BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan - Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peranan

  Peranan berasal dari kata dasar peran, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Saat istilah peran digunakan dalam pekerjaan, maka seseorang yang diberi (mendapatkan) suatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pek erjaan tersebut.

  Peran juga memiliki arti serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan secara formal maupun secara informal. Peran dilakukan berdasarkan pada ketentuan dan harapan yang menerangkan apa saja yang harus dilakukan individu dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran tersebut. (Friedman, M., 1998: 286)

  Soekanto (2002: 243) mengemukakan pengertian peranan yaitu aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan (status/ strata) berarti individu tersebut menjalankan suatu peranan dengan baik. Menurut Grass, Mason, MC Eachern harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati kedudukan sosial tertentu.

  Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:

  1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

  2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

  3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

  Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

2.2 Kemandirian

  Kemandirian berasal dari kata dasar mandiri yang mempunyai arti kemampuan untuk melakukan dan mempertanggung-jawabkan tindakan yang dilakukannya serta untuk menjalin hubungan yang suportif dengan orang lain (Steinberg, 2002). Menurut Shaffer (2002), kemandirian adalah kemampuan untuk membuat keputusan dan menjadikan dirinya sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak bergantung kepada orang lain. menurut Shaffer ada tingkat kemandirian yang tinggi, dan ada yang rendah. Kemandirian yang tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi, ada rasa inisiatif, rasa tanggung jawab, serta mengerjakan sesuatu untuk dan oleh dirinya sendiri.

2.2.1 Mandiri dalam Upaya Pemberdayaan

  Untuk mencapai tingkat masyarakat yang mandiri, upaya yang dilakukan mengarah pada akar persoalan yaitu meningkatkan terlebih dahulu kemampuan masyarakat. Bagian yang tertinggal harus dikembangkan tetapi tidak hanya dalam aspek yang menambah nilai ekonomi, tetapi juga yang menambah nilai sosial dan nilai budaya (Soetomo, 2012)

  Untuk memberdayakan masyarakat, dibutuhkan suatu proses yang panjang agar mereka menjadi mandiri dan dapat mengembangkan diri. Secara konseptual, pemberdayaan mencakup beberapa hal yaitu: 1. learning by doing. Atinya pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan konkret yang terus menerus, dampaknya dapat terlihat.

  2. problem solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.

  3. self evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.

  4. self development and coordination. Artinya mendorong agar mampu pihak lain secara lebih luas.

  5. self selection. Suatu kumpulan tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah ke depan.

  6. self decism. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (Saraswati,

  1997:79-80).

2.2.2 Mandiri dalam Upaya Kesejahteraan Sosial

  Pengertian kesejahteraan sosial berasal dari dua kata yaitu kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kata kesejahteraan memiliki arti kondisi aman, sentosa, makmur, terlepas dari segala macam ancaman, gangguan dan kesulitan.

  Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1: kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

  Dalam pandangan Kartasasmita (1997) upaya memandirikan masyarakat adalah sebagai proses untuk mencapai serta meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memandirikan masyarakat adalah memampukan masyarakat agar tercapai kesejahteraan sosialnya.

2.3 Community Organizing Community Development

2.3.1 Community Organizing

  Pengorganisasian masyarakat atau biasa disebut community organizing adalah suatu proses ketika suatu komunitas tertentu mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan serta mengembangkan keyakinan komunitas untuk berusaha memenuhi kebutuhan tersebut yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia dan dengan usaha gotong royong (Sasongko A., 1996)

  Menurut Ross Muray (2000), pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong.

  Terdapat beberapa aspek pengorganisasian masyarakat, diantaranya yaitu: 1. Proses, yaitu merupakan proses yang terjadi secara sadar, tetapi dapat juga tidak disadari. Jika proses disadari, berarti masyarakat menyadari akan adanya kebutuhan. Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi biasanya ditemukan pada segelintir orang saja yang kemudian melakukan upaya menyadarkan masyarakat untuk mengatasinya. Dan selanjutnya mereka yang sadar ini yang menginstruksikan kepada masyarakat untuk bersama-sama mengatasinya. Selanjutnya dalam proses dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok atau masyarakat.

  2. Masyarakat yang biasa diartikan sebagai kelompok besar yang mempunyai batas-batas geografis seperti desa, suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dari kelompok yang lebih besar, kelompok kecil yang menyadari suatu masalah harus dapat menyadarkan kelompok yang lebih besar, dan kelompok yang secara bersama -sama mencoba mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhannya.

  3. Berfungsinya masyarakat yang dapat dilakukan melalui beberapa langkah seperti menarik orang-orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja untuk membentuk kepanitian yang akan menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan yang ada; membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh keseluruhan masyarakat; dan melakukan upaya penyebaran rencana untuk menyukseskan rencana tersebut.

