CERITA SILAT.doc 2097KB Mar 29 2010 05:00:27 AM

CERITA SILAT
SERIAL BU KEK SIAN SU (4)

MUTIARA HITAM
OLEH:
ASMARAMAN S KHO PING HO
UNTUK KOLEKSI PRIBADI

DIKUMPULKAN OLEH
WAHYU WIDODO

Jalan kecil itu menuju ke kota Taigoan. Jalan yang buruk dan becek, apalagi karena waktu itu
musim hujan telah mulai. Udara selalu diliputi awan mendung, kadangkadang turun hujan
rintikrintik, sambung menyambung menciptakan hawa dingin. Seperti biasa, segala keadaan
di dunia ini selalu mendatangkan untung dan rugi, dipandang dari sudut kepentingan
masingmasing. Para petani menyambut harihari hujan dengan penuh kegembiraan dan
harapan, karena banyak air berarti berkah bagi mereka. Akan tetapi di lain fihak, para
pedagang dan pelancong mengomel dan mengeluh karena pekerjaan atau perjalanan
mereka terganggu oleh jatuhnya hujan rintikrintik yang tak kunjung henti.

Hujan rintikrintik membuat jalan kecil itu sunyi. Dalam keadaan seperti itu, orangorang yang

melakukan perjalanan melalui jalan kecil itu lebih suka menunda perjalanan, beristirahat di
warungwarung sambil minum arak hangat, di kuilkuil atau setidaknya di bawah pohon
rindang, pendeknya asal mereka dapat terlindung dari hujan. Kalaupun ada yang melakukan
perjalanan melalui jalan kecil itu di waktu hujan rintikrintik menambah dingin hawa udara pagi
itu, mereka tentu bergesagesa agar cepat tiba di tempat tujuan. Beberapa ekor kuda
dibalapkan lewat, jupa serombongan kereta lewat dengan cepatnya melalui jalan kecil,
sejenak memecahkan kesunyian dengan suara roda kereta, derap kaki kuda dan cambuk,
diseling suara pengendara yang menyumpah jalan buruk dan hawa dingin.
Akan tetapi pada pagi hari itu, seekor kuda kurus berjalan perlahan melalui jalan kecil itu.
Kuda yang kurus dan buruk, berjalan seenaknya seakan-akan menikmati air hujan yang
berjatuhan jarang di atas kepalanya. Warna kulit kuda ini agaknya dahulunya merah, kini
penuh debu basah sehingga warnanya menjadi coklat dan kotor. Penunggangnya sama
dengan kudanya dalam menghadapi gangguan hujan. Tidak merasa terganggu sama sekali.
Duduk di atas punggung kuda sambil meniup suling! Aneh, mana ada orang lain
berhujanhujan
meniup
suling?
Lakilaki itu tinggi tegap, usianya tentu mendekati lima puluh tahun. Raut wajahnya tampan
dan gagah, pandang matanya sayu namun bersinar tajam. Kepalanya terlindung sebuah topi
lebar, terbuat dari anyaman rumput dan sudah butut, robekrobek pinggirnya. Pakaiannya

longgar dan amat bersih, akan tetapi sudah terhias tambalan di beberapa tempat. Biarpun
keadaan orang dan kudanya membayangkan kemelaratan dan sama sekali tidak menarik,
namun suara sulingnya luar biasa sekali. Sayang bahwa tiupan suling seindah itu tidak
pernah terdengar orang karena setiap kali bertemu orang, lakilaki di atas kuda kurus ini
selalu menghentikan tiupan sulingnya. Agaknya ia tidak suka kalau tiupan sulingnya didengar
orang.
Setelah keluar dari sebuah hutan kecil yang gelap, lakilaki itu menghentikan kudanya.
Sepasang mata yang terlindung topi lebar itu memandang ke kanan kiri. Hutan terganti
kebun dan sawah. Beberapa orang petani sibuk bekerja di ladang, agak jauh dari jalan kecil
itu. Lakilaki itu tampak tertarik dan sejenak wajah yang tampan itu berseri. Kemudian ia
menarik perlahan kendali kudanya. Binatang kurus itu berjalan lagi, seenaknya. Hujan
gerimis sudah mereda, tinggal kecil dan jarang, sebentar lagi juga berhenti. Di timur, sinar
matahari mulai menerobos awan tipis mengusir dingin. Lakilaki itu sejenak memandang ke
arah
matahari
yang
belum
menyilaukan
mata,
lalu

mulutnya
bernyanyi!

"Syarat
adalah
memperbaiki
menghargai
mencinta
menghormat
mengasihi
mencinta
mengundang
menghibur
mengikat

memimpin
orang

negara
sembilan

diri
bijak
sanak
pembesar
pembesar

rakyat

dan
dan

seperti
ahli-ahli

pengunjung
persahabatan
dengan

dari
negara


dunia
kebenaran
sendiri
pandai
keluarga
tinggi
rendah
anak
bangunan
jauh
lain!”

Sambil bernyanyi, lakilaki itu melakukan gerakangerakan aneh dengan sulingnya. Setiap
katakata ia barengi dengan gerakan suling yang kalau diperhatikan merupakan gerakan
menulis kata-kata itu, menulis di udara dan sungguh aneh, setiap gerakan menulis ini
mengakibatkan suara angin melengking yang berbedabeda! Andaikata pada waktu itu
terdapat seorang ahli silat tinggi yang menyaksikan gerakangerakan ini, tentu dia akan
terheranheran dan merasa kagum karena selain melihat gerakan luar biasa, juga akan
merasa betapa dari gerakan ini keluar hawa pukulan mujijat! Akan tetapi, kalau

gerakangerakan sambil bernyanyi itu terlihat oleh orang biasa, tentu ia akan mengira bahwa
laki-laki
berkuda
itu
seorang
yang
miring
otaknya.
Melihat keadaannya yang melarat, tak seorang pun akan mengira bahwa laki-laki ini
sesungguhnya adalah seorang pendekar besar, seorang pendekar sakti yang pada belasan
tahun yang lalu amat terkenal dan sukar dicari tandingnya. Jarang ada orang yang
mengetahui namanya, dan para tokoh dunia persilatan hanya mengenalnya sehagai SULING
EMAS. Telah belasan tahun dunia persilatan kehilangan tokoh ini dan tidak seorang pun tahu
ke mana perginya. Dahulu orang mengenal Kimsiauweng (Pendekar Suling Emas) sebagai
seorang lakilaki yang tinggi tegap dan tampan gagah, pakaiannya terbuat daripada sutera
halus berwarna hitam, dengan sulaman benang emas menggambarkan bulan dan sebatang
suling di bagian dadanya. Dahulu, belasan tahun yang lalu, sepak terjangnya amat
mengagumkan kawan maupun lawan. Mulia seperti malaikat bagi yang tertolong, hebat
mengerikan seperti iblis bagi penjahat yang dibasminya. Itulah dia Suling Emas!


