BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit - Perbandingan Kinerja Jaringan Very Small Aperture Terminal Berdasarkan Diameter Antena Pelanggan Di Pasifik Satelit Nusantara Medan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit

  Satelit merupakan bagian perangkat telekomunikasi space segment yang bergerak mengitari bumi dan berada pada orbit tertentu. Satelit dapat disebut

  

repeater karena berfungsi sebagai penguat sinyal komunikasi, sehingga sistem ini

[1]

  dikatakan sebagai sistem komunikasi satelit . Pada umumnya sistem komunikasi satelit memiliki konfigurasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.1. Satellite Repeater Antenna Receive Receive Feed Transmit Antenna Low Noise Converter Block Decoding Demodulator Receiver and SB Receiver Information Output Waveguide Transmit High Power Amplifier Converter Up- SB Transmit Modulator Encoding Information Input

  [2]

Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit

  Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa sinyal yang dikirim dari Stasiun Bumi akan diterima dan diperkuat kembali oleh satelit yang kemudian

  Transmit dikirimkan ke Stasiun Bumi Receive.

  Secara umum, sistem komunikasi satelit tersusun atas dua bagian penting yaitu segmen angkasa (space segment) dan segmen bumi (ground segment). Segmen angkasa merupakan satelit yang terletak di orbit bumi sedangkan segmen bumi adalah seluruh perangkat-perangkat yang ada pada sebuah stasiun bumi.

2.1.1 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Komunikasi Satelit

  Adapun keunggulan dari sistem komunikasi satelit dapat dijelaskan sebagai

  [3]

  berikut : 1.

  Cakupan areanya yang sangat luas 2. Bandwidth yang cukup besar 3. Independen dari infrastruktur teresterial 4. Instalasi jaringan yang cepat 5. Biaya relatif rendah 6. Karakteristik layanan yang seragam 7. Layanan total hanya dari satu provider 8. Layanan mobile/wireless yang independen terhadap lokasi

  Sementara itu, kelemahan dari sistem komunikasi satelit adalah sebagai

  [3]

  berikut : 1.

  Delay propagasi besar 2. Rentan terhadap pengaruh atmosfir dan lainnya 3. Up Front Cost tinggi : contoh untuk Satelit GEO : Spacecraft, Groun

  Segment & Launch = US $ 200 jt, Asuransi : $ 50 jt 4.

  Distance Insensitive : biaya komunikasi untuk jarak pendek maupun jauh relatif sama

  5. Hanya ekonomis jika jumlah user besar dan kapasitas digunakan secara intensif

   Orbit Satelit

2.2 Orbit satelit adalah posisi satelit pada ketinggian tertentu yang mengelilingi

  bumi dan tetap pada tempatnya disebabkan adanya gaya grafitasi bumi. Orbit satelit berdasarkan jaraknya dibagi atas tiga jenis yaitu : Low Earth Orbit (LEO),

  [4] Mediun Earth Orbit (MEO) dan Geosynchronous Earth Orbit (GEO) .

  2.2.1 Low Earth Orbit (LEO) Satelit ini mengorbit pada ketinggian 500-1500 km dari permukaan bumi.

  Dengan ketinggian ini, satelit ini dapat digunakan untuk komunikasi suara tanpa

  [4] menimbulkan delay propagasi dan power yang digunakan juga relatif kecil .

   Medium Earth Orbit (MEO)

  2.2.2 Satelit ini mengorbit pada ketinggian antara 9000-20000 km dari permukaan

  bumi. Satelit ini memiliki cakupan yang lebih sempit dan memiliki delay yang

  [4] lebih kecil dibandingkan GEO .

  2.2.3 Geosynchronous Earth orbit (GEO)

  Satelit ini mengorbit pada ketinggian ± 36000 km dari permukaan bumi, sehingga diperlukan waktu 0.25 detik dalam mentransmisikan sinyal. Satelit ini disebut juga Geosynchronous karena waktu yang dibutuhkan satelit untuk mengitari bumi sama dengan waktu bumi berotasi pada porosnya. Jangkauan satelit ini dapat mencapai 1/3 luas permukaan bumi. Sedangkan kekurangan dari

  [4] satelit ini adalah membutuhkan power dan delay yang besar .

  Adapun Orbit Satelit berdasarkan jaraknya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

  [4]

Gambar 2.2 Orbit Satelit Berdasarkan Jarak

2.3 Sistem Akses Jamak Satelit (Satellite Multiple Access)

  Umumnya, setiap stasiun bumi dalam mengakses transponder satelit tidak sama satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan ukuran, kapasitas maupun frekuensi operasi dalam melayani node jaringan. Sebuah stasiun bumi dapat mengakses satu atau lebih transponder satelit. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan satu carrier per transponder atau multi carrier per transponder. Akibatnya, tiap-tiap transponder satelit dapat diakses oleh satu carrier atau beberapa carrier. Sementara itu, tiap transponder adalah repeater non linear dengan daya dan bandwidth yang terbatas, sehingga diperlukan suatu teknik untuk mengakses transponder satelit ke masing-masing stasiun bumi. Teknik ini disebut

  [5]

  dengan Satellite Multiple Access . Ada tiga jenis teknik yang digunakan pada sistem komunikasi satelit yaitu Frequency Division Multiple Access (FDMA), (TDMA) dan Code Division Multiple Access

  Time Division Multiple Access

  (CDMA). Sementara itu teknik multiple access yang digunakan di PSN Medan untuk jaringan VSAT IP adalah RTDMA (Random Time Division Multiple ).