  Sedangkan menurut Adi Sasongko (1978) terdapat beberapa langkah- langkah dalam pengorganisasian masyarakat, seperti diantaranya adalah: a. Persiapan Sosial

  Tujuan dari persiapan sosial adalah mengajak berpartisipasi atau peran serta masyarakat sejak awal kegiatan, sampai dengan perencanaan program pelaksanaan hingga pengembangan program. Kegiatan-kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada persiapan-persiapan program kesehatan yang akan dilakukan.

  1. Tahap Pengenalan Masyarakat

  Pada tahap ini para stakeholder harus datang ketengah-tengah masyarakat dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk mengenal sebagaimana adanya, tanpa disertai prasangka buruk sambil menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Tahap Pengenalan Masalah

  Tahap ini menuntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal masalah-masalah yang memang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menyusun skala prioritas penanggulangan maslaah adalah: a)

  Beratnya masalah

  b) Mudahnya mengatasi

  c) Pentingnya masalah bagi masyarakat

  d) Banyaknya masyarakat yang merasakan 3.

  Tahap Penyadaran Masyarakat Tujuan dari tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka tahu dan mengerti tentang masalah-masalah kesehatan yang mereka hadapi sehingga dapat berpartisipasi dalam penanggulangannya serta tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya pelayanan kesejahteraan sesuai dengan potensi dan sumber daya yang ada. akan pencapaian kesejahteraan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan terorganisir dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menyadarkan masyarakat: a)

  Lokakarya Mini

  b) Musyawarah Masyarakat Desa

  c) Rembuk Desa b.

  Pelaksanaan Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam lokakarya mini, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah kesejahteraan adalah:

  • Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
  • Libatkan masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan masalah
  • Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai kemampuan dalam penanggulangan masyarakat.

  c.

  Evaluasi Penilaian dapat dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan yang dilakkan dalam jangka waktu tertentu. Dalam penilaian dapat dilakukan dengan:

  1) Penilaian selama kegiatan berlangsung (Penilaian formatif /

  Monitoring ). Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan

  kegiatan yang telah dijalankan apakah telah sesuai dengan perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun.

  2) Penilaian setelah program selesai dilaksanakan (Penilaian sumatif / penilaian akhir program). Dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan. Dapat diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesejahteraan telah tercapai atau belum.

  Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian masyarakat, agar tujuan yang dimaksut dapat terwujud dan tidak keluar dari kerangka kerja pengorganisasian masyarakat diantaranya yaitu: a.

  Keberpihakan.

  Pengorganisasian masyarakat harus menitikberatkan pada lapisan bawah yang selama ini selalu dipinggirkan , sehingga yang menjadi basis pengorganisasian adalah masyarakat kelas bawah, tanpa mempunyai prioritas keberpihakan terhadap masyarakat kelas bawah seringkali pengorganisasian yang dilakukan terjebak pada kepentingan kelas menengah dan elit dalam masyarakat.

  b.

  Pendekatan holistic.

  Pengorganisasian masyarakat harus melihat permasalahan yang ada dalam masyarakat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong, misalnya hanya melihat aspek ekonomi saja, tetapi harus dilihat dari berbagai aspek sehingga pengorganisasian yang dilaksanakan untuk mengatasi berbagai aspek dalam masyarakat. Pemberdayaan.

  Muara dari pengorganisasian masyarakat adalah agar masyarakat berdaya dalam menghadapi pihak-pihak di luar komunitas (pelaku pembangunan lain; pemerintah, swasta atau lingkungan lain pasar, politik, dsb), yang pada akhirnya posisi tawar masyarakat meningkat dalam berhubungan dengan pemerintah dan swasta.

  d.

  HAM.

  Kerja-kerja pengorganisasian masyarakat tidak boleh bertentangan dengan HAM.

  e.

  Kemandirian.

  Pelaksanaan pengorganisasian masyarakat harus ditumpukan pada potensi yang ada dalam masyarakat, sehingga penggalian keswadayaan masyarakat mutlak diperlukan. Dengna demikian apabila ada factor luar yang akan terlibat lebih merupakan stimuan yang akan mempercepat proses perubahan yang dikehendaki. Apabila hal kemandirian tidak bisa diwujudkan, maka ketergantungan terhadap factor luar dalam proses pengorganisasian masyarakat menjadi signifikan. Kemandirian menjadi sangat penting karena perubahan dalam masyarakat hanya bisa terjadi dari masyarakat itu sendiri.

  f. Berkelanjutan.

  Pengorganisasian masyarakat harus dilaksanakan secara sistematis dan masif, apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat, oleh sebab itu dalam melaksanakan pengorganisasian masyarakat harus mampu memunculkan kader-kader masyarakat dan pengorganisasian yang sudah jalan sehingga kegiatan ini terjamin keberlanjutannya. g.

  Partisipatif.

