KEYNOTE SPEECH Teknologi Sederhana pada (1)
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
KEYNOTE SPEECH
Teknologi Sederhana pada Penyediaan Sarana Air Minum dan
Sanitasi Pasca Bencana
Ali Masduqi 1
1
Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Sarana dan prasarana air minum dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia, baik
pada kondisi normal maupun pada saat bencana. Penyediaan sarana dan prasarana air
minum dan sanitasi perlu mendapat perhatian khusus pada kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana. Keterbatasan
penyediaan air minum dapat meningkatkan terjadinya berbagai kasus penyakit, seperti diare
dan penyakit kulit. Dalam suasana yang tidak normal, pemenuhan kebutuhan dasar juga
tidak bisa berjalan normal. Oleh karena itu solusi yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan
air minum dan sanitasi harus segera ditemukan sesuai dengan karakteristik wilayah dan
bentuk bencananya.
Pemilihan teknologi tepat guna untuk penyediaan air minum dan sanitasi harus
mempertimbangkan sumber air baku, sumber energi, dan sumberdaya manusia. Penentuan
jumlah dan jarak sarana air minum dan sanitasi harus mempertimbangkan kriteria tentang
jumlah pengguna per sarana dan lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal atau
pengungsian.
Katakunci: penanggulangan bencana, sarana air minum, sarana sanitasi, teknologi tepat
guna.
1.
Pendahuluan
Bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah langsor, sering mengakibatkan risiko bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Setiap bencana alam akan menimbulkan besaran dan durasi dampak yang berbeda. Bencana
berupa gempa bumi, tsunami, angin topan, tanah longsor biasanya berlangsung singkat, namun
dampak yang ditimbulkan sangat dahsyat dalam merusak infrastruktur lingkungan permukiman.
Gunung meletus, banjir, dan kekeringan pada umumnya berlangsung lebih lama, dengan
dampak yang juga bisa lebih dahsyat.
Risiko bencana alam berupa kerusakan rumah tinggal dan prasarana penting lainnya
menyebabkan masyarakat terpaksa mengungsi di tempat pengungsian. Salah satu bentuk
kebutuhan dasar bagi masyarakat di pengungsian adalah air minum (Indriatmoko dan Widayat,
2007). Kerusakan sarana dan prasarana air minum, baik berupa sistem perpipaan (termasuk
instalasi pengolahan) maupun sistem non-perpipaan menyebabkan kebutuhan dasar ini, baik di
wilayah permukiman maupun pengungsian, menjadi terbatas.
Untuk meminimumkan risiko tersebut, setelah kejadian bencana segera ditetapkan tahap
tanggap darurat yang meliputi (UU RI Nomor 24 tahun 2007):
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
c.
d.
e.
f.
penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
pemenuhan kebutuhan dasar;
pelindungan terhadap kelompok rentan; dan
pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan untuk mengidentifikasi:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan psikososial; dan
f. penampungan dan tempat hunian.
Penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi perlu mendapat perhatian khusus pada
kegiatan penanggulangan bencana, khususnya pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana.
Perhatian khusus perlu diberikan karena bencana mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Rusaknya sarana
dan prasarana air minum dan sanitasi menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.
Keterbatasan penyediaan air minum dapat meningkatkan terjadinya berbagai kasus penyakit,
seperti diare dan penyakit kulit. Makin lama durasi kondisi darurat ini, makin besar frekuensi
dan kualitas kejadian kasus penyakit yang berhubungan dengan sanitasi. Sarana dan prasarana
air minum dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia, baik pada kondisi normal maupun
pada saat bencana.
Pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana tidak bisa dihindari munculnya pengungsi yang
tinggal di tempat-tempat penampungan untuk waktu yang tidak bisa dipastikan. Pada saat itulah
diperlukan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi untuk keberlangsungan hidup para
pengungsi. Dalam suasana yang tidak normal, pemenuhan kebutuhan dasar juga tidak bisa
berjalan normal. Oleh karena itu solusi yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan air minum dan
sanitasi harus segera ditemukan sesuai dengan karakteristik wilayah dan bentuk bencananya.
