BAB I PENDAHULUAN - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal menyediakan berbagai alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham dan lainnya.

  Investasi merupakan sebuah upaya untuk menempatkan sejumlah dana pada instrumen tertentu agar dana tersebut aman dan jumlahnya terus bertambah.

  Dalam konteks ORI (Obligasi Ritel Indonesia) sebagai sebuah instrumen investasi yang diterbitkan oleh pemerintah tentunya tingkat keamanannya sangat tinggi.

  Bisa jadi investor di pasar perdana berebut untuk membeli instrumen yang zero risk tersebut. Apalagi ORI memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan deposito. Apabila bunga deposito dibayarkan setiap bulan, maka kupon ORI juga dibayarkan setiap bulannya. Yang lebih menarik lagi bunga deposito tiap bulan belum tentu sebesar kupon bunga yang ditawarkan oleh ORI. Dengan instrumen investasi yang rendah risiko, permintaan di pasar perdana (ketika pertama kali ditawarkan) cukup tinggi. Bahkan sejumlah agen penjual terpaksa meminta tambahan kuota dari pemerintah setiap kali ada lelang surat utang negara dan ritel ini.

  Perkembangan obligasi ritel menarik untuk dicermati. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 seolah-olah membuka kran investasi baru bagi investor, terutama investor kecil. Selama ini, untuk melakukan investasi pada obligasi dibutuhkan dana yang besar. Hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh para investor yang memiliki dana sangat besar. Selain itu, transaksi obligasi juga lebih banyak didominasi oleh investor institusi seperti dana pensiun, Reksa Dana, asuransi, lembaga pembiayaan, dan institusi lainnya. Para investor kecil tidak dapat melakukan investasi secara langsung pada obligasi mengingat dibutuhkan dana yang sangat besar. Pemerintah melihat hal ini sebagai peluang dimana para investor kecil juga memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi dalam perdagangan obligasi serta memiliki potensi investasi. Untuk itulah, Pemerintah segera merealisasikan maksud tersebut dengan menerbitkan Obligasi Negara Ritel yang kita kenal dengan sebutan ORI.

  ORI ialah obligasi atau surat hutang yang diterbitkan oleh Pemerintah dengan pembagian kupon fixed rate atau bunga tetap. Keuntungan yang dapat diraih investor jika membeli ORI adalah mendapatkan capital gain dan bunga, serta terhindar dari kemungkinan gagal bayar (default). Capital gain akan didapat jika tingkat bunga pasar lebih rendah dari kupon ORI. Capital gain akan muncul apabila investor menjual obligasinya sebelum jatuh tempo. Sementara itu, yang dimaksud default adalah jika pemerintah mengalami gagal bayar terhadap bunga maupun kupon/bunganya.

  Keuntungan khusus dari ORI adalah dapat dibeli dengan denominasi kecil dengan minimum Rp 5 juta, mudah diperjualbelikan melalui agen penjual yang ditunjuk. Pengertian kecil untuk ukuran obligasi ini adalah Rp 5.000.000,- ( lima juta rupiah) dengan kelipatan di atasnya misalnya Rp 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ) dan seterusnya dengan pecahan terbesar adalah Rp 3.000.000.000,- ( tiga milyar rupiah). Hal ini menunjukkan likuiditas ORI sangat tinggi. Selanjutnya, imbal hasil yang hasilnya dibayarkan setiap bulan. ORI sangat diminati oleh masyarakat karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga acuan dan dijamin oleh Pemerintah serta dapat dibeli secara ritel, dengan skala kecil dan menengah.

  Hingga saat ini telah beredar 8 seri ORI dimana ORI pertama dengan kode ORI001 terbit pada Agustus 2006. Selang setahun kemudian Pemerintah kembali menerbitkan ORI002, dan seterusnya hingga terbitlah ORI008. Perkembangan jumlah dana yang mampu dihimpun dari penjualan obligasi ritel cukup berfluktuatif. Data menunjukkan bahwa jumlah dana tertinggi yang mampu dihimpun sebesar Rp 13,4 triliun oleh ORI004. Sedangkan jumlah dana terendah sebesar Rp 2,7 triliun oleh ORI005.