  Access

2.3.1 Frequency Division Multiple Access (FDMA)

  FDMA merupakan teknik multiple access yang paling sederhana dimana setiap stasiun bumi telah ditentukan frekuensi kerjanya berdasarkan bandwidth total dan dapat mengakses ke satelit dalam waktu yang bersamaan. Setiap sinyal dari stasiun bumi akan dipancarkan secara simultan. Apabila transponder

  carrier

  diduduki oleh lebih dari dua sinyal carrier, maka level sinyal carrier yang dipancarkan oleh setiap stasiun bumi mempunyai batasan level EIRP yang tidak boleh dilampaui. Teknik multiple access ini tidak memerlukan pengontrolan yang rumit dan cocok digunakan untuk pengiriman data dengan kecepatan di atas 56

  [6] Kbps . Gambar 2.3 mengilustrasikan konsep FDMA.

  f1 Transponder f1 f1 f1 f1 SB SB SB SB [7]

Gambar 2.3 Konsep FDMA Time Division Multiple Access (TDMA)

2.3.2 Pada TDMA, setiap stasiun bumi mendapat alokasi bandwidth yang sama

  tetapi diberikan alokasi waktu untuk mengakses ke satelit. Pembagian alokasi waktu dilakukan dalam selang waktu tertentu yang disebut kerangka TDMA (TDMA frame). Setiap frame dibagi atas sejumlah celah waktu (time slot). Dimana informasi dimasukkan dalam time slot yang berbeda dan dipancarkan

  [6]

  secara priodik dengan selang waktu yang sama . Gambar 2.4 mengilustrasikan konsep dari TDMA.

  f1 f2 f3 Transponder f1

f3

f2

SB SB SB [7]

Gambar 2.4 Konsep TDMA

  2.3.3 Code Division Multiple Access (CDMA)

  CDMA merupakan teknik multiple access bersama ke satelit yang membagi satelit dengan memberikan kode-kode alamat tujuan dan

  bandwidth transponder

  pengenal untuk setiap data yang akan dikirimkan. Sinyal informasi memiliki kode tujuan dan pengenal masing-masing dan dipancarkan secara acak dan hanya

  [6]

  stasiun tujuan yang dapat menerima informasi tersebut . CDMA memiliki dua divisi utama, Spread-Spectrum Multiple-Access (SSMA) dan Pulse-Address

  

Multiple-Access (PAMA). SSMA memanfaatkan angle-modulation coding dan

  PAMA memanfaatkan amplitude-modulation coding. CDMA dapat dicirikan sebagai teknik random-access sementara FDMA dan TDMA menggunakan teknik

  [5] controll-access . Gambar 2.5 mengilustrasikan konsep CDMA. ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Transponder f1 f1 f1 f1 SB SB SB SB [7]

Gambar 2.5 Konsep CDMA Random Time Division Multiple Access (RTDMA)

  2.3.4 RTDMA merupakan pengembangan dari TDMA. Sistem ini dapat

  mengirimkan paket data secara acak/ random dan mencari slot yang kosong dimana dalam melakukan komunikasi datanya terdapat sebuah hub dan banyak

  

remote client yang membentuk topologi jaringan star dengan mekanisme kerja

  setiap remote client yang mengirimkan data via satelit akan melalui hub terlebih dahulu kemudian data akan diterima oleh remote client yang lain sedangkan antar

  

remote client tidak bisa langsung berkomunikasi. Adapun penggambaran

[4] mengenai sistem RTDMA dapat dilihat pada Gambar 2.6 .

  Retransmission

  VSAT

  1 VSAT Uplinks

  2 Retransmission (different delay from

  VSAT 1)

  VSAT

  3 Time Combined Downlink Collision due to 100 % overlap [4]

Gambar 2.6 Prinsip Kerja RTDMAGambar 2.6 memperlihatkan urutan proses transmisi dari protokol slotted

  , yaitu tabrakan dari paket dalam time slot yang sama dan rate transmisi dari

  aloha

  paket setelah waktu delay acak. Dengan slotted aloha, VSAT mengirimkan paket dalam time slot yang artinya terjadi sinkronisasi tetapi tidak terjadi koordinasi dalam arti, ketika mengirimkan paket pada time slot yang diberikan tidak perduli walaupun ada VSAT lain mengirimkan paket atau tidak pada time slot yang sama.

   Alokasi Band Frekuensi Satelit

2.4 Pengalokasian band frekuensi untuk layanan satelit merupakan suatu proses

  rumit yang memerlukan koordinasi dan perencanaan Internasional. Hal ini dilakukan di bawah naungan International Telecommunication Union (ITU). Untuk memfasilitasi perencanaan frekuensi tersebut, maka dunia membaginya

  [8]

  menjadi tiga wilayah : Wilayah 1 : Eropa, Afrika, dimana sebelumnya Uni Soviet dan Mongolia. Wilayah 2 : Amerika Utara dan Selatan maupun Greenland. Wilayah 3 : Asia (tidak termasuk wilayah 1), Australia dan Selatan Barat Pasifik.

  Dalam wilayah ini, band frekuensi dialokasikan ke berbagai layanan satelit, meskipun layanan yang diberikan memungkinkan dialokasikan band frekuensi yang berbeda pada wilayah yang berbeda. Beberapa layanan yang disediakan oleh satelit adalah :

1. Fixed Satellite Service (FSS) 2.

  Broadcasting Satellite Service (BSS) 3. Mobile Satellite Service 4. Navigational Satellite Service 5. Meteorological Satellite Service

  Adapun Tabel 2.1 merupakan pembagian band frekuensi yang umum digunakan untuk layanan satelit.

