BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Studi Kelayakan Bisnis - Studi Kelayakan Bisnis Pada Usaha KERUPUK (Studi pada UD. Marendal Sejati Jl. Marendal Gg. Sejati No. 8 Medan)

BAB II LANDASAN TEORI

  2.1 Studi Kelayakan Bisnis

  Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:10), studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atas bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan.

  2.2 Aspek-Aspek Utama Studi Kelayakan Bisnis

2.2.1 Aspek Pasar

  Pasar dan pemasaran memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan kata lain setiap ada kegiatan pasar selalu diikuti oleh pemasaran dan setiap kegiatan pemasaran adalah untuk mencari atau menciptakan pasar.

  1. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:70) pasar adalah suatu mekanisme yang terjadi antara pembeli dan penjual atau tempat pertemuan antara kekuatan- kekuatan permintaan dan penawaran.

  2. Menurut Safrizal dan Ami Dilham (2007:43) pasar adalah orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja, dan kemauan untuk membelanjakannya.

  Pasar meliputi keseluruhan pembeli potensial yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginannya, dimana pembeli tersebut bersedia dan mampu membeli alat- alat pemuas melalui pertukaran diacu dalam Husnan dan Muhammad (2005:40). Menurut Husnan dan Muhammad (2005) aspek pasar mengkaji tentang: 1.

  Permintaan (Demand) Menurut Kotler (1988) dalam Husnan dan Muhammad (2005), jumlah yang diminta untuk jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut permintaan. Dari konsep permintaan tersebut dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan adalah harga komoditi tersebut, harga komoditi barang lain, pendapatan rata-rata rumah tangga, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan jumlah penduduk.

  Kajian permintaan perlu dianalisis baik secara total ataupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan proyeksi permintaan tersebut di masa yang akan datang.

  2. Penawaran (Supply) Menurut Kotler (1988) dalam Husnan dan Muhammad (2005), jumlah yang ditawarkan untuk jumlah komoditi yang ingin dijual oleh perusahaan disebut penawaran, sehingga dari konsep penawaran tersebut dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran yang dilakukan oleh suatu industri (perusahaan) adalah harga barang tersebut, harga barang lain, harga faktor produksi, dan teknologi. Kajian penawaran perlu dianalisis baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari impor, baik perkembangannya di masa lalu maupun proyeksi di masa yang akan datang.

  3. Program pemasaran

  Menurut Kotler (1988) dalam Husnan dan Muhammad (2005), program pemasaran sering disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix), yang terdiri dari empat komponen yaitu produk (product), harga (price), distribusi (distribution), dan promosi (promotion). Program pemasaran mencakup strategi pemasaran yang akan digunakan bauran pemasaran serta identifikasi siklus kehidupan produk, pada tahap apa produk akan dibuat. Sebuah perusahaan sebelum memproduksi sebuah produk harus terlebih dahulu melihat permintaan yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, penawaran yang dilakukan oleh produsen dalam industri tersebut, market share perusahaan selama ini, serta peluang market share yang masih bisa ditingkatkan.

  Hal ini perlu dilakukan agar produk yang ditawarkan perusahaan tepat sasaran dan menghindari kerugian bagi perusahaan.

  Kondisi pasar cenderung memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga untuk memudahkan maka perlu dilakukan segementasi pada pasar tersebut agar pasar memiliki karakteristik yang lebih sama. Segmentasi dapat berdasarkan aspek geografis yang terdiri dari bangsa, negara, provinsi, dan kabupaten/kota madya, aspek demografis yang terdiri dari usia dan tahap daur hidup, jenis kelamin, dan pendapatan, aspek psikografis yang meliputi kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian serta aspek perilaku yang terdiri dari kesempatan, tingkat penggunaan, status kesetiaan, tahap kesiapan pembelian, dan sikap. Setelah dilakukan segementasi perlu analisis untuk menentukan segmen pasar yang dicakup dan dapat dilayani. Tahap terakhir adalah penentuan posisi pada segmen terpilih yang akan ditempati. Pesaing juga akan menentukan keberlanjutan sebuah bisnis sehingga perlu dilakukan analisis pesaing. Pesaing merupakan suatu perusahaan lain yang mempunyai salah satu atau lebih ciri-ciri : (1) perusahaan yang menawarkan produk dan harga yang sama di pasar, (2) perusahaan yang membuat produk atau kelas produk yang sama, (3) perusahaan yang membuat produk dan memasok yang sama, dan (4) perusahaan yang memperebutkan uang dari konsumen yang sama.