Akan tetapi lakilaki setengah tua yang menunggang kuda kurus itu, yang pakaiannya
membuat ia lebih patut disebut jembel, sama sekali tidak memperlihatkan bekas bahwa
dialah sesungguhnya Suling Emas. Jauh bedanya bagaikan bumi dengan langit. Suling yang
tadi ditiupnya kini berselubung tembaga di luarnya, merupakan suling biasa. Hanya seorang
ahli kalau melihat gerakangerakannya sambil bernyanyi tadi, akan mendapat kenyataan
bahwa selama belasan tahun bersembunyi ini, kepandaian Suling Emas tidaklah mundur,
bahkan makin hebat. Gerakangerakannya tadi sama sekali bukan gerakan seorang gila
hendak menari, melainkan gerakan Ilmu Silat Honginbunhoat, yaitu Ilmu Silat Sastra Awan

dan Angin yang berdasarkan gerakan penulisan hurufhuruf dari kitab Tiongyong!
Nyanyiannya tadi adalah ayatayat dari kitab Tiongyong. Jangan dikira bahwa
gerakangerakan itu hanyalah gerakan sembarangan, karena setiap huruf yang ditulis,
merupakan gerakan lihai sekali, baik dalam bentuk serangan maupun dalam bentuk
tangkisan.
Kuda kurus itu berjalan terus. Sinar matahari pagi kini mencipta suasana cerah dan indah.
Burungburung berkicau menambah keindahan suasana. Lalu lintas mulai ramai setelah kini
hujan berhenti dan tembok kota Taigoan sudah tampak dari jauh, Suling Emas tidak
bernyanyi lagi, tidak pula meniup sulingnya. Bahkan sulingnya, kini tersembunyi di balik
bajunya yang penuh tambalan. Ia menunduk, tidak memperhatikan orangorang yang lewat
dan bersimpang jalan dengannya. Sudah terlalu lama ia mengasingkan diri, perhatiannya

terhadap manusia dan dunia menipis. Kadangkadang ketenangannya terganggu oleh batuk.
Apabila serangkaian batuk menyerangnya, mulutnya membayangkan rasa nyeri yang
ditahantahan. Dan rangkaian batuk yang menyesakkan dada ini membuat ia kecewa.
Suling Emas kecewa akan dirinya sendiri. Percuma saja belasan tahun ia menyembunyikan
diri. Ia dapat bersembunyi daripada dunia ramai, namun ia tidak dapat bersembunyi daripada
pikiran dan hatinya sendiri! Kemanapun juga ia pergi, ke puncakpuncak gunung yang sunyi,
ke dalam guhaguha yang sepi di mana tidak nampak bayangan manusia lain, pikiran dan
perasaan hatinya selalu mengejarnya. Bayangan wajah wanita-wanita yang pernah
merampas hatinya, selalu menggodanya. Ia mempergunakan kekuatan dan kekerasan hati,
menekan semua itu, namun hasilnya merusak jantungnya sendiri. Suling Emas selama
belasan tahun hidup bersengsara, hidup nelangsa, hidup menyiksa batin sendiri, korban
asmara!
Ketika kudanya berjalan perlahan, bermacam kenangan memenuhi kepalanya, kenangan
yang timbul dari serangkaian batuk yang menyerangnya tadi. Karena serangan batuk ini
mengingatkannya kembali akan keadaan dirinya. Teringatlah ia akan nasib ayah bundanya,
nasib gurunya. Mereka itu, orangorang tua yang tidak sempat ia balas dengan kebaktian itu,
yang telah lama meninggalkannya seorang diri di dunia ini, juga mengalami nasib buruk
dalam cinta kasih. Ayah bundanya gagal dalam cinta kasih sehingga bercerai sampai mati.
Kemudian gurunya yang tercinta, gurunya yang menjadi pula pengganti ayah bundanya,
mengalami kegagalan asmara yang lebih pahit pula. Kasihan gurunya Kimmo-Taisu,

pendekar
sakti
yang
patah
hati!
Suling Emas kembali menarik napas panjang, tangan kirinya membenamkan topinya makin
dalam. Matahari di sebelah kanannya mulai menyilaukan mata dan topinya amat baik untuk
melindungi matanya dari sinar matahari. Ia termenung kembali, tampaknya melenggut
ngantuk di atas punggung kudanya. Betapapun sengsara orang tua dan gurunya menjadi
korban asmara gagal, jika dibandingkan dengan apa yang ia alami, mereka itu masih
mendingan! Terbayang wajah wanita yang menjadi cinta pertamanya, gadis yang terjungkal
ke dalam jurang dan tewas pada saat mereka berdua sedang bertunangan! Kemudian wajah
cintanya yang kedua, yang kini menjadi nyonya pangeran, hidup mewah dan mulia bersama
suami dan anakanaknya! Akhirnya terbayang pula wajah cintanya yang ketiga, atau yang
terakhir, wajah Kam Lin Lin, atau lebih tepat sekarang disebut Ratu Yalina, ratu suku bangsa
Khitan
di
utara!
“Ahh, bodoh!” Suling Emas menyendal kendali kudanya merasa gemas kepada dirinya
sendiri yang ia anggap amat lemah. “Engkau sudah tua bangka berpikir yang bukanbukan!”

Di dalam hatinya ia menyumpahi diri sendiri. Lamunan-lamunan, kenangankenangan, dan

pikiran macam itulah yang selalu mengejar dan menggodanya, kemanapun juga ia pergi,
sehingga
akhirnya
timbul
batuk
yang
menggeroti
dadanya.
Kalau sudah terganggu oleh kenang-kenangan seperti itu hatinya serasa diremas, terasa
sakit dan perih, semangatnya melemah dan seluruh tubuhnya lelah, membuat ia malas dan
satusatunya keinginan hanya tidur, kalau mungkin tidur selamanya tanpa sadar lagi! Sebuah
kuil tua di pinggir jalan, di luar kota Taigoan menarik hatinya karena ia melihat tempat
mengaso yang enak dalam kuil tua itu, di mana ia dapat mengaso dan tidur memenuhi
keinginan hatinya. Dibelokkannya kuda kurus itu ke kiri memasuki pekarangan kuil tua yang
penuh rumput, seperti juga kuilnya sendiri yang sudah kosong dan tidak terpelihara,
pekarangan itupun kotor penuh rumput. Akan tetapi hal ini menguntungkan bagi kuda kurus
yang terus saja melahap rumput hijau di depan kuil. Kuda itu dilepas begitu saja oleh Suling
Emas yang memasuki kuil dengan mata setengah tidur! Tanpa menoleh ke kanan kiri tanpa

mempedulikan beberapa orang pengemis yang duduk di sudut ruangan depan, ia terus
melangkah ke dalam, mengebutngebutkan ujung baju membersihkan lantai di sudut yang
kosong, lalu duduk bersandar dinding, terus melenggut tidur! Hanya dengan istirahat
beginilah
batuk
yang
menyerangnya
menjadi
berkurang.
Mengapa pendekar sakti seperti Suling Emas sampai menjadi begini? Padahal, kalau ia
menghendaki kedudukan, Kerajaan Sung akan membuka kesempatan sebesarnya kepada
Suling Emas, tokoh yang sudah banyak dikenal, bahkan Kaisar sendiri memberi
penghargaan kepada Suling Emas, memberi izin istimewa kepada Suling Emas, untuk
memasuki istana setiap saat sesuka hatinya! Selain ini, juga para pimpinan Bengkauw yang
menjadi orangorang paling berpengaruh di samping Kaisar Nancao, juga akan menerimanya
dengan tangan terbuka. Betapa tidak? Suling Emas adalah cucu keponakan dari ketua
Bengkauw! Mengapa ia menolak semua kemuliaan ini dan memilih penghidupan miskin,
terlantar, patah hati dan terserang penyakit?

Para pembaca cerita “SULING EMAS” dan cerita “CINTA BERNODA DARAH” tentu masih
ingat betapa parah cinta kasih yang gagal merobek hati Suling Emas.
Cintanya yang terakhir lebihlebih lagi menghancurkan hatinya. Ikatan cinta kasih antara dia
dan Ratu Yalina, amatlah erat. Masingmasing telah saling mencinta, bahkan Ratu Yalina
tadinya rela mengorbankan kedudukannya untuk menjadi isterinya. Namun, Suling Emas
terpaksa menolaknya. Menolak karena pertama, Suling Emas sebagai seorang tokoh besar
di dunia kangouw tentu saja dimusuhi banyak orang, apalagi karena mendiang ibunya
sewaktu hidupnya telah mengakibatkan banyak permusuhan dengan orangorang dunia
persilatan. Ia tidak mau menyeret Yalina dalam hidup penuh bahaya dan permusuhan.
Kedua, Yalina adalah puteri angkat ayahnya, jadi masih adik angkatnya sendiri, sehingga
kalau mereka berdua berjodoh, tentu akan menjadi bahan ejekan dan cemoohan,
mencemarkan nama baik keluarganya. Ketiga, suku bangsa Khitan amat membutuhkan
bimbingan Ratu Yalina untuk memperkuat kembali suku bangsa itu. Inilah sebabnya
mengapa ia rela berpisah dari kekasihnya itu, rela hidup merana dan menderita tekanan
batin.

