Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Obligasi Ritel Republik Indonesia (ORI)

(1)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HARGA OBLIGASI RITEL REPUBLIK INDONESIA

(ORI)

TESIS

Oleh

AKLIMA SUHAIMI

097018009/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HARGA OBLIGASI RITEL REPUBLIK INDONESIA

(ORI)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AKLIMA SUHAIMI

097018009/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA OBLIGASI RITEL REPUBLIK INDONESIA (ORI)

Nama Mahasiswa : Aklima Suhaimi

Nomor Pokok : 097018009

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Ramli, SE., M.S) (Prof. Dr. Syaad Afifuddin SE., M.Ec)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE., M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, SE., M.S.

Anggota : 1. Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE., M.Ec

2. Dr. Jhonni Manurung, SE., M.S.

3. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si.


(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Aklima Suhaimi NIM : 097018009

Program : Magister Ekonomi Pembangunan

Dengan ini Saya menyatakan tesis yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Harga Obligasi Ritel Republik Indonesia (ORI)”, adalah benar hasil

kerja Saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, September 2011 Yang membuat pernyataan,

Aklima Suhaimi 097018009/EP


(6)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA OBLIGASI RITEL REPUBLIK INDONESIA (ORI)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga ORI di pasar sekunder. Di mana faktor yang diamati dalam menentukan harga ORI di pasar sekunder adalah variabel infasi, suku bunga deposito, BI Rate dan IHSG.

Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series bulanan dari bulan Mei tahun 2008 sampai bulan Juni 2011. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier sederhana dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel suku bunga deposito, BI Rate dan IHSG mempengaruhi secara nyata harga ORI di pasar sekunder, di mana variabel BI Rate memiliki koefisien terbesar sehingga sangat mempengaruhi perubahan harga ORI di pasar sekunder. Sedangkan variabel IHSG merupakan variabel dengan koefisien terkecil yang memiliki pengaruh paling sedikit terhadap perubahan harga ORI di pasar sekunder.


(7)

ANALYSIS THE INFLUENCE FACTORS ON PRICE OBLIGATION STATE OF RETAIL (ORI)

ABSTRACT

This research aim to analysis the influence of factors on price of ORI in

secondary market. Where the factors to determine price of ORI in secondary market are inflation, interest rate of deposit, BI Rate and Stakeholder Price Index.

For the purpose of analysis, this research used data of time series monthly of

year 2008-2011. Econometric’s model is used in this research, where the method

used is linier regression with Ordinary Least Square (OLS).

The results show that three of independet variables such as interest rate of deposit, BI Rate and stakeholder price index was effect the price of ORI. Where, BI Rate was most effect to price of ORI and stakeholder price index was less effect to price of ORI.

Keywords: Price of ORI, Inflation, Interest Rate of Deposit, BI Rate and Stakeholder Price Index.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Selanjutnya tak lupa penulis mengucapkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah-Nya kepada seluruh umat manusia.

Penulis menyelesaikan tesis ini guna untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berisikan hasil penelitian penulis yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Obligasi Ritel Republik Indonesia (ORI)”.

Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada Ayahanda (Suhaimi Ishak) dan Ibunda (Catrina Cilcilia Modesta Gebze) yang sangat penulis sayangi dan hormati yang telah membesarkan, mendidik, mendukung dan mendengarkan keluh-kesah penulis selama ini. Serta kepada suamiku tercinta (Yogi Prayoga, S.IP) yang selalu memberikan semangat dan membuat hidup penulis semakin berwarna.

Pada kesempatan ini penulis juga menyertakan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


(9)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin Sembiring, SE., M.Ec., selaku Ketua Program

Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini semakin lebih baik.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S., selaku Sekretaris Program Studi Magister

Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing dan mengarahkan penulisan tesis ini ke arah yang lebih baik.

5. Bapak Dr. Jhonny Manurung, SE., M.S., Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si., dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran di dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen-dosen Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(10)

8. Seluruh rekan-rekan sejawat dan seperjuangan MEP Angkatan 17, Bang Darwinto, Bang Juara, Bang Nanang, Pak Zuhri, Wahyu, Nina, Nanda, Ellysa, Fitrie dan Endang. Friends, makasih ya buat semua bantuannya saat ujian, canda tawa, semangat dan kebersamaan bersama kalian takkan terlupakan. 9. Seluruh keluarga besarku di Medan, Aceh dan Papua yang telah memberikan

semangat dan dukungan moril kepada penulis untuk dapat terus menimba ilmu setinggi-tingginya.

Penulis menyadari bahwa isi yang terkandung dalam tesis ini belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki dalam penyajiannya. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca yang nantinya dapat berguna untuk penyempurnaan tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2011 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Aklima Suhaimi

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 20 April 1984 Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jl. Sei Mencirim Komplek Lalang Green Land Blok D No. 14 Medan 20352

No. Handphone : 081361285271

Pekerjaan : Pegawai BUMN

Nama Orang Tua Laki-laki : Suhaimi Ishak

Nama Orang Tua Perempuan : Catrina Cilcilia Modesta Gebze Nama Suami : Yogi Prayoga, S.IP

Riwayat Pendidikan Formal

1. SD Negeri 060837 Lulus tahun 1996

2. SMP Darul Arafah Lulus tahun 1999

3. SMA Darul Arafah Lulus tahun 2002

4. S1 Sastra Inggris UISU Medan Lulus tahun 2006


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 11

1.3Tujuan Penelitian ... 11

1.4Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 13

2.1.1 Sistem Keuangan dan Pasar Obligasi ... 13

2.1.2 Teori Permintaan dan Penawaran Obligasi ... 15

2.1.3 Pengertian Obligasi ... 21

2.1.4 Jenis-Jenis Obligasi ... 22

2.1.5 Obligasi Negara Ritel (ORI) ... 27

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga ORI ... 30

2.2 Landasan Hasil Penelitian Terdahulu ... 32

2.2.1 Penelitian Terdahulu ... 32


(13)

2.3.1 Kerangka Konseptual ... 34

2.3.2 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 36

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 36

3.3 Pengolahan Data ... 36

3.4 Model Analisis ... 37

3.5 Uji Kesesuaian Model ... 37

3.6 Uji Asumsi Klasik ... 40

3.7 Definisi Operasional ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Perkembangan Harga ORI ... 46

4.1.2 Perkembangan Inflasi Indonesia ... 48

4.1.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito ... 51

4.1.4 Perkembangan BI Rate ... 53

4.1.5 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan ... 55

4.2 Hasil Analisis ... 57

4.2.1 Interpretasi Model Estimasi ... 58

4.2.2 Pengujian Kesesuaian Model ... 59

4.2.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 60

4.2.4 Pembahasan Hasil Analisis ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 68


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Obligasi Ritel Negara Indonesia ... 6

1.2 Perkembangan Harga ORI, Inflasi dan Suku Bunga Deposito ... 8

1.3 Perkembangan Harga ORI, BI Rate dan IHSG ... 9

2.1 Dua Sudut Pandang Dalam Pasar Obligasi ... 16

4.1 Perkembangan Harga ORI Tahun 2008-2011 ... 47

4.2 Perkembangan Inflasi Indonesia Tahun 2008-2011 ... 49

4.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito Tahun 2008-2011 ... 51

4.4 Perkembangan BI Rate Tahun 2008-2011 ... 53

4.5 Perkembangan IHSG Tahun 2008-2011 ... 56

4.6 Koefisien Variabel Penelitian ... 58

4.7 Hasil Pengujian Normalitas ... 60

4.8 Hasil Pengujian Linieritas ... 61

4.9 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 62


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Transmisi Dana Dalam Pasar Keuangan ... 14

2.2 Keseimbangan di Pasar Obligasi ... 17

2.3 Pergeseran Kurva Permintaan Dana ... 18

2.4 Pergeseran Kurva Penawaran Dana ... 20

2.5 Diagram Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga ORI ... 34

4.1 Perkembangan Harga ORI Tahun 2008-2011 ... 48

4.2 Perkembangan Inflasi Indonesia Tahun 2008-2011 ... 50

4.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito Tahun 2008-2011 ... 52

4.4 Perkembangan BI Rate Tahun 2008-2011 ... 54


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 71

2. Hasil Regresi ... 73

3. Pengujian Normalitas Data ... 74

4. Pengujian Linieritas Data ... 75

5. Pengujian Multikolinieritas ... 76


(17)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA OBLIGASI RITEL REPUBLIK INDONESIA (ORI)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga ORI di pasar sekunder. Di mana faktor yang diamati dalam menentukan harga ORI di pasar sekunder adalah variabel infasi, suku bunga deposito, BI Rate dan IHSG.

Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series bulanan dari bulan Mei tahun 2008 sampai bulan Juni 2011. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier sederhana dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel suku bunga deposito, BI Rate dan IHSG mempengaruhi secara nyata harga ORI di pasar sekunder, di mana variabel BI Rate memiliki koefisien terbesar sehingga sangat mempengaruhi perubahan harga ORI di pasar sekunder. Sedangkan variabel IHSG merupakan variabel dengan koefisien terkecil yang memiliki pengaruh paling sedikit terhadap perubahan harga ORI di pasar sekunder.


(18)

ANALYSIS THE INFLUENCE FACTORS ON PRICE OBLIGATION STATE OF RETAIL (ORI)

ABSTRACT

This research aim to analysis the influence of factors on price of ORI in

secondary market. Where the factors to determine price of ORI in secondary market are inflation, interest rate of deposit, BI Rate and Stakeholder Price Index.