2.2.2 Aspek Manajemen dan Organisasi

2.2.2.1 Manajemen

  Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:245), untuk keperluan studi kelayakan bisnis yang perlu dianalisis adalah bagaimana fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan diterapkan secara benar.

  Adapun fungsi-fungsi yang terdapat dalam manajemen adalah sebagai berikut: 1.

   Planning

  Perencanaan adalah proses menentukan arah yang akan ditempuh dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses ini ditentukan tentang apa yang harus dilakukan, kapan dan bagaimana melakukannya serta dengan cara apa hal tersebut dilaksanakan.

2. Organizing

  Pengorganisasian adalah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan dalan unit-unit. Tujuannya adalah supaya tertata dengan jelas antara tugas,wewenang dan tanggung jawab serta hubungan kerja dengan sebaik mungkin dalam bidangnya masing-masing.

  3. Actuating

  Menggerakkan atau melaksanakan adalah proses untuk menjalankan kegiatan/pekerjaan dalam organisasi. Dalam menjalankan organisasi para pemimpin/manajer harus menggerakkan bawahannya untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan dengan cara memimpin, member perintah, member petunjuk dan member motivasi.

  4. Controlling

  Pengawasan adalah proses untuk mengukur dan menilai pelaksanaan tugas apakah telah sesuai dengan rencana. Jika dalam proses tersebut terjadi penyimpangan maka akan segera dikendalikan.

2.2.2.2 Pendekatan Manajemen Dalam Pembuatan Perencanaan

  Menurut Didit dan Triani (2009:33) pendekatan manajemen dalam pembuatan perencanaan terbagi tiga, yaitu :

  1. Pendekatan Atas-Bawah (Top-Down) Dalam pendekatan ini perencanaan dilakukan oleh pemimpin perusahaan.

  Unit organisasi dibawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah dilaksanakan.

  2. Pendekatan Bawah-Atas (Boottom-Up) Dalam pendekatan ini pimpinan memberikan gambaran situasi dan kondisi yang akan dihadapi organisasi, termasuk visi, misi, tujuan sasaran dan sumberdaya yang dimiliki. Selanjutnya memberikan kewenangan kepada manajemen ditingkat bawah untuk menyusun perencanaan.

  3. Pendekatan Campuran

  Dalam pendekatan ini pemimpin memberikan petunjuk perencanaan organisasi secara garis besar, sedangkan secara detail, diserahkan kepada kreativitas unit perusahaan dibawahnya, dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku.

2.2.2.3 Organisasi

  Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:261) Organisasi secara statis dapat diartikan suatu wadah atau tempat kerja sama untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan rencana yang telah diterapkan. Organisasi secara dinamis diartikan sebagai suatu proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bentuk organisasi berdasarkan hubungan-hubungan wewenangnya. Wewenang masing-masing baik lini, staf maupun fungsional adalah sebagai berikut:

  1. Wewenang lini adalah wewenang yang menimbulkan tanggungjawab atas tercapainya tujuan-tujuan perusahaan

  2. Wewenang staf adalah wewenang yang membantu agar orang yang mempunyai wewenang lini bekerja secara efektif dalam mencapai tujuan- tujuan perusahaan.

  3. Wewenang fungsional adalah wewenang yang diberikan kepada seseorang atau departemen untuk dapat mengambil keputusan mengenai hal-hal yang berada di departemen yang lain.

2.2.3 Aspek Teknis (Produksi)

  Menurut Syafrizal Helmi Situmorang (2007:104), produksi biasanya timbul setelah dilakukan riset atau penelitian terhadap konsumen, produk apa yang sedang diinginkan konsumen serta sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan dan pengebangan produk pada hakikatnya adalah meliputi berbagai macam aktivitas marketing dan hal tersebut merupakan sebuah fungsi yang berorientasi pada konsumen.