  Salah satu budaya yang dilahirkan oleh Orde Baru adalah ‘budaya bisu’ dimana masyarakat hanya dijadikan alat untuk legitimasi dari kepentingan kelompok dan elit. Kondisi semacam ini terermin dari kegiatan pengarahan masyarakat untuk mencapai kepentingan-kepentingan sesaat, oleh sebab itu dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterlibatan semua pihak terutama masyarakat kelas bawah. Partisipasi yang diharapkan adalah partisipasi aktif dari anggota sehingga akan melahirkan perasaan memiliki dari organisasi yang akan dibangun.

  h.

  Keterbukaan.

  Sejak awal dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterbukaan dari semua pihak, sehingga bisa dihindari intrik dan provokasi yang akan merusak tatanan yang telah dibangun. Pengalaman yang ada justru persoalan keterbukaan inilah yang banyak menyebabkan perpecahan dan pembusukan dalam organisasi masyarakat yang telah dibangun. i.

  Tanpa kekerasan.

  Kekerasan yang dilakuan akan menimbulkan kekerasan yang lain dan pada akhirnya menjurus pada anarkhisme, sehingga diupayakan dalam pengorganisasian masyarakat harus mampu menghindari bentuk-bentuk kekerasaan baik fisik maupun psikologi engna demikian proses yang dilakukan bisa menarik simpati dan dukungan dari berbagai kalangan j.

  Praxis Proses pengorganisasian masyarakat harus dilakukan dalam lingkaran Aksi-Refleksi-Aksi secara terus menerus, sehingga semakin lama kegiatan yang dilaksanakan akan mengalami pengingkatan baik secara kuantitas dan terutama kualitas, karena proses yang dijalankan akan belajar dari pengalaman yang telah dilakukan dan berupaya untuk selalu memperbaikinya. k.

  Kesetaraan.

  Budaya yang sangat menghambat perubahan masyarakat adalah tinggalan budaya feudal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya semacam ini bisa dimulai dengan kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi (superior) dan merasa lebih rendah (inferior), dengan demikian juga merupakan pendidikan bagi kalangan kelas bawah untuk bisa memandang secara sama kepada kelompok-kelompok lain yang ada dalam masyarakat.

2.3.2 Community Development

  Dalam bahasa Indonesia, community development berarti pengembangan masyarakat yang memiliki arti sebagai suatu proses penguatan masyarakat secara aktif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip keadilan sosial, partisipasi dan kerja sama yang setara. Pengembangan masyarakat mengekspresikan nilai-nilai dan proses belajar berkelanjutan.

  Pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang meliputi sektor-sektor seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial-budaya.

  Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep yaitu masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama seperti sebuah rukun tetangga atau sebuah kampong di wilayah pedesaan; masyarakat sebagai “kepentingan bersama” yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas seperti kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas. Dan dalam Pengembangan Masyarakat biasanya diterapkan terhadap pelayanan-pelayanan sosial kelembagaan.

  Community Develompent adalah suatu proses yang merupakan usaha

  masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan kultural komunitas, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan nasional (Hayden dalam Soetomo, 2006 : 79).

  Dalam penggunaannya di Indonesia, konsep community development juga diterjemahkan ke dalam beberapa istilah yang berbeda. Sementara pihak menerjemahkan community development sebagai pembangunan masyarakat. Dilihat dari terjemahan unsur-unsur kata-katanya barangkali tidak salah, walaupun demikian dalam penggunaannya sebagai konsep yang bulat mungkin dapat pembangunan masyarakat dapat dipandang dari sudur arti luas dan dapat pula dari sudur arti sempit (Ndraha dalam Soetomo, 2006:94). Dalam arti luas, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana baik dalam bidang ekonomi, teknologis, sosial maupun politik. Pembangunan masyarakat dalam arti luas juga dapat berarti proses pengembangan yang lebih memberikan fokus perhatian pada aspek manusia dan masyarakatnya. Dalam arti sempit, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial berencana pada suatu lokalitas tertentu.

  Tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun kembali masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, memenuhi kebutuhan manusia, dan membangun kembali struktur-struktur negara kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite professional dan sebagainya yang kurang berperikemanusiaan dan sulit diakses (Jin Ife dan Frank Tesoriero, 2008).

  Berikut beberapa unsur-unsur penting dalam pengembangan masyarakat diantaranya adalah: a.

  Program terencana dan terfokus pada kebutuhan-kebutuhan menyeluruh dari masyarakat yang bersangkutan.

  b.

  Mendorong swadaya masyarakat.

  c. Adanya bantuan teknis dari pemerintah maupun badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sukarela.

  d.

  Mempersatukan berbagai spesialisasi seperti kesehatan masyarakat, pertanian, peternakan, pendidikan dan kesejahteraan keluarga untuk membantu masyarakat.

  Untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat, hendaknya menempuh langkah-langkah sebagai berikut: a) Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan b)

  Pertinggi mutu potensi yang ada

  c) Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada

d) Tingkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

  e) Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan (Dr. Alfitri, 2011: 25-26).

