BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengujian Mesin Pendingin Ruangan Dengan Menggunakan Energi Surya Dan Campuran Air, Garam, Dan Es Sebagai Media Pendingin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mesin Pendingin

  Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya lebih tinggi. Di dalam sistem pendinginan dalam menjaga temperatur rendah memerlukan pembuangan kalor dari produk pada

  [4] temperatur rendah ke tempat pembuangan kalor yang lebih tinggi.

  Teknik refrigerasi merupakan salah satu ilmu dalam mempelajari mesin pendingin. Teknik refrigerasi adalah semua teknik yang digunakan untuk menurunkan temperatur suatu medium sampai lebih rendah daripada temperatur lingkungannya. Dalam melakukan proses penurunan suhu ini, maka sejumlah energi dalam bentuk panas harus diambil dari medium tersebut dan dibuang ke lingkungan. Secara alami, panas hanya akan berpindah dari medium yang temperaturnya lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Dengan kata lain, perpindahan panas dari medium yang dingin ke medium yang lebih panas tidak akan mungkin terjadi secara alami. Maka untuk membuat proses ini terjadi, digunakanlah teknik refrigerasi. Karena refrigerasi adalah sebuah proses yang bertujuan menurunkan temperatur, maka proses ini sering disebut dengan istilah fungsi refrigerasi yang artinya proses yang berfungsi menurunkan

  [5] temperatur sampai dapat mencapai temperatur lingkungan.

  Jika benda disentuhkan dengan benda dingin, tidak lama kemudian suhu benda panas akan turun, sedangkan suhu benda dingin akan naik. Hal ini terjadi karena benda panas memberikan kalor kepada benda dingin. Jadi, kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah. Terdapat tiga cara perpindahan kalor, yaitu: 1.

  Konduksi (sentuhan) 2. Konveksi (aliran) 3. Radiasi (pancaran)

2.2 Konduksi

  Ilustrasi perpindahan panas secara konduksi dapat dijelaskan dengan peristiwa berikut. Letakkan sebuah sendok logam ke dalam mangkuk berisi sup panas. Kemudian sentuhlah ujung sendok yang tidak terendam dalam sup. Ujung sendok tersebut terasa panas walaupun ujung sendok tersebut tidak bersentuhan langsung dengan sumber kalor (sup panas). Pada proses perpindahan kalor dari bagian sendok yang panas ke ujung sendok yang dingin tidak terjadi perpindahan partikel

  • – partikel dalam sendok. Proses perpindahan kalor tanpa disertai perpindahan partikel dinamakan konduksi.

  [6]

Gambar 2.1 Partikel

  • – Partikel Zat pada Proses Pemanasan Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua proses berikut yaitu: 1.

  Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel – partikel pada ujung itu bergetar lebih cepat dan suhunya naik, atau energi kinetiknya bertambah (Gambar 2.1). Partikel

  • – partikel dengan energi kinetik lebih
  • >– besar ini memberikan sebagian energi kinetiknya kepada partikel partikel tetangganya melalui tumbukan, sehingga partikel
  • – partikel ini memiliki energi kinetik lebih besar. Selanjutnya, part
  • – partikel ini memberikan sebagian energi kinetiknya ke partikel
  • – partikel tetangga berikutnya, demikian seterusnya sampai kalor mencapai ujung yang tidak dingin (tidak dipanasi). Proses perpindahan kalor diperlukan beda suhu yang tinggi diantara kedua ujung.

  2. Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron – elektron bebas yang terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas ialah elektron yang dengan mudah dapat berpindah dari satu atom ke atom yang lain. Di cepat dapat diberikan ke elektron

  • – elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini, kalor berpindah lebih cepat. Oleh karena itu, logam tergolong konduktor yang sangat baik. Berdasarkan kemampuan menghantarkan kalor, zat dibagi atas dua golongan besar yaitu konduktor dan isolator. Konduktor ialah zat yang mudah menghantarkan kalor. Isolator ialah zat yang sukar menghantarkan kalor.

  Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi laju konduksi kalor melalui sebuah dinding bergantung pada empat besaran yaitu: 1.

  ; makin besar beda suhu,

  1 – T

  2 Beda suhu diantara permukaan ΔT = T makin cepat perpindahan kalor.

  2. Ketebalan dinding d; makin tebal dinding, makin lambat perpindahan kalor.

  3. Luas permukaan A; makin besar luas permukaan, makin cepat perpindahan kalor.

  4. Konduktivitas termal zat k merupakan ukuran kemampuan zat menghantarkan kalor; makin bersar nilai k, makin cepat perpindahan kalor. Kemampuan insulasi suatu bahan diukur dengan konduktivitas termal (k). Konduktivitas termal yang rendah setara dengan kemampuan insulasi (resistansi termal atau nilai R) yang tinggi. Dalam teknik termal, sifat

  • – sifat lain suatu bahan insulator atau isolator adalah densitas (ρ) dan kapasitas panas spesifik (c). Bahan

  [7] dengan konduktivitas termal (k) rendah menurunkan laju aliran panas.