  Analisis dalam aspek produksi adalah untuk menilai kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menilai ketetapan lokasi dan layout serta kesiagaan mesin yang digunakan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penilaian aspek peroduksi sebagai berikut:

  1. Agar perusahaan dapat menentukan lokasi yang tepat 2.

  Agar perusahaan dapat menentukan layout yang sesuai dengan proses produksi yang dipilih, sehingga memberikan efesiensi

  3. Agar perusahaan dapat menentukan teknologi yang tepat dalam menjalankan produksinya

  4. Agar perusahaan dapat menentukan metode perusahaan yang paling baik 5.

  Agar dapat menentukan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan sekarang dan dimasa yang akan dating Aspek teknis merupakan analisis yang berhubungan dengan input proyek

  (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa, dimana Aspek teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan Muhammad, 2005:55). Analisis teknis akan dapat menentukan hasil-hasil yang potensial di areal proyek, pengujian fasilitas-fasilitas pemasaran dan penyimpanan yang dibutuhkan untuk mendukung dalam pelaksanaan proyek, pengujian sistem sistem pengolahan yang dibutuhkan.

  Menurut Nurmalina et al. (2009) beberapa hal yang perlu dikaji dalam aspek teknis antara lain lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi dan equipment.

1. Lokasi Bisnis

  Variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi bisnis ini terdiri atas variabel utama dan variabel bukan utama yang dimungkinkan untuk berubah.

  Variabel utama antara lain (1) ketersedian bahan baku, bila suatu usaha memerlukan bahan baku dalam jumlah yang besar maka bahan baku menjadi variabel yang cukup penting dalam penentuan lokasi bisnis sehingga pengusaha perlu mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan, kelayakan harga bahan baku, kapasitas, kualitas, dan kontinuitas sumber bahan baku, serta biaya pendahuluan yang diperlukan sebelum bahan baku diproses. (2) letak pasar yang dituju, informasi yang perlu diperoleh antara lain daya beli konsumen, pesaing dan analisis pasar lainnya. (3) Tenaga listrik dan air, pada perusahaan yang menggunakan listrik dalam jumlah besar tentu perlu mengetahui ketersediaan listrik di suatu lokasi. Sama halnya dengan kebutuhan air bagi perusahaan yang menggunakan air cukup banyak. (4) Supply tenaga kerja yang sangat mempengaruhi biaya produksi yang ditanggung oleh perusahaan harus tersedia dengan baik. (5) Fasilitas transportasi, hal ini berkaitan dengan pertimbangan bahan baku dan pertimbangan pasar. Jika lokasi berdekatan dengan sumber bahan baku, maka pertimbangan utama adalah transportasi menuju pasar.

  Variabel bukan utama antara lain (1) hukum dan peraturan di Indonesia maupun di tingkat lokal pada rencana lokasi, karena dimungkinkan ada peraturan yang melarang pendirian suatu bisnis di suatu lokasi atau adanya keringanan dari pemerintah untuk mendirikan suatu lokasi. (2) Sikap dari masyarakat setempat yang mendukung atau tidak pada pendirian suatu bisnis. (3) Rencana masa depan perusahaan dalan kaitannya dengan perluasan bisnis.

  2. Luas Produksi Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelolaan proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen perusahaan, dan kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang. Pada produk baru, kapasitas produksi biasanya masih belum optimal, namun sebaiknya kapasitas produksi ini masih berada di tingkat titik impas.

  3. Proses Produksi Produksi terdiri atas tiga jenis yaitu proses produksi yang terputus-putus, proses produksi yang kontinu, dan proses produksi kombinasi.

  4. Layout Layout ini mencakup layout site, layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik, dan fasilitas-fasilitanya. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan yakni kosistensi dengan teknologi produksi, arus produk dalam proses produksi yang lancar dari satu proses ke proses lain, penggunaan ruangan yang optimal, kemudahan melakukan ekspansi, meminimisasi biaya produksi, dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja.

5. Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment

  Pada dasarnya pemilihan teknologi ini berpatokan pada seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan.