  Walaupun berawal dari prinsip-prinsip dasar yang sama, dalam perkembangannya strategi community development telah menunjukkan variasi dalam hal tema gerak dan aktivitasnya. Terdapat sejumlah tema yang kemudian dikenal, namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Self Help,

  

Technical Assistance dan Conflict. Tema self help mempunyai ciri antara lain

  lebih mementingkan proses, lambat dalam menumbuhkan perubahan fisik, sangat potensial menumbuhkan mekanisme pembangunan yang berkesinambungan.

  Petugas lapangan dalam tema ini lebih berkedudukan sebagai fasilitator dan educator. Tema self help cenderung didasarkan pada suatu anggapan bahwa pada daasrnya setiap masyarakat mempunyai potensi dan kemampuan untuk berkembang atas kekuatan sendiri. CD diterapkan untuk mendorong tumbuh dan teraktualisasikannya potensi tersebut melalui berbagai tindakan bersama warga komunitas. material, moderat dalam kecepatan menumbuhkan perubahan, dan potensinya utnuk menumbuhkan pembangunanberkelanjutan lebih rendah dibanding dengan tema self help. Dalam tema ini petugas lapangan lebih berkedudukan sebagai konsultan atau advisor. Disamping itu, dalam pendekatan ini hubungan komunitas dengan pihak-pihak dari luar komunitas cenderung bersifat hubungan vertikal. Oleh sebab itu, tidak salah kalau dikatakan peranan pihak luar justru lebih dominan dalam proses pembangunan yang berjalan. Dengan kemampuan dan

  skill nya mereka dapat memandu, mengarahkan dan mengevaluasi pelaksanaan

  pembangunan dalam komunitas. Bentuk-bentuk aktivitas yang banyak dilakukan dalam tema ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dan industri, peningkatan sistem pelayanan sosial dan koordinasi antarinstansi pelayanan yang ada. Pendekatan yang digunakan cenderung bersifat delivery

  approach , pihak eksternal mendisain program, kemudian menyalurkannya kepada

  masyarakat dalam bentuk bantuan dan pelayanan, sedang masyarakat menanggapi dan memanfaatkan pelayanan tersebut.

  Sedangkan tema conflict mempunyai karakteristik memerhatikan baik proses maupun hasil material, cepat dalam menumbuhkan perubahan karena tujuannya memang melakukan reformasi, atau bahkan transformasi. Petugas lapangan dalam tema ini berkedudukan sebagai penganjur atau organisator gerakan reformasi (Soetomo, 2006 : 125-136)

  Banyak program pengembangan masyarakat yang berupaya membangun basis masyarakat yang lebih kuat untuk aspek tunggal eksistensi manusia, dan terkadang mengabaikan aspek lainnya. Seperti pengembangan masyarakat yang mengabaikan basis ekonomim dan terkadang begitu juga sebaliknya.

  Pengembangan masyarakat satu dimensi sudah dapat dipastikan gagal karena mengabaikan kekayaan dan kompleksitas kehidupan manusia dan pengalaman masyarakat.

  Terdapat lima dimensi yang sangat penting dalam pengembangan masyarakat, dan seluruhnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam bentuk -bentuk yang kompleks. Keenam dimensi tersebut, yaitu: 1.

  Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

  2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya.

  3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat).

  4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas kehidupannya.

  5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat (Suharto dalam Alfitri, 2011: 26-27).

  Sebagaimana diketahui, sumber perubahan dan pembaruan dalam suatu komunitas dapat berasal baik dalam maupun dari luar komunitas yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena tidak jarang dijumpai suatu komunitas peningkatan melalui berbagai bentuk perubahan dan pembaruan, tetapi prakarsa dari dalam masyarakat sendiri untuk melakukannya ternyata tidak kunjung datang. Oleh sebab tiulah kemudian dipertimbangkan perlunya intervensi dari luar untuk mendorong tumbuhnya perubahan dan pembaruan tersebut.

  Walaupun demikian, sesuai dengan prinsip community development itu sendiri, intervensi yang diberikan perlu diusahakan untuk tidak menimbulkan ketergantungan, tetapi justru mendorong terjadinya kesinambungan. Intervensi dikatakan menimbulkan ketergantungan apabila masyarakat yang tadinya statis menjadi tergerak untuk melakukan perubahan dan pembaruan setelah memperoleh intervensi dari luar, tetapi kemudian menjadi statis kembali setelah intervensi dihentikan dan baru terjadi aktivitas pembaruan lagi apabila memperoleh intervensi yang baru (Soetomo, 2006 : 137).

  Berikut beberapa tahapan intervensi dalam community development: 1. Assessment (Penilaian)

  Bertujuan untuk menentukan ketepatan serta efektivitas program dalam upaya pengembangan masyarakat. Assessment mencakup needs

  assessment , identifikasi masalah, analisis masalah, dan resources assessment.