  Adapun perkembangan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) ditunjukkan oleh tabel berikut ini:

  12-Mar-12 Rp13.455.765.000,000 active

  7 Oktober - 21 Oktober 2011

  008 7.30%

  15-Agust-13 Rp 8.000.000.000,000 active

  15 Juli - 30 Juli 2010

  active 007 7.95%

  15-Agust-12 Rp 8.536.730.000,000

  24 Juli - 7 Agustus 2009

  9.35%

  006

  15-Sep-13 Rp 2.714.875.000,000 active

  19 Agustus - 29 Agustus 2008

  005 11.45%

  25 Februari - 6 Maret 2008

  1. Tabel 1.1

Obligasi Ritel Negara Indonesia

  active 004 9.50%

  12-Sep-11 Rp 9.367.695.000,000 not

  27 Agustus - 7 September 2007

  active 003 9.40%

  28-Mar-10 Rp 6.233.200.000,000 not

  8 Maret - 23 Maret 2007

  not active 002 9.28%

  08-Agust-09 Rp 3.280.000.000,000

  12.05% 17 Juli - 4 Agustus 2006

  

ORI Kupon Masa Penawaran Jatuh Tempo Total Penerbitan Status

001

   Total dana yang telah didapat oleh negara berjumlah Rp 62,5 Triliun, dengan perolehan terbesar pada seri ORI004 sebesar Rp 13,4 Triliun dan terkecil seri ORI005 sebesar Rp 2,7 Triliun  ORI dijual oleh negara dengan memberikan imbal hasil berupa kupon yang diberikan kepada investor, dan akan selalu lebih tinggi dari inflasi

  Dari data diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:  ORI telah dikeluarkan oleh Negara Republik Indonesia untuk membiayai pembangunan, defisit APBN dan lain sebanyak 8 kali atau dibagi dalam berbagai seri yaitu: seri ORI001, ORI002, ORI003, ORI004, ORI005, ORI006, ORI007 dan terakhir ORI008.

  Sumber (07 Feb. 2012)

  15-Okt-14 Rp11.000.000.000,000 active TOTAL Rp 62.588.265.000,000 maupun BI Rate dan bunga deposito pada saat penerbitan, kupon tertinggi terdapat pada seri ORI001 sebesar 12.05% dan terendah terdapat pada ORI008 sebesar 7,3%.  Jatuh tempo ORI beragam, mulai dari 3 tahun sampai 5 tahun. Satu- satunya ORI sampai saat ini yang bertenor 5 tahun adalah seri ORI005.

  Dari tabel di bawah terlihat adanya hubungan antara permintaan ORI dengan suku bunga deposito dan inflasi. Pada saat suku bunga deposito turun dan inflasi naik pada semester kedua tahun 2007, permintaan ORI mengalami peningkatan. Ketika suku bunga deposito dan inflasi berada pada level tertinggi pada semester kedua tahun 2008, permintaan ORI di pasar sekunder juga ikut meningkat.

  Pada saat permintaan ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi pada semester kedua tahun 2011, suku bunga deposito berada pada level terendah, sedangkan inflasi tidak pada posisi terendah melainkan hal tersebut terjadi pada semester kedua tahun 2009. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan yang erat antara perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan pergerakan suku bunga deposito, di mana dengan rendahnya suku bunga deposito maka permintaan ORI akan meningkat.

  Suku bunga merupakan salah satu tolak ukur yang digunakan oleh sebagian besar investor untuk memilih instrumen investasi. Memasuki tahun 2009, suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia terus mengalami penurunan yang didorong oleh stabilnya inflasi dan nilai tukar rupiah. Kondisi ini menjadikan suku bunga deposito akan terus turun dan imbal hasil bagi investor yang menanamkan uangnya pada instrumen deposito juga semakin kecil.