Hampir dua puluh tahun ia menyembunyikan diri semenjak berpisah dari Ratu Yalina.
Musuhmusuh ibunya akhirnya merasa bosan mencaricarinya untuk dimintai pertanggungan
jawab akan sepak terjang ibunya puluhan tahun yang lalu. Akhirnya ia, Suling Emas,
dilupakan
orang!
Benarkah itu? Benarkah Suling Emas dilupakan orang? Mudahmudahan demikian, pikir
Suling Emas sambil melenggut. Mudahmudahan dunia sudah lupa kepada Suling Emas!
Lebih dilupakan lebih baik! Siapa yang akan mengenal Suling Emas yang sekarang telah
menjadi seorang jembel setengah tua? Gurunya dahulu pernah hidup sebagai seorang
jembel. Malah jembel yang gila! Berpikir sampai di sini, senyum pahit menghias mulutnya
dan ia membuka sedikit matanya. Kebetulan sekali ia melihat dua orang pengemis tua yang
tadi duduk melenggut di sudut luar, kini keduanya saling berbisik dan menoleh kepadanya.
Kemudian, aneh sekali, dua orang pengemis tua itu menghampirinya dan keduanya
membuat gerakan aneh, yaitu tangan kiri menekan dada kiri arah tempat jantung, dan tangan
kanan diangkat ke atas membentuk lingkaran dengan ibu jari dan jari tengah.
Apa artinya itu? Mengapa mereka memberi salam seaneh itu? Suling Emas tidak mengenal
siapa mereka, juga yakin bahwa tidak mungkin mereka mengenalnya. Akan tetapi mereka itu
sudah menyalamnya, biarpun salam yang lucu dan aneh. Agaknya mereka itu memberi
salam karena mengira dia pun seorang pengemis, jadi segolongan. Dan agaknya para
pengemis di daerah ini sudah lajim menyalam seorang “rekan” secara itu. Untuk menjaga
jangan sampai dua orang itu tersinggung Suling Emas lalu meniru gerakan mereka,
membalas salam itu dengan gerakan yang sama, lalu ia meramkan mata dan melenggut
pula, tidak memperhatikan lagi dua orang itu yang wajahnya sejenak berubah girang sekali
ketika
melihat
balasan
salamnya.
Agaknya seorang di antara dua pengemis tua itu hendak bicara dan Suling Emas diamdiam
merasa geli hatinya, akan tetapi mendadak mereka berdua itu sudah meloncat dan di lain
saat sudah mendengkur lagi sambil duduk bersandar tembok. Gerakan mereka begitu cepat
sehingga diamdiam Suling Emas tercengang, maklum bahwa dua orang pengemis itu
bukanlah pengemis sembarangan, melainkan pengemis kangouw yang berilmu tinggi! Selagi
ia terheran mengapa mereka tidak jadi bicara dan bersikap seaneh itu, tibatiba di luar
terdengar suara langkah kaki orang disusul suara dalam bahasa Khitan yang dimengerti pula
oleh
Suling
Emas.
“Tidak salah lagi. Dia tentu berada di dalam kuil ini. Lihat itu kudanya, aku mengenal kuda
kurus ini!” Demikian suara itu dan diamdiam Suling Emas terkejut. Ia teringat bahwa kemarin
ia melihat tiga orang lakilaki bangsa Khitan yang berpakaian seperti perwira, menunggang
kuda dengan membalap. Mereka itu ketika bersimpang jalan, memandang penuh perhatian
kepadanya. Melihat perwiraperwira Khitan ini, Suling Emas teringat kepada kekasihnya, Ratu
Yalina. Akan tetapi karena pada masa itu Kerajaan Sung bersahabat dengan Kerajaan Khitan
dan adanya orangorang Khitan di wilayah Kerajaan Sung bukanlah hal aneh lagi, maka
Suling Emas tidak menaruh perhatian lagi. Siapa kira, tiga orang itu agaknya menyusul dan
mencarinya
sampai
di
sini!
Sedikit pun Suling Emas tak dapat menduga mengapa ada perwiraperwira Khitan
mencarinya dan mulai timbul dugaan bahwa tentu mereka itu salah lihat, mengira dia orang
lain, maka ia tetap saja duduk dengan sikap tenang. Tiga orang Khitan itu segera muncul di
ruangan dalam kuil itu. Seorang diantara mereka, yang menjadi pemimpin, bertubuh gemuk
dengan kumis melintang tebal. Si Kumis Tebal inilah yang sekarang berdiri dan menjura

kepadanya, memandang tajam, penuh selidik ke arah wajah di bawah topi sambil berkata,
“Taihiap (Pendekar Besar), kami menjalankan perintah Ratu kami yang minta dengan hormat
agar Taihiap suka pergi berkunjung sekarang juga bersama kami ke Khitan.”
Jantung Suling Emas berdebar keras. Baru sekali ini setelah belasan tahun ia mengalami
ketegangan batin. Ratu Khitan Yalina mengundangnya? Apa yang dikehendaki oleh Lin Lin?
Mengapa ingin bertemu? Pertemuan yang tentu hanya akan membuat luka di hatinya
menjadi makin parah saja. Di saat itu juga, ia sudah mengambil keputusan untuk menolak
undangan ini. Akan tetapi ia tidak ingin pula lain orang mengetahui bahwa dia Suling Emas.
Bagaimana
perwira
Khitan
ini
dapat
mengenalnya?
“Apa.... apa yang kaumaksudkan? Aku tidak mengerti omonganmu!” Ia menjawab lirih,
purapura tidak mengerti katakata tadi yang diucapkan dalam bahasa Khitan. Si Kumis Tebal
itu saling lirik dengan dua orang temannya, pada wajahnya terbayang keheranan dan
keraguan.
Ia
segera
berkata
dalam
bahasa
Han.
“Kami diutus junjungan kami untuk mengundang Taihiap berkunjung ke Khitan sekarang juga
bersama
kami.”
Tentu saja Suling Emas maklum bahwa Lin Lin atau Sang Ratu Yalina yang mengundangnya,
akan tetapi ia purapura tidak tahu. Diamdiam ia kagum dan heran sekali akan kecerdikan
orangorang Khitan sehingga berhasil mengenal dan mendapatkannya. “Ah, apa artinya ini?
Aku sama sekali bukan Taihiap, dan aku tidak mengenal siapa itu junjunganmu di Khitan.”