For the purpose of analysis, this research used data of time series monthly of

year 2008-2011. Econometric’s model is used in this research, where the method

used is linier regression with Ordinary Least Square (OLS).

The results show that three of independet variables such as interest rate of deposit, BI Rate and stakeholder price index was effect the price of ORI. Where, BI Rate was most effect to price of ORI and stakeholder price index was less effect to price of ORI.

Keywords: Price of ORI, Inflation, Interest Rate of Deposit, BI Rate and Stakeholder Price Index.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya dunia investasi. Hal inilah yang kemudian membuat para pengelola dana ramai-ramai menciptakan berbagai produk untuk ditawarkan kepada masyarakat. Dapat kita lihat bagaimana perkembangan transaksi di bursa saham yang semakin hari semakin ramai, nilai aktiva bersih Reksa Dana yang juga secara perlahan mengalami peningkatan, berbagai produk Reksa Dana bermunculan, dan masih banyak lagi. Tak terkecuali pada instrumen obligasi. Melihat animo masyarakat yang begitu antusias untuk berinvestasi juga membawa pengaruh pada perdagangan obligasi.

Obligasi adalah tanda bukti perusahaan (emiten) memiliki utang jangka panjang kepada masyarakat yang biasanya berdurasi di atas 3 tahun. Di mana pihak yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima kupon sebagai pendapatan yang dibayarkan setiap beberapa periode. Pada saat pelunasan obligasi oleh emiten, bondholder akan menerima kupon dan pokok obligasi (Moh. Samsul, 2006).

Emiten dapat berupa sebuah perusahaan/corporat, Badan usaha milik negara, pemerintah (pusat/daerah) serta pemerintah asing. Sedangkan investor dapat berupa


(20)

perusahaan asuransi, dana pensiun, investment company, perusahaan/corporate lain, serta perorangan/individu. Sebagai informasi tambahan, obligasi pemerintah yang telah banyak beredar seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Investasi pada obligasi akan memberikan keuntungan tertentu bagi pemegangnya yang dapat berupa pendapatan bunga tetap (coupon) serta peningkatan harga ke depan (capital gain). Bunga atau coupon merupakan pendapatan yang diperoleh pemegang obligasi yang periode pembayarannya dapat berbeda-beda, ada yang tiga bulan sekali, enam bulan sekali, atau sekali dalam setahun.

Penerbitan obligasi daerah merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan pada struktur APBD yang mengalami defisit. Dengan adanya Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 peluang penerbitan obligasi daerah Provinsi Sumatera Utara memungkinkan dengan menyikapi penilai secara kelayakan dari proyek-proyek yang dibiayai melalui penerbitan obligasi. Peluang secara aspek keuangan daerah Undang-Undang No. 33 Tahun 2000 memungkinkan Pemerintah Daerah Sumatera Utara menerbitkan obligasi daerah dalam membiayai proyek-proyek fasilitas publik yang menghasilkan benefit. Namun persyaratan lainnya harus dapat mengkondisikan peluang daerah untuk menrbitkan obligasi daerah, seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Bapepam, Peraturan Pemerintah Daerah dan sebagainya.

Potensi penerbitan obligasi daerah sangat tergantung kepada sektor ekonomi daerah yang perlu mendapatkan biaya untuk merespon kegiatan pembangunan dalam upaya peningkatan pelayanan. Keberadaan sektor publik Sumatera Utara yang tidak dapat terlepas dengan ekonomi global yang tersedia dan diperlukan masyarakat


(21)

maupun dunia usaha masih terbatas. Upaya pengembangan pelayanan publik bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjadi potensi penerbitan obligasi daerah. Seperti sektor transformasi untuk jalan Tol, dan Kereta Api, Air Minum, Pelabuhan udara dan laut (Ramli, 2009).

Penerbitan obligasi merupakan suatu cara untuk memotong biaya intermediasi keuangan. Sebagai ilustrasi, apabila tingkat bunga deposito 9% dan perusahaan meminjam dari bank, perusahaan mungkin harus membayar bunga 15% per tahun. Apabila perusahaan dapat menerbitkan obligasi dengan coupon rate sebesar 11% dan terjual pada harga nominal, maka perusahaan dapat menghemat biaya dana (cost fo

funds) sebesar 4% dikurangi biaya emisi dan administrasi lainnya. Bagi

masyarakat/investor juga memperoleh manfaat karena memperoleh keuntungan sebesar 11% per tahun yang lebih tinggi dari tingkat deposito perbankan dengan resiko yang relatif sama antara perbankan dan emiten (Husnan, 2005).

Semakin banyak perusahaan yang menerbitkan obligasi. Begitu pula dengan Pemerintah yang juga menerbitkan obligasi. Perkembangan obligasi sendiri mulai menunjukkan adanya peningkatan yang berarti sebagai salah satu instrumen investasi dan keuangan pada periode tahun 2000. Adanya prosedur pinjaman di lembaga perbankan yang semakin ketat menyebabkan banyak pihak yang sedang membutuhkan dana untuk ekspansi bisnis atau melakukan pelunasan utangnya mulai melirik obligasi sebagai salah satu alternatif pengumpulan dana. Alasannya antara lain, ialah dengan menerbitan obligasi lebih mudah dan fleksibel dibandingkan meminjam di bank. Selain itu, tingkat suku bunga obligasi bisa dibuat lebih menarik


(22)

dan menguntungkan bagi perusahaan dibandingkan tingkat suku bunga pinjaman perbankan yang rasanya sulit untuk diturunkan. Sebagai catatan tambahan, berdasarkan data yang dikeluarkan Bapepam hingga September 2010, nilai

outstanding obligasi Pemerintah telah mencapai Rp 444,490 milyar untuk obligasi

berkupon tetap, Rp 142,795 milyar untuk obligasi berkupon mengambang, Rp 2,512 milyar untuk obligasi zero coupon, dan Rp 29,245 milyar untuk Surat Perbendaharaan Negara.

Perkembangan obligasi ritel menarik untuk dicermati. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 seolah-olah membuka kran investasi baru bagi investor, terutama investor kecil. Selama ini, untuk melakukan investasi pada obligasi dibutuhkan dana yang besar. Hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh para investor yang memiliki dana sangat besar. Selain itu, transaksi obligasi juga lebih banyak didominasi oleh investor institusi seperti dana pensiun, Reksa Dana, asuransi, lembaga pembiayaan, dan institusi lainnya. Para investor kecil tidak dapat melakukan investasi secara langsung pada obligasi mengingat dibutuhkan dana yang sangat besar.

Pemerintah melihat hal ini sebagai peluang di mana para investor kecil juga memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi dalam perdagangan obligasi serta memiliki potensi investasi. Untuk itulah, Pemerintah segera merealisasikan maksud tersebut dengan menerbitkan Obligasi Negara Ritel yang kita kenal dengan sebutan ORI. Maksud dari ORI ialah obligasi atau surat hutang yang diterbitkan oleh Pemerintah dengan pembagian kupon fixed rate atau bunga tetap. Keuntungan yang


(23)

dapat diraih investor jika membeli ORI adalah mendapatkan capital gain dan bunga, serta terhindar dari kemungkinan gagal bayar (default). Capital gain akan didapat jika tingkat bunga pasar lebih rendah dari kupon ORI. Capital gain akan muncul apabila investor menjual obligasinya sebelum jatuh tempo. Sementara itu, yang dimaksud

default adalah jika Pemerintah mengalami gagal bayar terhadap bunga maupun

kupon/bunganya.

Keuntungan khusus ORI adalah dapat dibeli dengan denominasi kecil dengan minimum Rp 5 juta, mudah diperjualbelikan melalui agen penjual yang ditunjuk. Hal ini menunjukkan likuiditas ORI sangat tinggi. Selanjutnya, imbal hasil yang hasilnya dibayarkan setiap bulan. ORI sangat diminati oleh masyarakat karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga acuan dan dijamin oleh Pemerintah serta dapat dibeli secara ritel, dengan skala kecil dan menengah. Hingga kini telah beredar 5 seri ORI di mana ORI pertama dengan kode ORI001 terbit pada Agustus 2006. Selang setahun kemudian Pemerintah kembali menerbitkan ORI002, dan seterusnya hingga terbitlah ORI005 yang nilai penerbitannya di bawah nilai penerbitan ORI lainnya.

Kemudian, Pemerintah kembali menerbitkan obligasi ritel pada bulan Agustus 2009. Keputusan penerbitan obligasi ritel menyusul akan jatuh temponya obligasi ritel 1 (ORI001) dan beban belanja negara yang semakin meningkat. Data menunjukkan bahwa Pemerintah harus membayar Rp 3,2 triliun kepada para pemegang obligasi ORI001. Tentu saja keputusan penerbitan ORI006 tidak semata-mata karena jatuh temponya ORI001. Anggaran Pendapatan Belanja (APBN) juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk menerbitkan ORI006. Defisit anggaran


(24)

pemerintah yang semakin besar juga merupakan dasar penerbitan obligasi ini oleh Pemerintah. Data menunjukkan bahwa APBN tahun 2009 mengalami defisit sebesar Rp 51 triliun.

