi belum bisa ditinggali.
Zulaika masih harus memperbaiki kamar mandi dan mengganti keramik ruang tamu dan di
kamar tidur.
Sebelum keluar dari ruang ATM, Zulaika tidak lupa melakukan penarikan tunai.
Tidak jelas berapa jumlahnya. Dalam perjalanan pulang, ia mampir ke rumah seorang
teman sesama buruh, yang biasa dipanggil sebagai Mang Edi. Kepada Mang Edi ini,
ternyata Zulaika punya hutang sebesar Rp. 5 juta yang harus dibayar sebesar Rp. 750.000
setiap bulan selama 10 bulan. Uang Rp. 5 juta ini ia pinjam satu bulan yang lalu untuk
membangun dapur, karena rumah yang dibeli 2 tahun lalu itu belum ada dapurnya. Dari
rumah Mand Edi ini Zulaika pulang ke rumahnya dan hari mulai gelap.
Tidak diketahui dengan jelas berapa Zulaika hari itu menerima upah. Tapi yang
pasti adalah bahwa di hari gajian itu, yang pertama-tama ia lakukan adalah mebayar
hutang baik dengan cara mentranfer uang ke beberapa rekening atau dengan cara

membayar langsung dengan jumlah total sebesar Rp. 2,6 jt. Entah berapa yang tersisa dari
upahnya bulan itu agar ia bisa bertahan hidup satu bulan ke depan.

Jenis setoran kredit

Jumlah

Rumah

800.000

Motor

600.000

Hutang Bank

350.000

Hutang Rentenir


750.000

Total

2.600.000

2

Bertahan Hidup di Kota Industri
Zulaika bukanlah nama yang sebenarnya. Perempuan muda kelahiran Garut 1 1981
ini adalah seorang buruh di sebuah pabrik yang memproduksi folding box di Cikarang. Bagi
kebanyakan orang tua di desanya, sekolah bagi perempuan masih dianggap hal yang tidak
perlu diutamakan, selain memang biaya sekolah bukanlah hal yang murah. Waktu itu,
hanya dua orang yang sekolah di SMP, Zulaika sendiri dan satu orang temannya.
Temannya ini bisa bersekolah karena di bantu oleh kakaknya yang bekerja di Hongkong
sebagai TKW. Karena tidak mungkin melanjutkan sekolah, sejak akhir tahun 1996, setelah
lulus smp, Zulaika memilih untuk ikut kakaknya yang bekerja di Bekasi. Sesampai di
Bekasi, ia mendapat pekerjaan sebagai SPG di sebuah pusat perbelanjaan. Pekerjaan ini ia
jalani sejak awal 1997 sampai tahun 2002. Pada tahun 2002 Zulaika mendapat pekerjaan

yang sedikit lebih baik, yaitu bekerja sebagai operator di sebuah pabrik di Cikarang.
Perusahaan tempatnya bekerja sebut saja dengan PT S. Status pekerjaannya waktu itu tidak
jelas. Sampai dengan tahun 2012 ia baru diangkat menjadi karyawan tetap (kartap)
dengan dikeluarkannya SK pengangkatan oleh manajemen. Sebelumnya tidak pernah ada
kontrak apapun. Sebelum diangkat, Zulaika tidak menerima tunjangan transportasi, tidak
menerima ID Card dan tidak ada jaminan kesehatan dalam bentuk jamsostek.
PT S berjarak kurang lebih dua kilometer dari rumahnya. Antara kompleks
perumahan di mana Zulaika tinggal dengan kawasan industri dipisahkan oleh sebuah
lapangan rumput nan luas di mana kambing dan sapi biasa merumput. Di pinggir lapangan
itu ada jalan yang menghubungkan Desa Serang dengan kawasan. Jalan itu tipikal seperti
jalan-jalan lain di Cikarang yang bukan jalan kawasan. Bergelombang, berlubang, jalan
tanah. Ketika hujan akan becek, licin dan tergenang di mana-mana. Tapi ketika kemarau
kering dan berdebu. Setiap hari Zulaika mengendarai motor maticnya untuk pergi dan
pulang kerja. Memiliki sepeda motor adalah satu-satunya cara untuk pergi dan pulang
kerja, karena perusahaan tidak menyediakan transportasi bagi buruh-buruhnya.
Zulaika pernah menikah selama kurang lebih satu tahun. Ia bercerai tahun lalu,
karena suaminya diam-diam kembali ke mantan istrinya. Selama satu setengah tahun
menikah, Zulaika dan suaminya tidak memiliki anak.
Hidup sebagai buruh di Cikarang bukanlah hal yang mudah dan murah. Biaya sewa
rumah kontrakan rata-rata berada di kisaran 500.000 sampai Rp. 600.000. Itupun sebuah