Kembali wajah gemuk itu dibayangi keraguan. “Harap Taihiap jangan berpura-pura lagi.
Junjungan kami adalah Sang Ratu yang mulia di Khitan. Menurut petunjuk yang saya terima,
tidak salah lagi Taihiap orangnya. Kuda kurus itu.... dan bentuk tubuh Taihiap. Perintah
junjungan kami merupakan perintah besar yang harus dilaksanakan sampai berhasil, dan
kami
sudah
bertahuntahun
dalam
usaha
mencari
Taihiap!”
Diamdiam Suling Emas merasa terharu. Kembali terbayang wajah Lin Lin, terbayang semua
peristiwa yang lalu. Lin Lin adalah puteri angkat ayahnya yang ternyata kemudian sebagai
Puteri Mahkota Khitan. Mereka saling mencinta, namun tak mungkin menjadi suami isteri. Ia
telah memenuhi hasrat hatinya, memenuhi permohonan Lin Lin sebelum berpisah sampai
kini dari wanita yang tercinta itu. Ia telah secara diamdiam dan rahasia berkunjung di istana
Sang Ratu Yalina, berdiam sampai satu bulan di dalam kamar Sang Ratu, hidup sebagai
suami isteri penuh cinta kasih, penuh kemesraan selama sebulan, suami isteri di luar
pernikahan yang tak mungkin dilakukan! Mereka berdua runtuh oleh gelora cinta dan nafsu.
Namun hal itu tak dapat dipertahankan terus. Demi menjaga nama baik Yalina sebagai Ratu,
dan demi untuk menjaga nama baik keluarga. Terpaksa Suling Emas harus meninggalkan
Khitan meninggalkan dengan keputusan hati takkan kembali lagi, takkan bertemu lagi
dengan wanita yang dikasihinya, hanya dengan hiburan bahwa wanita yang dicintanya itu
juga mencintanya sepenuh jiwa raga. Mereka bersumpah takkan menikah dengan orang lain.
Belasan tahun hal itu terjadi dan telah lalu. Hampir dua puluh tahun. Dan sekarang tibatiba
Sang Ratu Yalina mengutus perwiraperwiranya untuk mencarinya sampai dapat, untuk

mengundangnya ke Khitan. Apa perlunya? Bukankah kesemuanya itu sudah musnah habis?
“Aku yakin bahwa kalian tentu salah kira dan menganggap aku orang lain. Kalian mengira
aku ini siapakah?” Suling Emas masih berusaha mempertebal keraguan orang.
“Siapa

lagi

Taihiap

ini

kalau

bukan

Kimsiauweng?”

“Aiiihhh....!“ Teriakan tertahan ini terdengar dari sudut ruangan di mana dua orang kakek
pengemis
tadi
duduk
bersandar.
Berdebar keras jantung Suling Emas. Celaka, benarbenar orangorang Khitan ini bermata
tajam. “Ah, apaapaan ini?” teriaknya. “Kalian benarbenar salah melihat orang! Aku bukan
Taihiap, bukan pula Kimsiauweng, kalian lekas pergi saja jangan menggangguku.”
“Taihiap, salah atau tidak, kami harus melakukan kewajiban kami! Petunjuk yang baru kami
terima kemarin dari atasan kami tak salah lagi. Berpakaian sebagai pengemis, bertopi lebar
butut, menunggang kuda kurus. Tidak salah lagi, Harap Taihiap tidak membikin repot kami
dan
suka,
kami
antar
ke
Khitan
sekarang
juga.”
“Hemmm....

kalau

aku

tidak

mau?”

“Kami mendapat perintah untuk mengawal Taihiap ke Khitan, mau atau tidak, karena kami
sudah mendapat wewenang, kalau perlu kami akan memaksa Taihiap.” Sambil berkata
demikian, Si Kumis Tebal itu mengepal tinju dan melangkah dekat. Akan tetapi jelas bahwa ia
gelisah
sehingga
dahinya
penuh
keringat.
“Waahh...., jangan

menghina

kaum

jembel....!”

Kiranya dua orang pengemis tua itu sudah berdiri menghadang di depan tiga orang perwira
Khitan dengan sikap melindungi Suling Emas. Di tangan kanan mereka tampak tongkat
pengemis.
Perwira Khitan yang gemuk itu memandang dengan mata melotot, lalu mem bentak.
“Jembeljembel
Kakek

tua

pengemis

bangka,
yang

kalian

punggungnya

mau

apa

bongkok

mencampuri
tersenyum

lebar,

urusan
lalu

kami?”
berkata.

“Melihat sekaum dihina orang, bagaimana kami dapat tinggal diam? Apalagi kalau yang
kalian hina adalah saudara tua kami yang terhormat.” Kemudian kakek bongkok itu menoleh
ke arah Suling Emas lalu menjura. “Tianglo yang mulia silakan beristirahat yang enak, biarlah
kami berdua mewakili Tianglo memberi hajaran kepada anjinganjing Khitan ini!” Setelah
berkata demikian, kembali ia menghadapi para perwita Khitan dan berkata mengejek,
“Saudara tua kami tidak suka menerima undangan Ratu Khitan, mengapa memaksa?
Sungguh
Ratu
kalian
tak
tahu
malu!”
“Keparat, berani menghina....?” Perwira gemuk itu segera menghantam ke arah dada
pengemis bongkok. Hantaman yang amat kuat sehingga mengeluarkan hawa pukulan yang
menyambar keras. Si Pengemis Bongkok maklum akan kekuatan lawan, maka ia cepat
mengelak. Dua orang perwira lain yang memegang toya juga segera menyerbu dan terjadilah
perkelahian
seru
di
dalam
kuil
tua
ini.

Ketika Suling Emas menyaksikan sikap kedua orang pengemis tua itu terhadapnya, menjadi
makin terheranheran. Kalau para perwira Khitan itu dengan tepat dapat mengenal atau
setidaknya menyangkanya Suling Emas, adalah para pengemis ini mengira dia orang lain
dan menyebutnya Tianglo! Tentu dia dianggap seorang tokoh pengemis yang mereka
hormati. Tidak beres kalau begini, pikirnya. Namun, masih mending dianggap seorang tokoh
pengemis daripada dikenal sebagai Suling Emas! Ia merasa kesal melihat dirinya dijadikan
sebab perkelahian, maka melihat lima orang itu bertanding seru, ia lalu menggunakan
kepandaiannya, sekali berkelebat ia sudah lenyap dari tempat itu, meloncat keluar kuil dan di
lain saat ia sudah menunggang kudanya yang kurus. Akan tetapi sekali ini, kuda kurus itu
memperlihatkan keasliannya ketika Suling Emas menarik kendali dan menendang perutnya,
karena kuda kurus itu berlari amat cepatnya dan melihat gerakan kakinya jelas bahwa kuda
kurus
itu
adalah
seekor
kuda
pilihan!
Biarpun para perwira Khitan itu tiga orang mengeroyok dua orang pengemis tua yang
tubuhnya kurus kering malah seorang diantaranya bongkok, namun mereka itu segera
mendapat kenyataan bahwa dua orang jembel tua itu benar-benar amat lihai! Untung bagi
orang-orang Khitan itu bahwa dua orang jembel tua itu agaknya memang hanya ingin
mempermainkan mereka. Seperti telah disebutkan tadi, pada masa itu, diantara Kerajaan
Sung dan Kerajaan Khitan terdapat persahabatan. Orangorang Khitan tentu saja masih
dianggap bangsa yang “liar” akan tetapi karena orangorang Khitan itu selalu membuktikan
disiplin yang baik dan tidak pernah melakukan kejahatan di wilayah Sung, maka rakyat pun
tidak membenci mereka. Hal ini terjadi setelah suku bangsa Khitan dipimpin oleh Ratu Yalina
yang mengeluarkan peraturanperaturan keras untuk rakyatnya. Karena inilah, agaknya dua
orang pengemis yang terang bukan orangorang sembarangan itu juga enggan untuk
mencelakai tiga orang perwira Khitan itu, melainkan hanya ingin mencegah mereka
memaksa pengemis aneh yang mereka sangka seorang “saudara tua” tadi.
Episode
Print Artikel | Kirim ke Teman

