keynote speech dn 080710

KEYNOTE SPEECH PEJABAT SEMENTARA GUBERNUR BANK INDONESIA
PADA SEMINAR
"REFORMASI SEKTOR KEUANGAN UNTUK MEMPERKUAT
FONDASI, DAYA SAING, DAN STABILITAS PEREKONOMIAN
NASIONAL"
NASIONAL"
Jakarta, 8 Juli 2010

Yang terhormat :
o Menteri Keuangan Republik Indonesia
o Anggota Komisi XI, DPR-RI
o Para pejabat departemen/ instansi terkait,
o Para pimpinan perbankan,
o Para pengusaha dan perwakilan asosiasi dunia usaha,
o Hadirin sekalian yang kami muliakan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua
Pertama-tama, marilah kita bersyukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat-NYA
lah hari ini kita dapat bersama-sama berkumpul dalam keadaan sehat dan dalam
suasana yang sangat baik pada acara seminar topik "Reformasi Sektor Keuangan

Untuk Memperkuat Fondasi, Daya Saing, Dan Stabilitas Perekonomian Nasional"
pagi ini. Saya yakin diskusi hari ini akan sangat bermanfaat dan membuahkan hasil
kongkrit bagi bangsa Indonesia, karena ada sumbang pikiran dari berbagai pihak dan
kalangan yang kompeten di bidang masing-masing. Oleh karena itu saya sangat
mengapresiasi Kantor Kementrian Keuangan, dalam hal ini Bpk. Fuad Rahmany
beserta jajarannya di Bapepam-LK yang telah menginisiasi terselenggaranya seminar
ini.

1

Hadirin yang berbahagia,
Menyimak topik seminar kita, ijinkan saya menarik kesimpulan sejak awal bahwa inti
dan pokok pemikiran diskusi hari ini adalah upaya mencari jalan untuk tercapainya
efisiensi

perbankan

dan

sektor


keuangan.

Mengapa

demikian?

Karena

perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan sokongan sektor
keuangan dan perbankan yang solid dan bekerja efisien. Seakan seperti sebuah
mesin yang harus dilumasi, maka sebuah perekonomian membutuhkan likuiditas
guna menyokong segala transaksi ekonomi yang terjadi. Institusi ekonomi yang
berfungsi penting dalam proses tersebut adalah semua institusi keuangan di sektor
keuangan. Jika pada hari ini kita ingin membahas reformasi sektor keuangan, berarti
kita semua sadar masih ada persoalan mendasar yang harus dibedah dan dicarikan
solusi yang terbaik bagi bangsa ini. Efisiensi sektor keuangan masih kita anggap suboptimal baik secara relatif, jika dibandingkan dengan Negara lain, maupun secara
absolut jika berkaca pada pengalaman generik Indonesia sendiri dari masa ke masa.
Saya menyadari, bahwa jalan keluar permasalahan ini tidak mudah. Halnya
menyangkut institutional building yang tidak akan bisa dilihat hasilnya dalam waktu

semalam. Upaya reformasi sektor keuangan membutuhkan visi ke depan yang
kongkrit tujuan akhirnya, yaitu: demi kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, segala upaya pembahasan, diskusi, dan
perdebatan yang lahir dalam mencari jalan keluar permasalahan di sektor keuangan,
harus dimaknai dalam kerangka visi tersebut.

Hadirin yang saya hormati,
Kini ijinkan saya mengemukakan pemahaman pribadi atas konstruksi permasalahan
terkait reformasi sektor keuangan dan tantangannya. Saya menggolongkan
permasalahan yang kita hadapi di sektor keuangan sebagai bagian dari institutional
2

building bangsa Indonesia menuju ke arah yang lebih optimal. Ada tiga kategori
persoalan di dalam institutional building di sektor keuangan.
Kategori pertama, institutional building yang terkait dengan segala proses dan
pembuatan peraturan di sektor keuangan yang sengaja diciptakan agar
membuahkan hasil yang optimal bagi perekonomian bangsa. Peraturan yang
optimal di sektor keuangan harus mengacu kepada tahap kemajuan transaksi
keuangan di perekonomian kita sendiri, seraya menimbang sekuen yang benar dari
semua proses perkembangan yang dapat terjadi di masa depan. Selain itu prinsip