2. Plan of treatment (Rencana tindakan)

  Sebuah proses dalam mengidentifikasi, memilah, menghubungkan masalah atau kebutuhan dengan sumber-sumber yang dapat didayagunakan untuk memecahkan maslaah dan/atau memenuhi

  3. Treatment (Tindakan) Mencakup atas tindakan monitoringdan evaluasi. Monitoring memberikan dua manfaat yaitu memberikan informasi untuk pegangan sementara program masih sedang berlangsung. Kemudian dilakukan tindakan evalausi yang dilakukan secara berkala yang ditujukan baik kepada pelaksanaan program (proses maupun hasil), maupun kepada kerjasama diantara semua pelaku.

  4. Terminasi (Pelepasan) Merupakan langkah penghentian sementara (sekuensi) kegiatan pengembangan masyarakat yang mungkin kelak ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan berikutnya.

  Menurut Mezirow, terdapat tiga jenis program dalam usaha pengembangan masyarakat, yaitu: a.

  Program integrative.

  Memerlukan pengemangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis.

  b. Program adaptis.

  Fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan pada salah satu kementerian.

  c.

  Program proyek.

  Dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan program

2.4 Credit Union (CU)

2.4.1 Sejarah Credit Union (CU)

  Ide mengenai Credit Union lahir saat benua Eropa, khususnya Jerman sedang mengalami masa ekonomi sulit yang disebabkan oleh kapitalisme dan juga karena revolusi industri yang sedang genjar dilakukan pada abad ke-19. Pada masa itu masyarakat, khususnya masyakarat pedesaan, tidak mampu membeli mesin pertanian, pupuk, bibit ataupun alat peternakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Akhirnya mereka berpendapat untuk melakukan migrasi ke kota dengan harapan mengubah nasib mereka, tetapi masyarakat yang bermigrasi ke kota bukan semakin sejahtera malah menjadi lebih miskin dan susah.

  Masyarakat mencoba bertahan hidup dengan menjadi kuli bagi kelas kaya dengan upah yang jauh dari kata layak, ada juga yang mencoba membuka usaha dengan cara meminjam uang dari lintah darat atau renternir. Pinjaman tidak diberikan secara cuma-cuma, mereka dibebankan dengan bunga yang besar dan jaminan lahan pertanian mereka akan direbut jika mereka tidak dapat melunaskan pembayaran yang telah disepakati.

  Keadaan yang semakin memarah telah menggugah hati seorang pejabat daerah setempat yaitu Friedrich Wilhelm Reiffesien, Walikota Flammersfield, yang pada saat itu menjabat pada tahun 1849. Langkah pertama yang dilakukan oleh sang walikota adalah mendirikan suatu perkumpulan yang beranggotakan 60 orang kaya yang mengumpulkan dana untuk diberikan kepada masyarakat miskin menolong masyarakat miskin, tetapi malah uang telah diberikan dihambur- hamburkan dan masyarakat miskin tidak pernah merasa cukup. Merasa gagal, para orang kaya yang telah dikumpulkan oleh Reiffesien pun mulai enggan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin.

  Reiffesien tidak berhenti begitu saja, beliau kemudian memunculkan sebuah gagasan untuk mendirikan pabrik roti yang akan menjual roti dengan harga murah agar dapat dijangkau oleh masyarakat miskin dan juga memberikan roti secara gratis. Tetapi kemudian langkah ini gagal juga. Setiap apa yang diberikan kepada masyarakat miskin, pasti selalu akan habis pada saat itu juga dan tidak akan cukup.

  Pada tahun 1852, Raiffesien pindah dan menjabat sebagai walikota baru di Heddersdoff. Reiffesien menyadari terdapat suatu hubungan antara kemiskinan dengan ketergantungan. Reiffesien akhirnya mengganti pendekatan dari pendekatan derma dan belas kasih, menjadi prinsip menolong diri sendiri. Sehingga di kota ini Reiffesien mendirikan sebuah organisasi yang bernama

  Heddesdorfer Credit Union pada tahun 1864, dengan kebanyakan anggota merupakan petani.

  Untuk menjadi anggota, seseorang harus berwatak baik, rajin, dan jujur. Untuk mengetahuinya, para tetangga harus memberikan rekomendasi. Kegiatannya mirip arisan, mengumpulkan sejumlah uang lalu meminjamkannya kepada anggota yang memerlukan. Manajemen Heddesdorfer Credit Union dijalankan secara demokratis dengan cara: 1.

  Setiap anggota berpartisipasi dalam rapat anggota. Satu anggota satu suara.

