ANALISIS FAKTOR 5C + 1S DALAM PEMBERIAN PEMBIAYAAN MIKRO SEBAGAI UPAYA MENCEGAH TIMBULNYA PEMBIAYAAN MACET DI BANK BRI SYARIAH CABANG SURABAYA GUBENG.
SKRIPSI
Oleh :
SYAIFUL ANWAR
NIM : C94211195
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
SURABAYA
(2)
i
PEMBIAYAAN MACET DI BANK BRI SYARIAH CABANG
SURABAYA GUBENG
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Program Studi Ekonomi Syariah
Oleh :
SYAIFUL ANWARNIM : C94211195
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
SURABAYA
(3)
(4)
(5)
(6)
v
Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor 5C + 1S Dalam Pemberian Pembiayaan Mikro Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya Pembiayaan Macet Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng” ini bertujuan untuk menjawab problematika tentang; (1) Bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng, (2) Bagaimana faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng, (3) Bagaimana langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S .
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data penelitian yang terhimpun dari observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi serta didukung dengan literatur-literatur yang relevan. Dengan menggunakan teknik deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa dalam menganalisis pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng menggunakan analisi faktor 5C + 1S untuk mencegah timbulnya pembiayaan macet yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu: faktor internal (pihak bank) dan faktor eksternal (pihak debitur). Langkah-langkah bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dalam
mengatasi pembiayaan macet melalui mekanisme Standard Operasional
Procedural (SOP) yang telah ditentukan oleh pihak bank BRI Syariah dan
penggunaan faktor 5C + 1S sebagai tindakan preventif terjadinya pembiayaan
macet.
Maka penelitian ini menyimpulkan, bahwa penggunaan analisis faktor 5 C + 1S mempunyai dampak yang sangat besar bagi proses keberlangsungan kinerja keuangan perbankan syariah maupun konvensional, terutama untuk mencegah terjadinya pembiayaan macet di Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng maka sebaiknya pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini lebih cermat dan teliti dalam menganalisis pembiayaan mikro selanjutnya.
(7)
viii
Halaman
SAMPUL DALAM
... i
PERNYATAAN KEASLIAN
... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
... iii
ABSTRAK
... v
KATA PENGANTAR
... vi
DAFTAR ISI
... viii
DAFTAR TABEL
... xiii
DAFTAR GAMBAR
... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI
... xv
BAB I
PENDAHULUAN
... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah ... 11
C.
Rumusan Masalah ... 12
D.
Kajian Pustaka ... 13
E.
Tujuan Penelitian ... 18
F.
Kegunaan Hasil Penelitian ... 18
G.
Definisi Operasional ... 19
H.
Metode Penelitian ... 21
I.
Sistematika Pembahasan ... 24
(8)
viii
1.
Bank Syariah ... 26
2.
Fungsi dan Peran Bank Syariah ... 28
3.
Tujuan Bank Syariah ... 33
B.
Pembiayaan Bank Islam ... 34
1.
Pengertian Pembiayaan ... 34
2.
Unsur Pembiayaan ... 35
3.
Tujuan Pembiayaan ... 36
4.
Fungsi Pembiayaan ... 37
5.
Jenis
Pembiayaan ... 38
C.
Pembiayaan Mikro ... 41
1.
Sistem Pembiayaan Mikro ... 41
2.
Tujuan Pembiayaan Mikro ... 42
3.
Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro ... 43
D.
Analisis Pembiayaan ... 43
1.
Character ... 44
2.
Capacity ... 45
3.
Capital ... 45
4.
Collateral ... 46
5.
Condition of Economic ... 47
6.
Syariah ... 47
E.
Strategi Penyelesaian Pembiayaan Macet ... 48
1.
Rescheduling ... 49
(9)
viii
3.
Restructuring ... 50
4.
kombinasi ... 50
5.
Penyitaan Jaminan ... 51
BAB III
IMPLEMENTASI
FAKTOR 5C + 1S DALAM PEMBERIAN
PEMBIAYAAN MIKRO DI BANK BRI SYARIAH
CABANG SURABAYA GUBENG
... 52
A.
Gambaran Umum Bank BRI Syariah ... 52
1.
Sejarah Bank BRI Syariah ... 52
2.
Sejarah Berdirinya Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng ... 53
3.
Visi dan Misi ... 54
4.
Struktur Organisasi Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng ... 54
B.
Produk-produk Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng ... 56
1.
Consumer Banking ... 56
a.
Dana Pihak Ketiga ... 56
b.
Pembiayaan ... 58
2.
Business Banking ... 60
a.
Commercial Product ... 60
b.
Commercial Financing ... 60
c.
Treasury (Investement Banking) ... 61
x
(10)
viii
e.
Pembiayaan Mikro ... 62
C.
Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng ... 62
1.
Pembiayaan Modal Kerja ... 64
2.
Pembiayaan Investasi ... 65
D.
Implementasi Faktor 5C + 1S dalam Pemberian Pembiayaan Mikro
Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng ... 66
1.
Alur pemberian pembiayaan di bank BRI Syariah Cabang
Surabaya Gubeng... 66
2.
Implementasi Pemberian Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah
Cabang Surabaya Gubeng ... 67
a.
Character ... 68
b.
Capacity ... 71
c.
Capital ... 73
d.
Collateral ... 74
e.
Condition of Economic ... 76
f.
Syariah ... 77
E.
Pembiayaan Mikro Bermasalah di Bank BRI Syariah Cabang
Surabaya Gubeng... 79
1.
Indikasi dan Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ... 79
a.
Dari Pihak Debitur/ Eksternal ... 79
b.
Dari Pihak Bank/ Internal ... 80
xi
(11)
viii
Gubeng ... 80
3.
Proses Penyelesaian Pembiayaan Macet di Bank BRI Syariah
Cabang Surabaya Gubeng ... 83
BAB IV
ANALISIS FAKTOR 5C + 1S DALAM PEMBIAYAAN MIKRO
DI BANK BRI SYARIAH CABANG SURABAYA GUBENG
... 89
A.
Analisis Faktor-Faktor yang Menimbulkan Pembiayaan Macet ... 89
B.
Langkah Penyelesaian Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng
dalam Mengatasi Pembiayaan Macet dengan Analisis Faktor 5C +
1S ... 92
BAB V
PENUTUP
... 96
A.
Kesimpulan ... 96
B.
Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
... 99
LAMPIRAN
... 100
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
xii
(12)
viii
3.2
Persyaratan Dokumen (Umum) ... 63
3.3
Persyaratan Dokumen (Khusus) ... 63
3.4
Alur Pembiayaan ... 62
3.5
Tabel Penilaian Karakter ... 70
3.6
Tabel Penilaian Kapasitas ... 72
3.7
Tabel Penilaian Jaminan ... 75
3.8
Tabel Penilaian Objek ... 78
3.9
Tabel Data Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah Cabang Gubeng Tahun
2010-2014 ... 80
3.10
Tabel Data Pembiayaan Mikro Bank BRI Syariah Cabang Gubeng Tahun
2010-2014 ... 81
DAFTAR GAMBAR
(13)
viii
Bangkalan 2014 ... 82
3.12
Tahapan Penyelesaian Pembiayaan Macet ... 83
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah awal kegiatan perbankan syariah yang pertama kali dilakukan adalah di Negara Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an dan kemudian di Negara Mesir. Pada perkembangan perbankan syariah di Mesir, bank yang menggunakan konsep syariah tidak serta merta mencantumkan embel-embel syariah pada bentuk fisiknya, namun secara konsepnya saja yang diberlakukan. Karena pada saat itu adanya suatu kekhawatiran rezim yang berkuasa melihat pergerakan fundamentalis.1
Sedangkan perkembangan bank syariah di Indonesia tidak terlepas dari munculnya bank-bank Islam yang telah muncul di berbagai Negara saat itu. Sekitar awal priode 1980-an, maka muncullah ide untuk memprakarsai munculnya bank syariah pertama kali di Indonesia.
Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah nasional IV MUI yang berlangsung di hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990.