dasar peraturan di sektor keuangan yang benar seharusnya mengacu kepada
kepentingan pemilik dana, bukan kepada kepentingan institusi keuangan semata.
Ada referensi bagi proses penting dalam kategori ini yakni best practices aturanaturan sektor keuangan di dunia internasional dan semua aturan yang dapat
diciptakan berdasarkan pengalaman generik sektor keuangan domestik dalam roda
perekonomian Indonesia.
Kategori kedua, institutional building dalam proses pengawasan terkait peraturan
yang telah ditetapkan. Saya memandang bahwa pengawasan atas praktek keuangan
selain penting untuk tegaknya peraturan yang dibuat, juga bagi terjaminnya
kestabilan sistem keuangan. Pada ujungnya, kelangsungan mesin dan roda
perekonomian Indonesia akan terjamin karena likuiditas yang terjaga. Dalam
kategori ini, upaya pengawasan perlu bergeser ke arah yang lebih berimbang dari
fokus paradigma lama pada compliance, kepada upaya pencegahan atas risiko yang
dapat terjadi. Keseimbangan upaya pengawasan pada compliance dan pencegahan
atas risiko akan melahirkan sektor keuangan yang lebih solid ketahanannya terhadap
tekanan krisis. Sudah terbukti dari krisis keuangan global 2008/09, bahwa banyak
informasi terbaru yang seharusnya dipertimbangkan secara memadai dalam
pengambilan keputusan keuangan sering kali menjadi titik rawan, karena dibobot
terlalu ringan dari yang seharusnya. Risiko seakan dinihilkan oleh praktek keuangan
yang lebih mengedepankan potensi keuntungan daripada praktek prudensial,
dengan coverage berlebihan pada produk keuangan derivatif yang canggih dan

rumit. Bahkan kita belajar, betapa institusi HedgeFunds dan Investment Banks
3

pernah demikian tidak tersentuhnya oleh tangan otoritas pengawasan keuangan di
AS karena anggapan bahwa pasar punya mekanisme self-correction otomatis yang
harus dibiarkan berjalan sendiri. Terbukti keangkuhan tersebut akhirnya runtuh
bersama kebangkrutan Lehman Brothers dan banyak lembaga keuangan lain terkait
produk subprime mortgage yang menafikan prinsip prudensial.

Hadirin yang berbahagia,
Bank Indonesia punya pengalaman panjang dalam pengawasan perbankan. Banyak
pelajaran bagi Bank Indonesia untuk terus memperbaiki diri. Bagian terpenting dari
pembelajaran itu adalah pengalaman krisis 1997/98, dimana kita menyadari bahwa
kerangka efektif (effective framework) untuk pengaturan dan pengawasan industri
keuangan haruslah dapat meminimalkan risiko-risiko dan sekaligus menguatkan
kesehatan di tingkat individual bank (microprudential) dan risiko-risiko di tingkat
makro –industri keuangan – sebagai suatu kesatuan (macropudential). Pelajaran
pahit dari krisis 1997/98 mengajarkan bahwa risiko sistemik berpotensi sangat
merusak apabila tidak diawasi dan diregulasi dengan optimal. Keruntuhan sistem
perbankan dapat membuat sektor keuangan demikian rapuhnya, sehingga

menyumbang pada kemacetan perekonomian yang berbuah pada pertumbuhan
ekonomi yang negatif di tahun 1998. Sehingga, semua bank, kecil maupun besar
yang apabila runtuh dapat mengancam sistem keuangan, dan terlebih lagi apabila
mereka secara bisnis terintegrasi dengan industri keuangan non-bank, harus diawasi
ketat.
Saya meyakini bahwa pendekatan pengawasan dengan fokus yang berimbang antara
compliance dan pencegahan atas risiko, dalam kerangka micro maupun macro
prudential, disertai dengan systemic regulatory supervision tersebut perlu berada di
bawah satu atap koordinasi. Terlebih lagi, pasca krisis global, kebutuhan akan
adanya regulator sistemik yang mengawasi kesehatan dan stabilitas keseluruhan
sistem keuangan semakin mengemuka. Peran institusi ini mencakup pengumpulan,
analisis dan pelaporan informasi terkait interaksi signifikan di pasar dan risiko yang
4

ada di antara lembaga keuangan; meneliti apakah ada lembaga keuangan yang
menyebabkan sistem keuangan terekspos risiko sistemik; merancang dan
mengimplementasikan aturan; serta melakukan koordinasi dengan lembaga
regulator lainnya, termasuk otoritas fiskal, dalam mengelola krisis-krisis sistemik
yang mungkin timbul. Berdasarkan pengalaman berbagai negara akhir-akhir ini, baik
pengawasan mikro dan pengawasan makro, terlebih lagi regulator sistemik,