Perkembangan jumlah dana yang mampu dihimpun dari penjualan obligasi ritel cukup berfluktuatif. Data menunjukkan bahwa jumlah dana tertinggi yang mampu dihimpun sebesar Rp 13,4 triliun oleh ORI004. Sedangkan jumlah dana terendah sebesar Rp 2,7 triliun oleh ORI 005. Adapun perkembangan obligasi ritel negara Indonesia (ORI) ditunjukkan oleh tabel berikut ini:

Tabel 1.1. Obligasi Ritel Negara Indonesia

Seri Terbit Kupon Nilai Penerbitan

(Juta Rupiah)

ORI001 9 Agustus 2006 12,05% 3.283.650

ORI002 28 Maret 2007 9,28% 6.233.200

ORI003 12 September 2007 9,40% 9.367.695

ORI004 12 Maret 2008 9,50% 13.455.765

ORI005 3 September 2008 11,45% 2.714.875

ORI006 12 Agustus 2009 9,35% 8.353.750

ORI007 4 Agustus 2010 7,95% 8.000.000

Sumber: Ditjen Pengelolaan Utang (2010).

Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006, dana yang terkumpul dari penjualan obligasi ritel mengalami pasang-surut. Dana obligasi yang terkumpul paling tinggi terjadi ketika pemerintah menerbitkan ORI004, di mana lebih dari Rp. 13 triliun dana berhasil terkumpul. Kupon yang diberikan juga cukup kompetitif sekitar 9,5%. Sedangkan penjualan ORI005 merupakan penjualan obligasi ritel yang paling buruk karena hanya mampu mengumpulkan Rp 2,7 triliun dan tingkat kupon yang diberikan sebesar 11,45%. Kupon ORI005 merupakan kupon nomor dua


(25)

terbesar setelah ORI001 sebesar 12,05%. Keputusan investor untuk membeli obligasi ritel tentu saja tidak terlepas dari valuasi yang dilakukan investor terhadap obligasi ritel tersebut dengan melihat kondisi makroekonomi.

Nilai obligasi sangat dipengaruhi oleh perubahan tingkat bunga umum seperti tingkat bunga FED (Federal Reserve System) dan prime rate US di Amerika Serikat atau tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bunga rata-rata deposito bank umum milik negara. Di mana setiap investor akan memilih tingkat bunga yang berbeda sebagai yield to maturity (YTM), sehingga hasil perhitungan nilai obligasi secara teoritis akan berbeda untuk suatu jenis obligasi yang sama. Nilai teoritis yang berbeda itulah yang menyebabkan terjadinya tawaran beli dan jual yang meramaikan pasar yang dalam prosesnya akan membentuk harga pasar. Dalam satu hari dapat terbentuk beberapa harga pasar atas suatu jenis obligasi, tetapi yang diumumkan hanya harga pasar tertinggi, terendah, pembukaan dan penutupan (Moh. Samsul, 2006).

Dari tabel di bawah terlihat adanya hubungan antara harga ORI dengan laju inflasi dan suku bunga deposito. Di mana pada saat laju inflasi dan suku bunga deposito berada pada level tertinggi pada semester kedua tahun 2008, harga ORI di pasar sekunder berada pada level terendah sepanjang periode penelitian. Hal ini disebabkan karena pada saat inflasi tinggi akan mengurangi nilai riil uang dan mengurangi daya beli masyarakat, sedangkan suku bunga deposito akan dinaikkan untuk dapat merangsang masyarakat untuk menyimpan uangnya ke perbankan yang mana kombinasi kedua variabel ini akan menurunkan jumlah permintaan ORI


(26)

di pasar sekunder yang pada akhirnya akan menurunkan harga ORI tersebut di pasar sekunder.

Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan harga ORI di pasar sekunder dengan laju inflasi Indonesia dan suku bunga rata-rata deposito perbankan periode 1 bulan dari semester pertama tahun 2008 sampai tahun 2011. Tabel 1.2. Perkembangan Harga ORI, Inflasi dan Suku Bunga Deposito Tahun

2008 2011

Tahun Semester Harga ORI Inflasi

Suku Bunga Deposito

Rupiah % %

2008 I 90,50 11,03 7,26

II 90,50 11,06 10,71

2009 I 96,50 3,65 8,31

II 102,41 2,78 6,77

2010 I 103,35 5,05 6,57

II 102,17 6,96 6,64

2011 I 102,84 5,54 6,8

Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia, data diolah (2011).

Tetapi pada saat harga ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi yang terjadi pada semester pertama tahun 2010, hanya suku bunga deposito saja yang juga berada pada level terendah, sedangkan laju inflasi tidak pada posisi terendah melainkan hal tersebut terjadi pada semester ke dua tahun 2009. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan yang erat antara pergerakan harga ORI di pasar sekunder dengan pergerakan suku bunga deposito, di mana dengan rendahnya suku bunga deposito maka keuntungan dari ORI akan meningkat sehingga akan menaikkan harga ORI tersebut karena tingginya permintaan akan ORI di pasar sekunder.


(27)

Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan harga ORI di pasar sekunder dengan BI Rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari semester pertama tahun 2008 sampai tahun 2011.

Tabel 1.3. Perkembangan Harga ORI, BI Rate dan IHSG Tahun 2008 - 2011

Tahun Semester Harga ORI BI Rate IHSG

Rupiah % Poin

2008 I 90,50 8,50 2349,10

II 90,50 9,25 1355,41

2009 I 96,50 7,00 2026,78

II 102,41 6,50 2534,36

2010 I 103,35 6,50 2913,68

II 102,17 6,50 3703,51

2011 I 102,84 6,75 3702,25

Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia, data diolah (2011).

Dari tabel di atas terlihat adanya hubungan antara harga ORI dengan BI Rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di mana pada saat BI Rate berada pada level tertinggi dan IHSG berada pada posisi terendahnya yang terjadi pada semester ke dua tahun 2008, harga ORI pada pasar sekunder berada pada level terendahnya sepanjang periode penelitian. Hal ini disebabkan karena berkurangnya keuntungan para investor ORI akibat tingginya BI Rate, sehingga akan berdampak terhadap berkurangnya permintaan akan ORI yang pada akhirnya akan menurunkan harga ORI tersebut di pasar sekunder. Sedangkan rendahnya IHSG kemungkinan memiliki pengaruh terhadap minat investor untuk menanamkan modalnya ke pasar modal Indonesia, di mana di dalamnya terdapat pasar obligasi yang memperjualbelikan ORI.


(28)

Tetapi pada saat harga ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi yang terjadi pada semester pertama tahun 2010, hanya BI Rate saja yang juga berada pada level terendah, sedangkan IHSG tidak pada posisi tertingginya melainkan hal tersebut terjadi pada semester kedua tahun 2010. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh BI Rate terhadap harga ORI, di mana selain sebagai penentu besar kecilnya tingkat kupon yang diterima oleh pemegang ORI namun BI Rate juga sebagai suku bunga acuan di Indonesia, sehingga hal inilah yang membuat tingginya hubungan antara pergerakan harga ORI di pasar sekunder dengan pergerakan BI Rate. Sedangkan IHSG hanya merupakan indikator umum terhadap perkembangan pasar modal Indonesia, sehingga hanya sedikit mempengaruhi pergerakan harga ORI di pasar sekunder.

Harga obligasi yang diperdagangkan biasanya dinyatakan dalam persentase dari nilai nominalnya (tanpa menuliskan %). Jika harga penutupan suatu obligasi 107 berarti obligasi tersebut diperdagangkan pada harga 107% dari nilai nominalnya. Harga pasar obligasi selalu befluktuasi karena aktivitas jual-beli dari investor serta dipengaruhi oleh perubahan besaran variabel ekonomi makro seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan lain-lain. Investor dapat memperoleh imbal hasil dari selisih kenaikan harga (capital gain) di samping pendapatan tetap dari coupon.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat tesis yang berjudul

“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Obligasi Ritel Republik


(29)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap harga ORI di pasar sekunder?

2. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito terhadap harga ORI di pasar sekunder?

3. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap harga ORI di pasar sekunder?

4. Bagaimana pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap harga ORI di pasar sekunder?

1.3. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan penelitian adalah untuk mencari pemahaman yang benar tentang rumusan masalah. Adapun tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap harga ORI di pasar sekunder. 2. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito terhadap harga ORI

di pasar sekunder.

3. Untuk menganalisis pengaruh BI Rate terhadap harga ORI di pasar sekunder. 4. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)


(30)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penulisan tesis ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber

referensi bagi pembaca maupun peneliti yang berminat dengan pembahasan yang sama di masa mendatang.

2. Sebagai bahan masukan bagi para investor baik domestik maupun asing terhadap investasi ORI.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Sistem Keuangan dan Pasar Obligasi

Berbicara tentang pasar obligasi tentunya tidak akan lepas dari suatu payung yang lebih besar menaunginya, yaitu pasar keuangan. Namun demikian, jika diruntut lebih jauh lagi, sebenarnya pasar keuangan (financial market) bersama lembaga keuangan (financial intermediaries) hanyalah bagian dari suatu sistem besar dalam perekonomian, yaitu sistem keuangan. Sistem keuangan pada dasarnya menciptakan suatu sarana atau transmisi untuk mentransfer dana dari perseorangan dan kelompok yang menyimpan uangnya kepada individu atau kelompok yang membutuhkan dana dalam suatu perekonomian (Mishkin, 1995 dan Hubbard, 2002).

Dari gambar di bawah terlihat bahwa aliran dana mengalir dari agen-agen ekonomi di masyarakat menuju pasar keuangan (financial market) ataupun lembaga keuangan (financial intermediaries), dan sebaliknya. Agen-agen ekonomi yang dimaksud adalah rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, sedangkan pasar keuangan dapat berupa pasar saham atau pasar obligasi dan yang termasuk lembaga keuangan adalah bank, perusahaan asuransi ataupun perusahaan sekuritas.