  Saat ini digunakan pula teknologi tepat yang dalam hal ini dapat digunakan kriteria tentang penggunaan potensi ekonomi lokal dan kesesuaian dengan kondisi sosial budaya setempat.

  Pemilihan mesin dan peralatan serta jenis teknologi mempunyai hubungan yang erat sekali karena pemilihan mesin wajib mengikuti ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan walaupun juga mempertimbangkan faktor non teknologi lainnya seperti keadaan infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin, keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin dan peralatan yang ada di sekitar lokasi bisnis, kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan peralatan tersebut.

2.2.4 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya

  Pada aspek ini, analisis yang dilakukan akan menilai apa dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Beberapa pertimbangan sosial yang harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial seperti penciptaan kesempatan kerja yang merupakan masalah terdekat dari suatu wilayah (Gittinger, 1986:47). Nurmalina et al. (2009) menambahkan bahwa dalam menganalisis aspek sosial perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaan sosial yang lebih luas dari adanya investasi proyek. Sehingga pada aspek sosial yang dinilai antara lain penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, pemerataan kesempatan kerja dan pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis. Sedangkan dari aspek ekonomi akan dinilai apakah suatu bisnis mampu memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Aspek budaya dapat dianalisis melalui dampak adanya bisnis pada budaya masyarakat sekitar. Suatu bisnis tidak akan ditolak bila secara sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat dan secara ekonomi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.2.5 Aspek Lingkungan

  Pembangunan suatu usaha tentu akan memberikan dampak bagi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisis aspek lingkungan diperlukan untuk menganalisis dampak tersebut. Nurmalina et al. (2009:49) menyatakan bahwa dalam menganalisis aspek lingkungan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pengaruh keberadaan bisnis terhadap lingkungan sekitar. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab tidak ada bisnis yang bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan. Sehingga untuk membangun sebuah usaha perlu dilakukan analisis terhadap aspek lingkungan.

2.3 Usaha Kecil Menengah

  Menurut Gaedeke dan Tootelian dalam Partomo dan Soedjoedono (2002), UKM memiliki 4 karakteristik, yaitu (1) kepemilikan, (2) Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan pemodal, (3) wilayah operasinya terbatas pada lingkungan sekitarnya, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya, dan (4) ukuran dari perusahaan dalam industri bersangkutan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam bidang usaha yang sama.

  Sedangkan menurut Balton dan Pratomo dan Soedjoedono(2002) menyatakan bahwa pimpinan atau pengurus UKM pada umumnya kurang atau tidak mengenyam pendidikan formal atau mempunyai pendapatan lemah terhadap perlunya pendidikan dan pelatihan.

  Walaupun UKM dipandang sebelah mata oleh para pesaing dari perusahaan skala besar, tetapi UKM memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan usaha besar, yaitu : 1.

  Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.

  2. Hubungan kemanusian yang akrab di dalam perusahaan kecil.

  3. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.

  4. Fleksibilitasnya dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dangan cepat dibanding dengan perusahaan besar yang pada umumnya memiliki birokrasi.

  5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan. Partomo dan Soedjoedono (2002) berpendapat pada kenyataannya UKM memiliki kendala-kendala dalam mempertahankan dan pengembangan usaha

  (bisnis), antara lain kurangnya pengetahuan pengelolaan usaha, kurang modal, daln lemah di bidang pemasaran. Untuk mengatasinya UKM harus memiliki strategi bisnis yang tepat perlu diambil, diantaranya adalah :

  1. Untuk dapat mengembangkan UKM perlu dipelajari terlebih dahulu tentang ciri-ciri kelemahan serta potensi-potensi yang tersedia serta perundang-undangan yang mengaturnya.

  2. Diperlukan bantuan manajerial agar tumbuh inovasi-inovasi mengelola UKM berdampingan dengan usaha-usaha yang besar.

  3. Secara Vertikal dalam sistem gugus usaha, UKM bisa menjadikan diri komplemen-komplemen usaha industri perushaaan produsen utama.

  Maka diperlukan suatu strategi UKM menjalin kerja komplementer dengan usaha-usaha besar.