  Untuk itu, investor retail memerlukan instrumen investasi yang relatif sama (aman) dengan deposito namun memberikan imbal hasil yang relatif lebih menarik. Obligasi Ritel Indonesia merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang baik karena risiko yang relatif kecil (kemungkinan gagal bayar oleh pemerintah sangat kecil) dan mempunyai imbal hasil yang mungkin lebih baik dari deposito.

  8.52

  6.35

  6.16 II 42.616

  6.82

  I 40.368

  2011

  5.67

  6.83

  5.05 II 40.672

  6.71

  I 33.407

  2010

  2.78

  6.87

  3.65 II 40.149

  I 34.569

  Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan suku bunga deposito dan inflasi periode 1 bulan dari semester pertama tahun 2007 sampai tahun 2011.

  2009

  11.06

  10.75

  11.03 II 34.633

  7.19

  I 32.070

  2008

  6.59

  7.19

  5.77 II 18.885

  7.46

  I 9.517

  

2007-2011

Tahun Semester ORI (Rupiah) Suku Bunga Deposito (%) Inflasi (%) 2007

Tabel 1.2 Perkembangan Permintaan ORI, Suku Bunga Deposito dan Inflasi Tahun

  3.79 Sumber: BI Kantor Cabang Medan, data diolah 2011. Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan BI Rate dan IHSG periode 1 bulan dari semester pertama tahun 2007 sampai tahun 2011.

Tabel 1.3 Perkembangan Permintaan ORI, BI Rate dan IHSG

  2010

  IHSG naik pada semester kedua tahun 2007, permintaan ORI mengalami peningkatan. Ketika BI Rate berada pada level tertinggi dan IHSG berada pada posisi terendahnya yang terjadi pada semester kedua tahun 2008, permintaan ORI juga mengalami peningkatan.

  BI Rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada saat BI Rate turun dan

  II 42.616 6.00 3822 Sumber: BI Kantor Cabang Medan, data diolah 2011. Dari tabel di atas terlihat adanya hubungan antara permintaan ORI dengan

  I 40.368 6.75 3889

  2011

  II 40.672 6.50 3704

  I 33.407 6.50 2914

  II 40.149 6.50 2534

  

Tahun 2007-2011

Tahun Semester ORI (Rupiah) BI Rate (%)

  I 34.569 7.00 2027

  2009

  II 34.633 9.25 1355

  I 32.070 8.50 2349

  2008

  II 18.885 8.00 2746

  I 9.517 8.50 2139

  IHSG (Poin) 2007

  Pada saat harga ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi yang terjadi pada semester kedua tahun 2011, BI Rate berada pada level terendah, sedangkan IHSG tidak pada posisi tertingginya melainkan hal tersebut terjadi pada semester pertama tahun 2011. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh BI Rate terhadap permintaan ORI, di mana selain sebagai penentu besar kecilnya tingkat kupon yang diterima oleh pemegang ORI namun BI Rate juga sebagai suku bunga acuan di Indonesia, sehingga hal inilah yang membuat tingginya hubungan antara perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan pergerakan BI Rate. Sedangkan IHSG hanya merupakan indikator umum terhadap perkembangan pasar modal Indonesia, sehingga hanya sedikit mempengaruhi perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder.

  Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul

  “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia.”

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia?

  2. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1.3.1 Tujuan penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia.

  2. Untuk mengetahui apakah suku bunga deposito, BI Rate, inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mempengaruhi permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia.

  1.3.2 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

  1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

  2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

  3. Dapat bermanfaat sebagai edukasi dan informasi bagi masyarakat yang akan berinvestasi ataupun yang sudah berinvestasi dalam Obligasi Ritel Indonesia.

  4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya di bidang Obligasi Ritel Indonesia.