rumah sewa yang biasa disebut dengan pintu seribu. Disebut demikian karena rumah ini
sebenarnya satu ruangan dari sekian ruangan berderet dari sebuah bangunan yang
memanjang, dilihat dari kejauhan, bagaikan rumah dengan seribu pintu. Rumah sewa
seperti ini banyak tersebar di beberapa tempat di Cikarang dan Bekasi. Di tempat seperti
inilah Zulaika tinggal sampai akhirnya pada tahun 2012 ia berinisiatif membeli rumah
sendiri. Rumah ini berada tepat di belakang kawasan di mana pabrik tempat ia bekerja
1 Garut adalah sebuah kabupaten di Jawa Barat. Jarak Garut dan Cikarang …. km.
3

beroperasi. Proses pembelian rumah ini difasilitasi oleh perusahaan tempat ia bekerja.
Dengan uang muka Rp. 2 juta dan angsuran 800.000 setiap bulan selama 15 tahun,
akhirnya Zulaika bisa memiliki rumah sendiri
Membeli rumah ternyata belum menyelesaikan masalah, karena rumah yang dibeli
bukanlah rumah yang sudah siap untuk dihuni. Rumah dengan ukuran 36 dengan dua
kamar tidur ini belum punya dapur dan ternyata rusak cukup parah. Zulaika
menggambarkan:
“Keramiknya pada copot dan pecah. Plester temboknya mengelupas. Kamar mandi
berlantai plester saja dan tidak ada dapur. Tidak bercat juga. Pokoknya belum bisa
ditinggali. Makanya saya ngambil bank untuk renovasi.”
Agar rumah bisa menjadi tempat istirahat yang nyaman, maka Zulaika harus

mencari cara mendapatkan uang untuk melakukan beberapa perbaikan. Salah satu caranya
adalah dengan berhutang. Mencari hutangan tidak begitu sulit, namun cukup berat karena
dengan demikian beban pengeluaran setiap bulan akan semakin bertambah. Setiap hutang,
baik hutang pada rentenir atau bank, harus dikembalikan dengan bunga. Untuk
memperbaiki rumah yang baru dibeli ini, Zulaika mendapatkan kredit dari sebuah bank
yang bekerja sama dengan pihak perusahaan. Dari bank ini, ia dapat pinjaman sebesar Rp.
8 jt. yang harus dikembalikan sebesar Rp. 350.000 setiap bulan selama tiga tahun. Tidak
selesai. Rumah ini belum ada dapurnya. Zulaika harus cari cara lagi agar ia punya rumah
yang ada dapurnya.
Mengingat sudah ada dua hutang yang dua-duanya difasilitasi perusahaan yang
dengan demikian menggunakan gajinya sebagai jaminan, maka kali ini Zulaika mencari
pinjaman dari teman sesama buruh di perusahaan yang sama. Teman ini kebetulan, sambil
bekerja sebagai buruh, meminjamkan uang kepada sesama buruh dengan sejumlah bunga.
Dari Mang Edi ini, Zulaika mendapat pinjaman sebesar Rp. 5 jt. yang harus dikembalikan
dalam sepuluh bulan. Setiap bulannya sebesar Rp. 750.000.
Selain tanggungan hutang sebagaimana tersebut di atas Zulaika pernah menggadai
BPKB motor yang ia miliki. Uang ini dipergunakan untuk pulang kampung dalam rangka
mengurus perceraian dari suaminya dan sisanya dipergunakan untuk modal berjualan baju.
Selain kebutuhan membeli dan memperbaiki rumah. Zulaika juga banyak kebutuhan
lain seperti membayar listrik, air dan kebutuhan lain-lain sebagaimana bisa dilihat pada

tabel berikut:

4

Nama pengeluaran

Besaran

Listrik

75.000

Air

50.000

Sabun, shampo, pasta gigi

200.000


Kosmetik

150.000

Pulsa

100.000

Makan 30 hari x 40.000

1200.000

Total

1.475.000

Zulaika juga seorang yang pandai berdandan. Ia menyukai sepatu dan sandal berhak
tinggi dan hobi membeli baju. Dalam sebulan ia bisa menghabiskan ratusan ribu untuk
membeli baju. Setiap 3 bulan sekali ia mengeluarkan baju-baju yang sudah tidak up-to-date
dari lemari untuk diganti dengan baju baru. Salah satu yang menumbuhkan kesukaannya

akan sepatu berhak tinggi dan baju adalah pengalamannya bekerja di Mall selama 5 tahun.
Jika ditambah dengan kebutuhan makan setiap hari dalam satu bulan, maka bisa
dibayangkan berapa uang yang harus Zulaika cari untuk memenuhi semua itu? Bagaimana
mendapatkannya?
---Sesuai dengan UMK Kabupaten Bekasi, Zulaika setiap bulan menerima 2.450.000
sebagai upah; 2,4 juta adalah UMK sedangkan Rp. 50.000 tunjangan masa kerja. Untuk
diketahui Zulaika bekerja sudah 12 tahun. Uang yang ia terima setiap bulan ini jelas tidak
cukup. Untuk mengatasinya ia harus lembur di setiap hari kerja sebanyak tiga jam dan di
hari sabtu ia lembur sebanyak 7 jam. Dengan demikian, maka setiap hari Zulaika harus
bekerja selama sebelas jam, dan hari sabtu yang seharusnya dipergunakan untuk
beristirahat ia pergunakan juga untuk lembur kerja. Selama satu minggu Zulaika
menghabiskan waktunya di dalam pabrik selama 62 jam, yang kalau ditotal untuk satu
bulan, ia menghabiskan waktunya di dalam pabrik selama lebih dari 200 jam. Berikut tabel
perkiraan penghasilan Zulaika jika ia lembur:

Upah Lembur non-sabtu
1 jam pertama x 1,5

15.000 x 1,5


22.500

2 jam berikutnya x 2

15.000 x 2

30.000

Total lembur sebulan non-sabtu (22.500x20)+ (30.000x20)

1.650.000

Upah Lembur Sabtu
Jam 1-7 x 2

15.000x7x2
5

210.000

Total lembur sebulan sabtu

210.000x4

840.000

Total upah lembur satu bulan

1.650.000 + 840.000

2.490.000

Setelah ditambah dengan upah lembur, Zulaika akan menerima total upah sebesar
Rp 4.890.000. Angka itu tidak didapat setiap bulan, tergantung jumlah jam lembur yang
sanggup diambil pada setiap bulannya. Jika semua jam lembur diambil maka bisa
diperkirakan berapa sisa upah Zulaika setiap bulan setelah dikurangi dengan pengeluaran
untuk membayar hutang seperti pada table 1 di atas.
Gaji pokok ditambah dengan gaji lebur ternyata belum juga cukup. Oleh karena itu,
Zulaika juga berbisnis kecil-kecilan. Zulaika menjual kosmetik kepada teman-teman se-PTnya, terutama yang di bagian manajemen. Pembeli membayarnya dengan cara mencicil 2-3
kali. Ia mengambil untung 10% dari setiap produk yang terjual. Dari situ ia dapat
mendapatkan tambahan penghasilan. Sebagai cara untuk menabung, Zulaika membeli
perhiasan emas dan menyimpannya. Selain itu, ia mengikuti beberapa macam arisan,
seperti arisan bedcover dan arisan gelas.

Perjuangan Upah Berujung PHK
Dua belas belas tahun bekerja di perusahaan yang sama bukanlah waktu yang
sedikit. Namun itu pasti tidaklah cukup untuk mendapatkan rasa aman dalam mencari
penghidupan. Begitulah kira-kira gambaran sederhana yang bisa disebutkan dalam
menceritakan nasib Zulaika berikutnya karena pada April 2104 tiba-tiba Zulaika dan 100
lebih temanya dirumahkan. Dengan alasan evaluasi order, manajemen PT S dengan sepihak
merumahkan karyawannya untuk batas waktu yang tidak ditentukan. Namun demikian,
dari beberapa informasi dari serikat buruh dan beberapa dokumen yang bisa ditemukan,
peristiwa perumahan ini punya cerita panjang.
PT S adalah sebuah perusahaan yang memproduksi folding box. Perusahaan ini
didirikan pada tahun 1997. Bahan baku berupa kertas didatangkan terutama dari Serang.
Hasil produksinya dijual terutama di dalam negeri. Jenis produk yang dihasilkan misalnya
kemasan susu formula, kemasan barang-barang elektronik dan kemasan produk shampo
dan sabun. Perusahaan ini mempekerjakan 250 buruh. Buruh tetap berjumlah 20 orang
dan selebihnya atau 230 orang adalah buruh kontrak. PT S berlokasi di Bekasi International
Industrial Estate atau orang lebih mengenalnya sebagai Kawasan Hyundai, Cikarang
Kabupaten Bekasi.
Persoalan perumahan ini berawal dari manajemen perusahaan yang dianggap
mangkir dari membayarkan upah sesuai dengan Perjanjian Bersama (PB) yang sudah
ditandatangani antara manajemen PT S dengan Serikat Buruh (SB) pada bulan Januari
2014. Di dalam PB itu tercantum bahwa PT S akan membayarkan UMSK 2 (Upah Minimum
Sektoral Kabupaten 2) senilai Rp 2.960.000 kepada buruhnya. Namun, upah yang diterima
6