“Eh, ke mana perginya Tianglo....?” Tibatiba Si Bongkok berseru kaget dan keduanya segera
menghentikan pertempuran, bahkan tanpa berkata sesuatu dua orang pengemis itu sudah
meloncat keluar dan sebentar saja lenyap dari situ. Perwira gemuk itu mengejar bersama
dua orang temannya, namun setiba mereka di luar kuil, keadaan sepi saja. Tak nampak
seorang pun manusia. Juga kuda kurus tidak berada pula di depan kuil. Perwira gemuk
berkumis tebal itu mengerutkan keningnya, merabaraba dagu lalu berkata,
“Sungguh meragukan apakah benar dia tadi Suling Emas. Terang dia menolak, dan dua
orang jembel tua bangka tadi sungguh menjemukan, membikin sukar pelaksanaan tugas kita
yang tidak mudah. Kalian lekas beri laporan kepada pusat markas penyelidik di Taigoan,
katakan betapa lihainya dua orang pengemis tua bangka tadi. Kalau dia tadi betul Suling
Emas dan sampai lolos, tentu kita semua akan menerima hukuman berat! Lekas berangkat,
aku
akan
mencoba
mengikuti
jejaknya....“
Dua orang perwira bawahan itu cepat pergi menunggang kuda mereka menuju ke Taigoan,
sedangkan Si Perwira Gemuk juga membalapkan kuda melakukan pengejaran ke arah timur
setelah meneliti jejak kaki kuda yang ditunggangi Suling Emas. Betapa heran hatinya ketika
melihat jejak kaki kuda itu tak pernah berhenti biarpun ia mengikutinya sampai matahari
condong ke barat. Mungkinkah kuda kurus kering mau mati itu dapat melakukan perjalanan

sebegitu jauhnya dan melihat jejaknya selalu berlari cepat? Diamdiam Si Perwira Gemuk
mengeluh dan mengomel. Sudah lebih dari lima tahun ia ditugaskan mencari seorang yang
bernama Suling Emas! Membawa pasukan, bahkan kemudian akhirakhir ini pencaharian dan
penyelidikan diperhebat dengan datangnya para pengawal jagoan dari Khitan yang berpusat
di Taigoan. Namun selama ini, penyelidikannya selalu siasia belaka. Suling Emas yang
dimaksudkan ratunya itu seakanakan lenyap ditelan bumi, atau memang orang itu tidak
pernah
ada!
Kemarin, dia menerima berita dari seorang di antara penyelidik yang disebar di manamana,
bahwa seorang penunggang kuda kurus yang perawakannya sama dengan orang yang
selama ini dicaricari. Dengan penuh semangat dia bersama dua orang pembantunya
melakukan penyelidikan dan akhirnya bertemu dengan Suling Emas di dalam kuil itu. Aneh
sekali caranya orang itu melenyapkan diri, pikir Si Perwira Gemuk sambil mengepal tinju.
Mengapa tidak seorang pun di antara mereka ada yang tahu? Padahal, dua orang pengemis
tua itu jelas memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Namun mereka pun tidak melihat perginya
orang yang disangka Suling Emas itu. Hal ini hanya berarti bahwa orang itu memiliki ilmu
kepandaian hebat. Cocok dengan gambaran tentang diri Suling Emas yang oleh para
pengawal istana disohorkan memiliki kepandaian seperti dewa! Sekali ini harus berhasil,
pikirnya. Harus berakhir pengejaran dan penyelidikan yang bertahuntahun ini!
Suling Emas membalapkan kudanya dan baru ia membiarkan kudanya mengaso dan
berjalan perlahan setelah lewat tengah hari. Ia tidak jadi pergi ke Taigoan. Ia harus melarikan
diri, tak peduli ke mana, asal jangan sampai bertemu dengan orangorang Khitan itu. Kembali
jatuh hujan rintikrintik, akan tetapi ia tidak peduli. Mengapa, Lin Lin berusaha keras untuk
mengundangnya ke Khitan? Apakah selama ini Lin Lin juga hidup menderita batin seperti
dia? Kasihan Lin Lin! Ia tahu betapa mendalam cinta kasih Lin Lin kepadanya dan betapa
perpisahan itu akan membuat Lin Lin hidup sebagai Ratu Yalina, terkurung dalam istana,
yang
keras
dan
sunyi!
“Oughhh....!” Kembali serangkaian batuk menyerang Suling Fmas. Selalu ia terserang batuk
kalau pikirannya mengenang masa lalu yang menimbulkan duka. Agaknya serangan batuk
kali ini hebat sehingga ia terbatukbatuk dan tubuhnya berguncangguncang di atas kuda,
wajahnya menjadi pucat, napasnya terengah-engah. Sudah lama ia terserang penyakit,
bertahuntahun sudah, akan tetapi ia tidak pernah mempedulikannya, tidak mau mencari obat.
Biarlah demikian pikirnya setiap kali timbul keinginan mengobati penyakitnya, kalau penyakit
ini mengakibatkan kematian alangkah baiknya. Bebas daripada duka nestapa dan derita
batin!
Betapa besar kekuasaan asmara! Kuasa menciptakan sorga maupun neraka dalam
penghidupan manusia! Suling Emas yang dahulu terkenal gagah perkasa, tahu akan segala
filsafat hidup, menguasai berbagai ilmu yang tinggi dan pelikpelik, namun sekali
tercengkeram asmara, menjadi lemah seperti seorang yang bodoh dan tidak mengerti
apaapa, menjadi begitu lemah sehingga tidak mampu menguasai dirinya sendiri!
Betapa ingin hatinya bertemu kembali dengan Ratu Yalina! Betapa ingin hatinya dapat
memandang wajah wanita yang dikasihinya itu, dapat memegang tangannya. Ah, akan tetapi
bagaimana mungkin? Dia sudah tua, juga Lin Lin bukanlah orang muda lagi. Dahulupun di
waktu mereka masih muda, hal ini tak mungkin dilakukan tanpa mengakibatkan noda nama.
Apalagi sekarang, Lin Lin adalah seorang ratu yang disembah rakyatnya, sedangkan dia....
dia seorang sebatang kara dan miskin. Betapa mungkin ia menjerat Lin Lin ke dalam
kehinaan?

“Tidak!” Suara hati terucapkan bibirnya. “Aku harus bertahan! Dia tidak boleh merendahkan
diri, tidak boleh bertemu denganku!” Keputusan ini membuat Suling Emas seketika
mengeluarkan sebuah saputangan lebar dan ditutupnyalah sebagian mukanya dengan
saputangan.
Jangan
sampai
orangorang
Khitan
itu
mengenalku!
Akan tetapi, keputusan yang amat berlawanan dengan hasrat hati ini makin memayahkan
keadaannya. Serasa ditusuk-tusuk jantungnya sehingga tubuhnya makin lemah. Ia
terbatukbatuk lagi dan akhirnya ia terguling roboh dari atas punggung kudanya, jatuh dan
rebah di atas tanah tak sadarkan diri! Kudanya mengeluarkan suara meringkik perlahan,
berhenti dan membalikkan tubuh. Dengan hidungnya kuda kurus itu mendengus-dengus
menciumi kepala Suling Emas. Biasanya kalau ia melakukan hal ini, majikannya lalu
mengeluselus kepala dan lehernya. Akan tetapi sekarang, majikannya diam saja tak
bergerak. Hal ini menyusahkan hati si Kuda, yang kembali meringkik dan menjauhkan diri,
berlindung di bawah pohon dari serangan hujan yang makin menderas sambil makan
ujungujung rumput hijau.