  [8]

Tabel 2.1 Alokasi Band Frekuensi Satelit

  Rentang Frekuensi

  Band Frekuensi Layanan

  (GHZ) 0.1 - 0.3

  VHF

  Messaging

  0.3 – 1.0 UHF

  Military, navigation mobile

  1.0 – 2.0 L Mobile, radio broadcast 2.0 – 4.0 S Mobile navigation

  4.0 - 8.0 C

  Fixed

  8.0 – 12.0

  X Military 12.0 – 18.0 Ku

  Fixed video broadcast

  18.0 – 27.0 K Fixed

  Fixed, audio broadcast,

  27.0 - 40.0 Ka

  intersatellite

  40.0 – 75

  V Intersatellite 75 – 110 W Intersatellite 110 – 300 Mn

  Intersatellite

  300 – 3000 µm

  Intersatellite Frekuensi band yang sering digunakan untuk komunikasi VSAT adalah C- Band, Ku-Band dan Ka-Band. Pada masing-masing frekuensi ini, dibagi lagi alokasi frekuensi masing-masing untuk uplink dan downlink yang dapat dilihat

  [9] pada Tabel 2.2 .

  [9]

Tabel 2.2 Alokasi Link Frekuensi Komunikasi Satelit

  Frekuensi Frekuensi Uplink (GHZ) Frekuensi Downlink (GHZ)

  Band

  C 5,925 – 7,075 3,7 – 4,2 Ku 14,0 – 14,5 11,7 – 12,2

  Ka 27,5 – 31,0 17,7 – 21,2

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Komunikasi Satelit

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem komunikasi satelit adalah

  [10]

  sebagai berikut : 1.

  Efek propagasi dari atmosfer 2. Efek Sun Outage, disebabkan oleh naiknya level noise dari sistem penerimaan karena arah antena dan datangnya sinar matahari berada pada satu garis lurus.

3. Kehandalan perangkat dan sistem 4.

  Redaman hujan, terutama pada Ku-Band 5. Ketepatan arah antenna 6. Interferensi jaringan

2.6 Sistem Komunikasi VSAT

  VSAT merupakan perangkat sistem komunikasi satelit ground segment dengan antena berbentuk parabola berdiameter hingga 4 meter yang digunakan

  [11] untuk melakukan pengiriman data, gambar maupun suara via satelit .

  Teknologi VSAT tidak hanya melayani pengguna bisnis tetapi melayani pengguna personal (rumah). VSAT masuk pertama kali ke Indonesia tahun 1989 dimana muncul pula bank-bank swasta yang sangat membutuhkan sistem komunikasi online seperti ATM (Automated Teller Machine). Infrastruktur jaringan telekomunikasi VSAT dirasakan lebih efektif apabila dibandingkan dengan jaringan kabel. Hal ini disebabkan, jaringan kabel kurang efesien karena instalasinya memakan waktu lama dan menelan biaya besar. Disamping itu, sangat rentan terhadap gangguan dan cakupan area yang terbatas karena kendala goegrafis. VSAT juga menawarkan value added service berbasis satelit seperti :

  

Internet , data, LAN, voice/fax dan dapat menyediakan jaringan komunikasi

[11]

private/public serta layanan multimedia .

  Pada umumnya, VSAT berada di site pengguna, dimana dalam melakukan komunikasinya dibutuhkan perangkat untuk menghubungkan komputernya dengan antena luar yang mempunyai transceiver. Tranceiver berfungsi untuk menerima dan mengirim sinyal informasi ke transponder satelit yang kemudian

  [11] akan dikuatkan untuk dikirimkan kembali menuju bumi .

2.7 Konfigurasi Jaringan VSAT

  Antar stasiun VSAT terhubung dengan satelit melalui Radio Frequency (RF). Link komunikasi dari stasiun VSAT ke satelit disebut Uplink, sedangkan

  [6] dari satelit ke stasiun VSAT disebut Downlink, seperti pada Gambar 2.7 .

  Satelit

Uplink Downlink

  [6]

Gambar 2.7 Uplink dan Downlink Stasiun VSAT ke Satelit

  Jaringan VSAT menggunakan satelit geostasioner, yang memiliki orbit pada bidang Equator dengan ketinggian ± 35786 km di atas permukaan bumi. Adapun

  [6] satelit geostasioner dapat dilihat pada Gambar 2.8 .

  [6]

Gambar 2.8 Satelit Geostasioner Arsitektur Jaringan VSAT

  2.8 [12]

  Adapun arsitektur jaringan VSAT terdiri dari : 1. Ground Segment (Segmen Bumi)

  Adapun bagian-bagian dari segmen bumi meliputi : Hub Station / Master Earth Station , Network Management System (NMS) dan Remote Earth Station.

2. Space Segment (Segmen Angkasa)

  Adapun bagian dari segmen angkasa berupa Transponder Satelit

Gambar 2.9 memperlihatkan tentang bagaimana arsitektur jaringan VSAT tersebut.

  [12]

Gambar 2.9 Arsitektur Jaringan VSAT VSAT memiliki kemampuan untuk menerima maupun mengirimkan sinyal melalui satelit kepada VSAT lain pada jaringan tersebut. Dimana sinyal akan dikirimkan lewat satelit ke hub station yang juga berfungsi sebagai pusat monitor, atau sinyal langsung dikirimkan ke VSAT lain dan hub digunakan hanya untuk mengawasi dan mengontrol, atau juga sinyal dikirimkan dari VSAT yang satu ke VSAT lainnya secara langsung tanpa menggunakan hub.