pada bulan Januari dan Februari 2014 adalah UMK (Upah Minimum Kabupaten) sebesar
Rp 2.447.000. Perundingan bipartit antara manajemen perusahaan dengan serikat buruh
telah dilakukan pada tanggal 19 Februari 2014. Hasilnya, manajemen belum bisa
membayarkan UMSK 2 dengan alasan PT S tidak bergerak di bidang Percetakan yang
berada di dalam sektor 2 yaitu Kayu dan Kertas melainkan di bidang kemasan yang tidak
masuk sektor manapun. Serikat Buruh melaporkan PT S kepada Disnakertrans (Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi) Kabupaten Bekasi di bulan Maret. Disnaker melakukan
kunjungan ke PT S dan kemudian memberikan surat peringatan agar PT S membayarkan
upah buruhnya sesuai dengan PB pada tanggal 24 Maret 2014.
Manajemen perusahaan tetap bersikukuh pada pendiriannya dan menolak
membayarkan UMSK2 kepada buruhnya. Hal ini membuat buruh berkeputusan untuk
menggunakan hak mogok mereka. Maka pada tanggal 4 April 2014 Serikat mengirimkan
surat pemberitahuan aksi mogok kerja kepada manajemen perusahaan, Kapolres dan
Disnaker. Sebelumnya, buruh sepakat untuk menolak lembur. Manajemen PT S
menanggapi surat pemberitahuan ini dengan menambah personel pengamanan selain
SATPAM yang biasa bertugas di pabrik. Manajemen tidak mempekerjakan petugas
pengamanan seperti SATPAM tetapi mempekerjakan preman bayaran. Disnaker memanggil
kedua belah pihak, manajemen PT S dan Serikat Buruh, namun manajemen tidak hadir.
Disnaker berencana membentuk tim peninjau. Serikat Buruh menganggapnya sebagai hal
yang baik, maka mereka membatalkan rencana mogok.
Ada beberapa kejanggalan menurut Serikat. Pertama, alasan perumahan karyawan
adalah berkurangnya order maka tidak ada pekerjaan. Tetapi pada tanggal 11 April, PT S
menerima karyawan baru sejumlah 43 orang dengan upah di bawah UMK. Pada tanggal 15
April 2014 pagi hari, 15 orang preman bayaran diutus oleh perusahaan untuk mendatangi
rumah seluruh buruh yang dirumahkan dan memaksa mereka untuk membubuhkan tanda
tangan di atas kertas kosong. Namun seluruh buruh yang dirumahkan menolak untuk
memberikan tanda tangan.
Perusahaan masih membayarkan upah bulan April dan Mei. Namun di bulan Juni
perusahaan tidak lagi membayarkan upah. Serikat menduga bahwa PT S tidak berniat
membayarkan upah bulan Juni untuk menghindari membayarkan THR Idul Fitri yang jatuh
di bulan Juli. Serikat berusaha mendapatkan penjelasan dari manajemen PT S. Manajemen
hanya memberi informasi bahwa upah sedang dalam proses transfer. Tanggal 19 Juli 2014,
seluruh karyawan PT S yang dirumahkan menerima surat pemberitahuan dan pemanggilan
PHK dari manajemen PT S. Tertulis dalam surat itu bahwa seluruh karyawan PT yang
dirumahkan sudah di-PHK terhitung mulai 25 Juni 2014. Serikat dan seluruh buruh yang
dirumahkan menduga bahwa surat ini muncul sebagai reaksi dari Nota Disnaker Kabupaten
Bekasi yang menyatakan bahwa PT S masuk dalam kategori sektor 2 maka wajib membayar
buruhnya dengan upah UMSK 2.