Adapun mekanisme aliran dana dari penabung kepada peminjam dalam suatu sistem keuangan ditunjukkan melalui gambar berikut ini:


(32)

Return Return

Fund Fund

Return Return

Fund Fund

Sumber: Hubbart (2002).

Gambar 2.1. Transmisi Dana dalam Sistem Keuangan

Perbedaan mendasar antara dua elemen penting sistem keuangan tersebut adalah pada pasar keuangan yang menghubungkan secara langsung antara penabung

(savers) dan peminjam (borrowers). Dengan kata lain, pihak penabung individu

memegang instrumen keuangan yang diterbitkan secara langsung oleh pihak peminjam individu. Sedangkan lembaga keuangan menghubungan penabung (savers) dan peminjam (borrowers) secara tidak langsung. Lembaga ini memfasilitasi perdagangan keuangan dengan mengumpulkan dana dari para penabung kemudian menginvestasikannya dalam bentuk utang atau ekuitas yang diterbitkan oleh peminjam.

Financial Market

Households Firms Goverments

Savers Households

Firms Goverments

Savers

Financial Intermediaries


(33)

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran Obligasi

Perdebatan mengenai perilaku keuangan pemerintah, khususnya yang berhubungan dengan anggaran negara terus berlangsung hingga saat ini. Pengambilan keputusan untuk mencari sumber dana guna membiayai defisit anggaran adalah salah satu isu yang terus menjadi perhatian para pengambil keputusan, dalam hal ini pemerintah, ekonom dan publik atau masyarakat sendiri. Untuk Indonesia, sumber-sumber untuk membiayai defisit anggaran selama ini berasal dari dalam dan luar negeri. Walaupun pada praktiknya sumber dana untuk membiayai defisit anggaran dari dalam negeri, khususnya yang berasal dari obligasi pemerintah untuk pasar domestik, baru diperkenalkan ke publik pada tahun 1999. Upaya ini dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan mengembangkan pasar obligasi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.

Ada dua kerangka teori yang dapat digunakan dalam penentuan nilai suku bunga, yaitu kerangka teori dana pinjaman yang menggunakan mekanisme permintaan dan penawaran di pasar obligasi dan kerangka teori preferensi likuiditas yang menggunakan mekanisme permintaan dan penawaran di pasar uang. Proses teori dana pinjaman melibatkan perilaku dua pelaku penting dalam pasar, yaitu penjual dan pembeli. Asumsi lain yang digunakan adalah kita hanya mengamati dua komponen obligasi, yaitu kuantitas dan harga serta menganggap komponen lainnya tetap (ceteris


(34)

Menurut Hubbart (2002), ada dua sudut pandang dalam memahami mekanisme permintaan dan penawaran di pasar obligasi. Pertama, kita memandang obligasi sebagai barang, artinya pihak yang meminjamkan itu adalah orang yang membeli obligasi dan pihak yang meminjam adalah orang yang menjual obligasi dan besarnya uang yang dibayarkan oleh pihak pemberi pinjaman untuk membeli obligasi adalah harga dari obligasi tersebut. Sebaliknya, sudut pandang kedua melihat penggunaan dana sebagai barang. Dalam kasus ini pihak yang meminjam adalah pembeli karena ia yang bertindak membeli dana dan akan mengembalikan dana tersebut dengan suatu tingkat suku bunga tertentu sebagai harga, sedangkan penjualnya adalah pihak pemberi pinjaman karena dia yang berperan menyediakan dana di dalam pasar. Untuk memperjelas pernyataan di atas dapat dilihat tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Dua Sudut Pandang dalam Pasar Obligasi

Obligasi sebagai barang Dana sebagai barang

Penjual Pihak peminjam yang

menerbitkan obligasi

Pihak pemberi pinjaman yang menyediakan dana

Pembeli Pihak pemberi pinjaman yang

membeli obligasi

Pihak peminjam yang membutuhkan dana

Harga Harga obligasi Suku bunga

Sumber: Hubbart (2002).

Akan tetapi dari sudut pandang pemerintah, funds is the good, maka menentukan harga dan kuantitas keseimbangan di pasar obligasi dapat ditentukan melalui analisis kurva permintaan dan penawaran dana penjualan obligasi. Berdasarkan sudut pandang ini, kurva permintaan dana menunjukkan hubungan


(35)

negatif antara jumlah dana yang diminta oleh peminjam dan tingkat suku bunga, ceteris paribus.

Selanjutnya kurva penawaran dana adalah kurva yang menunjukkan hubungan positif antara jumlah dana yang disediakan oleh pemberi pinjaman dan tingkat suku bunga (yield). Slope positif pada kurva penawaran dana dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Kuantitas penawaran dana lebih kecil pada saat suku bunga (yield) obligasi rendah dan sebaliknya, penawaran akan lebih besar pada saat tingkat suku bunga (yield) obligasi lebih tinggi tinggi karena suku bunga yang tinggi menjadikan obligasi ini menjadi instrumen investasi yang lebih menarik karena tingkat return yang tinggi sehingga pada akhirnya pihak pemberi pinjaman bersedia untuk menyediakan lebih banyak dana di pasar, ceteris paribus.

Gambar berikut menunjukkan besarnya dana yang diminta oleh peminjam dan berapa suku bunga atau yield dari obligasi sebagai harga.

Sumber : Hubbart (2002).


(36)

Keseimbangan di Pasar Obligasi

Untuk mendapatkan tingkat suku bunga yang seimbang di pasar, maka harus memperhatikan informasi dari kurva permintaan dan penawaran dana. Oleh karena itu, kita harus menyatukan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk menghasilkan diagram keseimbangan. Interaksi antara kurva permintaan dan penawaran dana dalam pasar obligasi merupakan analisis statis yang mengabaikan faktor-faktor lain di luar harga dan kuantitas. Namun pada kenyataannya, sangatlah tidak mungkin untuk mengabaikan pengaruh-pengaruh variabel lain yang mengubah keseimbangan harga dan kuantitas dalam pasar obligasi. Ketika kita mempertimbangkan pengaruh variabel-variabel lain ke dalam model, maka baik kurva permintaan maupun kurva penawaran akan bergerak ke kanan atau ke kiri dan kita akan memperoleh titik keseimbangan yang baru.

Pergeseran kurva permintaan dana dapat diilustrasikan dalam gambar berikut ini :


(37)

Sumber : Hubbart (2002).

Gambar 2.3

Pergeseran Kurva Permintaan Dana

Sebagaimana terlihat dalam gambar di atas, keseimbangan awal adalah pada titik E0, namun apabila ada kenaikan peminjaman dari pihak peminjam, maka akan

meningkatkan jumlah dana yang diminta pada semua tingkat suku bunga. Oleh karena itu, kurva permintaan akan bergeser dari L0d ke L1d, dan pada keseimbangan

yang baru (E1), tingkat suku bunga (yield) naik dari i0 ke i1. Sebaliknya, jika ada

penurunan keinginan untuk meminjam, maka akan menurunkan jumlah dana yang diminta pada semua tingkat suku bunga, kurva permintaan akan bergeser ke kiri, dari L0d ke L2d, dan keseimbangan baru berada pada titik E2 dengan tingkat suku bunga


(38)

Hubbard (2002) mencatat bahwa beberapa variabel yang dapat menggeser kurva permintaan dana ke kanan (baik bagi perusahaan maupun pemerintah) dan menyebabkan suku bunga (yield) naik antara lain : naiknya ekspektasi keuntungan dari investasi, kenaikan subsidi pajak bagi investasi, kenaikan ekspektasi inflasi dan kenaikan defisit anggaran pemerintah. Sebaliknya, variabel yang dapat menggeser kurva permintaan ke kiri sehingga suku bunga (yield) turun adalah kenaikan pajak atas profit karena pajak akan mengurangi keuntungan investasi dan akhirnya mengurangi keinginan perusahaan untuk menambah utang investasinya.

Mekanisme yang serupa juga terjadi pada pergeseran kurva penawaran dana karena pengaruh beberapa variabel di luar harga dan kuantitias yang berubah. Hal ini dapat ditunjukkan melalui gambar berikut ini :

Sumber : Hubbart (2002).

Gambar 2.4


(39)

Pihak yang berperan pada kasus pergeseran kurva penawaran dana adalah penjual, dalam hal ini pihak pemberi pinjaman. Jika pihak pemberi pinjaman berkeinginan untuk menyediakan lebih banyak dana, maka kurva penawaran dana akan bergeser ke kanan atau bergerak dari titik keseimbangan L0s ke titik

keseimbangan baru L1s. pada keseimbangan yang baru ini tingkat suku bunga (yield)

turun dari i0 ke i1. Sebaliknya, apabila keinginan pihak pemberi pinjaman berkurang,

maka kurva penawaran dana akan bergesers ke arah kiri yang berarti menuju titik keseimbangan baru pada L2s dan menaikkan tingkat suku bunga (yield) keseimbangan

baru dari i0 ke i2. Beberapa variabel yang dapat menggeser kurva penawaran dana ke

kakan sebagaimana dikemukakan oleh Hubbard (2002) antara lain : naiknya kekayaan anggota masyarakat, meningkatnya ekspektasi keuntungan memiliki obligasi dan ekspektasi suku bunga serta meningkatnya likuiditas obligasi dibandingkan aset lainnya. Pada sisi lain, peningkatan ekspektasi inflasi, ekspektasi keuntungan dari investasi aset lain, resiko memegang obligasi dibandingkan aset lain dan biaya informasi akan menggeser kurva penawaran dana ke kiri.