1 Andrean Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), 2.
(15)
Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.2
Perbankan syariah sebagaimana halnya dengan perbankan konvensional di Indonesia adalah lembaga intermediary yang berfungsi mengumpulkan dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas pembiayaan.3
Pada aspek pengumpulan dana, bank syariah memiliki beberapa produk yang sangat kompetitif dan tidak kalah saing dengan bank konvensional dalam pemberian bonus atau margin. Dengan konsep bagi hasil yang ditawarkan diharapkan mampu menyaingi konsep bunga yang telah ditawarkan bank konvensional. Konsep bunga-berbunga yang ditawarkan oleh bank konvensional bila ditinjau dari pemahaman dari agama Islam telah dilarang.
Allah SWT. menurunkan risalah larangan praktik riba melalui empat tahapan sebagai berikut:4
1. Qs. Ar-Ru>m ayat 39
ٓ
ٓ
ٓ
ٓ
Artinya: “dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 25.
3 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012), 40.
4 Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana,
(16)
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”5
Berdasarkan firman Allah tersebut berarti riba tidak akan menambah kebaikan.
2. Qs. An-Nisa>’ ayat 160-161
Artinya: “160.Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, 161. dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”6
3. Qs. Ali Imra>n ayat 130
ﺂَﯾ
ٓ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”7
5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2009), 408.
6 Ibid., 103. 7 Ibid., 66.
(17)
4. Qs. Al-Baqarah ayat 278-279
ﺂَﯾ
ٓ
ۖۦ
Artinya: “278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman., 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”8
Sedangkan pada aspek penyaluran dana, bank syariah juga mempunyai produk-produk yang mempunyai daya tarik tersendiri, dari segi proporsi pengembalian dana sudah sangat bersaing, dari segi pelayanan tidak menyulitkan meskipun harus ada beberapa aspek yang dilengkapi oleh si calon debitur.
Pembiayaan memberikan manfaat kepada bank yaitu berupa margin yang diterima dari debitur. Pembiayaan juga di manfaatkan oleh pemerintah untuk dipergunakan sebagai alat untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan ekonomi maka akan mengurangi tingkat pengangguran dan tingkat pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, peranan perbankan syariah itu sendiri cukup mampu menggerakkan sektor riil dalam rangka meningkatkan laju perekonomian di Indonesia.
(18)
Hubungan pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan merupakan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan, yang diartikan pula sebagai kehidupan saling tolong-menolong sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Ma>’idah (5) ayat 2:
ﺂَﯾ
ٓ
ٓ
ٓ
ٓ
ٔ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”9
Sudah menjadi maklum bahwa perbankan syariah bukanlah sekedar bank biasa, artinya perbankan syariah telah mampu menjadi
(19)
tameng kecil perekonomian Indonesia sejak dilanda krisis tahun 1997 sampai yang terbaru yaitu pada tahun 2008.10
Bercermin pada krisis di Negara Eropa, lebih tepatnya di Negara Yunani, krisis tersebut tidak terlalu berdampak yang sangat signifikan. Hal ini bisa dilihat pada volume perdagangan yang terjadi di Indonesia mencapai 267 juta (dolar), di tahun 2009 menjadi 228 juta dan tahun 2010 menurun menjadi 164 juta.11
Walaupun tingkat perkembangan perbankan syariah masih kalah cepat dengan perkembangan perbankan konvensional, namun bukti yang diberikan oleh perbankan syariah sangat besar dibandingkan perbankan konvensional. Dikarenakan perbankan syariah cukup memfokuskan pada sektor riil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah harus memenuhi aspek syariah dan aspek ekonomi.12
Aspek syariah, artinya dalam setiap pembiayaan maupun transaksi-transaksi yang lain dilakukan oleh pihak bank syariah kepada nasabahnya harus tetap berpedoman pada syariat Islam (antara lain tidak mengandung unsur maysi>r, ghara>r, dan riba serta bidang usahanya harus halal).
10 “guncangan besar 10 tahun lalu : apa yang salah dalam membangun indonesia?”, dalam
m.kompasiana.com/post/read/599723/2/guncangan-besar-10-tahun-lalu-apa-yang-salah-dalam-membangun-indonesia.html, diakses pada 30 September 2014.
11http://www.academia.edu/5953960/KRISIS_YUNANI_SERTA_DAMPAKNYA_TERHA
DAP_EKONOMI_INDONESIA, diakses pada 29 Oktober 2014.
12 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya
Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 680.
(20)
Aspek ekonomi, pada dasarnya bank merupakan lembaga yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Di samping mempertimbangkan aspek kesyariahannya, bank tentu akan mempertimbangkan lagi keuntungan yang akan didapat dalam melakukan pembiayaan.
Kendatipun perbankan syariah adalah lembaga yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented), perbankan Islam juga akan mengahadapi persoalan tentang risiko pembiayaan macet. Artinya setiap kali pihak perbankan syariah menyalurkan dananya kepada calon nasabah yang mengajukan pembiayaan pada saat itu juga risiko gagal bayar kemungkinan akan terjadi selain itu juag faktor kondisi perekonommian juga menjadi pendorong terjadinya pembiayaan macet NPF (non performing financing).
Seperti pernyataan dari Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Edy Setiadi menyebutkan, tingginya pembiayaan kredit macet seiring pertumbuhan ekonomi yang melambat. Pasalnya pada tahun 2014 NPF (non performing financing) mencapai 3 persen.13
Aktivitas pembiayaan bank yang berkualitas dan sehat memberikan pendapatan operasional terbesar bagi bank jika dibandingkan dengan aktivitas lainnya seperti penyediaan layanan jasa. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga kelangsungan bank maka pemberian pembiayaan merupakan aktivitas yang secara terus menerus
13
(21)
akan dilakukan. Seperti penjelasan diatas, kegiatan penyaluran pembiayaan disisi lain mengandung risiko yaitu tidak kembalinya dana/pembiayaan yang disalurkan tersebut karena tidak seluruh nasabah yang memperoleh pembiayaan mampu mengembalikan pembiayaan dengan baik dan tepat pada waktunya. Dampak derajat risiko pembiayaan yang diterima bank akan mengganggu tingkat likuiditas bank tersebut.
Risiko diatas sudah tertera dan menjadi acuan perbankan syariah yaitu pada penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dinyatakan bahwa: “Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari nasabah debitur”14
Derajat risiko pembiayaan dapat ditekan dengan jalan melakukan analisa pembiayaan secara komprehensif dan mendalam baik dari segi
14 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
(22)
kuantitatif maupun kualitatif terhadap setiap permohonan pembiayaan yang diterima oleh bank. Analisa pembiayaan yang komprehensif sangat menentukan keberhasilan aktivitas penyaluran pembiayaan dan menekan derajat risiko pembiayaan. Tujuan utama analisa pembiayaan yang dilakukan oleh sebuah bank adalah untuk memperkecil gangguan dalam pengembalian dana yang dipinjam oleh debitur.15Adapun skema yang
biaya di pergunakan yaitu skema pembiayaan mudha>rabah16.
Menilai kemampuan dan kesediaan calon debitur untuk mengembalikan/ memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan harus berdasarkan pada analisa pembiayaan, pihak bank syariah dapat memperkirakan tinggi rendahnya derajat risiko yang akan ditanggung olehnya bila menyetujui permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur.
Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng merupakan salah satu bank syariah yang mulai beroperasi di kota Surabaya. Kegiatan utama yang dilakukan oleh bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito yang kemudian menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan juga pemberian jasa perbankan yang lainnya. Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam menyalurkan pembiayaan memperhatikan analisa pembiayaan untuk menilai kelayakan
15 Ismail Nawawi, Manajemen Risiko; Teori dan Pengantar Praktik Bisnis, Perbankan
Islam dan konvensional (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya), 57.
16 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
(23)
calon debiturnya. Analisa pembiayaan bertujuan untuk menentukan besarnya jumlah pinjaman yang akan diberikan kepada calon debitur. Melakukan analisis pembiayaan bank dapat mengetahui kondisi debitur secara keseluruhan/ utuh sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia untuk memperkecil derajat risiko pembiayaan. Berdasarkan ketentuan BI penyaluran pembiayaan didasarkan pada prinsip kehati-hatian (Pasal 35 UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah).