7

Beberapa perundingan tripartit sudah dilakukan, namun sampai dengan bulan
Agustus tidak dihasilkan kesepakatan apapun. Serikat mulai membawa sengketa ini ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
***
Lalu bagaimana dengan Zulaika dan lebih dari 100 buruh lain yang dirumahkan dan
kemudian di-PHK? Walaupun masih dibayar, memasuki bulan April Zulaika harus mencari
cara untuk membayar hutang-hutangnya dan bertahan hidup. Karena upah yang dibayar
sejak bulan April dan Mei hanya berupa gaji pokok yang berarti tidak cukup untuk sekedar
membayar hutang.
Untuk mengatasi situasi ini, Zulaika memutuskan untuk berjualan baju. Ia masih
menyimpan uang sisa menggadaikan BPKB motor untuk dijadikan modal. Ia berbelanja di
Pasar Baru di Jakarta lalu menjualnya kepada tetangga dan teman-teman se-PT-nya dengan
sistem pembayaran ‘kredit’ 2 atau 3 kali bayar. Sepotong baju yang ia beli di pasar seharga
Rp150.000 ia jual seharga Rp220.000. Usaha ini berjalan selama 3 bulan sampai dengan
menjelang Idul Fitri. Karena di bulan puasa, ia mendapatkan tawaran bekerja mengurus
keperluan seorang nenek mulai dari makan sampai dengan mengurus rumah dan
menemani si nenek pergi ke mall. Pendeknya, ia bekerja sebagai pembantu si nenek.
Menurut Zulaika, pekerjaannya ringan karena rumah si nenek kecil dan hanya mengurus
satu orang saja. Satu-satunya hal yang tidak boleh dilakukannya adalah meninggalkan si
nenek sendirian di waktu malam. Di siang hari, Zulaika masih bisa meminta izin keluar,
terutama ketika Serikat mengadakan rapat dan konsolidasi tentang kasus yang masih
berjalan.
Upah Zulaika Rp1.000.000 per bulan. Buatnya, yang penting adalah membayar
cicilan rumah dan hutang di bank. Beberapa kali ia dibantu kakaknya membayar cicilan
rumah. Namun mulai bulan Juli kakaknya sudah tidak membantunya lagi. Dengan bekerja
sebagai asisten domestik, Zulaika tidak harus mengeluarkan uang untuk keperluan seharihari seperti makan, pembersih lantai, deterjen dll. Tetapi karena ia masih memiliki rumah,
Zulaika masih tetap harus membayar listrik dan air. Zulaika berencara untuk menyewakan
rumahnya. Jika ia berhasil, maka setiap bulan ia akan menerima setidaknya Rp800.000
dari rumah yang dikontrakkannya. Maka ia tidak harus khawatir dengan uang pembayar
kredit rumahnya. Karena pembayaran kredit rumah adalah pengeluaran terbesarnya
selama ini.
Ia masih berharap PT S akan membayarkan pesangon sesuai dengan peraturan
artinya 2 kali PMTK. Ia akan menggunakan uang itu untuk melunasi hutang-hutangnya lalu
membuka usaha. Zulaika masih punya keinginan untuk bekerja di PT lagi. Asalkan ada
perusahaan yang masih menerima ijazah SMP dan mau mengupahnya sesuai dengan
ketentuan. Namun, ia juga berkeinginan membuka usaha. Tidak tanggung-tanggung, ia
ingin menanam uang di bisnis properti.
8