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh kejadian bencana dan pentingnya air minum dan
sanitasi bagi kelangsungan hidup masyarakat terdampak bencana, maka perlu dipikirkan model
teknologi penyediaan air minum dan sanitasi sederhana yang memungkinkan dioperasikan di
wilayah terdampak bencana alam. Makalah ini menguraikan berbagai teknologi sederhana atau
tepat guna yang dapat diterapkan di wilayah bencana atau tempat pengungsian.
2.
Teknologi Sederhana
Kata “teknologi” dan “sederhana” sering dihadapkan secara dikotomis. Kata “teknologi” sering
dipahami sebagai penggunaan peralatan yang rumit dan tidak sederhana, sementara kata
“sederhana” sering digunakan untuk menyatakan kondisi yang tidak rumit dan tidak
menggunakan teknologi. Lalu, bagaimana bila dua kata itu disandingkan, maka segera yang
terbayang adalah penyederhanaan sesuatu yang pada mularnya rumit hingga menjadi mudah dan
dapat dioperasikan oleh masyarakat umum. Selanjutnya diperkenalkan istilah “teknologi tepat
guna” yang merupakan terjemahan dari appropriate technology. Beberapa istilah yang juga
digunakan untuk mensifati teknologi tepat guna adalah (Evans, 1984):.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
-
Capital-saving technology
Labor-intensive technology
Alternate technology
Self-help technology
Village-level technology
Community technology
Progressive technology
Indigenous technology
People’s technology
Light-engineering technology
Adaptive technology
Light-capital technology
Soft technology
3. Teknologi Pasca Bencana
3.1 Kriteria Teknologi
Pemilihan teknologi air minum dan sanitasi yang akan diterapkan pada daerah terdampak
bencana pada tahap tanggap darurat maupun pasca bencana harus mempertimbangkan faktorfaktor berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.2
Teknologi tepat guna yang mudah dioperasikan oleh masyarakat
Teknologi cukup toleran terhadap kondisi yang fluktuatif
Konfigurasi peralatan yang mudah disesuaikan dengan kondisi daerah
Peralatan mudah dipindahkan
Peralatan cukup handal dan tidak mudah rusak akibat goncangan
Penggunaan bahan kimia sebaiknya dihindarkan
Teknologi Air Minum
Ada kekhususan daerah pasca bencana dibandingkan dengan daerah normal, yaitu:
Sumber air baku:
- Pada bencana kekeringan, sumber air tidak tersedia, maka harus mencari
sumber air di daerah lain.
- Pada bencana banjir, biasanya air sangat keruh, masih mungkin diolah menjadi
air bersih.
- Pada bencana gempa bumi, gunung meletus, dan tanah longsor.
2. Sumber energi:
- Harus disediakan sumber energi alternatif, seperti genset atau diesel, karena
kemungkinan sarana listrik terjadi kerusakan.
3. Sumberdaya manusia:
- Masyarakat terkena bencana sudah cukup menderita, jangan diminta
mengoperasikan peralatan yang memerlukan pembelajaran terlebih dahulu.
1.
Berikut ini adalah beberapa teknologi penyediaan air minum yang sudah dirancang dan
dioperasikan di wilayah terdampak bencana (Masduqi dan Assomadi, 2012).
Mobile WTP
Disain IPA ini dibuat oleh Dinas Permukiman Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2009 dengan
sasaran untuk mengolah air pada wilayah banjir. Kapasitas IPA adalah 1 L/detik. Unit IPA
terdiri atas unit-unit:
•
•
•
Pompa air baku
Pengendapan lumpur
Filter kain
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
•
•
•
•
•
Elektrokoagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
Filter pasir cepat
Penampung air bersih
Rancangan instalasi berukuran total 100 x 250 cm yang mampu mengolah air baku dengan
kandungan pengotor fisik, tetapi tidak mampu mengolah air baku yang terdapat kandungan
bahan terlarut atau bahan organik. Disain Mobile Water Treament Plant dapat dilihat pada
Gambar 1.