2.9 Komponen Jaringan VSAT

  Adapun komponen jaringan VSAT terdiri dari Hub Station, Remote Station

  [11] dan Satelit yang dapat dijelaskan sebagai berikut .

2.9.1 Hub Station Station berfungsi mengontrol seluruh operasi jaringan komunikasi.

  Hub

  Terdapat sebuah server Network Management System (NMS) yang berfungsi untuk memonitor dan mengontrol jaringan komunikasi yang terintegrasi dengan perangkat keras maupun perangkat lunak. Operator dapat mengakses server NMS untuk memonitor, memodifikasi dan men-download informasi konfigurasi individual ke masing-masing VSAT. Dimana NMS workstation terletak pada user data center.

  Stasiun ini mengatur multiple channel dari inbound dan outbound data. Pada jaringan private terdedikasi, hub ditempatkan bersama dengan fasilitas data- yang dimiki user. Pada jaringan hub yang dibagi-bagi, hub

  processing

  dihubungkan ke data center atau peralatan user dengan menggunakan sirkuit backhoul terrestrial. terdiri atas Radio Frequency (RF), Intermediate Frequency

  Hub Station

  (IF) dan peralatan Baseband. Peralatan RF meliputi antena, HPA (High Power

  

Amplifier ), LNA (Low Noise Amplifier) dan Up-Down Converter. Sementara

  peralatan IF dan Baseband meliputi IF Combiner/Devider, Modulator dan , peralatan pemeroses untuk antar muka channel satelit dan antar

  Demodulator

  muka peralatan pelanggan. Adapun bentuk dari sistem hub VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Sistem Hub VSAT [11]

2.9.2 Remote Station

  Remote Station

  merupakan perangkat yang terdapat di site pelanggan yang meliputi unit outdoor (ODU), unit indoor (IDU) dan Inter Facility Link (IFL). Adapun komponen remote VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.11.

  Antenna Circulator 2nd Up Converter 2nd Down Converter 1st Down Converter 1st Up Converter Modulator Demodulator Tx Filter Rx Filter LNA SSPA

Gambar 2.11 Komponen Remote VSAT [11]

a. Outdoor Unit (ODU)

  [11]

  Adapun bagian dari Outdoor Unit terdiri atas : 1. Antena Antena berfungsi untuk memancarkan dan menerima gelombang radio RF.

  Antena yang dipakai berupa solid dish antenna yang memiliki bentuk parabola. Fungsi antena pada komunikasi VSAT adalah sebagai berikut : a.

  Memancarkan gelombang radio RF dari stasiun bumi ke satelit dengan frekuensi 5,925 GHz sampai 6,425 GHz.

  b.

  Menerima gelombang radio RF dari satelit ke stasiun bumi dengan frekuensi 3,7 GHz sampai 4,2 GHz.

  Bagian antena terdiri atas reflektor, feedhorn, lengan penyangga, LNA, SSPA dan Up-Down Converter. Ukuran piringan antena atau dish VSAT berkisar antara 0,6 – 3,8 meter. Ukuran dish sebanding dengan kemampuan antena untuk menguatkan sinyal. Adapun bentuk dari antena VSAT dapat dilihat pada Gambar

  2.12.

  [11]

Gambar 2.12 Antena VSAT

  Feedhorn dipasang pada frame antena pada titik fokusnya dengan bantuan

  lengan penyangga. Feedhorn mengarahkan tenaga yang ditransmisikan ke arah piringan antena atau mengumpulkan tenaga dari piringan tersebut.

2. Radio Frequency Transmitter (RFT)

  RFT dipasang pada frame antena dan dihubungkan secara internal ke

  feedhorn . RFT terdiri atas : a.

  Low Noise Amplifier (LNA) LNA befungsi memberikan penguatan terhadap sinyal yang datang dari satelit melalui antena dengan noise yang cukup rendah dan bandwidth yang lebar (500

  MHz). Lemahnya sinyal dari satelit yang diterima oleh LNA disebabkan oleh faktor berikut : Jauhnya letak satelit, sehingga mengalami redaman yang cukup besar

  • disepanjang lintasannya.
  • yang luas. Untuk dapat memberikan sensitivitas penerimaan sinyal yang baik, maka

  Keterbatasan daya yang dipancarkan oleh satelit untuk mencakup wilayah

  LNA harus memiliki noise temperatur yang rendah dan mempunyai penguatan /

  

gain yang cukup tinggi (Gain LNA = 50 dB). LNA harus sanggup bekerja pada

band frekuensi antara 3,7 GHz sampai dengan 4,2 GHz (Bandwidth-nya 500

  MHz).

  b.

  Solid State Power Amplifier (SSPA) SSPA berfungsi untuk memperkuat daya sehingga sinyal dapat dipancarkan pada jarak yang jauh. SSPA ini merupakan penguat akhir dalam rangkaian sisi pancar (transmite side) yang merupakan penguat daya frekuensi sangat tinggi dalam orde Giga Hertz.