Bentuk penerapan prinsip kehati-hatian adalah penyaluran pembiayaan kepada debitur yang didasarkan pada prinsip 5 C yang meliputi: Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economic.17
Sedangkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang pembiayaan menjelaskan bahwa semua bentuk pembiayaan yang di berikan oleh pihak bank syariah kepada calon debitur harus tidak menyalahi hukum syariat Islam dalam tindakan maupun transaksi-transaksi yang lain.18 Disamping itu juga, pernyataan ini di perkuat dengan adanya Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam penjelasan 37 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.19
17 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Ziktul Hakim,
2007), 153.
18 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).
19 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta:
(24)
Berdasarkan uraian diatas bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng sebagai bank yang taat dalam menjalankan ketentuan BI serta mematuhi aturan yang diberikan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam mengambil keputusan pembiayaan sangat memperhatikan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karenanya penulis dalam penelitian ini berusaha mengetahui seberapa besar penerapan prinsip 5C serta melihat aspek ke-syariah-annya (S) dalam pengambilan keputusan pembiayaan. Mengacu pada hal tersebut penulis tertarik mengambil judul penelitian “Analisis Faktor 5C + 1S Dalam Pemberian Pembiayaan Mikro Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya Pembiayaan Macet di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.”
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penulis paparkan beberapa masalah yang berkenaan dengan penelitian ini, antara lain: 1. Pembiayaan mikro yang ada di bank BRI Syariah Kantor Cabang
Surabaya Gubeng.
2. Bentuk pembiayaan mikro yang ada di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
3. Akad pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
4. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
(25)
6. Implementasi faktor 5C + 1S dalam pembiayaan mikro.
7. Penyelesaian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dengan menggunakan faktor 5C + 1S.
Dari beberapa permasalahan di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup pada penelitian ini, yaitu pada:
1. Implementasi faktor 5C + 1S dalam pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
2. Faktor-faktor penyebab timbulnya pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
3. Langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S.
C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan proses penelitian dan penulisan, maka diperlukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng?
2. Bagaimana faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng?
3. Bagaimana langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S?
(26)
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan dalam penelitian di seputar masalah yang diteliti.20
Berdasarkan penelusuran kajian kepustakaan yang penulis lakukan, berikut ada beberapa penelitian terkait permasalahan yang ada dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Skripsi yang ditulis oleh Dewi Kirana dengan judul: Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Mudha>rabah Pada Perbankan Syariah (Studi Pada 3 Bank Syariah; Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Syariah). Dalam skripsinya menyatakan bahwa: a). risiko kerugian yang ditanggung oleh bank sebagai s{a>hibul ma>l adalah tingginya jumlah pembiayaan bermasalah mulai dari kurang lancar bahkan macet. Penyebabnya adalah hilangnya kemampuan untuk membayar angsuran serta bagi hasil kepada bank dikarenakan nasabah melakukan kelalaian. Kelalaian tersebut terjadinya side streaming, memanipulasi data, sehingga menyebabkan kesalahahan dalam menganalisa kemampuan nasabah, b). Upaya yang dilakukan bank dalam penyelamatan terhadap pembiayaan bermasalah, yaitu dengan cara Rescheduling, Reconditioning, Restructuring, ini dilakukan jika nasabah dianggap masih memiliki niat untuk membayar. Jika sebaliknya, dilakukan
20 Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi Fakultas
(27)
eksekusi jaminan. c). kerugian yang muncul diakibatkan murni risiko bisnis bukan kelalaian nasabah, baik pada BMI, BSM, ataupun BNIS, tidak secara langsung menanggung seluruh kerugian usaha yang dibiayai. Bank sengaja memberi pengamanan berlapis pada dana masyarakat yang digunakan sebagai dana pembiayaan dengan melakukan kerjasama dengan pihak asuransi untuk mengcover kerugian tersebut.21
2. Skripsi yang ditulis oleh Virtiesa Rahmanditami dengan judul: Penyelesaian Pembiayaan Macet Akad Musya>rakah Mutana>qis{ah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Darmo Induk Surabaya. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa: a). penyelesaian pembiayaan bermasalah jika nasabah yang bersangkutan meninggal dunia, yaitu dengan cara mengklaim pihak asuransi untuk melunasi outstanding yang lancar, namun dengan syarat jika tunggakan sewa sebelum nasabah meninggal telah dilunasi oleh pihak ahli waris, b). penyelesaian pembiayaan bermasalah jika nasabah pendapatannya menurun, pihak bank menggunakan cara restrukturisasi. Namun sebelum bank melakukan cara tersebut, relation manager akan mengevaluasi nasabah tersebut, dari evaluasi pendapatan, pengeluaran, dan jaminan. pihak bank akan menghitung kemampuan nasabah tersebut dalam melakukan pembiayaan, c). penyelesaian
21 Dewi Kirana, “Analisis Manaemen Risiko Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan
Syariah (Studi Pada 3 Bank Syariah; Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Syariah)”, Skripsi-- Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, 2014), 40.
(28)
pembiayaan bermasalah jika nasabah berkarakter atau kabur dari tanggung jawab membayar angsuran, pihak bank akan melakukan dua cara yaitu litigasi dan nonlitigasi. Dengan cara litigasi yaitu jika permasalahan sudah tidak dapat diselesaikan secara mediasi, maka pihak bank akan menyita jaminan tersebut. Sedangkan cara non litigasi yaitu pihak nasabah sudah menyatakan tidak ada kesanggupan membayar, dan menyerahkan jaminan/agunan secara sukarela kepada pihak bank. Jaminan/agunan yang di sita maupun di berikan oleh nasabah, akan dilelang oleh pihak bank, dengan perhitungan yang telah ditetapkan.22
3. Skripsi yang ditulis oleh Herlina dengan judul: Sharia Compliance yang diterapkan Bank Syariah Mandiri dalam Menangani Risiko pada Akad Mura>bah{ah. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa: a). tentang penanganan risiko kelalaian nasabah untuk membayar angsuran yang terjadi dalam transaksi yang menggunakan akad murabahah, pihak Bank Syariah Mandiri cabang Darmo Surabaya sudah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. : 17/DSN-MUI/IX/2000 butir ke satu tentang sanksi atas nasabah, yang bertuliskan “Sanksi yang disebutkan dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan oleh LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembyaran dengan disengaja”. Dan sesuai dengan butir ke empat yang bertuliskan “Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zi>r, yaitu bertujuan
22 Virtiesa Rahmanditami, “Penyelesaian Pembiayaan Macet Akad Musyarakah
Mutanaqishah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Darmo Induk Surabaya”, Skripsi-- Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, 2013), 61.
(29)
agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya”. Namun tidak sesuai dengan butir ke lima yang bertuliskan “Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang ayang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.”., b), tentang penanganan risiko batalnya transaksi saat berjalan untuk jenis transaksi yang menggunakan akad mura>bah{ah pihak Bank Syariah Mandiri cabang Raya Darmo Surabaya sudah sesuai dengan Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 ayat 3, yang membolehkan adanya aminan yang menyebutkan “Jaminan dalam mura>bah{ah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya dan bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.” 23
4. Skripsi yang ditulis oleh Qomariyah dengan judul : Aplikasi Analisis 5C di KJKS BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya, hanya memakai faktor 5C tanpa menitikberatkan pada aspek kesyariahannya (S). objek yang diteliti yaitu lembaga keuangan non-perbankan yaitu BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya. Menurut penulis saudari Qomariyah terlalu kompleks dalam analisis 5C-nya. Sehingga semua produk atau akad yang ada di BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya semua mengacu pada aspek tersebut. penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Selain itu pada penelitian saudari
23 Herlianan, “Penyelesaian Pembiayaan Macet Akad Musyarakah Mutanaqishah di Bank
Muamalat Indonesia Cabang Darmo Induk Surabaya”, (Skripsi -- Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya, 2013), 45.
(30)
Qomariyah tidak menjelaskan keuntungan dari pemakaian dari analisis tersebut.24
Dalam penelitian yang berudul “Analisis Faktor 5C + 1S Dalam Pemberian Pembiayaan Mikro Sebagai Upaya Mencegah Timbulnya Pembiayaan Macet Bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng” ini, memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah menjadi perbandingannya. Pada penelitian ini, penulis lebih menekankan bagaimana implementasi faktor 5C + 1S, disamping itu juga peneliti menambahkan faktor 1S dikarenakan sesuai dengan pernyataan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang pembiayaan menjelaskan bahwa semua bentuk pembiayaan yang di berikan oleh pihak bank syariah kepada calon debitur harus tidak menyalahi hukum syariat Islam. Di sinilah letak pembeda antara pembiayaan yang disalurkan oleh bank konvensional dengan pembiayaan yang di salurkan oleh bank syariah pada objek yang harus sesuai dengan syariat Islam.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan Permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
24 Qomariyah, “Aplikasi Analisis 5C di KJKS BMT Amanah Ummah KP Karah Surabaya”,
(Skripsi -- Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 18.