100
30
30
30
30
60
20
120
40
Prasedimentasi +
Filter kain
pompa
Filter
pasir
Elektrokoagulasi +
sedimentasi
Air baku
Penguras lumpur
220
Elektroda
kabel
10
90
55
te
Fil
pompa
130
rk
ain
160
Media pasir
40
Kerikil
10
20
1"
1"
Penguras lumpur
60
Gambar 1 Disain Mobile WTP kapasitas 1 L/detik
IPA Rekadaya Teknik Mandiri
PT Rekadaya Teknik Mandiri merupakan perusahaan yang memberikan layanan jasa pembuatan
Mobile Water Treatment (WTP) dengan kapasitas air bersih 5 liter/detik dengan sistem high
velocity sedimentation atau dengan sistem membran. WTP ini dapat dipasang di atas truk
sehingga bersifat mobile ke tempat-tempat yang memerlukan. Cocok untuk daerah bencana atau
lembaga yang mempunyai misi bantuan sosial. Contoh hasil rancangan perusahaan ini dapat
dilihat pada Gambar 2.
Mobile Unit Departemen PU
Mobile Unit adalah suatu instalasi pengolahan air bersih dengan sistem mobile. Sistem ini dapat
dipindah-pindahkan yang terdiri atas:
• kendaraan truk mini
• unit pengolahan
• generator set
Ketiga unit tersebut merupakan satu kesatuan.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
Kapasitas instalasi pengolahan air bersih ini sistem mobile ini adalah 0,5 L/detik (1800 L/jam).
Instalasi pengolahan diletakkan di atas mobil truk mini dengan perlengkapan sebagai berikut
(lihat Gambar 3):
• 1 buah pompa intake
• 5 buah pompa kimia
• 5 buah tangki atai bak kimia
• 1 buah diesel genset dengan daya 1,4 kW
• 1 unit panel listrik
• 1 unit pengaduk cepat
• 1 unit pengaduk lambat terdiri dari 6 tabung aliran dari atas ke bawah
• 1 unit bak pengendap yang dilengkapi dengan pelat pengendapan
• 1 buah pompa untuk filter bertekanan dan distribusi
• 1 buah tangki penyaring
• 2 buah tangki penukar ion (kation dan anion)
Dimensi pengolahan adalah:
• Tinggi:
1600 mm
• Lebar:
1300 mm
• Panjang: 1700 mm
Gambar 2
Foto unit pengolahan Rekadaya Teknik
Mandiri
3.3
Gambar 3
Foto unit pengolahan Departemen PU
Teknologi Sanitasi
Sarana sanitasi dasar yang penting di daerah pasca bencana adalah toilet atau jamban. Jumlah
jamban harus cukup dan jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka, supaya bisa
diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam. Berikut
ini adalah kriteria penyediaan sarana sanitasi (Kesehatan Lingkungan, 2013):
-
Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin
Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian) atau waktu tempuh tidak lebih dari 1 menit dengan berjalan
kaki.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
-
Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik-titik pembagian
sembako, pusat-pusat layanan kesehatan dsb.
Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang-kurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah.
Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun,
baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk
6–10 orang
Saat ini banyak diproduksi toilet portable (lihat Gambar 4) yang bisa ditempatkan pada lokasilokasi yang sesuai dengan kriteria di atas. Syarat utama dari penempatan toilet ini adalah
ketersediaan air bersih mutlak harus ada.
Gambar 4 Foto mobile toilet
(sumber:toiletportable.thetrekkers.com, toiletbiotech.blogspot.com)
4.
Simpulan
Pemilihan teknologi tepat guna untuk penyediaan air minum harus mempertimbangkan sumber
air baku, sumber energi, dan sumberdaya manusia. Pemilihan teknologi tepat guna untuk
penyediaan sanitasi sanitasi harus mempertimbangkan kriteria tentang jumlah pengguna per
sarana dan lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal atau pengungsian. Prinsip dari teknologi
air minum dan sanitasi di daerah terdampak bencana adalah membantu korban bencana tanpa
menyusahkan mereka.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
5.
Pustaka
Evans, D.D. (1984). In Ghosh, P.K. Appropriate Technology in Third World Development.
London: Greenwood Press.
Indriatmoko, R. H. dan Widayat, W., (2007). Penyediaan Air Siap Minum pada Situasi Tanggap
Darurat Bencana Alam. JAI, 3(1): p. 29-37.
Kesehatan Lingkungan (2013). http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/sanitasi-daruratpada-daerah-bencana.html, akses tanggal 29 November 2014.