  Tujuannya adalah untuk memperkuat sinyal RF pancar pada band frekuensi 5,925 GHz sampai 6,425 GHz dari Ground Communication Equipment (GCE) pada suatu level tertentu yang jika digabungkan dengan gain antena akan menghasilkan daya pancar (EIRP) yang dikehendaki ke satelit. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam mengoperasikan penguat daya frekuensi tinggi, diantaranya : Besar daya output yang dihasilkan

  • Lebar band frekuensi yang harus dicakup
  • Pengaruh intermodulasi yang muncul
  • Input dan output Back-off
  • c.

  Up/Down Converter Perangkat ini dikemas dalam satu kemasan tetapi memiliki dua fungsi yaitu sebagai up converter dan down converter.

  Up Converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal IF atau sinyal frekuensi

  menengah dengan frekuensi center-nya sebesar 70 MHz menjadi sinyal RF Up (5,925 – 6,425). Gambar 2.13 memperlihatkan diagram up converter.

  link Sinyal IF Sinyal RF

  

UP

CONVERTER Dari Modem Ke SSPA [11]

Gambar 2.13 Up Converter

  Down converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal RF Down link (3,7

  MHz – 4,2 MHz) menjadi sinyal Intermediate Frequency dengan frekuensi center sebesar 70 MHz. Adapun Gambar 2.14 memperlihatkan diagram dari down

  converter .

  Sinyal RF Sinyal IF DOWN CONVERTER Dari LNA Ke Modem [11]

Gambar 2.14 Down Converter

  b. Indoor Unit (IDU)

  VSAT merupakan perangkat IDU yang berfungsi sebagai modulator

  Modem

  dan demodulator. Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi kedalam sinyal IF pembawa yang dihasilkan oleh syntheisiser. Frekuensi IF besarnya mulai dari 52 MHz sampai 88 MHz dengan frekuensi center 70 MHz. Sedangkan demodulasi adalah proses memisahkan sinyal informasi digital dari sinyal IF dan meneruskannya ke perangkat teresterial yang ada. Teknik modulasi yang dipakai dalam modem satelit yaitu sistem Phase shift Keying (PSK). Adapun Gambar 2.15 memperlihatkan contoh dari modem satelit.

  [11]

Gambar 2.15 Modem Satelit

  c. Inter Facility Link (IFL)

  IFL merupakan media penghubung antara ODU dan IDU. Fisiknya biasanya berupa kabel dengan jenis koaksial dan biasanya menggunakan konektor jenis BNC (Bayonet Neill-Concelman).

2.9.3 Satelit

  Satelit merupakan perangkat space segment yang berfungsi sebagai dalam melakukan komunikasinya dengan perangkat ground segment

  repeater

  yang mengorbit pada ketinggian 36.000 km diatas permukaan bumi dengan orbit Geostasioner. Adapun Gambar 2.16 memperlihatkan bentuk dari sebagian satelit

  [12] yang ada di Indonesia .

  [12]

Gambar 2.16 Gambaran Visual Satelit Indonesia

  Fungsi Transponder yang terdapat pada satelit adalah sebagai berikut : 1. Penerima sinyal 2.

  Translasi frekuensi 3. Penguatan

  Jumlah transponder menentukan kapasitas satelit. Dimana setiap terdiri atas polarisasi vertikal dan horizontal. Umumnya tiap

  transponder

  memiliki bandwith 40 MHz, untuk operasi lebar bidang frekuensi

  transponder

  sebesar 36 MHz sementara 4 MHz berada di kiri maupun kanan satelit yang merupakan frekuensi gap (guard band frequency) untuk pengaman agar tidak terjadi interferensi antar transponder.

  Di dunia Internasional, Ku-Band adalah band frekuensi yang populer. Ku-

  

Band dapat mendukung trafik dengan ukuran antena yang lebih kecil

  dibandingkan C-Band. Tapi Ku-Band tidak tahan terhadap curah hujan tinggi sehingga tidak sesuai untuk digunakan di daerah Asia Tenggara. Adapun keunggulan dan kekurangan masing-masing band frekuensi tersebut secara rinci yang dijelaskan pada Tabel 2.3.

  [12]

Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Band Frekuensi Satelit

  Frekuensi Keunggulan Kekurangan · Antena berukuran relatif lebih besar

  · World wide availability · Rentan terhadap interferensi dari

  C-Band · Teknologi yang termurah satelit tetangga dan terrestrial · Tahan dari redaman hujan

  microwave

  · Kapasitas relatif besar · Rentan dari redaman hujan

  Ku-Band · Antena berukuran relatif lebih kecil ·Availability terbatas (faktor regional)

  (0,6 – 1,8 m)

   Topologi Jaringan VSAT

2.10 Topologi VSAT ditentukan dari trafik jaringan VSAT yang digunakan dimana untuk setiap lokasi yang berbeda digunakan topologi yang berbeda pula.

  [10] Topologi jaringan VSAT dapat berupa star atau mesh .

2.10.1 Topologi Star

  Pada topologi star, setiap VSAT tidak dapat saling berkomunikasi secara langsung dengan VSAT lainnya, melainkan harus melalui stasiun bumi pusat yang disebut hub station. Umumnya, hub station memiliki diameter antena 6 sampai 11 meter dan berfungsi untuk mengontrol, memonitor dan berkomunikasi dengan setiap VSAT yang tersebar secara geografis. Oleh sebab itu, topologi ini cocok digunakan untuk aplikasi yang berbasis data terpusat dimana organisasi atau perusahaan besar seperti bank dengan kebutuhan pemrosesan data secara terpusat. Adapun bentuk dari topologi star dapat dilihat pada Gambar 2.17.