2.1.3 Pengertian Obligasi

Obligasi secara umum didefinisikan sebagai surat pengakuan utang dengan kesanggupan untuk mengembalikan pokok utang pada waktu yang telah ditentukan (saat jatuh tempo) dan kewajiban membayar bunga (kupon) secara periodik sampai jatuh tempo. Sedangkan obligasi pemerintah adalah surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai berbagai keperluan pemerintah,


(40)

misalnya membiayai defisit anggaran belanja negara, pembiayaan pembangunan, instrumen fiskal, dan membiayai program rekapitalisasi perbankan seperti yang dialami Indonesia sekarang ini.

Di dalam dunia perekonomian, obligasi adalah alat yang lazim digunakan pelaku ekonomi defisit (seperti: perusahaan dagang, pabrik, perusahaan transportasi, real estate, perusahaan pemasok kebutuhan umum, badan-badan pemerintah pusat, lokal, dan kantor walikota) untuk mendapatkan modal (kapital). Pada sisi lain pemilik modal sebagai pelaku ekonomi surplus misalnya investor perorangan biasanya menggunakan obligasi atau surat-surat utang tersebut sebagai wahana investasi (piranti investasi). Selain investor perorangan ada juga perusahaan yang membeli obligasi (jangka pendek atau jangka panjang) untuk tujuan investasi. Obligasi dalam blok besar pada umumnya dikuasai/dimiliki oleh investor lembaga, perusahaan asuransi, bank, perusahaan efek (investment trust), lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga amal.

Salah satu ciri penting setiap obligasi adalah “adanya jangka waktu jatuh tempo atau adanya tahun-tahun tertentu”, di mana sepanjang tahun-tahun tersebut peminjam uang atau emiten, berjanji akan memenuhi semua perjanjian utang yang dituangkan dalam kontrak. Baik Obligasi maupun “wesel bayar jangka panjang”

sesuai dengan bunyi kontrak, harus membayar bunga setiap akhir interval atau setiap akhir periode dan juga membayar pokok obligasi apabila sudah sampai pada tanggal jatuh tempo. Jika penerbit obligasi tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat


(41)

waktu atau dinyatakan default, penerbit dapat dituntut untuk dinyatakan pailit di pengadilan.

Fluktuasi harga obligasi selama ditahan atau dimiliki investor, pada umumnya lebih kecil dibandingkan dengan fluktuasi harga saham, tetapi penghasilan yang diterima berupa bunga dan pokok obligasi lebih teratur dan terjamin dibandingkan dengan saham yang penuh risiko. Karena penghasilannya yang diharapkan (expected

return) dari obligasi relatif pasti, biasanya obligasi dianggap sebagai fixed income

securities atau sekuritas berpenghasilan pasti. Dilihat dai sudut risiko, obligasi

disebut juga sebagai surat utang bebas risiko (riskfree), terutama jika penerbitnya pemerintah.

2.1.4 Jenis-Jenis Obligasi

a. Obligasi yang hanya didasarkan pada kontrak antara kelompok perusahaan yang meminjam (emiten) dengan investor (pembeli obligasi) tanpa dilandaskan pada jaminan aktiva tetap tertentu disebut sebagai indenture. Satuan atau denominasi obligasi biasanya dipecah atas lembaran-lembaran dengan nilai nominal $1000. Pembayaran cicilan bunga obligasi dilakukan emiten atau dilakukan agen pembayar yang ditunjuk khusus, dilakukan tiap interval tertentu, biasanya selang waktu setengah tahun. Jadi pembayarannya tengah tahunan. Apabila seluruh obligasi jatuh tempo sekaligus pada satu tanggal tertentu, obligasi disebut term bonds; dan obligasi yang jatuh temponya secara berangsur-angsur disebut sebagai serial bonds.


(42)

b. Obligasi yang diterbitkan oleh korporasi swasta dapat dikelompokkan atas obligasi dengan jaminan (secured bonds) dan obligasi tanpa jaminan

(unsecured bonds). Secured bonds menyediakan perlindungan kepada

investor berupa hipotik (real estate) milik emiten dan aktiva tetap lainnya, atau menggadaikan aktiva sebagai kolateral. Obligasi hipotik pertama (the

first mortgage bonds) mendapat kesempatan utama untuk dilunasi dari

penjualan aset perusahaan jika perusahaan tidak mampu membayar bunga dan pokok obligasi. Sedangkan obligasi hipotik kedua (a second mortgagebond) memiliki peringkat kedua untuk dilunasi yakni setelah obligasi hipotik pertama dilunasi seluruhnya. Jenis lain adalah a collateral trust bond yang biasanya dijamin dengan saham dan obligasi perusahaan lain yang milik emiten. Sekuritas semacam ini biasanya ditransfer kepada waliamanat

(trustee) yang menyimpannya sebagai kolateral atas nama pemilik obligasi

dan, jika terpaksa dijual untuk memenuhi tuntutan pemegang obligasi.

c. Debenture bond. Obligasi yang tidak dilindungi dengan menggadaikan

property (aktiva tetap) tertentu biasanya disebut sebagai debenture bonds. Pemilik obligasi ini sama seperti kreditur umum atau orang yang meminjamkan uangnya kepada emiten. Risiko obligasi ini tergantung pada keuangan emiten. Artinya debentures yang dikeluarkan oleh emiten raksasa atau perusahaan kuat risikonya relatif kecil, sebaliknya jika emiten yang mengeluarkan debentures lemah di mana kebanyakan propertinya sudah digadaikan, risikonya relatif besar.


(43)

d. Guaranteed bonds. Apabila ada pihak tertentu berjanji melunasi obligasi manakala emiten gagal memenuhi kewajibannya (melunasi bunga dan pokok obligasi), obligasi semacam ini disebut guaranteed bonds. Sebagai contoh, sebuah perusahaan induk menjamini pelunasan obligasi yang dikeluarkan anak perusahaan. Artinya jika si anak perusahaan mengalami default atau cidera janji tidak sanggup membayar obligasi, si perusahaan induk akan menanggulangi pembayaran obligasi tersebut. Bank Indonesia menjamin obligasi Bank bermasalah yang dalam perawatan BPPN berarti obligasi ini adalah termasuk guaranteed bonds.

e. Income bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan manakala sebuah perusahaan

mengalami kegagalan usaha dan terpaksa di reorganisasi. Bunga income

bonds dilunasi hanya jika mempunyai penghasilan atau pemasukan. Sifat

income bonds ada dua, yaitu kumulatif dan nonkumulatif. Jika sifatnya

kumulatif, bunga obligasi yang tidak dapat dibayar pada tahun berjalan, akan dilunasi pada tahun berikut scara kumulatif, dengan catatan bahwa tahun berikutnya perusahaan menghasilkan keuntungan. Jika obligasi adalah nonkumulatif, seandainya pada tahun berjalan perusahaan tidak mempunyai penghasilan untuk membayar bunga, maka bunga tahun berjalan dianggap tidak ada, tidak ada utang bunga yang harus dibayar pada tahun berikutnya. Dalam hal ini, tidak ada tuntutan atas ketidak mampuan perusahaan membayar bunga tahun berjalan.


(44)

f. Revenue bond. Seringkali investor membeli obligasi pemerintah karena percaya kepada otoritas pemerintah di dalam pemungutan pajak, dan percaya bahwa pemerintah senantiasa mampu mendapatkan dana untuk membayar utangnya. Obligasi pemerintah dapat di identifikasi dengan obligasi yang diterbitkan oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara), pelunasan bunga dan pokok obligasi dilakukan dengan pendapatan hasil operasi badan usaha.

g. Convertible bond. Obligasi sangat mungkin dikonversi menjadi sekuritas lain

tergantung pada opsi yang dimiliki pemegang obligasi. Obligasi seperti ini lazimnya disebut convertible bonds. Ciri obligasi ini adalah bahwa pemiliknya boleh menukarkannya menjadi saham biasa. Jadi pemilik obligasi boleh menukar haknya atas pembayaran bunga dengan hak sebagai pemilik, karena melihat operasi perusahaan berhasil baik dan konversi obligasi menjadi saham menjadi atraktif (menguntungkan); sementara hak khusus sebagai kreditur tetap dipertahankan.

h. Callable bonds. Sifat lain obligasi yang dirancang untuk memenuhi

kepentingan emiten (penerbit obligasi) adalah bahwa obligasi dapat ditarik kembali (ditebus kembali) sebelum jatuh tempo. Sebagai contoh di dalam akte obligasi biasanya dimuat pasal (klausula) yang mengatur bahwa perusahaan berhak membeli atau melunasi obligasi sebelum tiba jatuh tempo. Terminologinya adalah disebut callable bonds. Ketika korporasi/badan usaha ingin mengurangi surat utangnya yang beredar (outstanding), pemegang obligasi akan diberitahukan porsi obligasi yang akan ditebus kembali, dan


(45)

akan dibayar sesuai dengan call provision (pasal dalam akte obligasi yang mengatur pembelian kembali obligasi oleh emiten). Setelah tanggal penebusan kembali tidak ada lagi tambahan bunga yang harus dibayar emiten.

i. Registered bonds vs Bearer or coupon bonds. Kadang kala obligasi dapat juga

diklasifikasikan atas : (1) registered bonds atau obligasi yang nama pemiliknya didaftarkan pada pembukuan emiten (perusahaan yang mengeluarkan obligasi), Pengalihan kepemilikan obligasi ini sama dengan transfer kepemilikan saham biasa. Ketika obligasi dijual, agen pemindah bukuan korporasi membatalkan sertifikat obligasi yang dilepas penjual dan menerbitkan sertifikat baru atas nama pembeli terakhir. Cek pembayaran bunga dikirim lewat pos secara periodik kecatatan (pembukuan) pembeli, dan

(2) bearer or coupon bonds atau obligasi yang pemiliknya tidak tercatat pada

pembukuan emiten. Setiap obligsi disertai dengan kupon untuk pembayaran bunga obligasi sampai dengan jatuh tempo. Kupon akan dirobek oleh pemilik obligasi dan diserahkan kepada bank untuk di depositokan atau ditagih. Penerbitan bearer bonds menghilangkan keharusan mencatat setiap perubahan pemilik dan menyiapkan dan mengirimkan cek pembayaran bunga secara periodik. Tetapi coupon bonds gagal untuk melindungi pemilik obligasi seperti pada registered bonds, jika obligasi hilang atau dicuri orang.