Masduqi, A. dan Assomadi, A. F., (2012) Operasi dan Proses Pengolahan Air . ITS Press,
Surabaya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
KEYNOTE SPEECH
Teknologi Sederhana pada Penyediaan Sarana Air Minum dan
Sanitasi Pasca Bencana
Ali Masduqi 1
1
Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Sarana dan prasarana air minum dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia, baik
pada kondisi normal maupun pada saat bencana. Penyediaan sarana dan prasarana air
minum dan sanitasi perlu mendapat perhatian khusus pada kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana. Keterbatasan
penyediaan air minum dapat meningkatkan terjadinya berbagai kasus penyakit, seperti diare
dan penyakit kulit. Dalam suasana yang tidak normal, pemenuhan kebutuhan dasar juga
tidak bisa berjalan normal. Oleh karena itu solusi yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan
air minum dan sanitasi harus segera ditemukan sesuai dengan karakteristik wilayah dan
bentuk bencananya.
Pemilihan teknologi tepat guna untuk penyediaan air minum dan sanitasi harus
mempertimbangkan sumber air baku, sumber energi, dan sumberdaya manusia. Penentuan
jumlah dan jarak sarana air minum dan sanitasi harus mempertimbangkan kriteria tentang
jumlah pengguna per sarana dan lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal atau
pengungsian.
Katakunci: penanggulangan bencana, sarana air minum, sarana sanitasi, teknologi tepat
guna.
1.
Pendahuluan
Bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah langsor, sering mengakibatkan risiko bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Setiap bencana alam akan menimbulkan besaran dan durasi dampak yang berbeda. Bencana
berupa gempa bumi, tsunami, angin topan, tanah longsor biasanya berlangsung singkat, namun
dampak yang ditimbulkan sangat dahsyat dalam merusak infrastruktur lingkungan permukiman.
Gunung meletus, banjir, dan kekeringan pada umumnya berlangsung lebih lama, dengan
dampak yang juga bisa lebih dahsyat.
Risiko bencana alam berupa kerusakan rumah tinggal dan prasarana penting lainnya
menyebabkan masyarakat terpaksa mengungsi di tempat pengungsian. Salah satu bentuk
kebutuhan dasar bagi masyarakat di pengungsian adalah air minum (Indriatmoko dan Widayat,
2007). Kerusakan sarana dan prasarana air minum, baik berupa sistem perpipaan (termasuk
instalasi pengolahan) maupun sistem non-perpipaan menyebabkan kebutuhan dasar ini, baik di
wilayah permukiman maupun pengungsian, menjadi terbatas.
Untuk meminimumkan risiko tersebut, setelah kejadian bencana segera ditetapkan tahap
tanggap darurat yang meliputi (UU RI Nomor 24 tahun 2007):
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
c.
d.
e.
f.
penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
pemenuhan kebutuhan dasar;
pelindungan terhadap kelompok rentan; dan
pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan untuk mengidentifikasi:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan psikososial; dan
f. penampungan dan tempat hunian.
Penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi perlu mendapat perhatian khusus pada
kegiatan penanggulangan bencana, khususnya pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana.
Perhatian khusus perlu diberikan karena bencana mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Rusaknya sarana
dan prasarana air minum dan sanitasi menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.
Keterbatasan penyediaan air minum dapat meningkatkan terjadinya berbagai kasus penyakit,
seperti diare dan penyakit kulit. Makin lama durasi kondisi darurat ini, makin besar frekuensi
dan kualitas kejadian kasus penyakit yang berhubungan dengan sanitasi. Sarana dan prasarana
air minum dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia, baik pada kondisi normal maupun
pada saat bencana.
Pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana tidak bisa dihindari munculnya pengungsi yang
tinggal di tempat-tempat penampungan untuk waktu yang tidak bisa dipastikan. Pada saat itulah
diperlukan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi untuk keberlangsungan hidup para
pengungsi. Dalam suasana yang tidak normal, pemenuhan kebutuhan dasar juga tidak bisa
berjalan normal. Oleh karena itu solusi yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan air minum dan
sanitasi harus segera ditemukan sesuai dengan karakteristik wilayah dan bentuk bencananya.