Suling Emas tidak tahu berapa lama ia rebah pingsan di tempat itu. Pakaiannya basah
kuyup, topi dan saputangannya masih menutupi mukanya. Ketika ia siuman kembali, ia
mendengar suara orangorang bergerak di dekatnya. Cepat Suling Emas membuka mata
sambil menahan batuk yang mulai menyerangnya lagi. Kiranya dua orang kakek pengemis
yang tadi bertempur melawan orang-orang Khitan di dalam kuil telah berada di dekatnya!
Mereka itu berlutut di kanan kirinya dengan sikap hormat sekali, dan kakek yang bongkok
berkata,
“Tianglo, maafkan kami yang baru sekarang dapat bertemu dengan Tianglo, sehingga
Tianglo
mengalami
keadaan
begini
sengsara....”
“Hemmm...., kaukira aku ini....?” Suling Emas bertanya perlahan akan tetapi tidak
melanjutkan
katakatanya
karena
kembali
ia
terbatukbatuk.
“Ahh...., Tianglo, kali ini kami tidak akan salah lihat! Engkau Yu Kang Tianglo yang mengenal
baik tanda rahasia dengan tangan dari perkumpulan kita, Khongsim Kaipang! Tianglo .... “
“Aku bukan Yu Kang Tianglo....!” Suling Emas memotong dengan suara keras. Ia sudah
mengenal siapa Yu Kang Tianglo. Dahulu pernah ia bekerja sama, dengan Yu Kang, tiga
puluh tahun yang lalu. Ketika itu Yu Kang adalah seorang tokoh dari Khongsim Kaipang
berusia tiga puluh tahun, yang berusaha membalas dendam kematian ayahnya di tangan
seorang di antara Enam Iblis Dunia bernama Itgan Kaiong. Karena ketika itu Itgan Kaiong
merupakan seorang tokoh jahat, Suling Emas lalu turun tangan, membantu Yu Kang
merobohkan Itgan Kaiong sehingga Yu Kang dapat membalas dendam (baca cerita SULING
EMAS).
Aneh sekali, pikirnya. Biarpun Yu Kang dan dia memang memiliki bentuk tubuh yang hampir
sama, akan tetapi seingatnya, Yu Kang dahulu lebih tua dari padanya. Sedikitnya lebih tua
lima tahun! Agaknya, Yu Kang juga seperti dia, mengasingkan diri sehingga para pengemis
ini
tidak
dapat
membedakan
antara
dia
dan
Yu
Kang.

“Harap Tianglo mengingat akan perkumpulan kita dan menaruh kasihan kepada kami!
Semenjak merobobkan Itgan Kaiong tiga puluh tahun yang lalu, Tianglo menghilang. Kami
mengira bahwa Tianglo khawatir akan pembalasan It-gan Kaiong maka sengaja
mengasingkan diri. Akan tetapi setelah belasan tahun yang lalu Itgan Kaiong tewas mengapa
Tianglo
masih
juga
mengasingkan
diri?
Apakah Tianglo tidak kasihan kepada saudarasaudara kita yang sudah terlalu lama
kehilangan
pemimpin
yang
bijaksana?”
Selagi pengemis bongkok itu bicara dengan penuh permohonan, diamdiam Suling Emas
berpikir. Hemm, mengapa tidak? Biarlah Yu Kang menyembunyikan diri dan dia yang
menggantikannya! Pertama, karena ia tahu bahwa perkumpulan Khongsim Kaipang adalah
perkumpulan baikbaik sehingga sudah sepatutnya kalau ia bela. Kedua, dengan menyamar
menjadi Yu Kang, Ia dapat menyembunyikan diri daripada pengejaran Lin Lin.
Pada saat itu, hujan turun lagi dengan derasnya dan pengemis tua yang memegang tongkat
berseru, “Ah, dasar bandel monyet gendut itu! Dia berani muncul lagi!”
Suling Emas kaget dan segera bangun berdiri. “Saudarasaudara, biarkanlah aku sendiri
menghadapinya.” Ia berkata ketika melihat dua orang pengemis tua itu degan marah hendak
menerjang maju. Mendengar ini., dua kakek itu menjadi girang dan menanti di kanan kiri.
Perwira Khitan yang gemuk itu melangkah lebar menghampiri tempat itu, menempuh hujan.
Ketika melihat orang yang dicarinya berdiri di depannya dengan muka sebagian tertutup
saputangan sedangkan dua orang pengemis tua yang lihai tadi berdiri di kanan kirinya. Ia
terkejut. Akan tetapi segera ia menyeringai dan berkata. “Terpaksa saya harus mengikuti
Taihiap sampai di manapun juga. Saya mempertaruhkan nyawa untuk tugas ini!”
Suling Emas bertanya. “Tugasmu adalah mencari orang yang berjuluk Kim-siauweng,
bukan?”
“Betul,
“Dan
“Tidak
“Apakah

Taihiap.”
engkau

mengira

bisa
engkau

bahwa

salah
pernah

lagi,

akulah

orang

beginilah
bertemu

dengan

yang

kaucari

menurut
Suling

itu?”

petunjuk.”
Emas?”

“Waah.... belum pernah. Akan tetapi, petunjuknya cocok, dan akan ada seorang atasanku
yang
pernah
bertemu
dan
akan
mengenal
Taihiap.”
“Kalau begitu, jangan membandel. Katakan kepada atasanmu bahwa yang kausangka Suling
Emas itu sebetulnya adalah Yu Kang Tianglo, ketua dari Khong-sim Kaipang! Sudah, jangan
engkau mengganggu kami lagi!” Ia menoleh kepada dua orang pengemis tua sambil berkata,
suaranya
memerintah,
“Mari
kita
pergi!”
Si Perwira Khitan yang gendut itu terkejut dan meragu. Ia melangkah maju.... tetapi....,”
Baru sampai sekian ucapannya, Suling Emas mengulurkan tangannya dan perwira itu
tibatiba berdiri kaku tak bergerak. Ia telah menjadi korban totokan yang luar biasa sekali!

Melihat ini, dua orang pengemis tua yang sudah kegirangan itu menjadi kagum sekali lalu
mereka berdua menjatuhkan diri berlutut di depan Suling Emas sambil berkata, “Pangcu
(Ketua)....!”
Di balik saputangan, Suling Emas tersenyum masam, lalu mengibaskan tangan baju dan
berkata
karena,.”Bangunlah
dan
mari
kita
pergi.”
Dengan muka gembira dan taat sekali, dua orang pengemis tua itu bangkit dan pergilah
mereka bertiga menempuh hujan meninggalkan perwira Khitan yang masih berdiri seperti
patung. Ketika hujan mulai berhenti, mereka sudah berteduh di dalam sebuah gubuk petani
di tengah ladang. Kuda kurus tunggangan Suling Emas tadi berjalan mengikuti majikannya
yang memanggilnya Siauwma, dan kini makan rumput di pinggir jalan ketika majikannya
duduk
di
dalam
gubuk
bersama
dua
orang
kakek
pengemis.
“Dan sekarang, ceritakanlah siapa kalian, dan apa sebabnya kalian memaksa aku yang
sudah puluhan tahun mengasingkan diri dan tidak mau mencampuri urusan kaipang
(perkumpulan pengemis) atau mengapa kalian mengganggu ketenanganku hidupku?”
Ketika dua orang kakek pengemis itu secara bergantian mulai bercerita, Suling Emas
mendengarkan penuturan yang amat menarik hatinya sehingga ia menaruh perhatian. Tak
disangkanya bahwa selama ia mengasingkan diri telah terjadi banyak hal hebat di dunia.
kangouw.