sejatinya membutuhkan kedalaman pemahaman terkait proyeksi ekonomi makro,
pasar keuangan dan sistem pembayaran, dimana kedalaman pemahaman terhadap
hal-hal tersebut sudah inheren dalam business process di Bank Sentral.
Di samping itu, pengalaman di beberapa Negara juga menunjukkan bahwa
partisipasi aktif Bank Sentral dalam kegiatan pengawasan sistem perbankan akan
mendorong peningkatan fungsi-fungsi lain yang diemban oleh Otoritas Moneter di
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam UU. Dalam kasus kita, Bank
Indonesia bertugas mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.
Partisipasi aktif tersebut tidak begitu terasa di saat kondisi normal namun akan
sangat terasa di saat krisis keuangan terjadi, dimana kemampuan Bank Sentral
dalam mengantisipasi potensi krisis dan mengatasi krisis yang sesungguhnya secara
critical sangat bergantung dari kelengkapan-kecepatan- keakuratan informasi,
kedalaman pemahaman serta seberapa besar kewenangan yang dimiliki di dalam
menjalankan tugasnya baik sebagai pengawas bank maupun sebagai Bank Sentral.

Hadirin yang saya hormati,
Kategori ketiga, persoalan institutional building dalam reformasi sektor keuangan
Indonesia terkait proses pengembangan dan pendalaman pasar keuangan. Dengan
kepastian peraturan dan upaya pengawasan di sektor keuangan yang optimal, maka
terbuka lebar pintu untuk pengembangan dan pendalaman pasar keuangan lebih

lanjut. Pendalaman pasar keuangan diarahkan untuk mendorong pengembangan
produk-produk keuangan yang sekaligus dapat digunakan bank dan institusi
keuangan sebagai alternatif penyaluran dan penempatan dana secara produktif bagi
5

sektor riel khususnya pembiayaan infrastruktur. Dengan demikian diharapkan pasar
uang menjadi lebih likuid dan bank tidak terlalu bergantung terhadap pendapatan
dari penempatan pada instrumen BI. Di sisi lain, hal tersebut akan menambah
banyak pilihan bagi pelaku ekonomi untuk memperoleh sumber pendanaan dari
penerbitan berbagai instrumen dan produk keuangan sehingga akan semakin
mendorong naik efisiensi sektor keuangan. Sumber pendanaan kredit akan terpacu
untuk mulai bersaing dengan instrumen pasar keuangan, sehingga secara
keseluruhan akan menekan turun “biaya” memperoleh pendanaan bagi pelaku
ekonomi. Selain itu dengan pendalaman pasar akan dapat timbul peluang bagi
terciptanya kebutuhan tenaga kerja dengan skills khusus sehingga membuka
kesempatan kerja. Namun saya ingin ada sebuah catatan penting, bahwa jalan
menuju pendalaman pasar, perlu kajian yang dalam. Hal ini harus menjadi agenda ke
depan bagi Pemerintah, Bank Indonesia, bekerjasama dengan pelaku ekonomi di
sektor keuangan.


Para hadirin yang saya hormati,
Ketiga kategori permasalahan dalam reformasi sektor keuangan di atas menyangkut
institutional building yang notabene tidak dapat ditunda lagi untuk dimulai. Hal ini
sejalan dengan semangat di dunia internasional yang tengah bergairah untuk
mencetak ulang sektor keuangan internasional, kembali kepada khittah keberhatihatian. Walaupun secara relatif dibandingkan negara lain, kita memiliki sektor
keuangan yg tetap solid dalam keadaan krisis 2008/09 kemarin namun Indonesia
tidak bisa ketinggalan dalam proses reformasi keuangan global ini.

Para Hadiri yang saya muliakan,
Demikian yang dapat saya sampaikan beberapa pokok pemikiran ini. Saya meyakini
bahwa hanya dengan kebersamaan dan kerja keras dari kita semua, industry
keuangan kita akan lebih maju dan memberikan kontribusi yang optimal bagi

6

perekonomian nasional. Saya berharap diskusi dan perdebatan di sini akan
melahirkan sintesa yang baik bagi bangsa kita.
Akhirul kalam, saya mengucapkan selamat berseminar kepada semua peserta,
semoga segala upaya kita dalam membangun bangsa ini melalui seminar pagi ini
memperoleh ridho dari Allah SWT.

Sekian dan terima kasih
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wa Barakatuh
Jakarta, 8 Juli 2010
BANK INDONESIA
Darmin Nasution

7