3. Para anggota memilih pengurus dan membuat pola kebijakan bersama.

  4. Dipilih suatu badan yang disebut dengan pengawas.

  5. Pengawas bertugas mengawasi kegiatan Credit Union dan membuat laporan pengawasan kepada rapat anggota

6. Raiffeisen menekankan kerja sukarela kepada Pengurus dan Pengawas 7.

  Yang boleh menerima imbalan hanyalah kasir purnawaktu yang menjalankan operasional Organisasi ini berkembang baik dan berjalan sesuai dengan keinginan sang walikota. Melalui organisasi anggota yang terlibat memiliki kemampuan untuk bangkit dari kemiskinan ini secara bertahap kemiskinan mulai berkurang.

2.4.2 Pengertian Credit Union

  Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya sendiri. Credit Union dapat juga diaritikan sebagai suatu sistem simpan pinjam non bank yang dilakukan oleh koperasi atau perkumpulan kepada anggotanya. Sistem Credit Union ini agak sedikit berbeda dengan system koperasi biasa maupun perbankan lainnya, Credit Union mengutamakan kepercayaan anggota dan juga setiap anggota bisa meminjam walaupun tabungan dia masih sedikit. Untuk menjaga credit union terus berjalan maka para pengurus membatasi pinjaman para nasabah, karena retur bunga dari tabungan bisa dibilang tinggi dan bunga pinjaman rendah, sehingga agar cash flow berjalan seimbang maka dibatasi

  Credit Union bisa digunakan sebagai alternative keuangan di daerah daerah, dengan credit union orang yang tidak terbiasa menabung bisa memulai menabung karena dibiasakan menabung sehari-hari, nominal menabung harian yang kecil sesuai dengan pendapatan orang kurang mampu, karena bila mereka menabung di bank maka tidak akan bisa menabung dengan nominal yang kecil, karena bank memiliki batas minimal untuk menabung

2.4.3 Tujuan Credit Union

  Terdapat beberapa tujuan dari Credit Union, diantaranya adalah 1.

  Membantu keperluan kredit para anggota, yang sangat membutuhkan dengan syarat-syarat yang ringan.

  2. Mendidik kepada para anggota, supaya giat menyimpan secara teratur sehingga membentuk modal sendiri.

  3. Mendidik anggota hidup berhemat, dengan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka.

  4. Menambah pengetahuan tentang perkoperasian.

  5. Mempererat hubungan kemanusiaan.

2.4.4 Struktur Organisasi Credit Union

  Struktur organisasi CU yang semula secara nasional adalah CUCO (Credit Union Council Office) didampingi oleh Dewan penyantun berkembang dengan terbentuknya Badan Koordinasi Nasional Koperasi Kredit (BKNKK) pada tahun 1980. Pada saat terkhir ini, organisasi CU berdasarkan tingkatannya terdiri dari dikembangkan menjadi induk Koperasi Kredit (Inkopdit) dan mengkoordinir Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D) di daerah tingkat I (ada 26 BK3D seluruh Indonesia) yang dikembangkan menjadi Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) pelaksana antar CU (interlending) membawahi wilayah koordinator di daerah tingkat II yang mengkoordinir kegiatan CU (Ginting, 1999).

  Di tingkat unit CU, organisasi terdiri dari Dewan Pimpinan/ Pengurus: Ketua, sekretaris dan bendahara, Badan Pemeriksa terdiri dari: Ketua, Panelis dan anggota. Panitia-panitia (panitia kredit, panitia pendidikan dll) terdiri dari: Ketua, Sekretaris dan Anggota dan penasehat atau pelindung.

2.5 Pendidikan

2.5.1 Pendidikan dan Masyarakat

  Terdapat suatu hubungan antara pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di satu sisi, pendidikan merupakan bagian dari kehidupan yang dituntut mampu mengikuti perkembangan didalamnya. Di sisi lain, tujuan yang diemban pendidikan tidak lepas dalam pengaruh lingkungan sekitarnya. Antara pendidikan dan perkembangan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kemajuan suatu masyarakat dan suatu bangasa sangat ditentukan oleh pembangunan sektor pendidikan dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman. SDM bangsa Indonesia tidak terlepas dari fungsi pendidikan nasional. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan:

  Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Sebagaimana diungkapkan oleh A. Tresna Sasrawijaya (1991: 26), tujuan pendidikan adalah mencakup kesiapan jabatan, keterampilan memecahkan masalah, penggunaan waktu senggnang secara membangun, dan sebagainya karena setiap siswa/ anak mempunyai harapan yang berbeda. Dan tujuan pendidikan secara umum seperti menyangkut kemampuan luas yang akan membantu siswa untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

  Pada dasarnya setiap sekolah mendidik anak agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, namun pendidikan di sekolah sering kurang relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan yang diberi berdasarkan kurikulum kebanyakan berpusat pada bidang studi yang tersusun secara logis dan sistematis yang tidak nyata hubungannya dengan kehidupan sehari-hari anak didik. Hal-hal yang dipelajari anak didik hanya memenuhi kepentingan sekolah untuk ujian, bukan untuk membantu totalitas anak didik agar hidup lebih efektif dalam masyarakat.