(31)
2. Untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
3. Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah dari pihak bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan macet dengan analisis faktor 5C + 1S.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian dan penulisan ini diharapkan mempunyai nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, sekurang-kurangnya untuk dua aspek yaitu:
1. Aspek keilmuan (teoritis)
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
pemahaman ekonomi syariah mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis Islam.
2. Aspek terapan (praktis)
a. Dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi peneliti berikutnya untuk membuat skripsi yang lebih baik.
b. Guna dijadikan pedoman dalam rangka implementasi faktor-faktor tersebut sebagai pedoman untuk bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
(32)
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memaknai kalimat dan memperjelas maksud dari penelitian ini maka perlu adanya definisi operasional sebagai berikut:
5C + 1S : Merupakan salah satu alat analisa untuk menilai suatu permohonan pembiayaan yang diajukan nasabah. Alat analisa tersebut digunakan oleh bank pada umumnya, namun aspek kesyariahannya (S) merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari bank syariah terutama pada bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
Pembiayaan Macet : Suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam pembiayaan.25
Pembiayaan Mikro : Pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kecil perorangan atau lembaga. Dengan skema pembiayaan sebesar Rp. 500 juta pada investasi yang ada di bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng26, serta pembiayaan mikro modal kerja, yaitu pembiayaan untuk
25 Siti Machmulah, “Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Terhadap Penyelesaian
Utang Piutang Murabahah Bermasalah Pada Pembiayaan Mikro di BRI Syaria Cabang Gubeng Surabaya” (skripsi—Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 16.
(33)
memenuhi kebutuhan peningkatan produksi, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.27
Bank BRI Syariah : Salah satu lembaga keuangan perbankan yang ada di Indonesia yang menjalankan usaha menghimpun dan menyalurkan dana pihak ketiga dengan menerapkan prinsip ekonomi dan prinsp Islam.28 Bank syariah yang dimaksud yaitu bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dengan data tambahan di bank BRI Syariah KCP Bangkalan.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu teknik, cara dan alat yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sesuatu dengan menggunakan metode ilmiah.
1. Data Yang akan dihimpun
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah a. Data Primer
1) Data tentang faktor 5C + 1S pembiayaan mikro pada bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
27 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), 160.
(34)
2) Data tentang pembiayaan mikro modal kerja.
3) Data tentang strategi bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiayaan bermasalah. b. Data Sekunder
1) Data tentang konsep pembiayaan.
2) Data tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah. 3) Data tentang dasar-dasar perbankan.
4) Data tentang manajemen risiko.
2. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang memfokuskan pada objek/ kasus penelitian di lapangan (bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng) serta tetap perpedoman dengan kaidah-kaidah yang telah ada. Adapun sumber-sumber dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber, baik sumber data primer maupun sumber data sekunder.
a. Sumber Primer
1) Manager Pembiayaan mikro. 2) Staf pembiayaan mikro. b. Sumber Sekunder
(35)
Data yang diperoleh dari kepustakaan yang ada hubungannya dengan penelitian ini yaitu:
1) Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Muhammad Syafi’i Antonio.
2) Islamic Bank; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global, Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin.
3) Dasar-dasar Perbankan, Kasmir.
4) Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, Faturrahman Djamil.
5) Manajemen Risiko, Ismail Nawawi.
6) Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, Misbahul Munir.
7) Muahaiminkhair.wordpress.com 3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik dalam mengumpulkan data, penyusun menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu cara mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian.29 Untuk melihat bagaimana implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan mikro sebagai upaya mencegah timbulnya
29 Sukudin dan Mundir, Metode Penelitian: Menimbang dan Mengantar Kesuksesan Anda
(36)
pembiayaan macet yang diterapkan oleh bank BRI Syariah Kantor Cabang Surabaya Gubeng.
b. Interview, disebut juga dengan wawancara merupakan tulang punggung suatu penelitian survei.30 Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara terhadap manager pembiayaan mikro, para staf pembiayaan mikro.
c. Dokumentasi adalah alat pengumpulan data yang berupa dokumentasi dan catatan dari sumber yang diteliti. Teknik ini dilakukan dengan mencatat data, dokumen lembaga terkait dengan penelitian ini. Dokumentasi merupakan dalil konkrit yang bisa penulis jadikan acuan untuk menilai bagaimana implementasi faktor-faktor tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh dan terkumpul serta melalui proses pengolahan data, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dengan metode deskriptif analisis. Dalam kegiatan ini peneliti mengadakan pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah terkumpul kemudian dianalisis serta mendeskripsikannya.
I. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini
(37)
dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I : Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : Merupakan landasan teori berisi paparan tentang pengertian bank syariah, pembiayaan dalam perbankan syariah, bentuk-bentuk risiko dalam perbankan syariah, analisis pembiayaan dan strategi penyelesaian pembiayaan macet.
BAB III : Memuat paparan data penelitian. Bab ini membahas tentang kebijakan bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dalam pemberian pembiayaan dengan menggunakan analisis faktor 5C + 1S.
BAB IV : Memuat paparan analisis data penelitian. Bab ini mengungkapkan implementasi faktor 5C + 1S dalam pemberian pembiayaan, faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan macet serta langkah-langkah penanganannya BAB V : Pada bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan simpulan
(38)
BAB II
TEORI PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
A. Pengertian Bank Syariah
1. Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak menggunakan sistem bunga. Bank Islam atau dapat disebut juga juga dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasionalnya atau produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi SAW. Atau dengan kata lain “Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.”1
UU No.21 tahun 2008 pasal 1 yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah:
“Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan
1
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 13.
(39)
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”
Berdasarkan pengertian yang telah disampaikan maka jelaslah bahwa bank syariah adalah bank yang dijalankan dengan prinsip syariah, sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu, operasional maupun pengembangan produk-produknya juga harus sesuai dengan syariah. Dengan demikian tampak jelas bahwa bank syariah tidak menganut sistem bunga. Pada berbagai macam produknya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana, bisa
menggunakan sistem bagi hasil, margin atau fee.
Sebagai lembaga perantara keuangan, bank syariah menggunakan biaya administrasi sebagai biaya operasional. Dalam perbankan syariah juga dikenal istilah denda bila terdapat nasabah yang lalai. Namun, denda yang digunakan oleh bank syariah berbeda tujuannya dengan bank konvensional. Pada bank konvensional denda yang dikenakan kepada nasabah nantinya akan masuk pada pendapatan lain-lain, sedangkan pada bank syariah denda tersebut bertujuan untuk peringatan agar nasabah tidak lalai sehingga persentase denda yang diberikan biasanya sangatlah kecil. Selain itu
pendapatan dari denda akan masuk kepada dana Qard{ul h{asan atau
dana kebajikan.2
2
(40)
Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah, maka bank harus mentaati prinsip-prinsip syariah yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah adalah meniadakan riba dalam bentuk transaksi apapun, melakukan kegiatan bisnis atau usaha yang berlandasakan kepada prinsip keadilan dan keuntungan yang halal, menyalurkan zakat, melarang monopoli, melakukan kerjasama untuk mencapai manfaat bagi masyarakat dan mengembangkan seluruh aspek kehalalan di dalam bisnis dan
investasi yang tidak dilarang oleh syariat Islam.3
2. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi. Begitu pula dengan perbankan syariah yang menjalankan fungsi intermediasinya tanpa meninggalkan unsur-unsur
kesyariahannya. Bank sebagai financial intermediary adalah lembaga
yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang yang merupakan alat perlancar terjadinya perdagangan yang utama.
Selain itu bank syariah juga dapat memberikan jasa memindahkan uang, menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran, mendiskonto surat wesel, serta memberi jaminan bank.