(46)

Obligasi Negara Ritel (ORI) merupakan bagian dari Obligasi Negara. Sementara Obligasi Negara merupakan bagian dari Surat Utang Negara. Obligasi Negara Ritel (ORI) adalah Obligasi Negara yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual. Agen Penjual yang dimaksud ialah bank dan atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan Obligasi Negara Ritel.

Dalam menerbitkan ORI ini terdapat dasar hukum yang menyertainya, yaitu sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara

2. Peraturan Menteri Keuangan No. 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana

3. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.08/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana

Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2002 disebutkan tujuan diterbitkannya Surat Utang Negara. Oleh karena ORI juga merupakan bagian dari Surat Utang Negara maka tujuan diterbitkannya ORI ialah sebagai berikut:

a. Membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

b. Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran.


(47)

c. Mengelola portofolio utang negara. d. Diversifikasi sumber pembiayaan.

Adapun manfaat diterbitkannya ORI ialah sebagai berikut:

a. Memperluas dan memperkuat basis investor obligasi negara di pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan pada investor institusi, termasuk asing. b. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berperan aktif secara langsung

dalam pembangunan nasional.

c. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam Pembangunan Nasional.

d. Pembayaran kupon dan pokok dilakukan tepat waktu dan secara online ke dalam rekening tabungan investasi

ORI merupakan salah satu instrumen investasi. Oleh karena itu, juga terdapat risiko investasi. Akan tetapi, ORI juga memiliki keuntungan. Adapun keuntungan berinvestasi pada ORI antara lain sebagai berikut:

a. Aman dan terjamin karena pembayaran kupon don pokoknya dijamin oleh Undang-Undang

b. Memberikan keuntungan yang menarik karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga bank (di pasar perdana) dan adanya potensi capital gain di pasar sekunder.

c. Prosedur pembelian dan penjualan yang mudah dan transparan. d. Dapat diperdagangkan di Pasar Sekunder sesuai dengan harga pasar.


(48)

e. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam Pembangunan Nasional.

f. Pembayaran kupon dan pokok dilakukan tepat waktu dan secara online ke dalam rekening tabungan investor.

Sementara itu, risiko yang menyertai investasi pada ORI ialah sebagai berikut: a. Pada prinsipnya investasi pada ORI adalah investasi yang bebas terhadap risiko gagal bayar (default risk) yaitu kegagalan Pemerintah untuk membayar kupon dan pokok kepada Investor. Investasi pada ORI terbebas dari risiko gagal bayar karena Pemerintah berdasarkan Undang-Undang SUN dan Undang-Undang APBN setiap tahunnya menjamin pembayaran kupon dan pokok SUN, termasuk ORI hingga masa jatuh temponya.

b. Tetapi, pada transaksi di Pasar Sekundar dimungkinkan adanya risiko pasar berupa capital loss akibat harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga beli, di mana risiko tersebut dapat dihindari dengan tidak menjual obligasi Negara yang dimiliki sampai dengan jatuh tempo.

c. Selain itu, investor juga dihadapkan pada risiko likuiditas di mana adanya potensi kerugian apabila sebelum jatuh tempo pemilik ORI yang memerlukan dana tunai mengalami kesulitan dalam menjual ORI di pasar sekunder pada tingkat harga (pasar) yang wajar.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga ORI a. Inflasi


(49)

Inflasi merupakan permasalahan klasik di dalam perekonomian, tidak terkecuali untuk masalah investasi. Dengan adanya inflasi daya beli masyarakat menjadi turun karena kekuatan uang secara riil tidak ada atau melemah yang akan mempengaruhi permintaan dan harga suatu barang di mana dengan tingginya inflasi akan membuat masyarakat lebih mementingkan masalah konsumsi dibandingan untuk menabung atau berinvestasi. Seiring peningkatan inflasi akan menurunkan minat masyarakat untuk berinvestasi membeli obligasi ritel ORI, hal ini akan menurunkan permintaan terhadap ORI di mana penawarannya adalah tetap maka akan menurunkan harga ORI tersebut. Dengan demikian terdapat hubungan negatif dan searah antara inflasi dengan harga ORI.

b. Suku Bunga Deposito

Deposito merupakan salah satu unsur dari dana pihak ketiga di mana deposito memiliki suku bunga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen-instrumen dana pihak ketiga lainnya. Selain itu deposito memiliki masa waktu pengambilan tertentu tidak seperti instrumen dana pihak ketiga lainnya terutama tabungan yang bisa sewaktu-waktu diambil atau dialihkan. Deposito merupakan salah satu bentuk investasi masyarakat, sehingga merupakan instrumen investasi lain selain investasi obligasi pemerintah. Karena itu, ada hubungan negatif dan searah antara suku bunga deposito dengan harga ORI. Di mana peningkatan suku bunga deposito akan mengurangi permintaan terhadap ORI karena adanya pengurangan keuntungan


(50)

yang diperoleh investor ORI jika tetap menempatkan dananya ke instrumen ORI dibandingkan memindahkan dana tersebut ke dalam bentuk deposito.

c. BI Rate

Suku bunga merupakan elemen penting dalam analisis harga obligasi, di mana suku bunga akan mempengaruhi return yang akan diperoleh investor apakah ia akan memperoleh capital gain atau capital loss dari suatu perubahan suku bunga. BI Rate merupakan suku bunga acuan yang dijadikan berbagai pihak sebagai landasan untuk berbagai kepentingan yang berhubungan dengan keuangan, tidak terkecuali dengan harga obligasi ritel ORI di pasar sekunder. Jika BI Rate mengalami peningkatan akan menyebabkan permintaan terhadap obligasi ritel ORI akan turun yang mendorong melemahnya harga ORI dan sebaliknya akan meningkatkan harga ORI jika BI Rate mengalami penurunan, sehingga terdapat hubungan negatif antara tingkat BI Rate dengan harga obligasi ritel ORI di pasar sekunder.

d. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan cerminan keadaan saham-saham keseluruhan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penempatan dana masyarakat untuk membeli saham merupakan salah satu bentuk investasi yang semakin hari semakin meningkat secara signifikan. Hal ini akan mempengaruhi permintaan terhadap obligasi pemerintah yang berhubungan dengan harga ORI tersebut. Semakin tinggi IHSG mencerminkan tingginya harga-harga saham secara keseluruhan yang memberikan gambaran tingginya permintaan masyarakat terhadap saham-saham tersebut dan dapat juga mengindikasikan kondusifnya iklim investasi di pasar modal


(51)

Indonesia. Hal ini akan mempengaruhi permintaan terhadap obligasi pemerintah yang akan meningkat dibarengi peningkatan harga ORI tersebut. Dengan demikian terdapat hubungan positif dan searah antara IHSG dengan harga ORI

2.2 Landasan Hasil Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Terdahulu

1. Desmon Silitonga, dkk. (2009), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga pada ORI. Hasil penelitian menyebutkan bahwa indeks obligasi dan kurs merupakan variable yang signifikan berpengaruh terhadap perubahan harga ORI, di mana indeks obligasi berpengaruh negatif signifikan, sedangkan kurs berpengaruh positif terhadap perubahan harga ORI.

2. Elfithasari (2008), menganalisis pengaruh faktor fundamental ekonomi terhadap indeks harga obligasi perusahaan. Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi indeks harga obligasi perusahaan adalah tingkat bunga SBI, nilai tukar dan jumlah uang beredar.

3. Edward (2007), menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan harga obligasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat suku bunga, kurs rupiah terhadap dolar, bunga kupon dan jumlah periode kupon berpengaruh simultan dan signifikan terhadap perubahan harga obligasi. 4. Chen, Roll dan Ross (1986) dalam tulisannya yang berjudul Economic Forces


(52)

pengaruh variabel makro ekonomi terhadap perubahan harga surat berharga. Mereka melakukan pengkajian pada pasar modal di Amerika Serikat dari bulan Januari 1953 sampai November 1983

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual

Perubahan harga-harga ORI di pasar sekunder (BEI) sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia yang tercermin ke dalam 4 variabel yaitu inflasi, suku bunga deposito, BI Rate dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di mana terdapat hubungan yang negatif antara variabel inflasi, suku bunga deposito dan BI Rate terhadap harga ORI di pasar sekunder, hal ini disebabkan jika ketiga variabel tersebut mengalami peningkatan akan mengurangi permintaan terhadap ORI dan akan mempengaruhi harga ORI tersebut di pasar sekunder. Sedangkan IHSG akan memberikan pengaruh yang positif terhadap harga ORI di pasar sekunder, hal ini disebabkan karena IHSG merupakan indikator utama perkembangan pasar modal Indonesia yang akan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan pasar obligasi Indonesia itu sendiri.

Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Inflasi

Harga ORI di Pasar Sekunder BI Rate


(53)

Gambar 2.5

Diagram Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga ORI

2.3.2 Hipotesis Penelitian

Secara umum hipotesis penelitian tesis ini akan menunjukkan bahwa inflasi, suku bunga deposito, BI Rate dan IHSG berpengaruh terhadap harga ORI di pasar sekunder. Sedangkan hipotesis penelitian tesis ini secara khusus adalah sebagai berikut :

1. Inflasi berpengaruh negatif terhadap harga ORI di pasar sekunder.

2. Suku bunga deposito berpengaruh negatif terhadap harga ORI di pasar sekunder.

3. BI Rate berpengaruh negatif terhadap harga ORI di pasar sekunder.

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpengaruh positif terhadap harga ORI di pasar sekunder.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan masalah faktor-faktor yang mempengaruhi harga Obligasi Ritel Negara Indonesia (ORI) di pasar sekunder Indonesia. Dengan variabel bebasnya adalah inflasi, suku bunga deposito, BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu mulai dari bulan Mei 2008 sampai bulan Juni 2011 dengan jumlah data sebanyak 38 observasi, yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, Bloomberg dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari jurnal, buku dan penelitian sebelumnya.

3.3 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer Eviews 6 dalam mengolah dan menganalisis data penelitian di dalam tesis ini.


(55)

3.4 Model Analisis

Model analisis yang akan digunakan merupakan model ekonometrik dengan menggunakan teknik analisis Ordinary Least Square (OLS). Adapun model persamaan penelitian ini dapat difungsikan sebagai berikut :

ORI = f (Inflasi, suku bunga deposito, BI rate, IHSG) ... (1) Adapun model persamaannya adalah sebagai berikut :

ORIt = â0 + â1Inft + â2SBDt + â3BIRt + â4IHSGt + åt ... (2)

Di mana :

ORI = Harga ORI di pasar sekunder (Rupiah) Inf = Laju Inflasi Indonesia (Persen)

SBD = Suku bunga deposito (Persen) BIR = BI Rate (Persen)

IHSG = Indeks harga saham gabungan (Poin Indeks)

â0 = Intersep

â1–â4 = koefisien regresi

t = Bulan (1, 2, ..., 38)

å = Kesalahan pengganggu

3.5 Uji Kesesuaian Model


(56)

Koefisien determinan dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel bebas memberikan penjelasan mengenai variabel-variabel terikat. Di mana jika R2 = 0, artinya variabel-variabel bebas tidak dapat menerangkan hubungan terhadap variabel terikat. Sedangkan jika R2 = 1, artinya variabel-variabel bebas mampu menerangkan hubungan terhadap variabel terikat.

3.5.2 Uji t

Merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Pengaruh variabel independen yaitu inflasi, jumlah deposito masyarakat, BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga ORI periode sebelumnya terhadap harga ORI dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai t hitung dapat diperoleh melalui rumus berikut ini :

1 1

Sb b b thitung

 

di mana :

b1 = Koefisien variabel bebas ke 1

b = Nilai hipotesis nol

Sb1 = Simpangan baku dari variabel bebas ke 1

Berdasarkan Uji t, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Ho : âi = 0

Ha : âi ≠ 0


(57)

Ho diterima jika t hitung < t tabel

Artinya ada variabel bebas (inflasi, jumlah deposito masyarakat, BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga ORI periode sebelumnya) yang tidak secara nyata mempengaruhi variabel terikat (harga ORI).

Ho ditolak jika t hitung > t tabel

Artinya ada variabel bebas (inflasi, jumlah deposito masyarakat, BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga ORI periode sebelumnya) yang secara nyata mempengaruhi variabel terikat (harga ORI).

3.5.3 Uji F

Merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai F hitung dapat diperoleh melalui rumus berikut

ini :

n k

R k R Fhitung     2 2 1 1

di mana :

R2 = Koefisien determinan k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : Ho : â1 = â2 = â3 = â4 = 0


(58)

Ha : â1 = â2 = â3 = â4 ≠ 0 (paling sedikit satu variabel)

Dengan kriteria sebagai berikut : Ho diterima jika F hitung≤ F tabel

Artinya seluruh variabel bebas (inflasi, jumlah deposito masyarakat, BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga ORI periode sebelumnya) tidak secara nyata mempengaruhi variabel terikat (harga ORI).

Ho ditolak jika F hitung > F tabel

Artinya seluruh variabel bebas (inflasi, jumlah deposito masyarakat, BI Rate, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga ORI periode sebelumnya) secara nyata mempengaruhi variabel terikat (harga ORI).

3.6 Uji Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Normalitas

Pendugaan persamaan dengan menggunakan metode OLS harus memenuhi sifat kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang memiliki varians infinitif menyebabkan pendugaan dengan metode OLS akan menghasilkan nilai dugaan yang not meaningful (tidak berarti). Hal ini mengindikasikan bahwa uji F dan t terhadap parameter pendugaan tidak mempunyai nilai. Hasil Penelitian yang memiliki ragam yang besar membuat hasil pendugaan tidak efektif, namun hasil uji F dan t terhadap parameter penduga masih memiliki nilai (Verbeek et. al, 2000 dan


(59)

Thomas, 1997). Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji Normalitas adalah Jarque-Bera test. Uji statistik ini dapat dihitung dengan rumus berikut:

                     24 3 6 2 2 4 3 2 2 3     n JB di mana:

n = jumlah sampel µ2 = varians µ3 = skewness µ4 = kurtosis

Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas dua.

Jika hasil Jarque-Bera test lebih besar dari nilai chi square pada á = 5 persen, maka tolak hipotesis nul yang berarti tidak berdistribusi normal. Jika hasil Jarque-Bera test lebih kecil dari nilai chi square pada á = 5 persen, maka terima hipotesis nul yang berarti erro term berdistribusi normal.

3.6.2 Uji Linieritas

RESET test pertama kali diperkenalkan oleh Ramsey pada 1969 yang berawal dari ide bahwa jika tidak terdapat nonlinearitas maka berbagai transformasi nonlinear dari ft

 

X~t'

ˆ tidak memberikan manfaat untuk menyatakan yt (Kim, et.al., 2004).

Prosedur uji pada RESET test dapat dijelaskan sebagai berikut : (i) Regresikan yt pada '

~

t


(60)

t t

t

f

e

y

ˆ

, di mana ftX~t'

ˆ (ii) Tambahkan model linear dalam bentuk

t k t k t

t a f a f

eˆ  2 2 ... 

untuk suatu k  2 sehingga diperoleh model alternatif

t k t k t t

t X a f a f

y

~'  2 2 ... 

untuk suatu k  2 (iii) Test dilakukan dengan menguji hipotesis H0 :a2 ak 0. Jika

e en

eˆ ˆ1,,ˆ adalah nilai-nilai residual prediksi dari model linear pada (6) dan

ˆ 

vˆ1,,vˆn

adalah residual dari model alternatif pada (7) maka statistik ujinya adalah

RESET =

   

k n v v k v v e e    / ˆ ' ˆ 1 / ˆ ' ˆ ˆ ' ˆ

H0 ditolak jika RESET > F(k-1,n-k).

Untuk uji ini nilai k ditentukan lebih dahulu. Model pada (7) dapat menimbulkan kolinearitas pada variabel-variabel independennya sehingga dihindari dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

(i) Bentuk komponen-komponen utama dari

ft2,, ftk

(ii) Pilih p* < (k-1) yang terbesar, kecuali komponen utama pertama sedemikian hingga sudah tidak kolinear dengan X~t'

(iii) Regresikan yt pada X~t' dan hasil dari (i) dan (ii) sehingga menghasilkan


(61)

RESET1 =

  

k n u u p u u e e   / ˆ ' ˆ * / ˆ ' ˆ ˆ ' ˆ

H0 ditolak jika RESET1 > F(p*,n-k).

3.6.3 Uji Multikolinieritas

Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah adanya hubungan linier yang kuat diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Multikolinieritas akan mempengaruhi interpretasi hasil regresi model yang diuji. Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinier adalah dengan cara membandingkan nilai r2 (nilai R square parsial) dengan nilai R2 (nilai R square awal). Jika nilai r2 > R2, maka model regresi tersebut menunjukkan adanya multikolinier. Sedangkan jika nilai r2 < R2, maka model regresi tersebut telah terbebas dari masalah multikolinieritas.

3.6.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara variabel-variabel dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Dengan kata lain, autokorelasi akan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Adapun alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah :


(62)

DW test dapat dirumuskan sebagai berikut :

     n t t n t t t e e e d 1 2 2 2 1

Di dalam pengujian autokorelasi ini, maka terlebih dahulu harus ditentukan besarnya nilai kritis dari dU dan dL berdasarkan jumlah pengamatan dan variabel

bebasnya.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : H0 : ñ = 0, tidak ada gejala autokorelasi

Ha : ñ≠ 0, ada gejala autokorelasi

Dengan kriteria sebagai berikut : H0 diterima jika (dU < d < 4 – dU),

Artinya data pengamatan tidak terdapat gejala autokorelasi. H0 ditolak jika (d < dL) atau (d > 4 – dL),

Artinya data pengamatan memiliki gejala autokorelasi.