  VSAT

  VSAT VSAT

VSAT HUB

  VSAT

  VSAT VSAT VSAT [10]

Gambar 2.17 Topologi Star Topologi Mesh

2.10.2 Pada topologi mesh, setiap VSAT dapat berkomunikasi secara langsung

  dengan VSAT lainnya tanpa harus melalui hub station terlebih dahulu. Dalam hal ini, hub station hanya berfungsi memonitor dan mengontrol jaringan saja. Topologi ini cocok digunakan untuk aplikasi telephony, disebabkan menggunakan

  

link komunikasinya bersifat point to point berkecepatan tinggi. Adapun bentuk

dari topologi mesh dapat dilihat pada Gambar 2.18.

  VSAT

  VSAT

  VSAT

  VSAT

  VSAT

  VSAT [10]

Gambar 2.18 Topologi Mesh

2.10.3 Perbandingan Topologi Star dan Mesh

  [10]

  Topologi star memiliki sifat-sifat sebagai berikut : Delay propagasi lebih besar

  • Investasi besar untuk central hub
  • VSAT antena lebih kecil (1,8 meter)
  • Biaya instalasi VSAT lebih murah
  • Cocok untuk aplikasi data interaktif
  • [10]

  Sedangkan topologi mesh memiliki sifat-sifat sebagai berikut : Propagasi delay lebih kecil (250 ms)

  • Dapat digunakan pada PAMA/DAMA
  • Investasi central hub lebih murah
  • Antena VSAT berukuran lebih besar
  • Biaya instalasi besar
  • Cocok untuk komunikasi data dengan trafik tinggi
  • Jenis-Jenis Jasa VSAT

2.11 Adapun jenis-jenis jasa yang ada pada teknologi VSAT adalah sebagai

  [13]

  berikut : 1.

  VSAT Link Merupakan jenis komunikasi yang langsung (point-to-point) berhubungan antara dua buah stasiun bumi tanpa ada stasiun pusat sebagai pengontrol.

  2. VSAT Net Dapat digunakan untuk berhubungan antara terminal VSAT (remote) yang satu ke terminal VSAT yang lainnya dengan menggunakan stasiun pusat bumi atau disebut stasiun hub.

  3. VSAT Frame Relay

  VSAT ini biasanya disebut juga dengan Sky Frame menggunakan topologi poin- to-multipoint menggunakan media akses frame relay.

  4. VSAT Teleport Prinsipnya sama dengan sky frame. Topologi yang digunakan point-to- multipoint yang juga menggunakan media akses frame relay.

5. VSAT IP

  Sebagai layanan jasa telekomunikasi, dimana VSAT ini menerapkan teknologi TDM/TDMA dengan IP sebagai protokol komunikasi.

2.12 Link Budget Pada Jaringan VSAT

  Dalam sistem komunikasi satelit, link budget menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan instalasi jaringan VSAT. Secara sederhana, link

  budget adalah jumlah total kerugian (losses) antara media pengirim (transmitter)

  dengan satelit dan kembali lagi ke penerima (receiver). Losses ini memberi penguatan negatif pada setiap media, apakah itu transmitter, satelit maupun juga pada receiver. Berikut ini akan dijelaskan komponen penting dalam perhitungan

  [1] sebagai berikut . link budget

2.12.1 Sudut Pandang Antena (Look Angles)

  Dalam mengarahkan antena baik itu Stasiun Bumi (Hub) maupun VSAT (Remote Station) ke satelit diperlukan look angles (keterarahan sudut pandang antena). Look angles ini terdiri atas sudut azimuth (A), sudut elevasi (E) dan polarisasi offset

  ), posisi bujur antena berdasarkan data posisi lintang antena (θ i ). (θ L ) serta bujur satelit (θ S

  Polarisasi offset adalah derajat arah dudukan feedhorn pada sisi Tx antena yang menentukan keterarahan sinyal dari sebuah antena terhadap arah polarisasi

  [1]

  pada satelit tujuan, polasisasi offset ini dapat dirumuskan sebagai berikut : b.

  Untuk Site Longitude < Satellite Longitude Polarisasi Offset = (sudut azimuth – 1/10 site latitude) c. Untuk Site Longitude > Satellite Longitude

  Polarisasi Offset = - (360 - sudut azimuth) + 1/10 site latitude) Sedangkan untuk sudut azimuth didefenisikan sebagai sudut pada suatu titik yang diukur searah jarum jam dari posisi utara memotong bidang horisontal

  TMP dan bidang TSO (dapat dilihat pada Gambar 2.19 dan 2.20), yaitu melawati stasuin bumi / VSAT, satelit dan pusat bumi. Besarnya sudut azimuth adalah

  • – 360 tergantung pada lokasi stasiun bumi/ VSAT, sedangkan

  berkisar antara 0

  [1] besarnya sudut elevasi berkisar antara – 90 tergantung dari posisi satelit .

  Dimana : A = Sudut Azimuth E = Sudut Elevasi r = Jari-jari orbit geostasioner satelit (Km) Re = Jari-jari ekuator bumi (Km)

  = Posisi lintang stasiun bumi / VSAT (derajat utara)

  i

  θ = Posisi bujur satelit (derajat)

  θ S = Posisi bujur stasiun bumi / VSAT (derajat)

  θ L

  N Kutub Utara Posisi Bujur Stasiun Bumi θ L Zenith Posisi Bujur Satelit θ S T Stasiun Bumi A= Azimuth Selatan O E= Elevasi θ i θ θ - S L Re M r Ekuator P Point S Satelit [1]

Gambar 2.19 Posisi Sudut Azimuth dan Elevasi Antena Hub / Remote

  Berdasarkan Gambar 2.19, maka diperoleh suatu persamaan untuk menyelesaikan perhitungan keterarahan (look angles) dari antena stasiun bumi /

  VSAT.