3
(41)
Bank syariah menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan pada syariah. Fungsi bank syariah adalah sebagai berikut:4
a) Bank sebagai manager investasi
Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting adalah sebagai manajer investasi. Maksudnya, bank syariah tersebut merupakan manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme pengelola bank syariah. Fungsi ini tidak banyak diketahui, dimengerti dan dipahami oleh para pegawai bank yang bekerja di bank syariah, yang kebanyakan masih mempergunakan paradigma pola kerja bank konvensional. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah yang diharapkan mendapatkan hasil, mempunyai implikasi langsung kepada pemilik dana. Jika investasi yang dilakukan oleh bank syariah mengalami pembayaran yang tidak lancar bahkan macet, dapat mengakibatkan pendapatan yang diperoleh kecil dan pendapatan yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun kecil pula. Besarnya dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah bukanlah otomatis mendapatkan bagi hasil besar yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 201.
(42)
b) Bank sebagai investor
Bank-bank syariah melakukan fungsi sebagi investor berdasarkan
kontrak mud{a>rabah atau sebuah agency contract. Menurut akad
mud{a>rabah, bank (di dalam kapasitasnya sebagai seorang mud{a>rib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak lainnya) hanya menerima bagian keuntungan. Tetapi, jika terjadi kerugian maka bank tidak berhak meperoleh imbalan atas usahanya dan kerugian dibebankan kepada penyedia dana.
Menurut agency contract, bank menerima satu jumlah sekaligus
dari jumlah dana yang diinvestasikan tanpa memperhatikan apakah diperoleh keuntungan atau tidak. Fungsi ini dapat di lihat
dari segi penghimpunan dana, khususnya dana mud{a>rabah. Di
sini bank bertindak sebagai manajer investasi, dalam arti dana
tersebut harus dapat menghasilkan return bagi pemiliki dana.
Bahkan bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mud{a>rabah, apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif karena hasil yang akan diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak, sehingga hal tersebut jelas merugikan pemilik dana yang sudah ada. Bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasinya) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai syariah. Transaksi
(43)
ija>rah, musya>rakah, mud{a>rabah, sala>m dan istis}na>’, pembentukan perusahaan atau akuisisi pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat diperjual-belikan. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan dana, setelah bank menerima
bagian keuntungannya sebagai mud}a>rib yang sudah disepakati
sebelum pelaksanaan akad antara pemilik rekening investasi dan bank. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan dengan menggunakan prinsip jual-beli maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil sendiri.
c) Bank sebagai pemberi jasa keuangan
Ketika menjalankan fungsi jasa keuangan ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank nonsyariah, seperti memberikan
layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya,
hanya saja yang harus sangat diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar. Bank-bank Islam juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh
imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of
guarantee, wire transfer, letter of credit, dan lain-lain.
d) Bank sebagai agen sosial
Konsep perbankan Islam mengharuskan bank-bank Islam
(44)
kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Di samping itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial. Fungsi sebagai lembaga sosial juga membedakan fungsi bank syariah dengan bank konvensional, walaupun hal ini ada dalam bank konvensional biasanya dilakukan oleh individu-individu yang mempunyai perhatian dengan hal sosial tersebut, tetapi dalam bank syariah, fungsi sosial merupakan salah satu fungsi yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Fungsi ini merupakan bagian dari sistem. Bank syariah memegang amanah dalam
menerima ZIS (zakat, infak, shodaqoh) atau qard{ul h{asan dan
menyalurkan kepada pihak-pihak yang berhak untuk menerimanya dan atas semua itu harus dibuat laporan sesuai pertanggungjawaban dalam memegang amanah tersebut. Selain hal tersebut, ada transaksi dari bank syariah yang mengandung
unsur sosial atau tolong-menolong. Contoh transaksi qard{ adalah
bank syariah meminjamkan uang tanpa imbalan apapun. Apabila mempergunakan paradigma bank konvensional, yang memperdagangkan uang, maka sangatlah rugi memberikan uang tanpa imbalan apapun dan memberikan uang yang belum ada barangnya. Jelaslah bahwa fungsi dan metode bank yang
(45)
digunakan oleh bank-bank Islam dalam melakukan bisnis berbeda secara signifikan dari fungsi dan metode yang digunakan oleh bank-bank konvensional.
3. Tujuan Bank Syariah
Islam adalah suatu agama yang praktis, mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya. Selain itu, Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia. Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak,
pelaksanaan dua ajaran al-Qur’an, yaitu: Pertama, prinsip
at-ta’a>wu>n,yaitu saling membantu dan saling bekerja-sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam
al-Qur’an: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…”(QS 5:2). Kedua, prinsip al-Iktina>z yaitu
menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (idle) dan
tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat
umum, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” (QS 4: 29).
(46)
B. Pembiayaan Bank Islam
1. Pengertian Pembiayaan
Kata pembiayaan berasal dari kata dasar biaya yang berarti uang yang dikeluarkan untuk mengadakan, mendirikan dan melakukan sesuatu. Sehingga pembiayaan adalah kegiatan mengeluarkan uang dalam rangka mengadakan, mendirikan atau
melakukan sesuatu.5
Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I
believe, I trust, yang berarti ‘saya percaya’ atau saya menaruh kepercayaan’. Jadi, pembiayaan mempunyai pengertian yakni
kepercayaan (trust) yang berarti bank menaruh kepercayaan kepada
seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan bank selaku penyedia dana.
Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dan atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu.6
5 Upi.edu/bmt/ diakses pada 10 November 2014. 6
Veithzal Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 698.
(47)
2. Unsur Pembiayaan
Pada dasarnya pembiayaan diberikan oleh bank kepada nasabah atas dasar kepercayaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembiayaan adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh nasabah pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Berdasarkan hal diatas, terdapat
beberapa unsur yaitu:7
a) Bank, yang merupakan badan usaha yang memberikan
pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan dana.
b) Mitra usaha, yang merupakan pihak yang mendapatkan
pembiayaan dari bank syariah. Hubungan pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan merupakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, yang diartikan pula sebagai kehidupan saling tolong-menolong.
c) Adanya kepercayaan pemberi pembiayaan kepada penerima
pembiayaan yang didasarkan atas prestasi.
d) Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak pemberi dana
dengan pihak lainnya yang berjanji membayar (pihak penerima dana kepada pihak pemberi dana). Janji membayar tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad pembiayaan) yang disertai dengan saksi.
7
(48)
e) Adanya akad dan penyerahan barang, jasa atau uang dari pemberi
pembiayaan kepada penerima pembiayaan.
f) Adanya unsur waktu yang merupakan unsur esensial dalam
pembiayaan. Pembiayaan terjadi karena unsur waktu, baik dilihat dari pemberi dana maupun dilihat dari penerima dana.
g) Adanya unsur risiko dari kedua belah pihak, baik di pihak pemberi
dana atau pihak penerima dana. Risiko di pihak pemberi dana adalah risiko gagal bayar, baik karena kegagalan usaha (pinjaman komersil) atau ketidakmampuan membayar (pinjaman konsumen) atau karena ketidaksediaannya membayar. Risiko di pihak penerima dana adalah kecurangan dari pihak pembiayaan, antara lain berupa pemberi dana yang semula dimaksudkan oleh pemberi dana untuk mengambil perusahaan yang diberi pembiayaan
h) Adanaya balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah
kepada nasabah. Hal ini juga disebut dengan nisbah dari akad yang telah disepakati antara bank dan nasabah.
3. Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan mencangkup lingkup yang luas.Tujuan pembiayaan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu tujuan
pembiayaan secara makro dan mikro.8 Secara makro, pembiayaan
bertujuan untuk peningkatan ekonomi umat, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan produktivitas, membuka lapangan
8
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 681.
(49)
kerja baru dan terjadi distribusi pendapatan. Sedangkan secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko, pendayagunaan sumber ekonomi dan penyaluran kelebihan dana.
Maka dapat diketahui bahwa tujuan pembiayaan adalah tidak hanya sekedar peningkatan pada aspekprofit saja, melainkan juga pada aspek benefit. Tujuan pembiayaan ini memberikan manfaat, baik bagi bank selaku pemberi peinjaman dan nasabah pembiayaan selaku pengelola dana.
4. Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan mempunyai peranan yangs sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan dan keuangan adalah pembiayaan dapat meningkatkan daya guna dari modal tersebut, meningkatkan daya guna suatu barang, meningkatkan peredaran lalu lintas uang, menimbulkan gairah usaha masyarakat, pembiayaan sebagai alat stabilisasi ekonomi, sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional dan sebagai alat hubungan ekonomi
internasional.9 Pembiayaan juga memberikan manfaat tidak hanya
bagi bank dan nasabah pembiayaan, namun juga pemerintah dan
masyarakat luas.10
5. Jenis Pembiayaan
9
Ibid., 712.
10
(50)
Pembiayaan dapat dijelaskan dari berbagai segi, salah satunya dari segi tujuannya. Pembiayaan jika dilihat dari tujuannya, terdapat
dua pengelompokan yaitu:11
a) Pembiayaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif bertujuan untuk memperoleh barang-barang atau kebutuhan-kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan dalam konsumsi. Pembiayaan konsumsi dibagi menjadi dua bagian yaitu pembiayaan konsumtif untuk umum dan pembiayaan konsumtif untuk pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembiayaan konsumtif memiliki arti ekonomis juga dengan adanya penarikan pembiayaan konsumtif oleh suatu perusahaan, maka proses produksi akan dapat berjalan lancar dan memberikan hasil yang maksimal.
b) Pembiayaan produktif
Pembiayaan produktif bertujuan untuk memungkinkan penerima pembiayaan dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa pembiayaan tersebut tidak dapat diwujudkan. Pembiayaan produktif adalah bentuk pembiayaan yang bertujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi, mulai dari saat pengumpulan bahan mentah, pengolahan dan sampai kepada proses penjualan barang-barang yang sudah jadi. Pembiayaan
11
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 715
(51)
produktif di bank syariah meliputi pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja.
6. Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan seperti, pembelian bahan baku atau mentah, bahan penolong atau pembantu, barang dagangan, biaya eksploitasi barang modal, piutang dan lain-lain. Pembiayaan modal kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya
habis dalam satu siklus usaha.12
Dalam memberikan pembiayaan modal kerja, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti pertumbuhan penjualan, perputaran piutang dagang, perputaran utang dagang, kas dan perhitungan pembiayaan modal kerja. Pengalokasian modal kerja
diperuntukkan kepada piutang dagang dan persediaan barang.13
Pada umumnya, pembiayaan modal kerja tersebut digunakan dalam ranah ekspor seperti pembiayaan pengumpulan barang ekspor termasuk pengolahan, penggudangan, pengepakan dan pengkapalan. Perdagangan dalam negeri seperti perdagangan umum dan distribusi 9 bahan pokok, industri baik manufaktur atau setengah manufaktur, perkebunan, kehutanan dan peternakan,
12
Ismail Nawawi, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 114.
13
Adimarwan Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 234.
(52)
serta prasarana atau jasa-jasa seperti kontraktor, ekspedisi, hotel dan lain-lain.14
Pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang
menggunakan prinsip bagi hasil (baik profit dan loss sharing atau
revenue sharing) dan menggunakan akad musya>rakah. Dengan berbagai hasil, kebutuhan modal kerja pihak pengusaha terpenuhi, sementara kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari
pembagian risiko yang adil.15
C. Pembiayaan Mikro
Pembiayaan mikro adalah suatu kegiatan pembiayaan usaha berupa penghimpunan dana yang dipinjamkan bagi usaha mikro (kecil) yang dikelola oleh pengusaha mikro yaitu masyarakat menengah ke bawah yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata.
Adapun yang dimaksud dengan usaha mikro menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomer 40/KMK.06/2003 tanggal 29 januari 2003 adalah: a) Usaha produktif milik keluarga atau perorangan. b) Penjualan maksimal Rp. 100 juta pertahun. c) Kredit
yang diajukan maksimal Rp 50 juta.16
1. Sistem Pembiayaan Mikro
14
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 718
15 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 125. 16
Owiekus, “Pembiayaan Sektor Mikro dan Pembiayaan Corporate”, dalam http://owiekus.blogspot.com/2012/04/pembiayaan-sektor-mikro-dan-pembiayaan.html, diakses pada 10 November 2014.
(53)
Indonesia mempunyai banyak pengalaman dalam mengembangkan sistem pembiayaan dengan pola manajemen dari
bawah (grass root) atau lebih dikenal sebagai pembiayaan mikro.
Perkembangan pembiayaan mikro secara garis besar ada 2 (dua)
jalur, yaitu: Pertama, sistem ini lahir dan merupakan bagian dari
sistem sosial-kultural masyarakat. Sistem ini bersifat mandiri dan mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat. Bentuk konkrit penerapan sistem ini diantaranya pola arisan atau gotong-royong. Kedua, sistem pembiayaan mikro yang pertumbuhannya diprakarsai melalui program pemerintah. Ada kaitan kepentingan antara motif dan kepentingan pembangunan dengan pendirian lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro yang diprakarsai oleh pemerintah dan menunjukkan eksistensi dan perannya antara lain; Badan kredit Kecamatan (BKK) di jawa tengah dan Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di jawa timur, Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) koperasi serta berbagai bentuk lembaga kredit pedesaan yang memiliki visi menumbuhkan
lembaga keuangan mikro yang mandiri.17
Sistem pembiayaan mikro sepintas kurang professional, memiliki cakupan sempit dan hanya berpusar pada layanan dalam skala sangat sempit. Kesan seperti ini tidak keliru. Keberadaan sistem pembiayaan mikro justru ditopang oleh faktor sosial-
17
Ichad, “Pembiayaan sector Mikro dan Corporate”, dalam
(54)
kultural yang berintegrasi dengan pertimbangan komersial, menciptakan bangun sistem pembiayaan yang mengakar dan memiliki daya tahan kuat yang tidak selalu ditemukan pada sistem pembiayaan formal.
2. Tujuan Pembiayaan Mikro
Tujuan produk pembiayaan ini dijalankan karena ada 3 (tiga) hal, yaitu:18
a) Meningkatkan akses usaha mikro yang ada di masyarakat
terhadap pelayanan pembiayaan di Lembaga Keuangan (LK) Pelaksanaan.
b) Lembaga keuangan (LK) Pelaksanaan sebagai agen
pembangunan di daerah dapat melaksanakan fungsinya sehingga dapat mendukung peningkatan dan perkembangan usaha di sektor pertanian untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
c) Fleksibilitas pembiayaan syariah dapat dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat.
3. Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro19
a) Keterbatasan sumber dana untuk jangka panjang.
b) Kerugian apabila usaha kecil yang diberikan dana tidak terlihat
performancenya.
18
Faeza.blogspot.com/2012/04/tugas -4-pembiayaan-sektor-mikro-vs.html?m=1, diakses pada 13 November 2014.
19
Mikhaparicha, “pembiayaan sector mikro dan corporate”, dalam http://mikhaparicha.blogspot.com/2012/04/pembiayaan-sektor-mikro-dan-corporate.html (10november 2014).
(55)
c) Apabila pembiayaannya tidak mengenali karakteristik dari
sektor pasar.
D. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank syariah untuk menilai suatu permohonan
pembiayaan yang telah diajukan oleh calon nasabah.20
Dengan melakukan analisi permohonan pembiayaan, bank syariah akan memperoleh keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak. Tujuan analisis permohonan pembiayaan adalah untuk mencegah secara dini kemungkinan terjadi kegagalan oleh nasabah. Analisis yang baik akan menghasilkan keputusan yang tepat.
Beberapa analisis dasar yang perlu dilakukan sebelum memutuskan permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur biasa dikenal salah satunya adalah dengan prinsip 5C
(Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of
Economic).21 Dengan penambahan aspek ke-syariah-an (S) bagi objek
yang akan didanai (5C + 1S). 1. Character (Karakter)
Menggambarkan watak dan kepribadian calon nasabah.Bank ingin mengetahui bahwa calon debitur mempunyai karakter yang baik, jujur, dan mempunyai komitmen terhadap
20
Ismail Nawawi, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 119.
21
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Ziktul Hakim, 2007), 153-155.