Selama puluhan tahun, ketika dunia kangouw dikuasai oleh Enam Iblis Bumi Langit, dunia
pengemis juga terlanda malapetaka karena seorang di antara Enam Iblis, yaitu Itgan Kaiong,
merajai dunia pengemis. Setelah akhirnya Itgan Kaiong tewas, dunia pengemis yang sudah
terbebas dari kekuasaan jahat itu menjadi kacau, kehilangan pimpinan dan terpecahpecah
karena terjadi perebutan kekuasaan antara golongan pengemis yang baik dan golongan
pengemis yang jahat. Golongan lain di dunia kangouw telah mendapatkan pimpinanpimpinan
baru dan fihak yang jahat dapat dibersihkan. Akan tetapi hanya golongan pengemis saja
yang belum mempunyai pemimpin yang kuat sehingga fihak yang jahat selalu menimbulkan
kekacauan dan terjadilah pertentanganpertentangan hebat di antara mereka sendiri. Melihat
kelemahan dunia pengemis ini maka orangorang jahat yang terusir dan tidak mendapatkan
tempat di dalam golongan lain, lalu menyelundup masuk ke dalam dunia pengemis untuk
mencari
kedudukan.
Khongsim Kaipang adalah sebuah perkumpulan pengemis yang besar dan berpengaruh,
berpusat di kota Kanghu. Sejak puluhan tahun yang lalu Khong-sim Kaipang termasuk
golongan partai bersih yang mengutamakan kebenaran dan selalu memusuhi kejahatan.
Akan tetapi karena sudah puluhan tahun tidak mempunyai ketua yang pandai Khongsim Kaipang kehilangan pengaruhnya sebagai perkumpulan besar sehingga tidak dapat menjadi
peranan penting dalam dunia pengemis. Namun karena dahulu pernah dipimpin oleh
orangorang bijaksana seperti Yu Kang Tianglo, mendiang ayah Yu Kang, para anggautanya
masih setia dan mereka inilah yang merasa prihatin melihat keadaan dunia pengemis yang

mulai

dicengkeram

oleh

golongan

hitam.

Beberapa kali para tokoh Khongsim Kaipang berusaha untuk membersihkan dunia pengemis
daripada pengaruh oknum-oknum jahat, akan tetapi setiap kali usaha mereka gagal, bahkan
banyak di antara mereka yang tewas dalam bentrokan itu. Akhirnya, dari banyak tokoh
Khongsim Kaipang hanya tinggal dua orang tokoh yang termasuk orangorang tingkat tinggi di
perkumpulan itu. Mereka ini adalah Gaklokai si kakek jembel bongkok dan Ciamlokai si
kakek jembel bertongkat. Dua orang kakek ini maklum bahwa kalau Khongsim Kaipang tidak
segera mendapat pimpinan yang tepat dan bijaksana, akan rusaklah keadaannya, tidak
hanya keadaan perkumpulan mereka, juga dunia pengemis akan terjatuh ke tangan orang
jahat. Mereka teringat akan Yu Kang yang puluhan tahun lamanya tak pernah muncul. Hanya
putera mendiang Yu Jin Tianglo itulah kiranya yang akan dapat membangun kembali
Khongsim Kaipang. Maka mulailah mereka berdua merantau dan mencari Yu Kang Tianglo
sampai mereka berjumpa dengan Suling Emas dan mengira bahwa pendekar ini adalah
orang
yang
mereka
caricari.
“Demikianlah Pangcu. Tanpa mengenal lelah kami berdua mencarimu sampai belasan tahun.
Kami mendengar bahwa Tianglo merantau ke dunia barat. Kami telah menyusulmu ke sana,
hampir celaka di negeri asing itu. Akan tetapi di sana kami mendengar bahwa Tianglo telah
kembali ke timur sehingga kami kembali menyusul ke sini, untung dapat bertemu dengan
Tianglo di kuil rusak. Agaknya Tuhan memang telah memanggil kembali Tianglo untuk
memimpin dunia pengemis, karena kalau Tianglo tidak menaruh kasihan, tentu dunia
pengemis akan terjatuh ke tangan iblisiblis baru dan terseret ke dalam golongan hitam!”
Demikian
mereka
berdua
menutup
penuturan
mereka.
Suling Emas termenung sejenak. Ia mempertimbangkan keadaannya, kemudian menarik
napas panjang dan berkata, “Apakah kalian hendak menarik aku menduduki kursi ketua
Khongsim Kaipang? Aku yang sudah biasa merantau bebas seperti burung di udara,
bagaimana bisa terikat dan terkurung? Sungguh tak mungkin dapat kulakukan!” Ia
menggelenggeleng
kepala
dan
menarik
napas
panjang.
“Tidak usah sampai begitu, Pangcu!” kata kakek bongkok yang bernama Gaklokai
cepatcepat. “Cukup asal pangcu memperkenalkan diri sebagai ketua Khongsim Kaipang dan
menghadiri pertemuan besar para ketua perkumpulan-perkumpulan pengemis yang akan
diadakan di permulaan musim semi. Pertama untuk membangun kembali semangat para
anggauta Khongsim Kaipang, kedua untuk mencegah dunia pengemis terjatuh ke tangan
kaum sesat. Mohon kiranya pangcu tidak akan tega membiarkan kehancuran Khongsim
Kaipang dan dunia pengemis umumnya.” Setelah berkata demikian kedua orang kakek itu
kembali
menjatuhkan
diri
berlutut
di
depan
Suling
Emas.
Diamdiam Suling Emas terkenang kepada Yu In Tianglo, seorang tokoh Khongsim Kaipang
yang bijaksana dan putera ketua ini, Yu Kang, seorang pengemis yang gagah perkasa. Ayah
dan anak ini adalah orangorang gagah yang sudah sepatutnya dibela. Memang kasihan dan
sayang sekali kalau perkumpulan pengemis yang sudah terkenal sebagai golongan kaum
bersih ini sampai terseret ke dalam lembah kejahatan. Selain ini, juga ia mendapat
kesempatan untuk menyembunyikan diri dari kejaran orang-orang Khitan! Kalau ia sudah
mengaku sebagai ketua Khongsim Kaipang, mustahil kalau para petugas yang diutus Lin Lin
itu
akan
mengejarnya
lagi
dan
menyangkanya
Suling
Emas!
“Baiklah,” Akhirnya ia berkata. “Akan kucoba sekuat tenagaku mencegah kaum sesat
menguasai dunia pengemis. Akan tetapi aku hanya mau menjadi pangcu dari Khongsim

Kaipang dengan syarat, pertama apabila semua sudah beres, aku tidak mau tetap tinggal di
satu tempat. Urusan kaipang boleh kalian urus sedangkan aku tetap akan melakukan
perantauan seperti biasa, tanpa ada yang mengganggu. Kedua, aku tidak ingin
memperkenalkan mukaku kepada orang lain sehingga dalam kedudukan sebagai pangcu,
aku akan selalu menutup mukaku. Kalian pun harus bersumpah bahwa kau tidak pernah
melihat
mukaku.
Mengerti?”
Dua orang kakek pengemis yang merasa yakin bahwa pendekar ini tentulah Yu Kang Tianglo
menjadi gembira sekali. Dengan bercucuran air mata saking girangnya mereka menyanggupi
semua
permintaan
Suling
Emas.
“Cukup, sekarang pergilah kalian. Tunggu kedatanganku di Kanghu waktu bulan purnama
yang akan datang. Bukankah pusat Khongsim Kaipang masih berada di kuil tua, di luar kota
Kang-hu?”
Dua orang kakek itu makin girang dan tidak raguragu lagi mereka sekarang bahwa orang ini
tentulah Yu Kang putera mendiang ketua Yu Jin Tianglo yang lenyap ketika berusia tiga belas
tahun dan ketika Khongsim Kai-pang diserbu penjahat. Mereka menganggukangguk dan
dengan mata basah air mata saking terharunya kakek bongkok berkata, “Tentu saja masih di
sana, Pangcu. Siapa dapat melupakan kuil itu?”