  • 1

  = tan

  A

  � �

  • 1
  • 1
  • 1

  2.18 dapat dibuat sebuah proyeksi untuk segitiga TSO yang memudahkan dalam perhitungan sudut elevasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.20.

  γ = cos

  − ) (2.2) Sedangkan sudut sendiri dapat dihitung berdasarkan segitiga TPO berikut :

  �(90 − ) + − 90 � = (

  ) =

  = (

  E

  Berdasarkan Gambar 2.20 maka didapatkan suatu persamaan untuk menghitung sudut elevasi (E) yaitu :

Gambar 2.20 Segitiga Pengganti untuk Perhitungan Sudut Elevasi [1]

  γ

  T S Re O r B

δ

ω

  � (2.1) Sedangkan untuk perhitungan sudut elevasi, maka berdasarkan Gambar

  tan(θ S − θ L ) sin θ i

  �

  � = tan

  � cos θ i � � tan(θ S − θ L ) tan θ i

  �

  � = tan

  ) tan θ i

  − θ L

  tan(θ S

  �

  = tan

  • − 90
    • 1

  � � (2.3a) Dengan : OP = cos cos| seperti yang | = | cos|θ ⁄ − θ ⁄ θ θ − θ

  S L i S L

  ditunjukkan dari segitiga MPO dan TMO, sehingga :

  • 1

  ( cos cos| γ = cos | ) (2.3b)

  θ θ − θ

i S L

  Sedangkan untuk perhitungan sudut δ berdasarkan Gambar 2.19 didapatkan persamaan sebagai berikut :

  • 1

  δ = tan

  � �

  • 1 − cos γ

  = tan � �

  sin γ )

  • 1 − θ i cos(θ S − θ L

  = tan � � (2.4)

  −1 ( )) sin� θ i cos(θ S − θ L �

  Selanjutnya berdasarkan Persamaan 2.3 dengan memasukkan

  δ pada

  Persamaan 2.4 dan γ pada Persamaan 2.3b maka akan dapat diperoleh sudut elevasi E yang diekspresikan sebagai berikut :

  )

  • 1 − θ i cos(θ S − θ L

  −1

  (

  E = tan

  cos( )) � � − θ θ − θ

  −1 i S L ( )) sin� θ i cos(θ S − θ L �

  (2.5)

2.12.2 Slant Range

  merupakan jarak dari stasiun bumi / VSAT ke satelit yang

  Slant range

  berbeda-beda di setiap titik. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan posisi antena yang berbeda pada posisi lintang dan bujur yang berbeda antar satu dengan yang lain. Adapun Gambar 2.21 memperlihatkan penentuan slant

  [1] . range

  Satellite α H

α max

d

  E ψ Re [1]

Gambar 2.21 Penentuan Slant Range

  Berdasarkan Gambar 2.21 maka perhitungan slant range (d) dapat ditulis perumusannya sebagai berikut :

  2

  2

  2

  d = (R + H) + R - 2 R (R

  e e e e + H) cos ψ

  2

  2 −1

  = (R + H) + R - 2 R (R + H) sin cos

  e e e e

  � + � �� (2.6)

  • Dimana :

  Re = Jari-jari bumi pada bidang ekuator (km) E = Sudut elevasi (derajat) H = Ketinggian orbit satelit dari bumi pada bidang ekuator (km) r = Jari-jari orbit geostasioner (km)

   Gain Antena

  2.12.3

  atau penguatan adalah perbandingan antara daya pancar antena

  Gain

  terhadap antena referensinya. Persamaan untuk antena parabolik adalah sebagai

  [1]

  berikut :

  2

  2

  2 G (dBi) = (2.7)

  � � = � �

  2 Atau secara logaritmis dapat ditulis sebagai berikut :

  G (dB) = 20.45 + 20 log f + 20 log d + 10 log

  (2.8) Dimana :

  η = efesiensi antena d = diameter antena (m)

  8

  c = kecepatan cahaya = 3 x 10 (m/s) f = frekuensi (GHz)

2.12.4 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

  EIRP digunakan untuk menyatakan daya pengiriman dari stasiun bumi

  [1]

  atau satelit. Adapun rumus EIRP adalah sebagai berikut : EIRP (Watt) = P . G (2.9)

TX TX

  EIRP (dBW) = P (dBW) + G (dB) (2.10)

TX TX

  Dimana : P = Daya pancar Pengirim dalam Watt atau dBW

  TX

  G Gain Antena Pemancar dalam dB

  TX =

2.12.5 Rugi-Rugi Lintasan

  Rugi-rugi pada lintasan transmisi adalah redaman yang terjadi pada proses pentransmisian sinyal dari Tx (Pengirim) ke Rx (Penerima). Rugi-rugi transmisi

  [1]

  tersebut antara lain : 1. )

  SAL

  Rugi-Rugi Saluran (L Rugi-rugi pada saluran merupakan besarnya redaman yang terjadi sepanjang saluran yang dipergunakan. Dalam konfigurasinya redaman yang terjadi pada pengkoneksian konektor kabel dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • kabel IF (BNC Kabel) 1.3 dB/30 meter

  SAL

  L

  • kabel RF (IFL Kabel) 0.7 dB/meter

  SAL

  L

  2. ANT ) Rugi-Rugi Pancaran Antena (L

  Rugi-rugi pada arah pancar antena biasanya dipengaruhi oleh daya maksimum. Hal ini berkaitan dengan keterarahan antena stasiun bumi/VSAT yang tidak pas pada arah pancar posisinya, sehingga menyebabkan loss pada daya maksimum yang diperlukan dalam pancaran, umumnya besar rugi pancaran sebesar 0.5 dB.