  Ferdinand T ὂnnies (dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto) mengungkapkan masyarakat terbagi atas dua tipe yaitu: pertama, gemeinschaft

  (hubungan primer), merupakan bentuk kehidupan bersama. Antar anggota mempunyai hubungan batin murni yang sifatnya alamiah dan kekal, dasar hubungan adalah rasa cinta dan persatuan batin yang nyata dan organis. Ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga dan kerabat. Kedua,

  (hubungan sekunder), merupakan bentuk kehidupan bersama yang

  gessellchaft

  anggotanya mempunyai hubungan sifat pamrih dan dalam jangka waktu yang pendek, bersifat mekanis. Ditemukan dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbale balik.

  Untuk mempelajari suatu masyarakat lebih jauh kita dapat mempelajari berbagai aspek yang diungkapkan oleh S. Nasution dalam Abdullah Idi dan Safarina (2011: 63) diantaranya sebagai berikut: (1) demografi: statistic penduduk, komposisi menurut suku bangsa, agama; (2) ekologi: geografis, penyebaran penduduk; (3) sejarah: perkembangan kehidupan sosial; (4) kegiatan- kegiatan: mata pencaharian, keluarga, pendidikan, rekreasi, agama, keamanan, politik; (5) system nilai agama dan adat istiadat; (6) pengaruh kebudayaan daerah dan nasional; dan (7) tokoh-tokoh yang menarik

  Peran serta masyarakat dalam pendidikan terlihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

  Bab XV, Bagian Kesatu, Pasal 54, Ayat 1, 2, dan 3: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta peseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan; (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan; (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengna Peraturan Pemerintah. Dengan sederhana, dapat dipahami bahwa kerja sama sekolah, keluarga, sekolah, memberikan pelayanan kepada keluarga/ orang tua (anak didik), meningkatkan keterampilan dan kepemimpinan bagi orang tua, menghubungkan keluarga dengan lainnya di sekolah dan di masyarakat, dan memvbantu pendidik/ guru dalam tugasnya. Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan menciptakan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya pendidikan, apa yang dicita-citakan masyarakat dapat diwujudkan melalui anak didik sebagai generasi masa depan. Karena satu peranan pendidikan dalam masyarakat yaitu dalam fungsi sosial, yakni sebagai salah satu sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat. (Abdullah Idi dan Safarina, 2011: 69)

2.5.2 Pendidikan dan Stratifikasi Sosial

  Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/ atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya, dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah.

  Strata sosial rendah meliputi keluarga ekonomi lemah, berpendidikan

  formal rendah, tempat tinggal sederhana dan kurang baik, perhatian pada pemenuhan kebutuhan hari in, jangkauan hari esok terbatas, anak dimasukkan ke sekolah kurang bermutu/ syaratnya ringan; strata sosial menengah bercirikan: Penghasilan melebihi keperluan hidup, biasa menabung, terpelajar, pendidikan sebagai alat kemajuan, mengandrungi masa depan lebih baik, menyekolahkan anak dalam waktu yang panjang, dan sekolah bermutu tinggi; dan strata sosial

  

tinggi yakni mereka yang berada dilapisan atas, dengan cirri-ciri: kehidupan

  kemudian hari, mempertahankan status, pendidikan formal tidak dipandang sebagai alat mencapai kemajuan (Abdullah Idi dan Safarina, 2011).

  Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang tidak dapat dihindari dan terdapat di setiap lapisan masyarakan di seluruh negara. Pandangan dan keperluan mengenai pendidikan, dorongan, cita-cita dan hal yang lain bertalian dengan pendidikan, diwarnai stratifikasi sosial. Jika suatu sekolah memiliki kualitas yang kemudian menghasilkan lulusan pendidikan yang berkualitas yang nantinya akan mengisi lapangan pekerjaan dengan upah atau penghasilan yang sesuai, maka masa depan anak-anak dari lapisan sosial yang lebih tinggi (menengah atau atas) akan bertahan, tetapi tidak dengan anak-anak dari lapisan bawah. Mereka tidak akan dapat bertahan dengan pendidikan yang tinggi untuk mencapai tingkat stratifikasi yang lebih baik. Maka disini dapat dikatakan bahwa kualitas suatu sekolah atau pendidikan dapat mempertahankan stratifikasi sosial.

  Terdapat beberapa sistem pelapisan di masyarakat, yaitu closed social

  certification yang berarti sistem stratifikasi tertutup, membatasi kemungkinan

  berpindahnya seorang dari satu lapisan ke lapisan lain, baik berupa gerak ke atas maupun ke bawah, dan hanya ada satu jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah melalui kelahiran; lalu open social stratification yaitu sistem stratifikasi terbuka dimana masyarakat didalamnya memilii kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri untuk naik lapisan, dan atau jika tidak bernasib baik akan jatuh dari lapisan yang atas ke bawah.

