Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 2004 – 2013

  No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 J UMLAH P ENDUDUK M

  ISKIN S EPTEMBER 2013 M ENCAPAI 4,705 J UTA O RANG

RINGKASAN

  ƒ Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

  Provinsi Jawa Tengah pada September 2013 mencapai 4,705 juta orang (14,44 persen), berkurang 28,08 ribu orang (0,13 persen) jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 4,733 juta orang (14,56 persen). ƒ

  Selama periode Maret – September 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 40,48 ribu orang (dari 1.911,21 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 1.870,73 ribu orang pada September 2013), sementara di daerah perdesaan bertambah 12,40 ribu orang (dari 2.821,74 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 2.834,14 ribu orang pada September 2013).

  ƒ Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 sebesar 12,87 persen menurun menjadi 12,53 persen pada September 2013. Namun persentase penduduk miskin di daerah perdesaan meningkat yaitu dari 15,99 persen pada Maret 2013 menjadi 16,05 persen pada September 2013.

  ƒ Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi September 2013 sebesar Rp. 261.881,- per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan September 2013 sebesar Rp. 268.397,- per kapita per bulan atau naik 5,34 persen dari kondisi Maret 2013 (Rp. 254.800,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 9,00 persen menjadi sebesar Rp. 256.368,- per kapita per bulan dibandingkan dengan Maret 2013 yaitu sebesar Rp. 235.202,- per kapita per bulan.

  ƒ Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada

  September 2013 sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 72,78 persen tidak jauh berbeda dengan Maret 2013 yang sebesar 72,69 persen. ƒ

  Tiga komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan pad September 2013 adalah beras, rokok kretek filter, dan tempe.

  Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan. ƒ

  Selama periode Maret - September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,209 pada Maret 2013 menjadi 2,374 pada September 2013. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,543 menjadi 0,594 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.

  Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014

  1

  1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret – September 2013

  Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada September 2013 sebesar 4,705 juta orang (14,44 persen) yang berkurang 28,08 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang berjumlah 4,733 juta orang (14,56 persen). Di daerah perkotaan mengalami penurunan 40,48 ribu orang (0,34 persen) menjadi 1.870,73 ribu orang pada September 2013. Namun, di daerah perdesaan mengalami kenaikan 12,40 ribu orang (0,06 persen) menjadi 2.834,14 ribu orang pada periode yang sama.

  Selama periode Maret September 2013, distribusi penduduk miskin antara daerah – perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Maret 2013, sebagian besar (59,62 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada September 2013 (60,24 persen).

  Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, Maret - September 2013 Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Daerah/Tahun (ribu orang) Miskin (persen) (1) (2) (3) Perkotaan

  Maret 2013 1.911,21 12,87 September 2013 1.870,73 12,53

  Perdesaan

  Maret 2013 2.821,74 15,99 September 2013 2.834,14 16,05

  Kota+Desa

  Maret 2013 4.732,95 14,56 September 2013 4.704,87 14,44

  Sumber: Diolah dari data Susenas Maret dan September 2013

  2. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2004 – 2013

  Pada periode tahun 2004 – 2005 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 6,843 juta orang pada tahun 2004 menjadi 6,534 juta orang pada Februari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,06 persen pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005.

  Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49 persen) pada Februari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Maret 2006. Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Februari 2005 ke Maret 2006

  Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya. Namun mulai tahun 2007 sampai tahun 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami kecenderungan menurun (Gambar 1).

  Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2013, perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat ditunjukkan oleh gambar berikut :

  Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 2004 – 2013

  80 \

  71,0 68,4 65,6

  70 65,3 61,9 57,3

  60 53,7 52,6

  51,1 49,8 48,6 47,3

  47,0

  50

  40

  30

  20 22,19 21,11

  20,43 19,23 20,49 17,72

  16,56 16,21 15,76

  10 15,34 14,98

  14,56 14,44 Feb   Feb   Mar   Mar   Mar   Mar   Mar   Mar   Sept   Mar   Sept   Mar   Sept   2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013

  Jumlah  Pend. Miskin (ratus ribu orang) %  Pend. Miskin Sumber : Diolah dari data Susenas Maret dan September

3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret - September 2013

  Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret - September 2013, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 7,26 persen, yaitu dari Rp. 244.161,- per kapita per bulan pada Maret 2013 menjadi Rp. 261.881,- per kapita per bulan pada September 2013. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan September 2013 sebesar Rp. 268.397,- per kapita per bulan atau naik 5,34 persen dari kondisi Maret 2013 (Rp. 254.800,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 9,00 persen menjadi sebesar Rp. 256.368,- per kapita per bulan dibandingkan dengan Maret 2013 yaitu sebesar Rp. 235.202,- per kapita per bulan (Tabel 2).

  Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014

  3

  Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, Maret - September 2013 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Bukan Makanan Total Makanan (1) (2) (3) (4) Perkotaan

  Maret 2013 178.034 76.767 254.800 September 2013 189.782 78.615 268.397 Perubahan Maret 2013 - September 2013 (%) 6,60 2,41 5,34

  Perdesaan

  Maret 2013 177.026 58.176 235.202 September 2013 191.272 65.096 256.368 Perubahan Maret 2013 - September 2013 (%) 8,05 11,90 9,00

  Kota+Desa

  Maret 2013 177.487 66.674 244.161 September 2013 190.589 71.292 261.881 Perubahan Maret 2013 - September 2013 (%) 7,38 6,93 7,26

  Sumber : Diolah dari data Susenas Maret dan September 2013

  Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2013 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 72,69 persen dan sekitar 72,78 persen pada September 2013.

  Pada September 2013, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada GK adalah beras yaitu sebesar 37,37 persen di daerah perkotaan dan 40,03 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada GK (12,34 persen di daerah perkotaan dan 8,00 persen di daerah perdesaan). Komoditi lainnya adalah tempe (5,02 persen di daerah perkotaan dan 5,45 persen di daerah perdesaan), telur ayam ras (4,61 persen di daerah perkotaan dan 4,25 persen di daerah perdesaan) dan gula pasir (4,42 persen di daerah perkotaan dan 4,79 di daerah perdesaan). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah biaya perumahan (20,62 persen), biaya listrik (9,73 persen) dan biaya pendidikan (9,72 persen). Sedangkan di daerah perdesaan adalah biaya perumahan (20,19 persen), bensin (9,48 persen) dan biaya listrik (7,87 persen).

  Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014

  Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014

  5 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan,

  September 2013 Komoditi Kota (%) Komoditi Desa (%) (1) (2) (3) (4)

  Makanan Beras 37,37 Beras 40,03 Rokok kretek filter 12,34 Rokok kretek filter 8,00 Tempe 5,02 Tempe 5,45 Telur ayam ras 4,61 Gula pasir 4,79 Gula pasir 4,42 Telur ayam ras 4,25 Daging ayam ras 3,73 Bawang merah 4,01 Tahu 3,62 Tahu 3,92 Mie instan 3,39 Mie instan 3,54 Bawang merah 3,29 Daging ayam ras 2,53 Teh 1,31 Cabe rawit 1,99 Bukan Makanan Perumahan 20,62 Perumahan 20,19 Listrik 9,73 Bensin 9,48 Pendidikan 9,72 Listrik 7,87 Bensin 8,92 Pakaian jadi anak-anak 7,46 Pakaian jadi anak-anak 7,48 Kayu bakar 6,55

  Sumber : Diolah dari data Susenas September 2013

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

  Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret - September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) meningkat. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,209 pada Maret 2013 menjadi 2,374 pada September 2013. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,543 menjadi 0,594 pada periode yang sama (Tabel 4). Peningkatan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.

  Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P

  Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2013 di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan, sama seperti Maret 2013. Pada September 2013, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P

  Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014

  Garis kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pengan essential. Garis kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non pangan essensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya.

  b.

  Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

  ) untuk daerah perkotaan hanya 2,058 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,642. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,514 dan daerah perdesaan sebesar 0,661. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan.

  1

  Sumber : Diolah dari data Susenas Maret dan September 2013

  1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P

  Maret 2013 0,525 0,559 0,543 September 2013 0,514 0,661 0,594

  Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 )

  Maret 2013 2,011 2,377 2,209 September 2013 2,058 2,642 2,374

  1 )

  Indeks Kedalaman Kemiskinan (P

  2 ) menurut Daerah, Maret – September 2013

Tahun Kota Desa Kota + Desa

(1) (2) (3) (4)

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.

  Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah

  penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

  d.

  Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

  e.

  Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

  f. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

  g.

  Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

  h.

  Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2013 adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) September 2013.

  Jumlah sampel secara nasional sebanyak ± 75.000 Rumah Tangga. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

  • ### ----- Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014

  7

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar PPKN KelaS 4 SD Negeri Tingkir Tengah 02 Tahun Pelajaran 2017/2018 Menggunakan Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Berbasis Kurikulum 2013

0 1 98

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Model Pembelajaran Discovery

0 2 14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbasis Kurikulum 2013 S

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbasis Kurikulum 2013 Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis, Desain dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Jenis Penelian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) di Tinjau dari Hasil Belajar Siswa Kelas V

0 1 22

Yanuarius Ricardus Natal Dosen Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, STKIP Citra Bakti yanuariusrichardusgmail.com Abstrak - KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA PENDIDIKAN DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN BAJAWA

1 2 15

EVALUASI PROGRAM PEMBINAAN PRESTASI BELA DIRI SHOTO-KAI KABUPATEN NAGEKEO Bernabas Wani Pendidikan Jasmanai Kesehatan dan Rekreasi STKIP Citra Bakti Email: bernabas.wanigmail.com

0 0 7

PENDEKATAN SAINTIFIK BERORIENTASI KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI SATAP I BAJAWA KABUPATEN NGADA-FLORES

0 4 13

Kebijakan Pembangunan Kependudukan dan KB di Pemprov Jawa Tengah

0 1 34

ANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKAMATERI LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI DATAR DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK KURIKULUM 2013 EDISI REVISI 2018 DI KELAS VIII TAHUN AJARAN 2017/2018

0 0 24