***

Sinta dan Deden adalah pasangan suami istri. Sinta adalah perempuan kelahiran
tahun 1987. Ia terlahir dan menghabiskan tahun-tahun awal kehidupannya di Jakarta.
Setelah lulus SMP ia ke Bekasi untuk tinggal dengan ibu kandungnya. Di Bekasi ia bekerja
sebagai cleaning service. Pada tahun 2002 ia bekerja di salon, gajinya seratus lima puluh
ribu. Waktu itu, Ia mulai tinggal di mess. Sinta kemudian pindah ke Cikarang pada tahun
2004 untuk tinggal dengan ayah kandung dan ibu tirinya. Ia bekerja di salon ibu tirinya
selama satu tahun. Sinta mendapat gaji delapan puluh ribu rupiah. Lelah dengan pekerjaan
di salon, Sinta mulai bekerja di catering selama 2 tahun (2005-2006). Gajinya mulai dari
dua ratus ribu rupiah sampai dua ratus lima puluh ribu rupiah. Tahun 2007 ia bertemu
Deden, menikah dan lahirlah anak mereka di tahun yang sama. Mereka menamainya
Rahma.
Setelah Rahma lahir, ia dititipkan ke orang tua Deden. Keputusan ini diambil
berdasarkan pertimbangan mereka yang belum memiliki rumah dan selain itu Sinta dan
Deden belum memiliki pekerjaan tetap. Sinta dan Deden kembali ke Cikarang pada tahun
2008. Sinta bekerja sebagai buruh cuci-gosok sementara Deden mulai bekerja di PT S,
sebuah perusahaan yang memproduksi folding box di kawasan industri yang dikenal
dengan kawasan hyundai. Tahun 2009, Sinta mulai bekerja di PT S juga sebagai buruh
borongan. Tahun 2010, status pekerjaannya berubah menjadi harian. Upahnya diterima
dua minggu sekali. Sampai dengan tahun 2012, ia diangkat menjadi karyawan tetap. Sinta
cukup beruntung, baru dua tahun bekerja ia sudah diangkat. Tidak seperti teman-temannya
yang lain, yang sudah bekerja selama belasan tahun baru diangkat menjadi karyawan tetap
oleh perusahaan. Seperti halnya Deden yang sudah 5 tahun bekerja di PT S. Ia baru
diangkat pada tahun 2013. Selama 5 tahun bekerja, status kerja Deden berganti mulai dari
buruh kupas, lalu harian, mingguan dan bulanan. Baru pada tahun 2013 Deden diangkat
menjadi karyawan tetap.
Suatu hari di tahun 2012, beberapa bulan setelah Sinta diangkat dan sebelum UMR
2012 ditetapkan, datanglah 2 orang sales sebuah bank ke PT. Mereka berdua menawari
seluruh karyawan untuk meminjam uang di bank mereka. Syaratnya sangat mudah. Hanya
dengan fotocopy id card dan KTP seluruh karyawan PT S, tidak terkecuali bisa meminjam
uang di bank tersebut. Platform yang ditawarkan adalah setiap buruh hanya boleh
meminjam maksimal empat kali upah yang diterimanya di bulan itu. Situasi PT S waktu itu
sedang mengalami penurunan order, lemburan tidak ada. Jadi, setiap karyawan hanya
menerima upah paling tinggi 2 juta. Maka pinjaman yang bisa didapatnya dari bank itu
maksimal adalah 8 juta. Banyak karyawan PT S yang menerima tawaran dari bank.
Sinta dan Deden mengajukan pinjaman setelah pertengahan tahun, artinya UMR
2012 sudah ditetapkan. Platform yang diberikan oleh Bank tidak berubah. Namun, kondisi
9

PT S dan upah karyawan sudah berubah. Order PT S meningkat, lemburan sudah banyak
maka karyawan dapat menerima gaji 4-5 juta sebulan. Oleh karena itu, Sinta dapat
mengajukan pinjaman maximal Rp20.000.000 dengan asumsi gajinya 5 juta per bulan
dikali empat. Jangka waktu pengembaliannya 4 tahun. Sinta menggunakan uang ini untuk
membayar uang muka rumah sebesar Rp2.000.000, membayar pinjaman kepada rentenir
dan membiayai pemakaman ibu mertuanya. Sebelumnya, Sinta pernah meminjam kepada
rentenir sebesar Rp5.000.000. Pengembalian pinjaman berdasarkan lama meminjam. Sinta
segera mengembalikan uang itu setelah sebulan meminjam, maka ia hanya dikenakan
bunga 5%. Total yang ia kembalikan adalah Rp5.250.000.
Tidak berselang lama, Deden mengajukan pinjaman sebesar Rp22.000.000. Uang
pinjaman ini digunakan untuk membayar biaya rumah sakit ayah Deden sampai dengan ia
meninggal. Setiap bulan Deden mengangsur Rp 893.000 selama 3 tahun. 6 bulan
kemudian, bank menawari Sinta untuk mengambil pinjaman lagi sebagai 'reward' bagi
Sinta yang sudah tepat dan tertib melakukan pembayaran pinjaman. Bank menawarinya
Rp23.000.000. Sinta menerimanya. Uang itu ia gunakan untuk melunasi sisa pinjaman
pertamanya sebesar lima belas juta rupiah. Sisanya yang delapan juta, ia gunakan untuk
pindahan ke rumah baru, membeli perlengkapan rumah, memindahkan Rahma dari
kampung dan lain-lain. Untuk pinjaman ini Sinta harus membayar cicilan sebesar
Rp853.719 setiap bulan selama 3 tahun.
Setelah mendapatkan pinjaman dari bank, Sinta dan Deden menggunakan sebagian
uangnya untuk membayar uang muka rumah. Mereka membayar uang muka rumah
sebesar 2 juta. Jangka waktu kredit 20 tahun, sudah berjalan 2 tahun. Cicilan per bulannya
adalah Rp 681.000.
Selain angsuran rumah dan pinjaman bank, Sinta dan Deden memiliki pinjaman
kartu kredit. Sinta dan seorang temannya berencana memulai usaha berjualan baju. Ia
membuat kartu kredit. Ia meminjam uang cash sebesar Rp4.000.000. Karena suatu
kesalahan yang dibuat Sinta, pihak bank menagih kepadanya dan memintanya untuk
membayar segera. Sinta dan Deden menggadaikan BPKB motor mereka untuk Rp
4.500.000. Mereka harus membayar Rp560.000 setiap bulan selama satu tahun.