  Kerja sama yang terjalin bisa berbentuk koperasi dan secara bersama-sama beroperasi masuk dalam usaha tertentu. Di Indonesia kemitraan usaha yang berbentuk koperasi merupakan strategi bisnis yang sangat penting, sehingga pemerintah menganggap perlu membentuk departemen khusus untuk menangani UKM dan Koperasi.

2.4 Penelitian Terdahulu

  Rina Kusrina (2011), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kerupuk, Perusahaan kerupuk Cap Dua Gajah, Indramayu, Jawa Barat”. Hasil penelitian Jawa Barat memiliki potensi sektor perikanan yang sangat besar, baik perikanan darat maupun perikanan lepas pantai yang tidak hanya mencukupi untuk kebutuhan lokal, namun juga diekspor ke luar negeri. Salah satu daerah potensial di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Indramayu. Produksi perikanan Indramayu yang menyumbang 32,87 persen dari produksi perikanan Jawa Barat yaitu sebesar 94,6 ribu ton pada tahun 2007. Pengembangan Industri hasil perikanan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan nasional di sektor perindustrian. Industri pengolahan ikan di Indramayu yang potensial adalah industri pengolahan kerupuk ikan/udang yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah unit usaha dalam setiap tahunnya. Di kabupaten Indramayu, industri pengolahan ikan yang memiliki produksi paling tinggi adalah produksi pengolahan kerupuk ikan yaitu sebesar 3,5 ribu ton atau sebesar 45,20 persen dari seluruh total produksi olahan hasil perikanan. Salah salah satu desa yang merupakan sentra industri pengolahan kerupuk ikan/udang adalah Desa Kenanga Kecamatan Sindang. Salah satu perusahaan yang memproduksi kerupuk ikan/udang di Desa Kenanga Kecamatan Sindang adalah Perusahaan Kerupuk Cap Dua Gajah. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang mengolah kerupuk ikan/udang dengan jumlah produksi terbesar di Indramayu (Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan, 2010). Pada tahun 2009 perusahaan ini melakukan penambahan teknologi mesin terutama pada bidang produksi untuk meningkatkan produksinya agar dapat memenuhi permintaan pasar. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk melihat sejauh mana manfaat bersih yang diperoleh perusahaan dengan adanya penambahan teknologi tersebut.

  Mega Ari Suryani (2011), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung (Studi Kasus Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat)”. Hasil penelitian perbandingan analisis finansial usaha mi mentah terigu, mi mentah jagung 30 persen, dan mi mentah jagung 100 persen menunjukkan bahwa dari ketiga jenis usaha, usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak diusahakan. Nilai NPV usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen yang diperoleh sebesar Rp 1.011.003.777 lebih besar dibandingkan usaha pembuatan mi mentah terigu maupun mi mentah jagung 30 persen, sehingga usaha mi mentah jagung 100 persen memberikan manfaat bersih yang lebih besar daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh juga lebih tinggi yaitu sebesar 3,96. Tingkat pengembalian investasi juga berbeda cukup besar pada tingkat diskonto 7,47 persen. Namun, nilai IRR yang diperoleh usaha mi mentah terigu memiliki nilai paling besar dibandingkan kedua usaha yang lain yaitu 39,06 persen. Nilai payback period usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen memiliki nilai lebih kecil daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 100 persen. Hal ini berarti waktu yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran investasi adalah paling singkat dibandingkan umur proyek. Maka, usaha mi jagung 30 persen lebih layak untuk diusahakan dari segi nilai payback period. Hal ini berdasarkan kriteria investasi secara keseluruhan, usaha mi mentah jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak untuk diusahakan karena memiliki nilai NPV dan IRR yang paling besar. Analisis switching value pada ketiga usaha menunjukkan bahwa perubahan yang diakibatkan penurunan penjualan berpengaruh paling besar terhadap kelayakan usaha dibandingkan dengan perubahan lainnya. Perubahan penurunan penjualan pada ketiga usaha berkisar antara 16 – 24 persen. Perubahan ini lebih kecil dibandingkan perubahan peningkatan harga bahan baku tepung yang berkisar antara 27 – 60 persen.

  Sedangkan untuk perubahan yang terjadi karena kenaikan harga bahan baku tepung menjadi variabel yang kurang berpengaruh terhadap proyeksi aliran kas.