[8]

Tabel 2.1 Konduktivitas Thermal Bahan

  o

  No Bahan Konduktivitas Thermal k (W/m

  C) 1 0,033

  Styrofoam

  2 Stainless Steel

  15

  3 Aluminium 200

  4 Kayu 0,08

  • – 0,16

2.3 Konveksi

  Ilustrasi perpindahan panas secara konveksi dapat dilihat dari contoh berikut. Tangan yang diletakkan di atas nyala lilin sejauh kira

  • – kira 10 cm akan terasa udara hangat yang naik dari nyala lilin. Ketika udara yang dekat nyala lilin dipanasi, udara itu memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil. Udara hangat dengan massa jenis lebih kecil akan naik dan tempatnya digantikan oleh udara dingin yang bermassa jenis yang lebih besar. Proses perpindahan kalor dari satu fluida ke bagian fluida yang lain oleh pergerakkan fluida itu sendiri dinamakan konveksi.

  Ada dua jenis perpindahan panas secara konveksi, yaitu: 1. Konveksi alamiah 2.

  Konveksi paksa Pada konveksi alamiah pergerakkan fluida terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) akan memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga terjadi pergerakkan ke atas. Tempatnya digantikan oleh bagian fluida dingin yang jatuh ke bawah karena massa jenisnya lebih besar. Peristiwa ini mirip dengan mengapungnya suatu benda karena massa jenis benda lebih kecil daripada massa jenis zat cair.

  [6]

Gambar 2.2 Komveksi Alami dalam Air

  Pada gambar ditunjukkan suatu demonstrasi untuk mengamati konveksi alami dalam air. Ketika air yang diberi zat warna (beberapa butri kristal kalium permanganat) dipanasi, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil, sehingga air bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang bermassa jenis lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang ditunjukkan oleh arah anak panah, disebut arus konveksi.

  Contoh konveksi udara secara alami dapat dilihat ketika membakar sesuatu. Udara panas di dekat nyala api memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil. Udara dingin (massa jenisnya lebih besar) yang berada di sekitar api menekan udara panas ke atas, sehingga terjadilah arus konveksi udara. Arus konveksi udara inilah yang membawa asap bergerak ke atas.

  Dalam konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi langsung diarahkan ke tujuannya oleh sebuah peniup (blower) atau pompa. Contoh konveksi paksa adalah pada sistem pendingin mobil, dimana air diedarkan di dalam pipa

  • – pipa air oleh bantuan sebuah pompa air (water pump). Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air menuju ke radiator (penukar kalor / heat ). Di dalam sirip-sirip radiator ini, air hangat didinginkan oleh udara.

  exchanger

  Air yang dingin kembali menuju pipa

  • – pipa air yang bersentuhan dengan blok – blok mesin untuk mengulang siklus berikutnya. Jadi, fungsi radiator adalah menjaga suhu mesin agar tidak melampaui batas desain, sehingga mesin tidak rusak karena pemanasan berlebih. Oleh karena itu, pemilik mobil harus selalu memeriksa volum air radiator.

  Contoh konveksi paksa lainnya adalah pada pengering rambut (hair ). Kipas menarik udara di sekitarnya dan meniupkan udara tersebut melalui

  dryer

  elemen pemanas. Dengan cara ini dihasilkan suatu arus konveksi paksa udara panas.

2.3.1 Konveksi Paksa

  Aliran pada fluida dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Secara umum aliran laminar merupakan aliran fluida yang teratur, tenang, dan lurus. Sedangkan aliran turbulen merupakan aliran

  • – aliran yang tidak teratur, tidak tenang, partikel
  • – partikel airnya saling acak, dan arahnya berb
  • – belok. Dalam menentukan perbedaan antara aliran laminar dan turbulen dapat dihitung dengan menggunakan bilangan Reynold. Bilangan Reynold merupakan bilangan yang didapat dari konveksi paksa. Aliran laminar

  5

  mempunyai nilai bilangan Reynold dibawah 5x10 , sedangkan aliran turbulen

  5 mempunyai nilai bilangan Reynold diatas 5x10 .