Jenis setoran kredit

Jumlah

Rumah

681.000

Hutang Bank Sinta

853.719

Hutang Bank Deden

893.000

Hutang Gadai BPKB Motor 560.000
Total

2.987.719

10

Tahun 2014, upah Sinta dan Deden sesuai dengan UMR yaitu masing-masing
Rp2.400.000. Setiap bulan jumlah upah mereka tanpa lembur Rp4.800.000. Jika dikurangi
untuk membayar seluruh setoran hutang, maka hanya akan tersisa Rp1.812.281. Uang
sejumlah ini tidak akan cukup untuk hidup bertiga selama satu bulan. Maka yang Sinta dan
Deden lakukan adalah kerja lembur.
Jika Sinta dan Deden lembur setiap hari dan hari sabtu maka penghasilan mereka
bisa hampir dua kali lipat. Satu jam pertama lembur, upahnya dikali satu setengah, lalu
jam ke-2 dan seterusnya dikali dua. Sementara di hari Sabtu, jika mereka lembur selama 7
jam, seluruhnya dikali dua.
Nama pengeluaran
Listrik

100.000

Air + sampah

100.000

Kebutuhan bulanan (shampo, sabun, pasta gigi dll)

200.000

Pulsa

200.000

Makan 30hari x 60.000

1.800.000

Total

2.400.000
***

Hari Jumat tanggal 11 April 2014, Sinta dan Deden masing-masing menerima surat
dari manajemen PT S. Di dalam surat itu, manajemen PT S menyatakan bahwa Sinta,
Deden dan 100 orang lainnya dirumahkan terhitung mulai tanggal 14 April 2014 sampai
dengan waktu yang tidak ditentukan. Alasan perumahan adalah menurunnya order
sehingga dilakukan efisiensi. Begitu menerima surat itu, yang terfikir oleh Sinta adalah
PHK ada di ujung jalan. Untuknya, dirumahkan hanya permainan kata manajemen
perusahaan. Baginya perumahan ini pasti akan berujung pada PHK. Sinta tidak dapat
membayangkan bagaimana ia akan membayar cicilan hutangnya jika ia di-PHK. Meskipun
Sinta dan Deden masih menerima gaji bulan April dan Mei, namun yang mereka terima
hanya gaji pokok saja. Gaji pokok mereka berdua hanya akan cukup untuk membayar
cicilan hutang saja. Dengan sedikit sisa untuk makan. Menjelang hari raya Idul Fitri yang
jatuh di bulan Juli, PT tiba-tiba tidak membayarkan gaji pokok bulan Juni. Mereka
menduga, PT S hendak menghindari membayar THR. Setelah perjuangan panjang,
akhirnya PT S membayarkan gaji pokok bulan Juni.
Awalnya Sinta mengaku sangat berat menerima kenyataan bahwa ia dan suaminya
sudah dirumahkan. Bekerja di sebuah perusahaan adalah pencapaian besar bagi Sinta.
Sinta melamar pekerjaan di PT S bukan dengan ijazah asli miliknya. Sinta menggunakan
ijazah milik temannya orang Garut yang difotocopy dengan bagian namanya ditimpa
dengan namanya. Sinta “dibawa” oleh Pak Andi, seorang supervisor yang sudah lama
11