Suling Emas menarik napas panjang memberi tanda dengan tangan agar kedua orang kakek
itu pergi. Setelah mereka pergi, baru ia melompat ke atas punggung kudanya menepuknepuk
leher
kudanya
sambil
berkata
lirih,
“Siauwma, mau tak mau kita harus mengalami halhal baru di antara para pengemis itu.
Terpaksa Siauwma, terpaksa....! Ataukah.... lebih baik ke Khitan....? Ah, tidak....! Jangan!
Biarlah
untuk
sementara
aku
menjadi
ketua
pengemis!”
Berjalanlah kuda itu perlahanlahan. Hujan telah berhenti dan tak lama kemudian
terdengarlah suara suling ditiup, suaranya mengalun dan mengharukan, menggetarkan jiwa
tertekan
dan
batin
menderita.
***

Pada masa itu, Kerajaan Sung dipimpin oleh kaisarnya yang ke dua, yaitu Sung Thai Cung.
Sungguhpun kemajuan di jaman Kerajaan Sung ini tidak dapat menandingi kerajaankerajaan
yang lalu sebelum jaman Lima Wangsa, namun jika dibandingkan dengan jaman
pemerintahan Sung Thai Cu kaisar pertama Kerajaan Sung, maka pemerintahan kaisar ke
dua ini boleh dibilang mengalami kemajuan. Hasil yang dicapai lebih besar. Ia telah berhasil
menjatuhkan Kerajaan Houhan di Shansi, Kerajaan Wuyue di selatan, dan kerajaankerajaan
kecil lainnya, kemudian memasukkan daerah kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan ini ke
dalam
wilayah
Sung.

Namun harus diakui bahwa terhadap dua buah kerajaan, yaitu kerajaan bangsa Khitan di
timur laut yang terutama, dan Kerajaan Nancao di daerah Yunan, Kaisar Sung Thai Cung
tidak berdaya. Mulamula memang diusahakannya untuk menaklukkan dua buah kerajaan ini,
namun selalu gagal. Bahkan berkalikali bala tentara Sung terpukul mundur sehingga
akhirnya kaisar tidak mendesak lagi. Hanya perang dan bentrokan kecilkecilan terjadi di
perbatasan, namun tidak ada artinya. Bahkan akhirnya, Kerajaan Sung mengambil sikap dan
politik lunak, mendekati dua kerajaan ini dan bahkan mengirim upetiupeti sebagai tanda
persahabatan!
Tidaklah amat mengherankan apabila ditinjau keadaan dua kerajaan di sebelah utara dan
sebelah selatan itu. Semenjak dipegang oleh Ratu Yalina, Kerajaan Khitan menjadi sebuah
kerajaan yang amat kuat sehingga sukar dikalahkan, bahkan bangsa Khitan telah
menaklukkan bangsabangsa nomad lain yang berkeliaran di daerah utara sehingga
kerajaannya menjadi makin besar. Adapun Kerajaan Nancao, sungguhpun hanya merupakan
kerajaan kecil, namun yang berkuasa di situ adalah kaum Agama Bengkauw yang
mempunyai
banyak
orang
pandai,
setia
dan
berdisiplin.
Karena cerita ini banyak menyangkut keadaan Kerajaan Khitan, maka marilah kita
menjenguk keadaan kerajaan di sebelah utara dan timur laut itu. Bangsa Khitan adalah
bangsa nomad yang besar, terdiri dari orangorang gagah perkasa dan ulet. Keadaan hidup
mereka yang selalu berpindahpindah untuk mencari tempat yang lebih baik dan untuk
menyesuaikan diri dengan iklim yang buruk, kesukaran hidup berjuang dengan alam,
membuat mereka menjadi bangsa yang ulet, tabah dan pantang mundur.
Semenjak bangsa Khitan dipimpin oleh Ratu Yalina, kerajaan ini mengalami kemajuan pesat.
Di dalam cerita CINTA BERNODA DARAH, diceritakan betapa Ratu Yalina ini di waktu
keciinya diangkat sebagai anak oleh seorang jenderal besar bangsa Han, dan di waktu
remaja menerima gemblengan ilmu silat dari orangorang pandai. Bahkan sebelum menjadi
ratu, secara kebetulan sekali ia telah menemukan sebuah pusaka peninggalan Patjiu Sinong
Liu Gan ketua Bengkauw di Nancao, yaitu catatan ilmu yang dahsyat, yang dirahasiakan.
Setelah mewarisi ilmu yang disebut Cap-shasinkun (Tiga Belas Jurus Ilmu Silat Sakti) inilah
maka ilmu kepandaian Ratu Yalina amat hebat dan sukar dicari tandingannya.
Di waktu masih remaja, Ratu Yalina ini pernah mengalami derita batin yang takkan dapat ia
lupakan selama hidup. Antara dia dan Suling Emas, terjalin kasih asmara yang amat
mendalam. Keadaanlah yang memaksa mereka berpisah, yang tidak memungkinkan
perjodohan di antara mereka. Apa sebabnya? Bukan lain oleh karena kebetulan sekali bahwa
Suling Emas adalah “kakak angkatnya” sendiri, putera kandung ayah angkatnya, Jenderal
Kam! Sebetulnya hal ini bukanlah menjadi halangan benar bagi Puteri Yalina yang ketika itu
belum menjadi ratu. Akan tetapi Suling Emas yang berkeras tidak mau, bukan hanya karena
masih saudara angkat, juga terutama sekali karena Yalina amat diperlukan oleh bangsanya
untuk
menjadi
Ratu
sehingga
Suling
Emas
mengalah
dan
pergi!
Akan tetapi, sebelum mereka saling berpisah untuk puluhan tahun lamanya itu, Suling Emas
telah memenuhi permohonan Ratu Yalina untuk tinggal di dalam istananya selama sebulan.
Menjadi suami di luar nikah! Biarpun tidak berhasil menjadi suami isteri, namun mereka telah
saling menumpahkan cinta kasih mereka yang mendalam, tak kuasa menahan rindu hati
yang
tak
tercapai
karena
halangan
keadaan
lahir.
Betapa tersiksa dan menderita batin Ratu Yalina ketika kekasihnya sudah pergi, ia mendapat

kenyataan bahwa ia mengandung! Peristiwa yang bagi setiap orang isteri merupakan
kebahagiaan mutlak ini, bagi Ratu Yalina bahkan merupakan derita dan siksa batin! Betapa
tidak? Ia seorang ratu! Seorang ratu dan bukan seorang isteri. Ia tidak bersuami. Ia secara
resmi masih seorang gadis! Dan ia mengandung! Kalau saja Ratu Yalina tidak teringat akan
kedudukannya, tidak ingat akan bangsanya yang dikasihinya, tentu ia sudah melarikan diri
dari Khitan, melarikan diri untuk mencari Suling Emas, kekasih dan.... suaminya, biarpun
hanya
suami
tidak
sah!
Ratu Yalina merasa tersiksa. Ia berduka dan juga malu. Bagaimana kalau nanti bangsanya
mengetahui bahwa ratunya yang masih belum menikah itu mengandung? Hampir saja Ratu
Yalina putus asa. Lebih baik mati membunuh diri daripada menanggung aib yang hebat!
Akan tetapi, untung baginya bahwa panglimanya, orang yang paling dipercayanya karena
panglima ini diamdiam juga mencintainya tahu akan rahasianya. Panglima ini Panglima
Kayabu namanya, seorang Khitan yang gagah perkasa, tahu bahwa antara ratunya dan
Suling Emas terjalin cinta kasih yang mendalam. Tahu pula bahwa demi bangsanya, ratunya
rela berkorban perasaan, berpisah dari kekasihnya. Ia tahu pula bahwa Suling Emas ditahan
dalam istana ratunya sampai sebulan sebelum mereka berdua saling berpisah. Kemudian ia
tahu pula bahwa ratunya telah mengandung!

Secara rahasia, dijumpailah Ratu Yalina. Pada saat itulah terbukti kesetiaan Panglima
Kayabu. Karena panglima ini telah dapat menduga kesemuanya, sambil menangis Ratu
Yalina membuka rahasianya dan menyerahkan nasibnya ke tangan panglimanya yang juga
menjadi sahabat satusatunya dalam menghadapi peristiwa hebat ini. Kayabu menghiburnya
dan memberi usul bahwa Sang Ratu seyogianya memelihara kandungannya dan secara
rahasia kelak melahirkan anak. Sementara itu, dia sendiri secara serentak akan memillh
seorang gadis Khitan dan mengawininya, kemudian kelak kalau Sang Ratu melahirkan an