  Perpindahan panas konveksi paksa merupakan perpindahan panas yang terjadi akibat fluida bergerak karena adanya gaya luar yang bekerja pada fluida

  [9]

  tersebut. Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

  [10]

Tabel 2.2 Perbedaan Aliran Laminar dan Turbulen

  

Aliran Gerakan Kecepatan Viskositas Lintasan

Fluida Fluida Gerak

  Laminar Lurus Rendah Tinggi Teratur Turbulen Tidak teratur Relatif tinggi Rendah Tidak teratur

  [11]

Gambar 2.3 Aliran Laminar dan Turbulen

  Perhitungan koefisien konveksi (h) fluida dapat dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap awal adalah mencari bilangan Reynold (Re ) dengan

  L [12]

  persamaan: x L ρ x U

  ∞

  Re =

  L

  ………………………………….(2-1) μ

  Dimana: Re = Bilangan Reynold

  L

  3

  ) ρ = Massa jenis fluida (kg/m L = Panjang lapisan konveksi (m) μ = Viskositas (Ns/m

  2

  L

  L

  = 0,664 x Re

  L 1/2

  x Pr

  1/3

  ...................................................(2-2) Dimana: Nu

  L

  = Bilangan Nusselt Re

  = Bilangan Reynold Pr = Bilangan Prandtl

  L

  Tahap berikutnya adalah menghitung koefisien konveksi (h

  L

  ) dengan rumus: h

  L = k L x Nu

  L

  ………………………………..……..(2-3) Dimana: h

  L

  = Koefisien konveksi (W/m

  2 K)

  ) dengan rumus: Nu

  Tahap berikutnya adalah menghitung bilangan Nusselt (Nu

  ) Tahap berikutnya adalah mencari bilangan bilangan Prandtl (Pr) dan koefisien konduktivitas termal (k) dengan menggunakan interpolasi menurut tabel

  ) ϑ x 10

  2.3. Tabel 2.3 Sifat Udara pada Tekanan 1 atm

  [13]

  T (K) ρ

  (kg/m3) C

  p

  (kJ/kgK) μ x 10

  7

  (Ns/m

  2

  6

  150 2,3364 1,012 103,4 4,426 13,8 5,84 0,758 200 1,7458 1,007 132,5 7,590 18,1 10,3 0,737 250 1,3947 1,006 159,6 11,44 22,3 15,9 0,720 300 1,1614 1,007 184,6 15,89 26,3 22,5 0,707 350 0,9950 1,009 208,2 20,92 30,0 29,9 0,700 400 0,8711 1,014 230,1 26,41 33,8 38,3 0,690

  (m

  2

  /s) k x 10

  3

  (W/mK) α x 10

  6

  (m

  2

  /s) Pr 100 3,5562 1,032 71,1 2,00 9,34 2,54 0,786

  k = Konduktivitas Termal Fluida (W/mK) L = Panjang Lapisan Konveksi (m)

  [14]

  Laju perpindahan konveksi (Q) dapat dihitung dengan rumus: Q = h x A x ( T )..................................................(2-4)

  konv L

  − T s

  ∞

  Dimana: Q = Laju perpindahan konveksi (W)

  konv

  2 A = Luas penampang (m )

  T = Suhu permukaan (K)

  s

  = Suhu fluida (K) T

  ∞

  Di dalam mesin pendingin ruangan, perhitungan nilai koefisien konveksi (h) dihitung berdasarkan rumus konveksi paksa.

2.3.2 Konveksi Bebas Pelat Horizontal

  Perhitungan koefisien konveksi bebas pelat horizontal (h) dilakukan pada bagian luar mesin pendingin ruangan yang bersentuhan dengan udara tenang menggunakan beberapa tahap. Tahap pertama yaitu menghitung bilangan Rayleigh. Bilangan Rayleigh adalah bilangan yang didapat pada konveksi bebas.

  9 Aliran laminar mempunyai bilangan Rayleigh dibawah 10 dan aliran turbulen

  

9

  mempunyai bilangan Rayleigh diatas 10 . Bilangan Rayleigh dapat dicari dengan persamaan:

  

3

gTTL

   s

  R  .................................................. (2-5) aL

   v Dimana : R = Bilangan Rayleigh

  aL

  2

  g = Gravitasi bumi = 9,8 m/s T = Suhu permukaan (K)

  s

  T = Suhu fluida (K)

  ∞ Luas Penampang A s

  L = (m)

  =

Keliling P

  1

  2

  • -1

  (K )

  =

  β =

  T T +T f s ∞

  2

  /s) α = Difusivitas panas (m

  

2

  v = Viskositas (m /s) Tahap selanjutnya adalah menghitung bilangan Nusselt untuk aliran laminar dengan persamaan:

2.3.3 Konveksi Bebas Pelat Vertikal

  0.825

     

    

aL

uL R N ........................................... (2-9)

  Dimana : Nu

  L

  = Bilangan Nusselt Ra

  L

  = Bilangan Rayleigh Pr = Bilangan Prandlt

  Untuk aliran turbulen, bilangan Nusselt dihitung dengan persamaan:

  N uL =

  

1

  1 670 . 68 .