  Auliya Syafrul (2010), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Yoghurt di Perusahaan Dafarm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor”. Hasil penelitian usaha pembuatan yoghurt Dafarm layak untuk dijalankan ditinjau dari hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Hasil analisis aspek finansial menunjukkan bahwa kedua skenario usaha layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria investasi. Skenario usaha yang memberikan keuntungan lebih besar adalah skenario usaha II. Hal ini terbukti dengan nilai NPV skenario usaha II yang 1,45 kali nilai NPV skenario usaha I. Begitu pula dengan hasil analisis laba rugi ang bernilai positif setiap tahunnya pada masing-masing skenario usaha. Laba bersih yang diperoleh pada skenario usaha II lebih besar 1,3 kali laba usaha pada skenario usaha I.

  Debie Natalia Francisca Fausta Napitupulu (2009), meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Jus dan Sirup Belimbing Manis dan Jambu Biji Merah (Studi Kasus CV Winner Perkasa Indonesia Unggul, Kota Depok, Jawa Barat)”. Hasil penelitian analisis aspek non finansial yaitu, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek hukum menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan CV WPIU ini layak untuk dilaksanakan. Namun, pada aspek pasar, kegiatan promosi yang dilakukan belum optimal karena CV WPIU hanya mengandalkan keikutsertaan dalam pameran- pameran dan informasi dari mulut ke mulut. CV WPIU juga mengalami kendala pada aspek manajemen yaitu, ada beberapa karyawan yang kurang memiliki kemampuan dan tanggungjawab. Hasil analisis aspek finansial juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa Usaha ini lebih peka terhadap penurunan penjualan jus dan sirup daripada kenaikan harga gula pasir dan botol jus.

  Tio Panta Sihombing (2011), meneliti tentang “Studi Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Kopi Arabika (Studi Kasus PT. Sumatera Speciality Coffees)”. Hasil penelitian perhitungan kelayakan finansial pada PT SSC tanpa proyek maupun dengan proyek menunjukkan bahwa usaha ini layak.

  Namun secara umum kriteria-kriteria penilaian investasi tanpa proyek menunjukkan kondisi yang lebih baik kecuali NPV. Analisis finansial dengan proyek menghasilkan nilai NPV sebesar Rp. 9.245.716.350; nilai IRR 43,58%; PI 2,50 ; BEP Rp. 14.182.212.960,- dan PBP 3,48 tahun. Sementara tanpa proyek menghasilkan NPV Rp. 8.205.498.310; IRR 49,89% dimana nilai ini lebih besar dari nilai suku bunga pinjaman yang digunakan (12%); PI 4,47 ; BEP Rp. 12.192.648.830 dan PBP 2,13 tahun, yang berarti usaha ini sudah dapat menutupi biaya investasi awalnya sebelum umur usaha berakhir. Hasil analisis sensitivitas dengan skenario peningkatan harga bahan baku sebesar 2,17% yang tidak diikuti oleh kenaikan harga jual dan kapasitas produksi turun 14,39% mengakibatkan proyek kurang layak sementara peningkatan biaya tenaga kerja sebesar 10% dan peningkatan harga BBM sebesar 7,78% menunjukkan bahwa usaha ini masih layak untuk dijalankan. Proyeksi kinerja keuangan selama 5 tahun dengan asumsi penjualan tetap (sesuai kemampuan penjualan perusahaan saat ini) menunjukkan rasio profitabilitas dan manajemen aktiva menurun jika dibandingkan dengan rata- rata rasio selama 4 tahun terakhir ini. ROI menjadi 13,73% sebelumnya 21%; marjin laba usaha 10,02% sebelumnya 10,55%; ROE 14,61% sebelumnya 26,24%. Hal ini diakibatkan perusahaan belum mampu meningkatkan penjualan untuk mengimbangi biaya proyek. Secara keseluruhan dilihat dari analisis kualitatif dan kuantitatif berupa potensi perusahaan, studi kelayakan pengembangan dan proyeksi kinerja keuangan, dengan merealisasikan proyek ternyata tidak memberi keuntungan/ manfaat yang lebih baik bagi perusahaan.