Tidak ada kesimpulan jika (dL≤ d ≤ dU) atau (4 – dU≤ d ≤ 4 – dL),

Artinya Uji Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti terhadap ada atau tidaknya gejala autokorelasi pada data pengamatan.

Jika di dalan model penelitian terdapat unsur time lag, maka sebaiknya pengujian ini tidak dilakukan dan menggunakan pengujian LM Test karena akan menimbulkan kebiasan terhadap hasil pengujian.


(63)

2. Lagrange Multiplier Test (LM Test)

Uji ini dikembangkan oleh Breusch-Godfrey, sehingga dikenal juga dengan sebutan The Breusch-Godfrey (BG) Test. Perhatikan model persamaan berikut ini :

t 1 1 0

t X

Y   

Pada uji ini diasumsikan bahwa ìt mengikuti model otoregresif ordo

p(AR(P))1, dengan bentuk sebagai berikut :

t t 3 t 3 2 t 2 1 t 1

t       ...   

           

Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : H0 : ñ1= ñ2 = … = ññ = 0

Ha : Tidak demikian

Dengan demikian apabila kita tidak memiliki cukup bukti untuk menolak hipotesis, maka gejala autokorelasi tidak ada.

3.7 Definisi Operasional

1. Harga ORI merupakan nilai pasar ORI dengan seri terakhir yang terdapat di pasar sekunder setiap bulannya dalam Rupiah.

2. Inflasi merupakan laju inflasi yang terjadi di Indonesia berdasarkan tahun kalender dalam satuan persen.

3. Suku bunga deposito merupakan tingkat suku bunga rata-rata deposito perbankan Indonesia periode 1 bulan dalam satuan persen.


(64)

4. BI Rate merupakan tingkat suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia setiap bulannya dalam satuan persen.

5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan gambaran umum nilai-nilai seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam satuan poin indeks.


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

4.1 Hasil Penelitian

Secara umum terdapat dua trend pergerakan diantara variabel-variabel penelitian, yaitu trend penurunan dan peningkatan, di mana variabel inflasi, BI Rate dan suku bunga deposito menunjukkan trend penurunan dari awal hingga akhir periode penelitian, sedangkan variabel harga ORI dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan trend peningkatan dari awal hingga akhir periode penelitian.

4.1.1 Perkembangan Harga ORI

Perkembangan harga ORI selama periode Mei 2008 sampai Juni 2011

menunjukkan pergerakan yang dinamis, di mana harga ORI yang disertakan ke dalam penelitian merupakan harga pasar dari ORI seri terakhir yang beredar setiap

bulannya. Sebagai gambaran, pada bulan ini terdapat lima seri ORI yaitu seri 003, 004, 005, 006 dan 007 yang beredar di pasar, sehingga harga ORI yang diambil merupakan harga ORI dengan seri terakhir yaitu ORI seri 007.

Dari tabel di bawah terlihat bahwa harga ORI mencapai titik tertinggi pada bulan Juli 2009, di mana hal hal ini disebabkan karena pada saat itu hegemoni peluncuran ORI seri 005 masih sangat tinggi dan didukung oleh tingkat kupon yang sangat tinggi sehingga memancing minat investor untuk dapat memiliki obligasi


(1)

Lampiran 3. Pengujian Normalitas Data

0 2 4 6 8 10 12 14

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7

Series: Residuals

Sample 2008M05 2011M06 Observations 38

Mean -5.03e-15 Median -0.118198 Maximum 6.026497 Minimum -4.314260 Std. Dev. 1.869418 Skewness 0.603155 Kurtosis 4.697662 Jarque-Bera 6.867294 Probability 0.032269


(2)

Lampiran 4. Pengujian Linieritas Data

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.055918 Prob. F(1,32) 0.8146

Log likelihood ratio 0.066344 Prob. Chi-Square(1) 0.7967

Test Equation:

Dependent Variable: ORI Method: Least Squares Date: 08/03/11 Time: 14:50 Sample: 2008M05 2011M06 Included observations: 38

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 239.0951 567.4128 0.421378 0.6763

INF -1.788873 5.540110 -0.322895 0.7489

SBD 2.449705 7.495337 0.326830 0.7459

BIR -8.029837 23.55137 -0.340950 0.7354

IHSG 0.006687 0.020412 0.327586 0.7454

FITTED^2 -0.010758 0.047743 -0.225326 0.8232

R-squared 0.862282 Mean dependent var 99.04816

Adjusted R-squared 0.840764 S.D. dependent var 5.033063

S.E. of regression 2.008414 Akaike info criterion 4.376507

Sum squared resid 129.0792 Schwarz criterion 4.635073

Log likelihood -77.15362 Hannan-Quinn criter. 4.468502

F-statistic 40.07186 Durbin-Watson stat 1.892742


(3)

Lampiran 5. Pengujian Multikolinieritas

Dependent Variable: INF

Method: Least Squares Date: 08/03/11 Time: 14:51

Sample (adjusted): 2008M05 2011M06 Included observations: 38 after adjustments

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -23.36837 2.121636 -11.01432 0.0000

SBD -0.084611 0.168235 -0.502934 0.6183

BIR 3.590417 0.224852 15.96788 0.0000

IHSG 0.001730 0.000333 5.203811 0.0000

R-squared 0.807268 Mean dependent var 6.585263

Adjusted R-squared 0.799086 S.D. dependent var 3.087182

S.E. of regression 0.980703 Akaike info criterion 2.898207

Sum squared resid 32.70047 Schwarz criterion 3.070584

Log likelihood -51.06593 Hannan-Quinn criter. 2.959537

F-statistic 110.8831 Durbin-Watson stat 0.525791

Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: SBD Method: Least Squares Date: 08/03/11 Time: 14:51

Sample (adjusted): 2008M05 2011M06 Included observations: 38 after adjustments

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.404005 2.584421 1.317125 0.1966

INF -0.048906 0.099416 -0.491929 0.6259

BIR 0.865645 0.349055 2.479965 0.0183

IHSG -0.000714 0.000254 -2.809161 0.0082

R-squared 0.755253 Mean dependent var 7.507895

Adjusted R-squared 0.733657 S.D. dependent var 1.444715

S.E. of regression 0.745594 Akaike info criterion 2.350031

Sum squared resid 18.90097 Schwarz criterion 2.522408

Log likelihood -40.65058 Hannan-Quinn criter. 2.411361

F-statistic 34.97290 Durbin-Watson stat 0.206459

Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

(5)

Dependent Variable: BIR Method: Least Squares Date: 08/03/11 Time: 14:52

Sample (adjusted): 2008M05 2011M06 Included observations: 38 after adjustments

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.106876 0.444413 13.74145 0.0000

INF 0.235912 0.011660 20.23287 0.0000

SBD 0.098405 0.040945 2.403330 0.0218

IHSG -0.000436 8.05E-05 -5.414959 0.0000

R-squared 0.847904 Mean dependent var 7.263158

Adjusted R-squared 0.843307 S.D. dependent var 1.055787

S.E. of regression 0.251386 Akaike info criterion 0.175643

Sum squared resid 2.148619 Schwarz criterion 0.348020

Log likelihood 0.662790 Hannan-Quinn criter. 0.236973

F-statistic 206.2136 Durbin-Watson stat 0.485517

Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Date: 08/03/11 Time: 14:52

Sample (adjusted): 2008M05 2011M06 Included observations: 38 after adjustments

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 9399.208 651.0117 14.43785 0.0000

INF 255.2307 37.21521 6.858235 0.0000

SBD -182.2012 78.40485 -2.323851 0.0262

BIR -978.2474 170.8697 -5.725107 0.0000

R-squared 0.791405 Mean dependent var 2606.856

Adjusted R-squared 0.772999 S.D. dependent var 790.5081

S.E. of regression 376.6345 Akaike info criterion 14.79973

Sum squared resid 4823022. Schwarz criterion 14.97211

Log likelihood -277.1948 Hannan-Quinn criter. 14.86106

F-statistic 42.99831 Durbin-Watson stat 0.439906

Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Lampiran 6. Pengujian Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.051353 Prob. F(2,31) 0.9500

Obs*R-squared 0.125483 Prob. Chi-Square(2) 0.9392

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/03/11 Time: 14:50 Sample: 2008M05 2011M06 Included observations: 38

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.858963 11.64834 -0.159590 0.8742

INF -0.072597 0.440550 -0.164786 0.8702

SBD -0.007588 0.470721 -0.016119 0.9872

BIR 0.278909 1.711249 0.162986 0.8716

IHSG 0.000141 0.001047 0.134648 0.8938

RESID(-1) 0.062964 0.201019 0.313223 0.7562

RESID(-2) 0.024057 0.202319 0.118905 0.9061

R-squared 0.003302 Mean dependent var -5.03E-15

Adjusted R-squared -0.189607 S.D. dependent var 1.869418

S.E. of regression 2.038957 Akaike info criterion 4.427576

Sum squared resid 128.8778 Schwarz criterion 4.729237

Log likelihood -77.12395 Hannan-Quinn criter. 4.534905

F-statistic 0.017118 Durbin-Watson stat 2.011292