  

6

aL

  1 + (0.492 / Pr)

  9

  16 é ê

  ù ú

  8

  27 ì í ï ïï ï ï

  ü ý ï ïï ï ï

  2

  ...................................... (2-10)

     

  

1

/Pr) 492 . (

  Uuntuk aliran turbulen, bilangan Nusselt dihitung dengan persamaan: uL

  = Luas Penampang Keliling

  N = 0,15 x R

aL

1/3

  …………………………………..(2-7) Tahap berikutnya adalah menghitung koefisien konveksi (h

  L

  ) dengan rumus: h

  L =

  ..........................................................(2-8) Dimana: h

  L

  = Koefisien konveksi (W/m

  2 K)

  k = Konduktivitas Termal Fluida (W/mK) L

  = A s

  

4

  P

  (m) Nu

  L

  = Bilangan Nusselt

  Perhitungan koefisien konveksi bebas pelat vertikal (h) dilakukan pada bagian luar mesin pendingin ruangan yang bersentuhan dengan udara tenang menggunakan beberapa tahap. Tahap pertama adalah menghitung besarnya bilangan Rayleigh menggunakan persamaan (2-5).

  Tahap selanjutnya adalah menghitung bilangan Nusselt untuk aliran laminar dengan persamaan:

  9

  4

  16

  9

  • 0.387R
Dimana : Nu = Bilangan Nusselt

  L

  Ra = Bilangan Rayleigh

  L

  Pr = Bilangan Prandlt Tahap berikutnya adalah menghitung koefisien konveksi (h ) dengan

  L persamaan (2-8).

2.4 Radiasi

  Kalor dari matahari dapat sampai ke bumi melalui ruang hampa tanpa zat perantar (medium). Perpindahan kalor seperti ini disebut radiasi. Perpindahan kalor dapat melalui ruang hampa karena energi kalor dibawa dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi atau pancaran adalah perpindahan energi kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik.

  Beberapa permukaan zat menyerap kalor radiasi lebih baik daripada permukaan zat lainnya. Di siang hari baju hitam kusam terasa lebih panas daripada baju putih berkilap. Ini karena di siang hari, baju hitam kusam menyerap kalor radiasi lebih baik daripada baju putih berkilap. Ini terjadi karena di malam hari, baju hitam kusam memancarkan kalor radiasi lebih baik daripada baju putih

  [6] berkilap.

  [6]

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik.

2. Permukaan yang putih dan mengilap adalah penyerap kalor radiasi yang buruk sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk.

  3. Jika diinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang, permukaan (dinding) harus dilapisi suatu bahan agar mengilap (misalnya dilapisi dengan perak). Energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas permukaan A dan

  4

  sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu (T ). Emisivitas disimbolkan dengan ε. Emisivitas adalah suatu ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna. Emisivitas bergantung pada jenis zat dan keadaan permukaan. Tidak ada benda yang tepat hitam sempurna. Kita hanya dapat membuat benda yang mendekati benda hitam sempurna. Permukan mengilap memiliki nilai ε yang lebih kecil daripada permukaan kasar. Pemantul sempurna (penyerap paling jelek) memiliki ε = 0, sedangkan penyerap sempurna sekaligus pemancar sempurna yaitu benda hitam sempurna memiliki ε = 1.

  [15]

  Proses radiasi pada dinding styrofoam dirumuskan dengan rumus:

  4

  4

  = ) .............................................. (2-11) ( ∞ −

  Dimana : Q = Laju perpindahan panas radiasi (Watt)

  rad

  ε = Emisivitas

  2 A = Luas penampang (m )

  • 8 -2 -4

  W/m K σ = Konstanta Stefan Boltzman = 5,67 x 10

  T = Suhu permukaan (K)

  s

  T = Suhu fluida (K)

  ∞

  Emisivitas setiap benda berbeda

  • – beda. Untuk benda berwarna hitam emisivitas bernilai 1. Sedangkan untuk benda berwarna putih emisivitas bernilai

  0. Berikut ini adalah tabel emisivitas daripada beberapa jenis bahan yang sering digunakan.

  [16]

Tabel 2.4 Tabel Emisivitas

  