(56)
pembayaran kembali pembiayaanya. Karakter merupakan faktor yang sangan penting dalam evaluasi calon debitur. Cara yang diperlukan oleh bank untuk mengetahui karakter calon debitur adalah dengan cara:
a) BI Checking
Yaitu melakukan penelitian terhadap calon debitur dengan
melihat data nasabah melaui computer yang online dengan
Bank Indonesia. BI Checking dapat digunakan oleh bank untuk
mengetahui dengan jelas calon debiturnya, baik kualitas pembiayaan calon debitur bila telah menjadi debitur bank lain.
b) Informasi dari pihak lain
Dalam hal calon debitur masih belum memiliki pinjaman di bank lain, maka cara yang efektif ditempuh yaitu dengan meneliti calon debitur melalui pihak-pihak lain yang mengenal dengan baik calon debitur.
2. Capacity (Kemampuan)
Ditujukan untuk mengetahui kemampuan keuangan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan.Kemampuan keuangan calon debitur sangat penting karena merupakan sumber utama pembayaran. Beberapa cara dapat ditempuh dalam mengetahui kemampuan keuangan calon debitur antara lain:
(57)
b) Memeriksa slip gaji dan rekening tabungan
c) Survei ke lokasi calon debitur
3. Capital (Modal Sendiri)
Merupakan jumlah modal yang dimiliki oleh calon debitur atau jumlah dana yang akan disertakan dalam proyek yang dibiayai. Semakin besar modal yang dimiliki dan disertakan oleh calon debitur dalam objek pembiayaan akan semakin besar meyakinkan bagi bank akan keseriusan calon debitur dalam mengajukan pembiayaan dan pembayaran kembali.
4. Collateral (Jaminan)
Merupakan agunan yang diberikan oleh calon debitur atas pembiayaan yang diajukan. Agunan merupakan sumber pembayaran kedua. Dalam hal nasabah tidak dapat membayar angsurannya, maka bank syariah dapat melakukan penjualan tehadap agunan. Hasil penjualan agunan digunakan sebagai sumber pembayaran kedua untuk melunasi pembiayaannya. Secara terperinci pertimbangan atas jaminan dikenal dengan MAST, yaitu:
(58)
Agunan yang diterima oleh bank haruslah agunan yang mudah diperjual-belikan dengan harga yang menarik dan meningkat dari waktu ke waktu.
b) Ascertainability of Value
Agunan yang diterima memiliki standar harga yang lebih pasti. c) Stability of Value
Agunan yang diserahkan bank memiliki harga yang stabil, sehingga ketika agunan dijual, maka hasil penjualan bisa
meng-cover kewajiban debitur.
d) Transferability
Agunan yang diserahkan bank mudah dipindah-tangankan dan mudah dipindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
5. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian. Bank perlu melakukan analisis dampak kondisi ekonomi terhadap usaha calon debitur di masa yang akan datang, untuk mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha calon debitur. Beberapa analisis terkait dengan kondisi ekonomi adalah:
a) Kebijakan pemerintah.
b) Bank akan mengkaitkan antara tempat kerja calon nasabah dan
kondisi ekonomi saat ini dan saat mendatang, sehingga dapat diestimasikan tentang kondisi perusahaan dimana calon debitur bekerja.
(59)
6. Aspek Syariah
Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah adalah meniadakan riba dalam bentuk transaksi apapun, melakukan kegiatan bisnis atau usaha yang berlandasakan kepada prinsip keadilan dan keuntungan yang halal, menyalurkan zakat, melarang monopoli, melakukan kerjasama untuk mencapai manfaat bagi masyarakat dan mengembangkan seluruh aspek kehalalan di dalam bisnis dan
investasi yang tidak dilarang oleh syariat (S) Islam.22
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang pembiayaan menjelaskan bahwa semua bentuk pembiayaan yang di berikan oleh pihak bank syariah kepada calon debitur harus tidak menyalahi hukum syariat (S) Islam dalam tindakan maupun transaksi-transaksi yang lain.23
Disamping itu juga, pernyataan ini diperkuat dengan adanya Pasal 8 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam penjelasan 37 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.24
E. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Macet
Dalam hal mengatasi pembiayaan macet tentunya menimbulkan permasalahan, sehingga pihak bank perlu melakukan
22
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 4.
23 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).
24
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 42.
(60)
penyelamatan agar tidak menimbulkan kerugian. Penyelamatan kredit
atau pembiayaan yang macet, meliputi rescheduling, reconditioning,
restructuring, kombinasi, dan penyitaan jaminan.25 1. Rescheduling
Suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang waktu kredit atau jangka waktu angsuran. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit pembayaran kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 (enam) bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. 2. Reconditioning
Reconditioning maksudnya adalah bank mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti:
a) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok.
b) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Dalam
hal penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.
c) Penurunan suku bunga. Penurunan suku bunga dimaksudkan
agar lebih meringankan beban nasabah. Sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20% per tahun
25
(61)
diturunkan menjadi 18% per tahun. Hal ini tergantung dari pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah.
d) Pembebasan bunga. Dalam pembebasan suku bunga diberikan
kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah tidak akan mampu lagi membayarkan kredit tersebut. Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas.
3. Restructuring
Restructuring merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Tindakan ini meliputi:
a) Dengan penambahan jumlah kredit.
b) Dengan menambahkan equity:
• Dengan menyetor uang tunai.
• Tambahan dari pemiliknya.
4. Kombinasi
Merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang di atas. Seorang nasabah dapat saja diselamatkan dengan kombinasi Recheduling dengan Retructuring, misalnya jangka waktu
(62)
dengan Rescheduling misalnya jangka waktu diperpanjang modal
ditambah.
5. Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya iktikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.
Strategi penyelamatan pembiayaan macet adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik, namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewajiban lainnya. Ada dua upaya untuk ,mengantisipasi risiko pembiayaan macet, yaitu pertama upaya yang
bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak
permohonan pembiayaan diajukan nasabah. Yang kedua upaya
bersifat represif/kuratif yaitu upaya penanggulangan yang bersifat
penyelamatan atau penyelesaian terhadap pembiayaan.26
26
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 82.
(63)
BAB III
IMPLEMENTASI FAKTOR 5C + 1S DALAM PEMBERIAN
PEMBIAYAAN MIKRO DI BANK BRI SYARIAH CABANG
SURABAYA GUBENG
A. Gambaran Umum Bank
BRI Syariah
1. Sejarah Bank BRI Syariah
Berawal dari akuisisi Bank Jasa Arta oleh Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 19 Desember 2007 dan kemudian diikuti dengan perolehan izin dari Bank Indonesia untuk mengubah kegiatan usaha Bank Jasa Arta dari bank umum konvesional menjadi bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada tanggal 16 Oktober 2008, maka lahirlah Bank umum syariah yang diberi nama PT Bank Syariah BRI (yang kemudian disebut dengan nama BRI Syariah) pada tanggal 17 November 2008.
Nama BRI Syariah dipilih untuk menggambarkan secara langsung hubungan Bank dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, selanjutnya disebut Bank Rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia. BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng merupakan anak perusahaan dari Bank
(64)
Rakyat Indonesia yang akan melayani kebutuhan perbankan masyarakat Indonesia dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah.1
Pada tanggal 19 Desember 2008, telah ditandatangani akta pemisahan unit usaha syariah. Penandatanganan akta pemisahan telah dilakukan oleh Sofyan Basir selaku Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia dan Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng, sebagaimana akta pemisahan No. 27 tanggal 19 Desember 2008 dibuat di hadapan notaris Fathiah Helmi SH di Jakarta. Peleburan unit usaha syariah Bank Rakyat Indonesia kedalam BRI Syariah ini berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Setelah peleburan, total aset BRI Syariah mencapai Rp 1.466.664.279.742.
2. Sejarah Berdirinya Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng
BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng berdiri pada pertengahan tahun 2009, sebelum bertempat di jalan raya Gubeng no. 40 Surabaya, kantor cabang Surabaya berada di Rungkut yakni komplek Mega Raya dan menjadikan bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng pertama yang berada di Surabaya.2
1
Tim Praktek Kerja Lapangan, Laporan Praktek Kerja Lapangan di Bank BRI Syariah KCI Gubeng Surabaya, (Laporan Pr0aktek Kerja Lapangan, UNIKOM Surabaya, 2010), 1
2
(65)
3. Visi dan Misi
Visi
Menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna.