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh kejadian bencana dan pentingnya air minum dan
sanitasi bagi kelangsungan hidup masyarakat terdampak bencana, maka perlu dipikirkan model
teknologi penyediaan air minum dan sanitasi sederhana yang memungkinkan dioperasikan di
wilayah terdampak bencana alam. Makalah ini menguraikan berbagai teknologi sederhana atau
tepat guna yang dapat diterapkan di wilayah bencana atau tempat pengungsian.
2.
Teknologi Sederhana
Kata “teknologi” dan “sederhana” sering dihadapkan secara dikotomis. Kata “teknologi” sering
dipahami sebagai penggunaan peralatan yang rumit dan tidak sederhana, sementara kata
“sederhana” sering digunakan untuk menyatakan kondisi yang tidak rumit dan tidak
menggunakan teknologi. Lalu, bagaimana bila dua kata itu disandingkan, maka segera yang
terbayang adalah penyederhanaan sesuatu yang pada mularnya rumit hingga menjadi mudah dan
dapat dioperasikan oleh masyarakat umum. Selanjutnya diperkenalkan istilah “teknologi tepat
guna” yang merupakan terjemahan dari appropriate technology. Beberapa istilah yang juga
digunakan untuk mensifati teknologi tepat guna adalah (Evans, 1984):.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
-
Capital-saving technology
Labor-intensive technology
Alternate technology
Self-help technology
Village-level technology
Community technology
Progressive technology
Indigenous technology
People’s technology
Light-engineering technology
Adaptive technology
Light-capital technology
Soft technology
3. Teknologi Pasca Bencana
3.1 Kriteria Teknologi
Pemilihan teknologi air minum dan sanitasi yang akan diterapkan pada daerah terdampak
bencana pada tahap tanggap darurat maupun pasca bencana harus mempertimbangkan faktorfaktor berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.2
Teknologi tepat guna yang mudah dioperasikan oleh masyarakat
Teknologi cukup toleran terhadap kondisi yang fluktuatif
Konfigurasi peralatan yang mudah disesuaikan dengan kondisi daerah
Peralatan mudah dipindahkan
Peralatan cukup handal dan tidak mudah rusak akibat goncangan
Penggunaan bahan kimia sebaiknya dihindarkan
Teknologi Air Minum
Ada kekhususan daerah pasca bencana dibandingkan dengan daerah normal, yaitu:
Sumber air baku:
- Pada bencana kekeringan, sumber air tidak tersedia, maka harus mencari
sumber air di daerah lain.
- Pada bencana banjir, biasanya air sangat keruh, masih mungkin diolah menjadi
air bersih.
- Pada bencana gempa bumi, gunung meletus, dan tanah longsor.
2. Sumber energi:
- Harus disediakan sumber energi alternatif, seperti genset atau diesel, karena
kemungkinan sarana listrik terjadi kerusakan.
3. Sumberdaya manusia:
- Masyarakat terkena bencana sudah cukup menderita, jangan diminta
mengoperasikan peralatan yang memerlukan pembelajaran terlebih dahulu.
1.
Berikut ini adalah beberapa teknologi penyediaan air minum yang sudah dirancang dan
dioperasikan di wilayah terdampak bencana (Masduqi dan Assomadi, 2012).
Mobile WTP
Disain IPA ini dibuat oleh Dinas Permukiman Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2009 dengan
sasaran untuk mengolah air pada wilayah banjir. Kapasitas IPA adalah 1 L/detik. Unit IPA
terdiri atas unit-unit:
•
•
•
Pompa air baku
Pengendapan lumpur
Filter kain
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
•
•
•
•
•
Elektrokoagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
Filter pasir cepat
Penampung air bersih
Rancangan instalasi berukuran total 100 x 250 cm yang mampu mengolah air baku dengan
kandungan pengotor fisik, tetapi tidak mampu mengolah air baku yang terdapat kandungan
bahan terlarut atau bahan organik. Disain Mobile Water Treament Plant dapat dilihat pada
Gambar 1.