bekerja di PT S. Sinta merasa berhutang budi kepada Pak Andi dan ia merasa kurang lebih
aman dengan adanya Pak Andi di belakangnya. 2 Namun, dekat dengan Pak Andi tidak
membuat Sinta diangkat. Menurut Sinta dan teman-temannya yang bekerja di PT S, Serikat
yang baru terbentuk di tahun 2012-lah yang berjasa mengangkat seluruh karyawan PT S
yang belum diangkat. Setelah pengangkatan itu, Sinta menjadi anggota serikat.
Sinta bukan anggota yang aktif di serikat. Hutang budinya kepada Pak Andi adalah
sebab utamanya. Ia merasa menghianati kebaikan Pak Andi kalau ia aktif di serikat. Ketika
serikat menuntut manajemen untuk membayarkan upah minimum sektoral kabupaten 2,
Sinta bersikap apatis. Sesungguhnya ia tidak ingin terjadi apa-apa. Ia hanya ingin bekerja
dan bisa membayar cicilan hutangnya. Maka ketika manajemen PT S bereaksi terhadap
surat pemberitahuan mogok yang dikirim serikat dengan merumahkan seluruh karyawan
yang berserikat, Sinta menjadi sangat khawatir. Ia yakin, ia akan di-PHK.
Akhirnya, pada bulan Juli, tepatnya tanggal 19, manajemen PT S mengirimkan surat
PHK kepada 89 karyawan yang dirumahkan. Sebelumnya pada bulan Mei setelah
perumahan, manajemen PT S memanggil 13 orang untuk diseleksi dan dipekerjakan
kembali. Manajemen memanggil and meminta ke-89 orang itu untuk menandatangani
surat PHK dan menerima pesangon sebesar 25 juta bagi mereka yang bekerja di atas 10
tahun. Satu orang memenuhi panggilan itu dan menerima pesangon yang ditawarkan.
Sementara sisanya masih bersikukuh untuk meminta pesangon sebesar 2 kali PMTK. Sinta
dan Deden-pun menginginkan pesangon sebesar 2 kali PMTK.
Selama dirumahkan, Sinta berjualan makanan dan Deden berjualan es krim.
Berjualan makanan hanya bertahan tiga bulan, setelah itu Sinta kehabisan modal. Maka
Sinta kembali menjadi buruh cuci-gosok. Setiap kali mencuci-menyetrika, Sinta
mendapatkan upah tiga puluh ribu rupiah. Dalam satu hari, ia bisa mencuci-gosok 3
rumah. Jadi dalam sehari ia mendapatkan uang sebesar sembilan puluh ribu rupiah.
Persoalannya adalah tidak setiap hari ada orang memintanya untuk mencuci-gosok-kan
baju mereka. Sementara pendapatan Deden menjual es krim tidak tentu. Kandang ia
mendapat dua puluh ribu rupiah, belum dipotong bensin motor yang ia gunakan untuk
berkeliling.
Mulai bulan Juli, Sinta dan Deden tidak lagi mampu membayar cicilan hutang bank
mereka. 'Orang bank' sudah mulai menelfon Sinta. Awalnya, bertanya dengan baik.
Kemudian berteriak-teriak sambil mencaci maki.
“Ibu tidak pinjam ke sodara, tapi pinjam uang ke bank. Jadi harus dibayar.
Makanya kalau gak punya uang untuk bayar cicilan, jangan pinjam ke bank.
Otaknya di mana sih?” 3

2
3

Ditulis ulang dari cerita Sinta dalam sebuah pertemuan Serikat pada tanggal 15 Februari
2014
Cerita Sinta dalam wawancara tanggal 24 Agustus 2014

12

Akhir: Perangkap itu Bernama Sirkuit Kapital
Ternyata, buruh tidak saja terperangkap dalam sirkuit produksi, ia juga
terperangkap dalam sirkuit komoditas dan sirkuit keuangan. Ketiga sirkuit ini disebut
dengan sirkuit kapital yang masing-masing dari ketiga sirkuit ini saling berhubungan
sedemikian rupa dalam menopang akumulasi kapital yang tak berhingga. Keterjebakan
kelas buruh dalam ketiga sirkuit ini secara bersamaan akan lebih terlihat polanya jika
buruh itu adalah seorang perempuan, karena perempuanlah yang paling banyak berurusan
dengan reproduksi hidup sehari-hari. Karena perempuan adalah lapisan terlemah dari kelas
buruh secara keseluruhan sebagaimana diceritakan di atas.
Tentu saja banyak detail yang harus diperdalam dari tema seperti ini, terutama
bagaimana ketiga sirkuit itu menjadikan kelas buruh sebagai subjek industri di kawasankawasan industri baik yang sudah mapan, ataupun di kawasan-kawasan yang sedang dan
baru akan dibangun.

13