  3. ATM ) Rugi-Rugi Atmosfir (L

  Rugi-rugi atmosfir adalah rugi-rugi yang disebabkan akibat dari hasil proses absorbsi energi dengan gas atmosfir, proses absorbsi tersebut terjadi karena pengaruh cuaca. Nilai rugi-rugi atmosfir sangat kecil dan terjadi pada elevasi 10 . 4. )

  RAIN

  Rugi-Rugi Redaman Hujan (L Redaman hujan merupakan redaman yang memiliki pengaruh besar terhadap propagasi gelombang pada frekuensi di atas 10 GHz. Redaman ini adalah fungsi dari frekuensi dan curah hujan dalam mm/jam yang dapat dihitung dengan

  [1] tahapan sebagai berikut yang dapt dilihat pada Gambar 2.22 .

  ICE L S

  Rain h r El h

  L G [1]

Gambar 2.22 Sketsa Penentuan Redaman Hujan

  Dimana : R = Rain rate point, dimana nilai R dapat dilihat berdasarkan Tabel 2.5 titik

  • laju hujan.

  Persamaan kuantitas koefisien empiris polarisasi :

  a = (2.11)

  c

  2

  • 2
    • Sehingga redaman hujan spesifik (dB/Km) dapat dinyatakan sebagai :
    • Tinggi atmosfir terjadinya hujan (h
    • Panjang lintasan hujan efektif (L

  • Jarak lintasan hujan (L
  • r
  • faktor reduksi lintasan hujan pada wilayah Indonesia, memiliki persentase
  • Maka besarnya redaman hujan total persentase curah hujan sebesar 0.01 % adalah :

  for p

  = 0.001 % →

  0.001

  =

  10 10 +

  ; for p = 0.01 % →

  0.01

  =

  90 90 + 4 for p

  = 0.1 % →

  0.1

  =

  180 10 +

  ; for p = 1 % →

  1

  = 1

  unavailability 0.01 % sehingga dapat ditulis :

  0.01

  =

  90 90 + 4

  (2.17)

  L Rain (dB) ( r =0.01 % )

  =

  0.01

  (2.18) Menurut ITU (International Telecommunication Union), indonesia digolongkan kepada region P dimana intensitas hujannya termasuk sangat tinggi. Intensitas hujan yang dapat mengakibatkan link komunikasi terputus sebesar 0,01 % per tahun di indonesia adalah 145 mm/h

  kondisi daerah masing-masing :

  P = rain rate reduction factor, dimana p (reduction factor) bergantung pada

  = cos (2.16)

  (2.14)

  b

  c

  =

  (2.12)

  α = (2.13)

  r

  ) : h

  r

  (km) = � 3 + 0.028

  0 < < 36

  4 − 0.075 ≥ 36

  S

  L G

  ) untuk sudut elevasi antena ≥ 10

  :

  L S

  = (

  ℎ − ℎ ) sin

  � (2.15)

  Dimana : E = sudut elevasi h

  r

  = ketinggian hujan (km) h = tinggi antena (km)

  G

  ) :

  [14] . Adapun Specific Attenuation Rain Parameters dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Rainfall Climatic Region, Rainfall Intensity Exceeded (mm/H) dapat dilihat pada Tabel 2.5.

  [1]

Tabel 2.4 Specific Attenuation Rain Parameters Frequency GHz a H a

  V b H b

  V

  1 0,000387 0,00000352 0,912 0,880 2 0,00154 0,000138 0,963 0,923 4 0,000650 0,000591 1,121 1,075 6 0,00175 0,00155 1,308 1,265 7 0,00301 0,00265 1,332 1,312 8 0,00454 0,00395 1,327 1,310

  10 0,0101 0,00887 1,276 1,264 12 0,0188 0,0168 1,217 1,200 15 0,0367 0,0335 1,154 1,128 20 0,0751 0,0691 1,099 1,065 25 0,124 0,113 1,061 1,030 30 0,187 0,167 1,021 1,000 35 0,263 0,233 0,979 0,963 40 0,350 0,310 0,939 0,929 45 0,442 0,393 0,903 0,897 50 0,536 0,479 0,873 0,868 60 0,707 0,642 0,826 0,824 70 0,851 0,784 0,793 0,793 80 0,975 0,906 0,769 0,769 90 1,06 0,999 0,753 0,754

  100 1,12 1,06 0,743 0,744 120 1,18 1,13 0,731 0,732 150 1,31 1,27 0,710 0,711 200 1,45 1,42 0,689 0,690 300 1,36 1,35 0,688 0,689 400 1,32 1,31 0,683 0,684

  [1]

  �

  35

  65 0,03 55 6 9 13 12 15 20 18 28 23 33 40 65 105 0,01 8 12 15 19 22 28 30 32 35 42 60 63 95 145

0,003 14 21 26 29 41 54 45 55 45 70 105 95 140 200

  

0,001 22 32 42 42 70 78 65 83 55 100 150 120 180 250

  Redaman ruang bebas (L

  FS