Emisivitas Beberapa Material pada suhu 300K

Material Emisivitas

Styrofoam

  0.60 Tembaga

  0.03 Emas

  0.03 Perak

  0.02 Stainless Steel

  0.17 Batu bata 0.93-0.96 Kayu 0.82-0.92 Air

  0.96

2.5 Kecepatan Angin

  Daya total yang digunakan pada mesin pendingin ruangan adalah sebesar

  12 W yakni merupakan daya yang berasal dari kipas. Kecepatan angin dapat

  1

  

3

P = x

  ρ x A x v …………………………………..(2-12)

2 Dimana: P = Daya kipas (W)

  3

  ) ρ = Massa jenis fluida (kg/m

  2 A = Luas penampang keluaran angin (m )

  v = Kecepatan keluaran angin (m/s)

2.6 Perkiraan Beban Pendingin

  2.6.1 Definisi Beban Pendingin

  Beban pendinginan adalah laju panas yang harus dipindahkan dari ruangan ke lingkungan sehingga suhu dan kandungan uap airnya terjaga seperti yang diinginkan. Perlu diulang kembali bahwa tugas unit pendingin adalah menjaga kondisi suatu ruangan agar berada pada suhu dan kelembaban tertentu yang umumnya lebih rendah dari temperatur dan kelembaban lingkungan luar. Banyak faktor yang mempengaruhi besarnya beban pendingin ini, misalnya kondisi suhu di luar ruangan, kebocoran udara dari luar ke dalam mesin pendingin, aktivitas di dalam ruangan misalnya terdapat mesin yang menghasilkan panas dan juga lampu listrik, dan jumlah orang yang keluar masuk dari ruangan.

  Terdapat beberapa metode perhitungan beban pendingin yang telah diajukan oleh beberapa badan standard. Tetapi yang paling umum digunakan adalah metode yang diajukan oleh ASHRAE.

  2.6.2 Jenis Beban Pendingin

  Jenis beban pendingin, dapat dibagi menjadi dua, yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya. Untuk lebih menjelaskan

  o

  arti masing C

  • – masing panas ini, misalkan kita mendinginkan air dari 100

  o o o

  sampai mejadi es 0

  C. Panas yang diserap dari air mulai dari 100 C menjadi 0 C

  o

  (masih tetap air) disebut beban sensibel. Jika air yang suhunya sudah 0 C didinginkan lagi hingga akhirnya menjadi es, di sini tidak terjadi perubahan suhu, tetapi perubahan fasa. Panas yang diserap di sini disebut panas laten.

  2.6.3 Sumber – Sumber Beban Pendingin

  Beban pendingin bagi mesin pendingin yang dikondisikan bisa berasal dari beberapa sumber. Sumber

  • – sumber ini umumnya dibagi 2 bagian besar, yaitu beban yang berasal dari luar mesin pendingin dan beban yang berasal dari dalam ruangan. Panas yang berasal dari luar mesin pendingin antara lain: panas yang berpindah secara konduksi, konveksi, dan radiasi dari dinding - dinding material mesin pendingin ruangan. Terdapat juga panas akibat masuknya udara luar yaitu berupa kebocoran udara (infiltrasi). Sementara sumber panas yang berasal dari dalam ruangan dapat berupa panas akibat lampu penerangan dan panas yang berasal manusia.

  Beban Pendingin Beban dari luar Beban dari dalam mesin pendingin ruangan

  Konduksi Konveksi Radiasi Manusia Lampu Infiltrasi

Gambar 2.4 Bagan Beban Pendingin

  2.6.4 Panas dari Tubuh Manusia di Dalam Ruangan

  Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Panas yang dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu panas sensibel dan panas laten. Masing

  • – masing panas ini dapat dihitung sebagai berikut:

  Q = N × (Sensible heat gain)

  s

  × CLF ……………………(2-13) Q = N × (Laten heat gain

  l

  ) ………………………..(2-14) (SHG) dan Laten heat gain (LHG) adalah perkiraan

  Sensible heat gain dan aktivitas yang dilakukannya. Data nilai dari Sensible Heat Gain dan Laten

  Heat Gain ditampilkan pada Tabel 2.5. Dan N adalah jumlah manusia yang

  terdapat di dalam ruangan tersebut. CLF adalah cooling load factor dimana nilainya ditunjukkan pada Tabel 2.6.

  [17]

Tabel 2.5 Nilai SHG dan LHG

  Tingkat Aktivitas Lokasi SHG (Watt) LHG (Watt) Duduk di bioskop Bioskop, siang

  65

  30 Duduk di bioskop, malam Bioskop, malam

  70

  35 Duduk, kerja ringan Kantor, hotel, apartemen

  70

  45 Aktivitas normal di kantor Kantor, hotel, apartemen

  75

  55 Aktivitas berat Pabrik 170 255 Olahraga Gedung olahraga 210 315

  [17]

Tabel 2.6 Nilai CLF untuk Manusia

  Lama Jam setelah masuk di

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  

7

  8

  9

  10

  11

  12

  13 ruangan

  0.60

  0.68

  0.14

  0.11

  0.09

  0.07

  

0.06

  0.05

  0.04

  0.03

  0.03

  0.02

  0.02

  2

  4

  0.60

  0.68

  0.74

  0.79

  0.23

  0.18

  

0.14

  0.12

  0.10

  0.08

  0.06

  0.05

  0.04

  0.61

  0.69

  0.74

  0.79

  0.83

  0.86

  

0.28

  0.22

  0.18

  0.15

  0.12

  0.10

  0.08

  6

  8

  0.61

  0.69

  0.75

  0.79

  0.83

  0.86

  

0.89

  0.91

  0.32

  0.26

  0.21

  0.17

  0.14

2.6.5 Panas dari Lampu di Dalam Ruangan

  Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola lampu / penerangan ke lingkungan adalah panas sensibel dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

  Qs = W x F x F

  ul sa x CLF…………………………….…(2-15) Dimana W adalah daya total lampu, F adalah lighting use factor, F

  ul sa

  adalah special allowance factor, dan CLF adalah cooling load factor untuk lampu yang ditunjukkan pada Tabel 2.7. Untuk lampu jenis tungsten diasumsikan nilai F = 1 dan F = 1, sedangkan untuk jenis lampu fluoresense diasumsikan nilai F

  ul sa ul = 1 dan F = 1,2. sa [17]

Tabel 2.7 Nilai CLF untuk Lampu

  Lama Lama setelah on lampu dipasang

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  10

  11

  12

  13

  0.72

  0.8

  0.84

  0.87

  0.88

  0.89

  0.9

  0.91

  0.23

  0.15

  0.11

  0.09

  0.08

  8

  0.73

  0.81

  0.85

  0.87

  0.89

  0.9

  0.91

  0.92

  0.92

  0.93

  0.25

  0.16

  0.13

  10

  0.74

  0.82

  0.86

  0.88

  0.9

  0.91

  0.92

  0.92

  0.93

  0.94

  0.94

  0.95

  0.26

  12

2.6.6 Panas Dari Udara Luar (Infiltrasi)

  Akibat masuknya udara luar, baik secara sengaja ditambahkan maupun akibat kebocoran (tidak sengaja), akan menjadi beban bagi ruangan yang dikondisikan. Panas udara dari luar biasanya ada 2 yaitu panas dari udara ventilasi dan panas dari udara infiltrasi. Pada kasus ini, panas dari udara luar hanyalah panas udara infiltrasi atau dari kebocoran (secara tidak disengaja), sehingga besar panas udara luar dari ventilasi diabaikan. Jumlah panas akibat masuknya udara luar ini terdiri atas 2 jenis yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi

  [5] karena perubahan fasanya.

  Untuk menghitung beban laten, pertama

  • – tama dihitung terlebih dahulu besar tekanan uap saturasi (p ), dengan rumus:

  ws C

  

2

  3

1 C C T C T C T C

  ln(p ) = lnT ws + + + + +

  2

  3

  4

  5

  6 T

  ….......................(2-16) Dimana: p = tekanan uap saturasi (Pa)

  ws

  3 C = konstanta sebesar -5,8002206 x 10

1 C = konstanta sebesar 1,3914993

  2

  • 5

  C = konstanta sebesar 4,1764768 x 10

  4

  • 8

  C = konstanta sebesar -1,4452093 x 10

  5 C = konstanta sebesar 6,5459673

  6 T = Temperatur mutlak (K)

  Setelah didapat tekanan uap saturasi, langkah berikutnya adalah mencari besar tekanan parsial uap air (p ) dengan rumus:

  w

  P = RH x p

  w ws

  ………………………………..(2-17) Dimana: RH = Rasio humiditas relatif p = Tekanan uap saturasi (Pa)

  ws

  p = Tekanan parsial uap air (Pa)

  w

  Selanjutnya dihitung besar rasio humiditas ruangan dengan rumus: = 0,62198 )

  …………………………….(2-18) (

  −

  Dimana: w = Rasio humiditas ruangan (kg air/kg udara kering)

  o

  p = Tekanan parsial uap air (Pa)

  w

  p = Tekanan atmosfer = 101325 Pa

  atm

  Langkah selanjutnya adalah menghitung laju udara infiltrasi yakni dengan menggunakan rumus:

  1000

  Q = N x μ x ………………………………..(2-19)

  3600

  Dimana: N = Banyak pembukaan mesin pendingin μ = Standar kebocoran udara = 2,8

  Panas sensibel dari udara luar infiltrasi ini dapat kita hitung dengan rumus

  [17] sebagai berikut.

  Q = 1,23 Q (T ).................................................. (2-20)

  s o i

  • – T Dimana : Q = Panas sensibel (Watt)

  s T = temperatur di luar ruangan (°C)

  o

  T = temperatur di dalam ruangan (°C)

  i

  Panas laten dari udara luar infiltrasi dapat kita hitung dengan rumus

  [17] sebagai berikut.

  Q = 1,23 Q (w ) ................................................ (2-21)

  l o – w i

  Dimana : Q = Panas laten (Watt)

  l

  Q = laju aliran udara luar masuk ke dalam ruangan (L/s) w = kelembaban di luar ruangan (kg air/ kg udara kering)

  o

  w = kelembaban di dalam ruangan (kg air/kg udara kering)

  i

2.6.7 Beban Pendingin Total

  Beban pendingin total dari suatu mesin pendingin portable dapat dihitung berdasarkan panas dari konduksi, konveksi, dan radiasi. Perhitungan konduktivitas bahan melalui dinding berlapis dapat dihitung

  [13]

  berdasarkan persamaan:

  Laju perpindahan panas pada dinding berlapis berdasarkan material dapat dihitung berdasarkan persaman: ,1− ,4

  Q =

  kond,konv ………..………….(2-22)

  1

  1

  1

  2

  3

  1

  1

  2

  3

  4 T ∞,1−Ts,1 ,1− 2 2− 3 3− ,4 ,4− ,4

  Q = (2-23)

  kond,konv 1 = = = =

  1 …

  1

  2

  3

  1

  4

  1

  2

  3 Dimana : Q = Laju perpindahan panas konduksi konveksi (W) kond,konv

  T = Suhu fluida bagian luar (K)

  ∞,1

  T = Suhu permukaan dinding luar A (K)

  s,1

  T = Suhu permukaan dinding luar B (K)

2 T = Suhu permukaan dinding luar C (K)

  3 T = Suhu permukaan dinding dalam C (K) s,4

  T = Suhu fluida bagian dalam (K)

  ∞,4

  L = Tebal material dinding (m) k = konduktivitas panas material (W/mK)

  2

  h = koefisien konveksi fluida (W/m K) Maka, besarnya beban pendingin total dapat dihitung dengan persamaan:

  Q = Q + Q + Q + Q + Q

  total kond,konv rad manusia lampu infiltrasi …………..(2-24)

2.6.8 Nilai COP pada Mesin Pendingin

  COP atau Coefficient Of Performance adalah perbandingan yang terbaik antara output (keluaran) dengan input (masukan). COP pada mesin pendingin dapat dihitung dengan membandingkan besar nilai beban pendingin total dengan jumlah daya inputnya. Besar COP dapat dihitung dengan rumus:

  • ( )+

  COP = ...................................................... (2-25)

  )

  • (

2.7 Radiasi Langit Cerah

  , r

  k ).

  Q

  1

  ), dan faktor koreksi berdasarkan iklim (r , r

  st

  ), ketinggian dari permukaan laut (A), sudut berdasarkan GMT (L

  Perhitungan radiasi langit cerah pada sebuah permukaan dipengaruhi oleh lokasi serta tanggal dan bulan percobaan. Untuk menghitung radiasi total langit cerah tersebut, data awal yang perlu diketahui adalah urutan hari dalam 1 tahun (n), Greenwich Mean Time (GMT), posisi lintang (Ø), posisi bujur (L

  loc

  = Beban perpindahan panas (W) P = Daya input (W)

  pp

  = Beban Laten (W) Q

  l

  = Beban sensibel (W) Q

  S

  Setelah diketahui parameter

  • – parameter tersebut, dihitung konstanta B dengan persamaan:

  B = (n-1) x

  

360

365

  …………………………………(2-26) Dimana: B = Konstanta berdasarkan tanggal n = Urutan hari Nilai n dapat dicari dengan menggunakan Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Urutan Hari

  [18]

  Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sep Okt Nov Des

  Kemudian dihitung persamaan waktu dengan persamaan: E = 229,2(0,000075 + 0,001868 cosB − 0,032077 sin B − 0,014615 cos2B

  − 0,04089sin 2B) ………………………..………………………(2-27) Dimana: E = Persamaan waktu (menit)