  Status yang diperoleh seorang individu kemudian menjadi kunci akses ke segala macam hak-hak istimewa dalam masyarakat. Dimana pada dasarnya hak oleh yang satu terhadap yang lainnya. Pihak yang mendominasi dan didominasi, pada akhirnya, merupakan sumber dari ketidaksamaan dalam masyarakat. Oleh sebab itu, bagi kalangan kelompok masyarakat dari kelas bawah (strata sosial rendah) akan sangat berarti bila setelah memperoleh pendidikan tinggi memiliki akses memperoleh pekerjaan, sehingga dapat mengubah tingkat kehidupan sosial yang sering kali diukur dengan tingkat pendapatan.

2.5.3 Pendidikan dan Mobilitas Sosial

  Mobilitas berasal dari kata dasar mobile yang merupakan serapan dari bahas Inggris dengan pengertian bergerak. Bila ditambah dengan kata sosial, mobilitas sosial memiliki arti sebagai sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Paul B. Horton dan Chester L. hunt (1992) mengatakan mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lain.

  P.A. Sorokin dalam Ary H. Gunawan mengatakan mobilitas sosial dapat dibagi menjadi dua: (1) mobilitas vertical yang meliputi (a) social climbing, dari status yang rendah ke status yang tinggi, dimana keberadaan status yang tinggi itu sudah ada sebelumnya dan membentuk kelompok atas status yang baru, karena status yang lebih atas belum ada (promosi); (b) social sinking, dari kelompok tinggi/ atas turun ke rendah; dan derajat kelompoknya turun; (2) mobilitas

  horizontal , yakni apabila perubahan terjadi secara linear, misalnya seorang asisten rumah tangga yang berubah pekerjaannya menjadi buruh pabrik.

  Pada kehidupan dunia modern, semakin banyak orang yang berupaya tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda, mereka tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas mereka rendah, tentu saja berarti kebanyakan orang terpenjara dalam status nenek moyang mereka, dan mereka akan hidup dalam kelas sosial tertutup.

  Perpindahan atau mobilitas sosial dapat berupa intragenerational atau dapat berupa perbandingan posisi seseorang

  intergenerational. Intragenerational

  dalam skala sosial pada kehidupan masa lalu dan kemudian ditemukan mnurun atau cenderung meningkat. Lalu berikutnya, intergenerational, mobilitas sosial seorang dipandang dengan melihat generasi dirinya dengan generasi sebelumnya, generasi orang tuanya, apakah cenderung naik atau menurun dalam skala sosial.

  Mobilitas sosial lebih mudah dilakukan pada masyarakat yang memilii sifat terbuka, sebaliknya pada masyarakat yang sifatnya tertutup (kasta) kemungkinan untuk melakukan perpindahan (mobilitas) akan lebih sulit. Sebagai contoh, di India yang menganut sistem kasta, jika seorang individu terlahir dalam kasta rendah meskipun dia memiliki kemampuan dan keahlian, kasta tidak akan berubah karena yang menjadi kriteria strata adalah keturunan, bukan keahlian. Sehingga tidak terjadi gerakan atau mobilitas soial dari kasta satu ke kasta yang lain.

  P.A. Sorokin dalam Ary H. Gunawan mengatakan ada sejumlah saluran mobilitas sosial, diantaranya adalah:

  1. Angkatan Bersenjata, merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Sebagai contoh, seorang prajurit yang mungkin berasal dari golongan masyarakat rendah memiliki peranan yang berjasaa pada mendapatkan penghargaan dari masyarakat maupun dari negara, yaitu berupa pangkat/ kedudukan yang lebih tinggi.

  2. Lembaga Keagamaan dapat meningkatkan status sosial seseorang yang memiliki jasa dalam perkembangan agama seperti ustadz, pendeta, dan biksu. Status sosial para penyebar jajaran agama ini akan meningkatkan status sosialnya di masyarakat, terutama bagi komunitas pengikut agama tertentu.

  3. Lembaga Pendidikan merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, juga dianggap sebagai social elevator yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap individu untuk mendapatkan kedudukan lebih tinggi, baik individu tersebut berasal dari keluarga miskin sekalipun.

  4. Organisasi Politik memberikan kesempatan yang sama seperti angkatan bersenjata, kepada para anggotanya yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.

  5. Organisasi Ekonomi, seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lainnya dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin besar prestasi individu dalam organisasi ekonomi, semakin tinggi jabatan yang ditempati. Semakin tinggi jabatan yang ditempati, semakin besar pendapatan yang diraih dan karena pendapatan bertambah berakibat pada kekayaannya bertambah yang juga mengakibatkan status sosial di

  6. Keahlian, individu yang rajin menulis dan menyumbangkan pengetahuan/ keahliannya kepada kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi dari indivivdu biasa.