100
30
30
30
30
60
20
120
40
Prasedimentasi +
Filter kain
pompa
Filter
pasir
Elektrokoagulasi +
sedimentasi
Air baku
Penguras lumpur
220
Elektroda
kabel
10
90
55
te
Fil
pompa
130
rk
ain
160
Media pasir
40
Kerikil
10
20
1"
1"
Penguras lumpur
60
Gambar 1 Disain Mobile WTP kapasitas 1 L/detik
IPA Rekadaya Teknik Mandiri
PT Rekadaya Teknik Mandiri merupakan perusahaan yang memberikan layanan jasa pembuatan
Mobile Water Treatment (WTP) dengan kapasitas air bersih 5 liter/detik dengan sistem high
velocity sedimentation atau dengan sistem membran. WTP ini dapat dipasang di atas truk
sehingga bersifat mobile ke tempat-tempat yang memerlukan. Cocok untuk daerah bencana atau
lembaga yang mempunyai misi bantuan sosial. Contoh hasil rancangan perusahaan ini dapat
dilihat pada Gambar 2.
Mobile Unit Departemen PU
Mobile Unit adalah suatu instalasi pengolahan air bersih dengan sistem mobile. Sistem ini dapat
dipindah-pindahkan yang terdiri atas:
• kendaraan truk mini
• unit pengolahan
• generator set
Ketiga unit tersebut merupakan satu kesatuan.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
Kapasitas instalasi pengolahan air bersih ini sistem mobile ini adalah 0,5 L/detik (1800 L/jam).
Instalasi pengolahan diletakkan di atas mobil truk mini dengan perlengkapan sebagai berikut
(lihat Gambar 3):
• 1 buah pompa intake
• 5 buah pompa kimia
• 5 buah tangki atai bak kimia
• 1 buah diesel genset dengan daya 1,4 kW
• 1 unit panel listrik
• 1 unit pengaduk cepat
• 1 unit pengaduk lambat terdiri dari 6 tabung aliran dari atas ke bawah
• 1 unit bak pengendap yang dilengkapi dengan pelat pengendapan
• 1 buah pompa untuk filter bertekanan dan distribusi
• 1 buah tangki penyaring
• 2 buah tangki penukar ion (kation dan anion)
Dimensi pengolahan adalah:
• Tinggi:
1600 mm
• Lebar:
1300 mm
• Panjang: 1700 mm
Gambar 2
Foto unit pengolahan Rekadaya Teknik
Mandiri
3.3
Gambar 3
Foto unit pengolahan Departemen PU
Teknologi Sanitasi
Sarana sanitasi dasar yang penting di daerah pasca bencana adalah toilet atau jamban. Jumlah
jamban harus cukup dan jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka, supaya bisa
diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam. Berikut
ini adalah kriteria penyediaan sarana sanitasi (Kesehatan Lingkungan, 2013):
-
Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin
Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian) atau waktu tempuh tidak lebih dari 1 menit dengan berjalan
kaki.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
-
Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik-titik pembagian
sembako, pusat-pusat layanan kesehatan dsb.
Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang-kurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah.
Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun,
baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk
6–10 orang
Saat ini banyak diproduksi toilet portable (lihat Gambar 4) yang bisa ditempatkan pada lokasilokasi yang sesuai dengan kriteria di atas. Syarat utama dari penempatan toilet ini adalah
ketersediaan air bersih mutlak harus ada.
Gambar 4 Foto mobile toilet
(sumber:toiletportable.thetrekkers.com, toiletbiotech.blogspot.com)
4.
Simpulan
Pemilihan teknologi tepat guna untuk penyediaan air minum harus mempertimbangkan sumber
air baku, sumber energi, dan sumberdaya manusia. Pemilihan teknologi tepat guna untuk
penyediaan sanitasi sanitasi harus mempertimbangkan kriteria tentang jumlah pengguna per
sarana dan lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal atau pengungsian. Prinsip dari teknologi
air minum dan sanitasi di daerah terdampak bencana adalah membantu korban bencana tanpa
menyusahkan mereka.
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XI – ITS, Surabaya, 3 Desember 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx
5.
Pustaka
Evans, D.D. (1984). In Ghosh, P.K. Appropriate Technology in Third World Development.
London: Greenwood Press.
Indriatmoko, R. H. dan Widayat, W., (2007). Penyediaan Air Siap Minum pada Situasi Tanggap
Darurat Bencana Alam. JAI, 3(1): p. 29-37.
Kesehatan Lingkungan (2013). http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/sanitasi-daruratpada-daerah-bencana.html, akses tanggal 29 November 2014.
Masduqi, A. dan Assomadi, A. F., (2012) Operasi dan Proses Pengolahan Air . ITS Press,
Surabaya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.