  B = Konstanta berdasarkan tanggal Setelah itu, dihitung selisih waktu matahari dengan lokal dengan

  [18]

i 31+i 59+i 90+i 120+i 151+i 181+i 212+i 243+i 273+i 304+i 334+i

  ST

  

st loc

  • – STD = 4 (L – L ) + E ………………………….(2-28) Dimana: ST
  • – STD = Selisih waktu matahari dengan lokal (menit) L = Sudut GMT ( ) = GMT x 15

  st

  L = Sudut posisi bujur ( )

  loc

  Selanjutnya dihitung sudut deklinasi. Sudut deklinasi adalah sudut yang berubah

  • – ubah setiap harinya yang dihitung dengan persamaan:

  −3

  = 6,918 10 − 3,99912 cos + 0,070257 sin − 0,006758cos 2 +

  −4

  9,07 sin 2 10 − 0,002679cos 3 + 0,00148sin 3 ….……(2-29) Dimana:

  = Sudut deklinasi (rad) B = Konstanta berdasarkan tanggal

  G adalah radiasi matahari diluar dan sebelum masuk atmosfer yang

  on

  dihitung dengan persamaan:

  on

  • – G = 1367 (1,00011 + 0,034221 cos B + 0,00128 sin B + 0,000719 cos 2B

  0,000077sin 2B) …………………………..………….….………(2-30)

  2 Dimana: G = Radiasi matahari sebelum masuk atmotfer (W/m ) on

  B = Konstanta berdasarkan tanggal Setelah perhitungan radiasi sebelum masuk atmosfer telah selesai, maka selanjutnya dihitung radiasi setelah masuk atmosfer. Langkah pertama untuk menghitung radiasi tersebut adalah dengan menghitung sudut jam matahari dengan persamaan:

  15

  = 15 − 12 + − ……….……………..(2-31)

  60 Dimana: )

  = Sudut jam matahari ( STD = Waktu lokal ST

  • – STD = Selisih waktu matahari dengan lokal (menit) Selanjutnya dihitung cosinus sudut zenith dengan persamaan:
  • 1

  • – konstanta faktor koreksi tersebut dapat dicari dengan persamaan:

  = Faktor koreksi A = Ketinggian dari permukaan laut (km) Nilai faktor koreksi diperoleh dari Tabel 2.9.

  1

  , = Konstanta faktor koreksi r

  o

  , r

  1

  , r

  k

Tabel 2.9 Faktor Koreksi Berdasarkan Iklim

  ) …………………….( 2-36)

  [19]

  Tipe Iklim r

  o

  r

  1

  r

  k

  Tropis 0,95 0,98 1,02 Musim Panas Lintang Tengah 0,97 0,99 1,02 Musim Panas Bagian Artik 0,99 0,99 1,01 Musim Dingin Lintang Tengah 1,03 1,01 1,00

  Dimana: ,

  2

  Dimana: = Sudut zenith ( ) Ø = Sudut posisi lintang ( ) = Sudut deklinasi (

  = (0,4237 − 0,00821 6 −

  ) = Sudut jam matahari (

  ) Fraksi radiasi yang diteruskan dihitung dengan persamaan:

  =

  exp − cos

  ……….…………………..(2-33) Dimana: = Fraksi radiasi

  ,

  1

  , = Konstanta faktor koreksi berdasarkan iklim Konstanta

  2

  2,5 −

  ) ….………………….( 2-34)

  1

  =

  1

  (0,5055 + 0,00595 6,5 −

  2

  ) …………………….( 2-35)

  = (0,2711 + 0,01858

  Selanjutnya dihitung radiasi jatuh langsung dengan persamaan:

  2 Dimana: G = Radiasi jatuh langsung (W/m ) beam

  2 G = Radiasi matahari sebelum masuk atmotfer (W/m ) on

  = Fraksi radiasi = Sudut zenith ( )

  Radiasi hasil pantulan atmosfer dihitung dengan persamaan: = cos (0,271 )

  ……………….(2-38) − 0,294

  2 Dimana: = Radiasi hasil pantulan atmosfer (W/m )

  2 G = Radiasi matahari sebelum masuk atmotfer (W/m ) on

  = Sudut zenith ( ) = Fraksi radiasi

  Langkah terakhir adalah menghitung radiasi total pada permukaan datar dengan menggunakan persamaan: =

  • 2

  ……………..………..(2-39)

  Dimana: = Radiasi total permukaan datar (W/m )

  2 G = Radiasi jatuh langsung (W/m ) beam

  2

  = Radiasi hasil pantulan atmosfer (W/m )