Misi
a. Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam kebutuhan finansial nasabah.
b. Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
c. Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapan pun dan dimana pun.
d. Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kualitas hidup dan menghadirkan ketentraman pikiran.3
4. Struktur Organisasi Bank BRI Syariah Cabang Surabaya
Gubeng
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antar tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.
Adapun struktur organisasi Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng yaitu4
3
BRI Syariah, about BRI Syariah, dalam http://BRI Syariah.co.id/?q=visi&misi , diakses pada 2 november 2014.
4
Tim praktek kerja lapangan, Laporan Kerja Lapangan di Bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng, 14.
(1)
disalurkan dalam bentuk pembiayaan harus benar-benar dijaga keamanannya.
Bila pihak bank BRI Syariah melihat adanya potensi terjadinya pembiayaan macet, maka tindakan penyelamatan/ kuratif akan dilakukan. Adapun bentuk penyelamatan yang dilakukan pihak bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng yaitu pemberitahuan by phone, kunjungan terhadap debitur, pemberian surat peringatan 1, surat peringatan 2 dan surat peringatan 3, surat panggilan 1, surat panggilan 2 dan surat panggilan 3, restructuring pembiayaan,1 dengan cara rescheduling tanpa adanya penambahan modal dan yang terakhir yaitu eksekusi jaminan.
1
(2)
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukanoleh penulis, maka dapat disimpulkan yakni:
1. Implementasi faktor 5C + 1S (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economic dan Syariah) pada BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dilakukan untuk mencegah timbulnya pembiayaan macet. Pada implementasi faktor karakter, pihak bank BRI Syariah dapat mengetahui sikap dan perilaku calon debitur dengan melakukan wawancara langsung maupun melakukan wawancara terhadap orang di sekitar lingkungan calon debitur. Pada faktor kapasitas, pihak bank BRI Syariah dapat mengetahui bagaimana kemampuan calon debitur juga menilai kemampuan usaha tersebut untuk menghasilkan laba. Pada faktor modal, bank BRI Syariah dapat mengetahui banyaknya kuantitas atau jumlah barang yang dimiliki oleh calon debitur dan menilainya sebagai bentuk penyertaan modal yang dimiliki pada saat analisa lapangan. Pada faktor jaminan, pihak bank BRI Syariah dapat mengetahui dan menilai jaminan tersebut untuk mengcover kewajiban calon debitur bila suatu saat nanti terjadi hal yang tidak diinginkan. Pada faktor kondisi ekonomi, pihak bank BRI Syariah dapat mengetahui bagaimana
(3)
kondisi usaha tersebut dari pengamatan yang dilakukan pada saat terjun ke objek usaha. Dan pada faktor syariah, bank BRI Syariah dapat mengetahui bagaimana proses produksi hingga proses penjualan produk agar terhindar dari hal-hal yang melanggar aturan syariah yang tentukan. Mengingat bank BRI Syariah menggunakan simbol agama Islam. oleh karena itu, segala bentuk transaksi yang dilakukan wajib menghindari hal-hal yang telah ditetapkan oleh fatwa Dewan Syariah Nasional sebagai dewan pengawas tertinggi perbankan syariah di Indonesia.
2. Faktor-faktor yang menimbulkan pembiayaan macet terjadi karena adanya faktor internal yakni faktor ini berasal dari pihak bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dan faktor eksternal yaitu berasal dari pihak debitur. Dari penelitian ini juga dapat ditemukan faktor baru dari permasalahan pembiayaan macet yang akan timbul yaitu minimnya pendidikan yang ditempuh oleh sebagian calon debitur yang akan menyulitkan pihak bank dalam melakukan analisa terkait kemampuan (Capacity) objek pembiayaan (usaha yang dijalankan) dan ketatnya persaingan usaha, sehingga hal ini akan berpengaruh pada pendapatan usaha debitur dan berimbas pada angsuran yang dilakukannya.
3. Langkah-langkah yang dilakukan pihak bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng dalam mengatasi pembiiayaan macet yakni melalui beberapa tahapan yang telah ditetapkan oleh pihak internal bank BRI
(4)
98
Syariah, namun ketika nasabah masih memiliki iktikad baik untuk melakukan pelunasan terhadap kewajibannya maka pihak bank BRI Syariah merestructuring pembiayaan sebagai bentuk sikap kerjasama dan bentuk keringanan pihak bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng. Berkaitan dengan pelelangan jaminan, sebisanya mungkin bank BRI Syariah tidak melakukan hal itu, jika masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
B.
Saran
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, dapatlah kiranya penulis memberikan saran:
1. Hendaknya pihak bank BRI Syariah Cabang Surabaya Gubeng menggunakan seluruh aspek penilaiannya yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economic dan Syariah dalam melakukan analisa pembiayaannya dan tidak mengesampingkan faktor lain agar dapat menghasilkan analisa pembiayaan yang tepat serta dapat meminimalisir terjadinya pembiayaan macet.
2. Sebisa mungkin pihak bank melakukan maintance terhadap pembiayaan yang telah di biayai setiap agar dapat memantau perkembangan pembiayaan secara berkelanjutan dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta, Gema Insani, 2001.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta, Rajawali Pers, 2011. Arifin, Veithzal Rivai dan Arviyan. Islamic Bank; Sistem Bank Islam Bukan
Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global. Jakarta, Bumi Aksara, 2010.
Arikunto, Suharsimi. Menejemen Penelitian. Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1998. Bank BRI Syariah, dalam http://www.BRI Syariah.co.id/?q=
pembiayaan-mikro, diakses pada 2 Desember 2014. Brosur Pembiayaan Mikro bank BRI Syariah.
Djamil, Faturrahman. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah. Jakarta, Sinar Grafika, 2012.
Faeza.blogspot.com/2012/04/tugas -4-pembiayaan-sektor-mikro-vs.html? m = 1, diakses pada 13 November 2014.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah.
Guncangan besar 10 tahun lalu : apa yang salah dalam membangun indonesia?, dalam m.kompasiana.com/post/read/599723/2/guncangan-
besar-10-tahun-lalu-apa-yang-salah-dalam-membangun-indonesia.html, diakses pada 30 September 2014.
Http://m.merdeka.com/uang/kredit-macet-bank-syariah-lebih-banyak-dari-bank-konvensional.html, diakses pada 29 Oktober 2014.
Http://www.academia.edu/5953960/KRISIS_YUNANI_SERTA_DAMPAK NYA_TERHADAP_EKONOMI_INDONESIA, diakses pada 29 Oktober 2014.
Ichad, “Pembiayaan sector Mikro dan Corporate”, dalam http://pengetahuanmirsad.blogspot.com/2012/04/pembiayaan-sektor-mikro-corporate.html, diakses pada 10 November 2014.
(6)
Kasmir. Dasar Dasar Perbankan. Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011. Karim, Adimarwan. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada, 2006.
Munir, Misbahul. Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah. Malang, UIN-Malang Press, 2009.
Muahaiminkhair.wordpress.com, diakses pada 3 Agustus 2014.
Mikhaparicha, “pembiayaan sector mikro dan corporate”, dalam http://mikhaparicha.blogspot.com/2012/04/pembiayaan-sektor-mikro-dan-corporate.html, diakses pada 10november 2014.
Nawawi, Ismail. Manajemen Risiko; Teori dan Pengantar Praktik Bisnis, Perbankan Islam dan Konvensional. Jakarta, Dwiputra Pustaka Jaya, 2010.
Nawawi, Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta, Kencana, 2011.
Owiekus, “Pembiayaan Sektor Mikro dan Pembiayaan Corporate”, dalam http://owiekus.blogspot.com/2012/04/pembiayaan-sektor-mikro-dan-pembiayaan.html, diakses pada 10 November 2014.
Sukudin dan Mundir. Metode Penelitian: Menimbang dan Mengantar Kesuksesan Anda dalam Dunia Penelitian. Surabaya, Insan Cendekia, 2005.
Sesuai dengan nomer keputusan : S. 55-DIR/FSG/06/2011 bank BRI Syariah tentang restrukturisasi pembiayaan.
Upi.edu/bmt/, diakses pada 10 November 2014.
Wiyono, Slamet. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta, PT Grasindo, 2006. Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta,