Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN OBLIGASI RITEL INDONESIA DI INDONESIA

OLEH

ERVINA R SARAGIH 080501093

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN OBLIGASI RITEL INDONESIA DI INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis suku bunga deposito, BI Rate, inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, inflasi dan IHSG terhadap permintaan ORI.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah suku bunga deposito, BI Rate, inflasi dan IHSG berpengaruh terhadap permintaan ORI. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengambilan data di Bank Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan regresi linier berganda dengan program Eviews. Penelitian ini menggunakan data bulanan dari tahun 2007-2011 untuk setiap variabel penelitian.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga deposito, inflasi dan IHSG berpengaruh positif terhadap permintaan ORI. Sementara variabel BI Rate berpengaruh negatif terhadap permintaan ORI.


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS THE INFLUENCE FACTORS

’S ON DEMAND

OBLIGATION STATE OF RETAIL IN INDONESIA

This research are purposes to know and to analyze influence deposit interest rate, BI Rate, inflation, and Jakarta Composite Index the demand of Obligation State of Retail (ORI). The cases formula of this research are how to influence interest rate of deposit, BI Rate, inflation, and Jakarta Composite Index to demand ORI.

The hypothesis of this research is interest rate of deposit, BI Rate, inflation, and Jakarta Composite Index to influence the demand of ORI. Secondary data collection is done through collection of data at Bank Indonesia. The method of analysis used in this study is quantitative by using multiple linear regression with the program Eviews. This research uses monthly data from 2007 - 2011 for each variable.

The results of this research indicate that interest rate of deposit, inflation and Jakarta Composite Index have positive influence the demand of ORI, while BI Rate has negative influence the demand of ORI.

Keywords: Demand of ORI, interest rate of deposit, BI Rate, inflation and Jakarta Composite Index


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia’’. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Ayahanda Augustinus Saragih dan Ibunda Nursia Silalahi, SH yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, serta mendoakan penulis selama masa pekuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta kepada adik-adik penulis yaitu Junita M Saragih dan Jayaman Alverius Simarmata atas dukungan doa dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Utomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan penilaian dan saran terhadap skripsi saya dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris


(5)

Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan. 5. Bapak Drs. Coki A. Syahwier, M.P selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Teman – teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan 2008 yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.


(6)

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Mei 2012 Penulis

Ervina R Saragih 080501093


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pasar Modal ... 10

2.1.1 Pengertian Pasar Modal ... 10

2.1.2 Manfaat Pasar Modal ... 11

2.1.3 Lembaga-lembaga yang terkait di Pasar Modal ... 12

2.1.4 Jenis-Jenis Pasar Modal ... 14

2.1.5 Surat Berharga di Pasar Modal ... 15

2.2 Obligasi Ritel Indonesia ... 15

2.2.1 Dasar Hukum ORI ... 16

2.2.2 Tujuan Penerbitan ORI ... 17

2.2.3 Manfaat Investasi pada ORI ... 17

2.2.4 Risiko Investasi pada ORI ... 17

2.2.5 Persyaratan Investasi pada ORI ... 18

2.2.6 Prosedur Investasi pada ORI ... 18

2.2.7 Mekanisme Pembayaran Kupon dan Pokok ... 19

2.3 Suku Bunga ... 19

2.3.1 Pengertian Suku Bunga... 19

2.3.2 Teori Tingkat Suku Bunga ... 20

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ... 21

2.3.4 Deposito ... 23

2.3.4.1 Pengertian Deposito ... 23

2.3.4.2 Jenis-jenis Deposito ... 23

2.3.4.3 Fungsi dan Manfaat Deposito ... 25

2.3.5 BI Rate ... 26

2.4 Inflasi ... 26

2.4.1 Pengertian Inflasi ... 26

2.4.2 Jenis-jenis Inflasi ... 28

2.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 29

2.5.1 Pengertian Indeks Harga Saham ... 29


(8)

2.5.3 Jenis – jenis Indeks Harga Saham di BEJ ... 30

2.6 Kerangka Konseptual ... 31

2.7 Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Batasan Operasional ... 33

3.3 Defenisi operasional ... 34

3.4 Skala pengukuran variabel... 34

3.5 Jenis data ... 34

3.6 Metode pengumpulan data ... 35

3.7 Teknik analisis ... 35

3.7.1 Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 36

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Perkembangan Permintaan Obligasi Ritel Indonesia ... 42

4.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito ... 46

4.3 Perkembangan BI Rate ... 49

4.4 Perkembangan Inflasi ... 51

4.5 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan ... 53

4.6 Analisis Hasil ... 56

4.6.1 Analisis dan Pengumpulan Data ... 56

4.6.2 Interpretasi Model ... 57

4.6.3 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 58

4.6.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Obligasi Ritel Negara Indonesia ... 4

Tabel 1.2 Perkembangan Permintaan ORI, Suku Bunga Deposito dan Inflasi Tahun 2007-2011 ... 6

Tabel 1.3 Perkembangan Permintaan ORI, BI Rate dan IHSG Tahun 2007-2011 ... 7

Tabel 4.1 Permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) ... 45

Tabel 4.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito ... 48

Tabel 4.3 Perkembangan BI Rate ... 50

Tabel 4.4 Perkembangan Inflasi ... 52

Tabel 4.5 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) .... 55

Tabel 4.6 Hasil Regresi ... 57


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia ... 31

Gambar 4.1 Perkembangan Permintaan ORI Tahun 2007-2011 ... 46

Gambar 4.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito Tahun 2007-2011 ... 49

Gambar 4.3 Perkembangan BI Rate Tahun 2007-2011 ... 50

Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi Tahun 2007-2011 ... 53

Gambar 4.5 Perkembangan IHSG Tahun 2007-2011 ... 56

Gambar 4.6 Uji t-statistik terhadap Suku Bunga Deposito ... 60

Gambar 4.7 Uji t-statistik terhadap BI Rate ... 61

Gambar 4.8 Uji t-statistik terhadap Inflasi ... 62

Gambar 4.9 Uji t-statistik terhadap IHSG ... 63

Gambar 4.10 Uji F-statistik ... 64

Gambar 4.11 Hasil Pengujian Normalitas ... 65


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Variabel Skripsi... 74 Lampiran 2 Hasil Regresi Linear ... 76 Lampiran 3 Hasil Pengujian Normalitas Data ... 77 Lampiran 4 Hasil Pengujian Multikolinieritas Deposito,

BI Rate, Inflasi dan IHSG ... 78 Lampiran 5 Hasil Pengujian Multikolinieritas BI Rate,

Deposito, Inflasi dan IHSG ... 79 Lampiran 6 Hasil Pengujian Multikolinieritas Inflasi,

Deposito, BI Rate dan IHSG ... 80 Lampiran 7 Hasil Pengujian Multikolinieritas IHSG,

Inflasi, Deposito, dan BI Rate ... 81 Lampiran 8 Hasil Regresi Mengobati Multikolinieritas ... 82 Lampiran 9 Hasil Regresi Mengobati Autokorelasi ... 83


(12)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN OBLIGASI RITEL INDONESIA DI INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis suku bunga deposito, BI Rate, inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, inflasi dan IHSG terhadap permintaan ORI.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah suku bunga deposito, BI Rate, inflasi dan IHSG berpengaruh terhadap permintaan ORI. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengambilan data di Bank Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan regresi linier berganda dengan program Eviews. Penelitian ini menggunakan data bulanan dari tahun 2007-2011 untuk setiap variabel penelitian.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga deposito, inflasi dan IHSG berpengaruh positif terhadap permintaan ORI. Sementara variabel BI Rate berpengaruh negatif terhadap permintaan ORI.


(13)

ABSTRACT

ANALYSIS THE INFLUENCE FACTORS

’S ON DEMAND

OBLIGATION STATE OF RETAIL IN INDONESIA

This research are purposes to know and to analyze influence deposit interest rate, BI Rate, inflation, and Jakarta Composite Index the demand of Obligation State of Retail (ORI). The cases formula of this research are how to influence interest rate of deposit, BI Rate, inflation, and Jakarta Composite Index to demand ORI.

The hypothesis of this research is interest rate of deposit, BI Rate, inflation, and Jakarta Composite Index to influence the demand of ORI. Secondary data collection is done through collection of data at Bank Indonesia. The method of analysis used in this study is quantitative by using multiple linear regression with the program Eviews. This research uses monthly data from 2007 - 2011 for each variable.

The results of this research indicate that interest rate of deposit, inflation and Jakarta Composite Index have positive influence the demand of ORI, while BI Rate has negative influence the demand of ORI.

Keywords: Demand of ORI, interest rate of deposit, BI Rate, inflation and Jakarta Composite Index


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal menyediakan berbagai alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham dan lainnya.

Investasi merupakan sebuah upaya untuk menempatkan sejumlah dana pada instrumen tertentu agar dana tersebut aman dan jumlahnya terus bertambah. Dalam konteks ORI (Obligasi Ritel Indonesia) sebagai sebuah instrumen investasi yang diterbitkan oleh pemerintah tentunya tingkat keamanannya sangat tinggi. Bisa jadi investor di pasar perdana berebut untuk membeli instrumen yang zero risk tersebut. Apalagi ORI memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan deposito. Apabila bunga deposito dibayarkan setiap bulan, maka kupon ORI juga dibayarkan setiap bulannya. Yang lebih menarik lagi bunga deposito tiap bulan belum tentu sebesar kupon bunga yang ditawarkan oleh ORI. Dengan instrumen investasi yang rendah risiko, permintaan di pasar perdana (ketika pertama kali


(15)

ditawarkan) cukup tinggi. Bahkan sejumlah agen penjual terpaksa meminta tambahan kuota dari pemerintah setiap kali ada lelang surat utang negara dan ritel ini.

Perkembangan obligasi ritel menarik untuk dicermati. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 seolah-olah membuka kran investasi baru bagi investor, terutama investor kecil. Selama ini, untuk melakukan investasi pada obligasi dibutuhkan dana yang besar. Hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh para investor yang memiliki dana sangat besar. Selain itu, transaksi obligasi juga lebih banyak didominasi oleh investor institusi seperti dana pensiun, Reksa Dana, asuransi, lembaga pembiayaan, dan institusi lainnya. Para investor kecil tidak dapat melakukan investasi secara langsung pada obligasi mengingat dibutuhkan dana yang sangat besar. Pemerintah melihat hal ini sebagai peluang dimana para investor kecil juga memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi dalam perdagangan obligasi serta memiliki potensi investasi. Untuk itulah, Pemerintah segera merealisasikan maksud tersebut dengan menerbitkan Obligasi Negara Ritel yang kita kenal dengan sebutan ORI.

ORI ialah obligasi atau surat hutang yang diterbitkan oleh Pemerintah dengan pembagian kupon fixed rate atau bunga tetap. Keuntungan yang dapat diraih investor jika membeli ORI adalah mendapatkan capital gain dan bunga, serta terhindar dari kemungkinan gagal bayar (default). Capital gain akan didapat jika tingkat bunga pasar lebih rendah dari kupon ORI. Capital gain akan muncul apabila investor menjual obligasinya sebelum jatuh tempo. Sementara itu, yang


(16)

dimaksud default adalah jika pemerintah mengalami gagal bayar terhadap bunga maupun kupon/bunganya.

Keuntungan khusus dari ORI adalah dapat dibeli dengan denominasi kecil dengan minimum Rp 5 juta, mudah diperjualbelikan melalui agen penjual yang ditunjuk. Pengertian kecil untuk ukuran obligasi ini adalah Rp 5.000.000,- ( lima juta rupiah) dengan kelipatan di atasnya misalnya Rp 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ) dan seterusnya dengan pecahan terbesar adalah Rp 3.000.000.000,- ( tiga milyar rupiah). Hal ini menunjukkan likuiditas ORI sangat tinggi. Selanjutnya, imbal hasil yang hasilnya dibayarkan setiap bulan. ORI sangat diminati oleh masyarakat karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga acuan dan dijamin oleh Pemerintah serta dapat dibeli secara ritel, dengan skala kecil dan menengah.

Hingga saat ini telah beredar 8 seri ORI dimana ORI pertama dengan kode ORI001 terbit pada Agustus 2006. Selang setahun kemudian Pemerintah kembali menerbitkan ORI002, dan seterusnya hingga terbitlah ORI008. Perkembangan jumlah dana yang mampu dihimpun dari penjualan obligasi ritel cukup berfluktuatif. Data menunjukkan bahwa jumlah dana tertinggi yang mampu dihimpun sebesar Rp 13,4 triliun oleh ORI004. Sedangkan jumlah dana terendah sebesar Rp 2,7 triliun oleh ORI005.


(17)

Adapun perkembangan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) ditunjukkan oleh tabel berikut ini:

1. Tabel 1.1

Obligasi Ritel Negara Indonesia

Sumber: www.dmo.or.id. (07 Feb. 2012)

Dari data diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

 ORI telah dikeluarkan oleh Negara Republik Indonesia untuk membiayai pembangunan, defisit APBN dan lain sebanyak 8 kali atau dibagi dalam berbagai seri yaitu: seri ORI001, ORI002, ORI003, ORI004, ORI005, ORI006, ORI007 dan terakhir ORI008.

 Total dana yang telah didapat oleh negara berjumlah Rp 62,5 Triliun, dengan perolehan terbesar pada seri ORI004 sebesar Rp 13,4 Triliun dan terkecil seri ORI005 sebesar Rp 2,7 Triliun

 ORI dijual oleh negara dengan memberikan imbal hasil berupa kupon yang diberikan kepada investor, dan akan selalu lebih tinggi dari inflasi

ORI Kupon Masa Penawaran Jatuh Tempo Total Penerbitan Status 001 12.05% 17 Juli - 4 Agustus

2006

08-Agust-09 Rp 3.280.000.000,000 not active

002 9.28% 8 Maret - 23 Maret 2007

28-Mar-10 Rp 6.233.200.000,000 not active

003 9.40% 27 Agustus - 7 September 2007

12-Sep-11 Rp 9.367.695.000,000 not active

004 9.50% 25 Februari - 6 Maret 2008

12-Mar-12 Rp13.455.765.000,000 active

005 11.45% 19 Agustus - 29 Agustus 2008

15-Sep-13 Rp 2.714.875.000,000 active

006 9.35% 24 Juli - 7 Agustus 2009

15-Agust-12 Rp 8.536.730.000,000 active

007 7.95% 15 Juli - 30 Juli 2010

15-Agust-13 Rp 8.000.000.000,000 active

008 7.30% 7 Oktober - 21 Oktober 2011

15-Okt-14 Rp11.000.000.000,000 active


(18)

maupun BI Rate dan bunga deposito pada saat penerbitan, kupon tertinggi terdapat pada seri ORI001 sebesar 12.05% dan terendah terdapat pada ORI008 sebesar 7,3%.

 Jatuh tempo ORI beragam, mulai dari 3 tahun sampai 5 tahun. Satu-satunya ORI sampai saat ini yang bertenor 5 tahun adalah seri ORI005. Dari tabel di bawah terlihat adanya hubungan antara permintaan ORI dengan suku bunga deposito dan inflasi. Pada saat suku bunga deposito turun dan inflasi naik pada semester kedua tahun 2007, permintaan ORI mengalami peningkatan. Ketika suku bunga deposito dan inflasi berada pada level tertinggi pada semester kedua tahun 2008, permintaan ORI di pasar sekunder juga ikut meningkat.

Pada saat permintaan ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi pada semester kedua tahun 2011, suku bunga deposito berada pada level terendah, sedangkan inflasi tidak pada posisi terendah melainkan hal tersebut terjadi pada semester kedua tahun 2009. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan yang erat antara perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan pergerakan suku bunga deposito, di mana dengan rendahnya suku bunga deposito maka permintaan ORI akan meningkat.

Suku bunga merupakan salah satu tolak ukur yang digunakan oleh sebagian besar investor untuk memilih instrumen investasi. Memasuki tahun 2009, suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia terus mengalami penurunan yang didorong oleh stabilnya inflasi dan nilai tukar rupiah. Kondisi ini menjadikan


(19)

suku bunga deposito akan terus turun dan imbal hasil bagi investor yang menanamkan uangnya pada instrumen deposito juga semakin kecil.

Untuk itu, investor retail memerlukan instrumen investasi yang relatif sama (aman) dengan deposito namun memberikan imbal hasil yang relatif lebih menarik. Obligasi Ritel Indonesia merupakan salah satu alternatif pilihan investasi yang baik karena risiko yang relatif kecil (kemungkinan gagal bayar oleh pemerintah sangat kecil) dan mempunyai imbal hasil yang mungkin lebih baik dari deposito.

Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan suku bunga deposito dan inflasi periode 1 bulan dari semester pertama tahun 2007 sampai tahun 2011.

Tabel 1.2

Perkembangan Permintaan ORI, Suku Bunga Deposito dan Inflasi Tahun 2007-2011

Tahun Semester ORI

(Rupiah)

Suku Bunga Deposito (%)

Inflasi (%)

2007 I 9.517 7.46 5.77

II 18.885 7.19 6.59

2008 I 32.070 7.19 11.03

II 34.633 10.75 11.06

2009 I 34.569 8.52 3.65

II 40.149 6.87 2.78

2010 I 33.407 6.71 5.05

II 40.672 6.83 5.67

2011 I 40.368 6.82 6.16

II 42.616 6.35 3.79


(20)

Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan BI Rate dan IHSG periode 1 bulan dari semester pertama tahun 2007 sampai tahun 2011.

Tabel 1.3

Perkembangan Permintaan ORI, BI Rate dan IHSG Tahun 2007-2011

Tahun Semester ORI

(Rupiah)

BI Rate (%)

IHSG (Poin)

2007 I 9.517 8.50 2139

II 18.885 8.00 2746

2008 I 32.070 8.50 2349

II 34.633 9.25 1355

2009 I 34.569 7.00 2027

II 40.149 6.50 2534

2010 I 33.407 6.50 2914

II 40.672 6.50 3704

2011 I 40.368 6.75 3889

II 42.616 6.00 3822

Sumber: BI Kantor Cabang Medan, data diolah 2011.

Dari tabel di atas terlihat adanya hubungan antara permintaan ORI dengan BIRatedan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada saat BI Rate turun dan IHSG naik pada semester kedua tahun 2007, permintaan ORI mengalami peningkatan. Ketika BI Rate berada pada level tertinggi dan IHSG berada pada posisi terendahnya yang terjadi pada semesterkedua tahun 2008, permintaan ORI juga mengalami peningkatan.

Pada saat harga ORI di pasar sekunder berada pada level tertinggi yang terjadi pada semester kedua tahun 2011, BI Rate berada pada level terendah, sedangkan IHSG tidak pada posisi tertingginya melainkan hal tersebut terjadi pada semester pertama tahun 2011. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh BI Rate terhadap permintaan ORI, di mana selain sebagai penentu besar kecilnya


(21)

tingkat kupon yang diterima oleh pemegang ORI namun BI Rate juga sebagai suku bunga acuan di Indonesia, sehingga hal inilah yang membuat tingginya hubungan antara perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder dengan pergerakan BI Rate. Sedangkan IHSG hanya merupakan indikator umum terhadap perkembangan pasar modal Indonesia, sehingga hanya sedikit mempengaruhi perkembangan permintaan ORI di pasar sekunder.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito, BI Rate, inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia?


(22)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia. 2. Untuk mengetahui apakah suku bunga deposito, BI Rate, inflasi, dan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mempengaruhi permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Dapat bermanfaat sebagai edukasi dan informasi bagi masyarakat yang akan berinvestasi ataupun yang sudah berinvestasi dalam Obligasi Ritel Indonesia.

4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya di bidang Obligasi Ritel Indonesia.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasar Modal

2.1.1 Pengertian Pasar Modal

Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. (Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, 2006: 5)

Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah Bursa Efek seperti yang dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 1952 (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Jadi pasar modal adalah bursa-bursa perdagangan di Indonesia yang didirikan untuk perdagangan uang dan efek. Sedangkan bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek. Pengertian efek di sini adalah setiap saham, obligasi atau bukti lainnya, termasuk sertifikat atau surat pengganti serta bukti sementara dari surat-surat tersebut, bukti keuntungan dan surat-surat-surat-surat jaminan, opsi obligasi, bukti


(24)

penyertaan dalam modal atau pinjaman lainnya, serta setiap alat yang lazim dikenal sebagai efek.

Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

2.1.2 Manfaat Pasar Modal

Manfaat pasar modal bisa dirasakan baik oleh investor, emiten, pemerintah (PAU-UGM, 26-27 Januari 1990).

1. Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu:

a. jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar

b. dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai

c. ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil d. jangka waktu penggunaan tidak terbatas

e. tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu 2. Manfaat pasar modal bagi investor adalah sebagai berikut:

a. nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi b. memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki /memegang

saham dan bunga tetap atau bunga mengambang bagi pemegang obligasi


(25)

d. dapat dengan mudah mengganti instrument investasi 3. Manfaat pasar modal bagi lembaga pemerintah yaitu:

a. mendorong laju pembangunan b. penciptaan lapangan kerja c. mendorong investasi

d. mengurangi beban anggaran bagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

4. Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang yaitu: a. likuiditas efek semakin tinggi

b. semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang c. sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel

2.1.3 Lembaga-lembaga yang terkait di Pasar Modal

Adapun lembaga-lembaga yang terkait di pasar modal yaitu: 1. BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal)

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan Pasar Modal di Indonesia. Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

2. Lembaga Penyelenggara Pasar Modal

a. Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka.


(26)

Di Indonesia saat ini terdapat dua Bursa Efek yang telah memperoleh izin usaha dari BAPEPAM, yaitu:

- Bursa Efek Jakarta (BEJ) - Bursa Efek Surabaya (BES)

b. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa agar terlaksana secara teratur, wajar, dan efisien. Lembaga yang telah memperoleh izin usaha sebagai LKP oleh BAPEPAM adalah PT. KPEI (PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia).

c. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan pihak lain.

Lembaga yang telah memperoleh izin usaha sebagai LPP oleh BAPEPAM adalah PT. KSEI (PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia).

3. Lembaga Penunjang Pasar Modal

a. Biro Administrasi Efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek.

b. Kustodian adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan


(27)

transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

c. Wali Amanat adalah lembaga yang mewakili kepentingan pemegang obligasi atau sekuritas kredit yang peranannya sangat diperlukan dalam emisi obligasi dan sebagai pemimpin dalam rapat umum pemegang obligasi (RUPO).

4. Lembaga Profesi Pasar Modal

Dalam penyelenggaraan kegiatan pasar modal ada profesi-profesi sebagai penunjang pasar modal, yaitu Akuntan Publik, Notaris, Konsultan Hukum, dan Perusahaan Penilai.

2.1.4 Jenis-Jenis Pasar Modal

Pasar perdana adalah penjualan perdana efek/sertifikat atau penjualan yang dilakukan sesaat sebelum perdagangan di bursa atau pasar sekunder. Pada pasar ini efek/sertifikat diperdagangkan dengan harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan emisi akan memperoleh dana dari penjualan tersebut.

Pasar sekunder adalah penjualan efek/sertifikat setelah pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini efek/sertifikat diperdagangkan berdasarkan kurs efek tersebut.

Bursa pararel adalah pelengkap bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek yang akan menjual efeknya melalui bursa dapat dilakukan melalui bursa pararel.


(28)

2.1.5 Surat Berharga di Pasar Modal

Pada dasarnya, surat berharga di pasar modal dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Saham

Salah satu efek yang umumnya dijual di pasar modal (bursa efek) adalah saham. Saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT).

2. Obligasi

Obligasi adalah surat pengakuan hutang suatu perusahaan yang akan dibayar pada waktu jatuh tempo sebesar nilai nominalnya. Penghasilan yang diperoleh dari obligasi berupa tingkat bunga yang akan dibayarkan oleh perusahaan penerbit obligasi tersebut pada saat jatuh tempo.

2.2 Obligasi Ritel Indonesia

Obligasi Negara adalah surat pengakuan utang jangka panjang (diatas 12 bulan) dengan kupon atau tanpa kupon, dalam denominasi rupiah atau valuta asing yang dijamin pembayaran kupon dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

Obligasi Negara Ritel adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum dan maksimum yang telah ditentukan.

Obligasi Ritel Indonesia (ORI) adalah produk investasi yang aman dan terjamin karena pembayaran kupon dan pokoknya dijamin oleh undang-undang, dan pembayaran kupon serta pokoknya dilakukan tepat waktu dan secara online


(29)

ke dalam rekening tabungan investor. Bunga ORI sangat menarik karena biasanya lebih tinggi dari rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN. Untuk mendapatkan ORI sangat mudah, dan prosedur pembelian serta penjualannya juga transparan. ORI juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar. Dengan ORI, pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pembangunan nasional.

Seri ORI dan besaran kupon yang telah diterbitkan adalah:

 ORI001: 12,05% (sudah jatuh tempo)

 ORI002: 9,28% (sudah jatuh tempo)

 ORI003: 9,40% (sudah jatuh tempo)

 ORI004: 9,50% ( jatuh tempo 12 Maret 2012)

 ORI005: 11,45% (jatuh tempo 15 Sept 2013)

 ORI006: 9,35% (jatuh tempo 15 Agustus 2012)

 ORI007: 7,95% (jatuh tempo 15 Agustus 2013)

 ORI008: 7,3% (jatuh tempo 15 Oktober 2014)

2.2.1 Dasar Hukum ORI

 Undang-undang Nomor 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 Negara Ritel di Pasar Perdana sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.08/2007.

 Surat Keputusan Menteri Keuangan No. S-64/MK.8/2009 tanggal 30 April 2009 perihal Penunjukan Agen Penjual untuk Penjualan Obligasi Negara Ritel Tahun 2009.


(30)

2.2.2 Tujuan Penerbitan ORI

Tujuan dari penerbitan ORI adalah untuk membiayai anggaran negara, diversifikasi sumber pembiayaan, mengelola portofolio utang negara dan memperluas basis investor.

2.2.3 Manfaat Investasi pada ORI

1. Aman dan terjamin karena pembayaran kupon dan pokoknya dijamin oleh undang-undang.

2. Memberikan keuntungan yang menarik karena kupon yang lebih tinggi dari suku bunga bank (di pasar perdana) dana adanya potensi capital gain di pasar sekunder.

3. Prosedur pembelian dan penjualan yang mudah dan transparan. 4. Dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan harga pasar.

5. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pembangunan nasional.

6. Pembayaran kupon dan pokok dilakukan tepat waktu dan secara online ke dalam rekening tabungan investor.

2.2.4 Risiko Investasi pada ORI

Pada prinsipnya investasi pada ORI adalah investasi yang bebas terhadap risiko gagal bayar yaitu kegagalan pemerintah untuk membayar kupon dan pokok kepada investor.

Namun pada transaksi di pasar sekunder dimungkinkan adanya risiko pasar berupa capitalloss akibat harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga beli,


(31)

dimana risiko tersebut dapat dihindari dengan tidak menjual obligasi negara yang dimiliki sampai dengan jatuh tempo.

2.2.5 Persyaratan Investasi pada ORI

 Individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

 Investasi minimum Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan kelipatan Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

 Mempunyai rekening tabungan disalah satu bank umum dan rekening surat berharga di salah satu sub-registry.

2.2.6 Prosedur Investasi pada ORI Investasi di Pasar Perdana

 Membuka rekening tabungan di salah satu bank umum dan rekening surat berharga di salah satu sub-registry.

 Mengisi formulir pemesanan dari Agen Penjual yang ditunjuk oleh Pemerintah dengan melampirkan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).

 Menyetor dana tunai ke rekening khusus Agen Penjual dan menyampaikan bukti setor dana kepada Agen Penjual sesuai dengan jumlah pemesanan.

 Memperoleh hasil penjatahan Pemerintah dari Agen Penjual sesuai ketentuan yang berlaku.

 Menerima bukti kepemilikan surat berharga dari Agen Penjual.

 Menerima pengembalian sisa dana dalam hal jumlah pemesanan tidak seluruhnya dimenangkan.


(32)

Investasi di Pasar Sekunder

 Pembelian ORI yang dilakukan dengan mekanisme bursa harus melalui perusahaan efek.

 Pembelian ORI yang dilakukan dengan mekanisme non bursa ( over-the-counter) dapat melalui perusahaan efek atau bank umum.

2.2.7 Mekanisme Pembayaran Kupon dan Pokok

Pemerintah melalui Bank Indonesia mentransfer dana tunai sebesar jumlah pembayaran kupon dan/atau pokok ORI ke sub-registry.

Selanjutnya sub-registry mentransfer dana tunai ke rekening tabungan investor pada tanggal jatuh tempo pembayaran kupon dan atau pokok ORI.

Pihak yang tercatat sebagai pemegang ORI pada sub-registry dua hari kerja sebelum tanggal pembayaran kupon dan atau pokok ORI berhak atas kupon dan atau pokok ORI.

2.3 Suku Bunga

2.3.1 Pengertian Suku Bunga

Bunga Bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh Bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada Bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono, 1985:85)


(33)

2.3.2 Teori Tingkat Suku Bunga A. Teori Klasik

Tingkat bunga menurut kaum klasik merupakan hasil interaksi antara tabungan (S) dan investasi (I). Tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi tinggi tingkat bunga maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.

Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Karena seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Semakin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil.

Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. (Nopirin, 1992:70-71)

B. Teori Keynes

Menurut Keynes tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi


(34)

(GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk berinvestasi dan akan mempengaruhi GNP. (Nopirin, 1992:90-91)

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Faktor – faktor yang mempengaruhi suku bunga yaitu: 1. Kebutuhan Dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman.

2. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama adalah pihak perbankan harus memerhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga bunga simpanan 16%, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan diatas bunga pesaing. Namun, sebaliknya untuk bunga pinjaman harus dibawah bunga pesaing.

3. Kebijaksanaan Pemerintah

Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

4. Target Laba yang Diinginkan

Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar, maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.


(35)

5. Jangka Waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek, maka bunganya relatif lebih rendah.

6. Kualitas Jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang dibebankan.

7. Reputasi Perusahaan

Bonafiditas perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan risiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil.

8. Produk yang Kompetitif

Maksudnya ialah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.

9. Hubungan Baik

Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama dan nasabah biasa. Penggolongan ini didasarkan pada keaktifan dan loyalitas nasabah. Nasabah utama biasanya memiliki hubungan yang baik dengan pihak bank sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.


(36)

10. Jaminan Pihak Ketiga

Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit. Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, maka bunga yang dibebankan pun berbeda. Demikian pula sebaliknya jika penjamin pihak ketiganya kurang bonafid atau tidak dipercaya, maka kemungkinan tidak dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan.

2.3.4 Deposito

2.3.4.1 Pengertian Deposito

Menurut Undang – undang No. 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. (Kasmir, 2008:85)

2.3.4.2 Jenis-jenis Deposito

Jenis – jenis deposito yang ada di Indonesia adalah: 1. Deposito Berjangka

Deposito berjangka adalah deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6, 12, 18 sampai dengan 24 bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan maupun lembaga. Artinya didalam bilyet deposito tercantum nama seseorang atau lembaga. Bunga deposito dapat ditarik setiap bulan atau setelah jatuh tempo sesuai jangka waktunya, baik ditarik secara tunai maupun non tunai dan dikenakan pajak dari jumlah bunga yang diterimanya.


(37)

2. Sertifikat Deposito

Sertifikat deposito merupakan hasil pengembangan dari deposito berjangka. Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperjualbelikan. Agar simpanan ini dapat diperjualbelikan dengan mudah maka penarikan pada saat jatuh tempo dapat dilakukan atas unjuk, sehingga siapapun yang memegang bukti simpanan tersebut dapat menguangkannya pada saat jatuh tempo.

Penerbitan nilai serifikat deposito sudah tercetak dalam berbagai nominal dan biasanya dalam jumlah bulat. Dengan demikian, nasabah dapat membeli dalam lembaran banyak untuk jumlah nominal yang sama.

3. Deposit On Call

Deposito on call adalah deposito yang berjangka waktu minimal tujuh hari dan paling lama kurang dari satu bulan. Diterbitkan atas nama dan biaanya dalam jumlah yang besar misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan).

Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan deposito on call sebelum deposit on call dicairkan terlebih dahulu tiga hari sebelumnya nasabah sudah memberitahukan bank penerbit. Besarnya bunga biasanya dihitung perbulan dan biasanya untuk menentukan bunga dilakukan negosiasi antara nasabah dengan pihak bank.


(38)

2.3.4.3 Fungsi dan Manfaat Deposito Fungsi deposito ada dua , yaitu: 1. Fungsi Intern

Fungsi ini sangat strategis dalam membantu kegiatan operasional bank khusunya ruang lingkup bank itu sendiri. Jenis simpanan ini merupakan salah satu sumber utama modal bank yang praktis penggunaannya karena adanya limit waktu. Deposito ini bagi suatu bank berfungsi untuk memenuhi kebutuhan modal suatu bank dan juga membantu posisi likuiditas bank.

2. Fungsi Ekstern

Fungsi ekstern ini dikaitkan dengan fungsi yang ada diluar perusahaan bank yaitu sebagai lembaga yang bergerak dibidang jasa yang memperlancar arus pembayaran uang. Deposito ini merupakan sarana penghimpun dana dalam jumlah besar yang dapat menunjang pembangunan.

Manfaat deposito yaitu:

Setiap bank tentunya menginginkan simpanan masyarakat dalam jumlah besar, dengan banyaknya simpanan masyarakat di bank, maka bank akan dapat memenuhi kebutuhan dari nasabah yang dapat memberikan lebih banyak pinjaman kepada yang membutuhkan. Dana deposito ini dapat bermanfaat dalam pembiayaan aktifitas bank dan untuk memenuhi kebutuhan dana pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(39)

2.3.5 BI Rate

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance

kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

2.4 Inflasi

2.4.1 Pengertian Inflasi

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara umum barang-barang secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.


(40)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain: 1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).

Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)

Menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.


(41)

2.4.2 Jenis-jenis Inflasi

A. Jenis inflasi menurut sifatnya:

1. Inflasi merayap (creeping inflation)

Creeping inflation ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% per tahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.

2. Inflasi menengah (galloping inflation)

Galloping inflation ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadangkala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi.

3. Inflasi tinggi (hyper inflation)

Hyper inflation merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali.

B. Inflasi menurut sebabnya:

1. Demand Pull Inflation

Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand) sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total disampingkan menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi (output). Apabila kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai maka penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada diatas


(42)

atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terjadi “inflationary gap’’. Inflationary gap inilah yang dapat menimbulkan inflasi.

2. Cost Push Inflation

Cost Push Inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Keadaan ini biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan turunnnya produksi dan jika berjalan terus maka akan terjadi cost push inflation.

2.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2.5.1 Pengertian Indeks Harga Saham

Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator tren pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada saat pasar sedang aktif atau lesu. 2.5.2 Fungsi Indeks Harga Saham

Di pasar modal, sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu: 1. Sebagai indikator tren pasar

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan 3. Sebagai tolok ukur kinerja suatu portofolio

4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif 5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif


(43)

2.5.3 Jenis – jenis Indeks Harga Saham di BEJ Jenis – jenis Indeks Harga Saham di BEJ, yaitu: 1. Indeks Individual

Indeks yang menggunakan harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEJ.

2. Indeks Harga Saham Sektoral

Indeks yang menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor.

3. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks yang menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.

4. Indeks LQ-45

Indeks yang terdiri dari 45 saham pilihan dengan mengacu pada dua variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap enam bulan, terdapat saham-saham baru yang masuk ke dalam LQ-45 tersebut.

5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index)

Indeks yang terdiri atas 30 saham yang mengakomodasi syariah investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam.

6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan

Indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEJ yaitu kelompok papan utama dan papan pengembangan.


(44)

2.6 Kerangka Konseptual

Permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dipengaruhi oleh suku bunga deposito, BI Rate, inflasi, dan IHSG. Terdapat hubungan yang positif antara suku bunga deposito, inflasi dan IHSG terhadap permintaan ORI, jika ketiga variabel tersebut mengalami peningkatan maka akan meningkatkan permintaan ORI. Sedangkan BI Rate memberikan pengaruh yang negatif terhadap permintaan ORI.

Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah:

Hipotesi

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Pengaruh Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Obligasi Ritel Indonesia

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah, dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Permintaan Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia akan mengalami kenaikan apabila Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan. Namun permintaan Obligasi Ritel Indonesia akan mengalami Suku Bunga Deposito

BI Rate Obligasi Ritel

Indonesia Inflasi


(45)

penurunan apabila tingkat suku bunga deposito, BI Rate, dan inflasi mengalami kenaikan.

2. a. Tingkat suku bunga deposito memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ceteris paribus.

b. Bi Rate memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ceteris paribus.

c. Inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ceteris paribus.

d. IHSG memiliki pengaruh positif terhadap permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), ceteris paribus.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian. Data dan informasi yang tepat dan relevan dengan masalah yang dibahas diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai proses data tersebut serta rencana pengolahannya.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Sementara penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.

Tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena.

3.2 Batasan operasional

Batasan operasional penelitian ini adalah di Indonesia dengan menganalisis faktor yang mempengaruhi permintaan Obligasi Ritel Indonesia(ORI) seperti suku bunga deposito, BI Rate, Inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).


(47)

3.3 Defenisi operasional

1. Obligasi Ritel Indonesia (ORI) adalah obligasi negara yang dijual secara ritel kepada setiap individu atau perseorangan warga negara Indonesia dan merupakan investasi yang bebas terhadap risiko gagal bayar.

2. Suku bunga deposito adalah harga yang dibayarkan oleh pihak bank kepada masyarakat yang menabung dalam bentuk deposito selama jangka waktu tertentu.

3. BI Rate adalah suku bunga acuan yang dijadikan berbagai pihak sebagai landasan untuk berbagai kepentingan yang berhubungan dengan keuangan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

4. Inflasi adalah kenaikan harga yang terjadi secara terus-menerus.

5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah gambaran keadaan saham-saham keseluruhan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3.4 Skala pengukuran variabel

1. Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dinyatakan dalam milyar rupiah. 2. Suku bunga deposito dinyatakan dalam persen.

3. BI Rate dinyatakan dalam persen. 4. Inflasi dinyatakan dalam persen.

5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinyatakan dalam poin. 3.5 Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka selama kurun waktu 5 tahun (Juni 2007 – Desember 2011).


(48)

3.6 Metode pengumpulan data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kepustakaan (library research), yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian.

3.7 Teknik analisis

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel – variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Y = f (X1, X2, X3, X4) ...(1) Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan kedalam model persamaan regresi linear berganda (multiple reggression) sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + µ ...(2) dimana:

Y : Jumlah Permintaan ORI α : Intercept

β1, β2 : Koefisien regresi

X1 : Suku bunga deposito (%) X2 : BI Rate(%)

X3 : Inflasi (%) X4 : IHSG (poin) µ : Terms error

Secara sistematis bentuk hipotesanya adalah sebagai berikut:

, artinya jika kenaikan pada X1 (suku bunga deposito), maka Y (Jumlah permintaan ORI) mengalami penurunan, ceteris paribus.


(49)

, artinya jika kenaikan pada X2 (BI Rate), maka Y (Jumlah permintaan ORI) mengalami penurunan, ceteris paribus.

, artinya jika kenaikan pada X3 (inflasi), maka Y (Jumlah permintaan ORI) mengalami penurunan, ceteris paribus.

, artinya jika kenaikan pada X4 (IHSG), maka Y (Jumlah permintaan ORI) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.7.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 1. Koefisien Determinasi (R-squared)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel – variabel independen secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel dependen. Dimana nilai R2 antara 0 sampai 1 (0 <R2≤1).

2. Uji t-statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing – masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen, dengan menganggap variabel dependen lainnya konstan.

Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : bi = 0

Ha: bi ≠ 0

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i adalah parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0


(50)

ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel dependen yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

dimana:

bi : Koefisien variabel independen ke-i b : Nilai hipotesis nol

Sbi : Simpanan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan:

H0: β = 0 H0 diterima (t⃰<t-tabel), artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Ha: β ≠ 0 Ha diterima (t⃰>t-tabel), artinya variabel independen secara parsial

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. 3. Uji F – statistik

Uji F ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen mampu secara bersama – sama mempengaruhi peningkatan variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

Ho : b1≠ b2 ...bk = (tidak ada pengaruh) Ha: b2 = 0 ...i = (ada pengaruh)


(51)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai statistik dengan F-tabel. Jika F-hitung>F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama – sama mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

dimana:

R2 : Koefisien determinasi K : Jumlah variabel independen n : Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan:

H0: β1 = β2 = 0 H0 diterima (F⃰ < F-tabel), artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Ha: β1≠ β2≠ 0 Ha diterima (F⃰ > F-tabel), artinya variabel independen secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Asumsi dalam OLS adalah nilai rata-rata dari faktor pengganggu (µi) adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque–Berra Test (J-B test).


(52)

Kriterianya:

a. Apabila nilai x2 tabel (0,05) nilai Jarque–Berra normality test statistic, maka µi berdistribusi normal.

b. Apabila angka probability 0,05, maka data berdistribusi normal. 2. Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai R-squared, F-hitung, t-hitung serta standart error.

Adanya multikolinieritas ditandai dengan: a. Standart error tidak terhingga

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, dan α = 1%

c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori d. R2 sangat tinggi

3. Autokorelasi

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh faktor pengganggu pada pengamatan lainnya.

E(uiuj) = 0 i≠j

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi yaitu: a. Dengan menggunakan atau memplot grafik


(53)

b. Dengan uji Durbin-Watson (D-W Test) Uji D-W dirumuskan sebagai berikut:

Dengan hipotesis sebagai berikut: H0= ρ = 0 (tidak ada autokorelasi) Ha = ρ ≠ 0 (ada autokorelasi)

Untuk menguji masalah autokorelasi ini, kita harus menentukan besarnya nilai kritis dari du dan d1. Berdasarkan jumlah dari variabel independen, jika hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi, maka:

1. Jika DW < dt, maka H0 ditolak, berarti suatu persamaan regresi mengalami autokorelasi.

2. Jika du < DW < 4 – du, maka H0 diterima, berarti suatu persamaan regresi tidak mengalami autokorelasi.

3. Jika d1 ≤ DW ≤ du atau 4 – du ≤ DW ≤ 4 – d1, berarti pengujian tidak dapat disimpulkan.

c. Lagrange Multiplier Test (LM Test)

Uji ini dikembangkan oleh Breusch-Godfrey, sehingga dikenal juga dengan sebutan The Breusch-Godfrey (BG) Test. Perhatikan model persamaan berikut ini:


(54)

Pada uji ini diasumsikan bahwa µt mengikuti model otoregresif ordo p(AR(P))1, dengan bentuk sebagai berikut:

µt = ρ1 µt-1+ ρ2 µt-2 + ρ3 µt-3 + ρρ µt-ρ + ɛt

Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : ρ1= ρ2= ... = ρρ = 0

Ha : Tidak demikian

Dengan demikian apabila kita tidak memiliki cukup bukti untuk menolak hipotesis, maka gejala autokorelasi tidak ada.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI)

ORI merupakan singkatan dari Obligasi Negara Ritel, maksudnya adalah jenis obligasi negara yang diperjualbelikan secara ritel atau eceran dengan pecahan yang relatif kecil. Ritel atau eceran sebagaimana pengertian perdagangan barang dapat dijual dalam bentuk pecahan kecil dan dapat dilakukan ditoko-toko besar atau kecil sekalipun. Tempat perdagangan ORI bukan di pasar akan tetapi pada Bank atau Perusahaan Sekuritas yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Penerbitan ORI sebetulnya bukan merupakan sejarah baru dalam industri keuangan Indonesia modern. Untuk pertama kali (dalam sebuah buku yang diterbitkan Bank Negara Indonesia), obligasi nasional Republik Indonesia diterbitkan pada bulan Mei 1946. Tujuannya untuk mengumpulkan dana masyarakat. Dana hasil penerbitan obligasi nasional 1946 digunakan untuk membiayai sektor pertanian dan kerajinan rakyat. Hal tersebut juga sebagai upaya untuk meredam inflasi.

Ketika terjadi defisit hebat di tahun 1950, pemerintah mengambil kebijakan ‘pengguntingan uang’. Separuh mata uang dipakai sebagai alat pembayaran dan separuh lainnya ditukar dengan obligasi pemerintah yang kemudian dinamakan Obligasi RI 1950.

Sembilan tahun kemudian pemerintahan Presiden Soekarno kembali menerbitkan obligasi. Ada dua obligasi yang didistribusikan kepada rakyat di tahun 1959, yaitu Obligasi Konsolidasi 1959 dan Obligasi Berhadiah 1959 senilai


(56)

dua juta rupiah. Penerbitan Obligasi Konsolidasi ini dilakukan untuk menggantikan uang rakyat yang dibekukan di bank-bank pemerintah. Sementara Obligasi Berhadiah lebih bersifat sukarela sebagai dana pembangunan. Obligasi Berhadiah ini berjangka waktu 30 tahun yang kemudian banyak dibeli pemodal individu dalam negeri. Pada tahun-tahun pertama, Obligasi Berhadiah lancar memberikan kupon tiap tahun kepada pemiliknya. Namun lama kelamaan, karena bentuknya masih fisik dan sudah berpindah-pindah tangan, keberadaan obligasi ini tidak jelas lagi. Banyak yang akhirnya memvonis obligasi-obligasi negara Orde Lama ini default atau gagal menebus kembali utangnya kepada rakyat.

Salah satu kelemahan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah Orde Lama yakni tidak dijaminnya oleh Undang-Undang. Berbeda dengan saat ini, pemerintah menerbitkan surat utang negara baik untuk institusi maupun ritel dengan hukum yang jelas.

Terbitnya Obligasi Ritel Indonesia makin menyemarakkan pilihan investasi. Kehadiran ORI membuat masyarakat Indonesia semakin terbiasa dengan produk-produk pasar modal. Dalam skala risiko, obligasi berada di antara deposito dan saham. Sejalan dengan itu, tingkat hasil investasi yang dapat diharapkan dari obligasi adalah diantara deposito dan saham. Adapun yang berlaku dalam hal ini adalah semakin tinggi potensi risiko, semakin besar potensi hasilnya. Secara umum, obligasi adalah instrumen investasi bagi pemodal yang menginginkan hasil lebih tinggi dari bunga deposito, tetapi lebih aman dari saham.

Diantara semua jenis obligasi yang ada di pasar sekarang ini, maka ORI dapat dikatakan paling aman. ORI lebih aman dibandingkan dengan SUN (Surat


(57)

Utang Negara) karena tenornya lebih pendek, hanya tiga tahun. Sementara obligasi negara secara umum lebih aman daripada obligasi korporat, karena potensi bangkrutnya negara jauh lebih kecil dibandingkan dengan bangkrutnya perusahaan. Bahkan dapat dikatakan, ORI sama amannya dengan deposito karena keduanya dijamin. Deposito sampai jumlah tertentu dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan ORI dijamin oleh pemerintah. Risiko ORI muncul jika ada perbahan harga di pasar sekunder. Harga ORI di pasar sekunder dapat saja naik turun sehingga dimungkinkan terjadi capital loss akibat harga jual lebih rendah daripada harga beli. Ini bisa dihindari bila investor tetap disiplin memegang ORI hingga jatuh tempo. Untuk risiko ini, ORI memberikan kompensasi lain, yakni bunga yang lebih tinggi.

Permintaan ORI dari Juni 2007 sampai Agustus 2007 berjalan tetap sebesar Rp 9.517 Miliar dan tidak mengalami peningkatan. Begitu juga dari September 2007 sampai Februari 2008 tidak mengalami peningkatan. Perkembangan yang terjadi selama Maret 2008 sampai Oktober 2009 itu tidak begitu berfluktuasi, bahkan cenderung mengalami peningkatan walaupun peningkatan yang terjadi tidak terlalu besar. Pada November 2009 permintaan ORI tetap tanpa ada peningkatan sebesar Rp 34.633 Miliar sampai pada bulan April, kemudian mengalami peningkatan yang tetap sampai bulan Februari 2010. Pada Maret 2010 permintaan ORI mengalami penurunan hingga akhirnya terus meningkat.


(58)

Perkembangan permintaan ORI dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1

Permintaan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) Jun 07 – Des 11 (Rp Miliar)

Bulan ORI Bulan ORI Bulan ORI

Jan-07 - Sep-08 34.699 Mei-10 33.407

Feb-07 - Okt-08 34.699 Jun-10 33.407

Mar-07 - Nop-08 34.633 Jul-10 33.407

Apr-07 - Des-08 34.633 Agust-10 41.097

Mei-07 - Jan-09 34.633 Sep-10 41.097

Jun-07 9.517 Feb-09 34.633 Okt-10 41.097

Jul-07 9.517 Mar-09 34.633 Nop-10 41.047

Agust-07 9.517 Apr-09 34.633 Des-10 40.672 Sep-07 18.885 Mei-09 34.583 Jan-11 40.517 Okt-07 18.885 Jun-09 34.569 Feb-11 40.378

Nop-07 18.885 Jul-09 34.569 Mar-11 40.378

Des-07 18.885 Agust-09 40.174 Apr-11 40.378 Jan-08 18.885 Sep-09 40.149 Mei-11 40.378 Feb-08 18.885 Okt-09 40.149 Jun-11 40.368

Mar-08 32.340 Nop-09 40.149 Jul-11 40.368

Apr-08 32.070 Des-09 40.149 Agust-11 40.368 Mei-08 32.070 Jan-10 40.149 Sep-11 31.616 Jun-08 32.070 Feb-10 40.149 Okt-11 42.616 Jul-08 31.984 Mar-10 33.956 Nop-11 42.616 Agust-08 31.984 Apr-10 33.407 Des-11 42.616 Sumber : BI Kantor Cabang Medan, data diolah 2011.


(59)

Adapun trend perkembangan permintaan ORI selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.1

Perkembangan Permintaan ORI Tahun 2007-2011

Permintaan ORI terus mengalami peningkatan dari Juni 2007 sampai dengan Desember 2009, tetapi menurun hingga Juni 2010. Kemudian meningkat kembali dan mengalami penurunan pada Juni 2011. Dan pada September 2011 mengalami peningkatan.

4.2 Perkembangan Suku Bunga Deposito

Berinvestasi dalam obligasi mirip dengan berinvestasi di deposito pada bank. Saat membeli obligasi, maka akan memperoleh bunga/kupon yang tetap secara berkala yang biasanya setiap 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun sekali sampai waktu jatuh tempo. Ketika obligasi tersebut jatuh tempo, maka penerbit harus

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ju n -0 7 Sep -0 7 Des -0 7 Ma r-0 8 Ju n -0 8 Sep -0 8 Des -0 8 Ma r-0 9 Ju n -0 9 Sep -0 9 Des -0 9 Ma r-1 0 Ju n -1 0 Sep -1 0 Des -1 0 Ma r-1 1 Ju n -1 1 Sep -1 1 Des -1 1 ORI


(60)

membayar sesuai dengan nilai pari dari obligasi tersebut beserta bunga/ kupon dari obligasi tersebut.

Oleh karena itu sarana investasi dalam obligasi merupakan investasi jangka panjang. Sebagai pemegang obligasi, dapat memperjualbelikannya kepada pihak lain sebelum obligasi tersebut jatuh tempo sesuai dengan nilai atau harga pasar. Harga obligasi di pasar bisa saja lebih tinggi dari nilai parinya atau lebih rendah dari nilai parinya. Faktor perubahan harga obligasi di pasar sangat dipengaruhi oleh perubahan bunga deposito.

Secara umum nilai kupon atau bunga obligasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito di pasar. Hal ini untuk menarik minat para investor untuk menempatkan dananya di obligasi. Tapi fluktuasi dari harga obligasi akan terjadi setelah masuk ke pasar di mana sangat bergantung dengan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.

Kegiatan dari para investor untuk menjual, membeli atau menahan obligasi yang dimiliki sangat bergantung dengan bunga deposito yang berlaku di pasar. Jika kupon atau bunga obligasi yang ada lebih tinggi dari bunga deposito maka harganya relatif akan lebih tinggi dari nilai parinya. Sebaliknya, apabila bunga deposito lebih tinggi maka harga obligasi akan merosot. Logika dari fluktuasi perubahan harga obligasi adalah sebagai berikut, jika suku bunga deposito lebih tinggi maka para investor akan lebih memilih menempatkan dananya di deposito, sehingga mereka mengambil aksi jual dari obligasi yang dimiliki. Kegiatan ini akan mengakibatkan harga dari obligasi tersebut akan menurun. Sebaliknya juga apabila suku bunga deposito cenderung menurun, para investor akan membeli


(61)

obligasi yang mengakibatkan tingginya permintaan dan meningkatnya harga obligasi.

Suku bunga deposito yang ditetapkan oleh Bank Umum pada Juni 2007 sebesar 7.46 persen mengalami penurunan hingga bulan Mei 2008 sebesar 6.98 persen. Pada Juni 2008 tingkat bunga deposito sebesar 7.19 persen terus mengalami peningkatan hingga Desember 2008 sebesar 10.75 persen dan terus mengalami penurunan hingga Februari 2010 sebesar 6.42 persen. Peningkatan tingkat bunga deposito terus mengalami kenaikan dan penurunan secara lambat dan tidak terlalu tinggi.

Perkembangan tingkat bunga deposito dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2

Perkembangan Suku Bunga Deposito Jun 07 – Des 11 (%)

Bulan Deposito Bulan Deposito Bulan Deposito

Jan-07 - Sep-08 9.26 Mei-10 6.67

Feb-07 - Okt-08 10.14 Jun-10 6.71

Mar-07 - Nop-08 10.40 Jul-10 6.62

Apr-07 - Des-08 10.75 Agust-10 6.75

Mei-07 - Jan-09 10.52 Sep-10 6.72

Jun-07 7.46 Feb-09 9.89 Okt-10 6.81

Jul-07 7.26 Mar-09 9.42 Nop-10 6.78

Agust-07 7.16 Apr-09 9.04 Des-10 6.83

Sep-07 7.13 Mei-09 8.77 Jan-11 6.72

Okt-07 7.16 Jun-09 8.52 Feb-11 6.72

Nop-07 7.18 Jul-09 8.31 Mar-11 6.83

Des-07 7.19 Agust-09 7.94 Apr-11 6.80

Jan-08 7.07 Sep-09 7.43 Mei-11 6.85

Feb-08 6.95 Okt-09 7.38 Jun-11 6.82

Mar-08 6.88 Nop-09 7.16 Jul-11 6.86

Apr-08 6.86 Des-09 6.87 Agust-11 6.80

Mei-08 6.98 Jan-10 6.44 Sep-11 6.83

Jun-08 7.19 Feb-10 6.42 Okt-11 6.75

Jul-08 7.51 Mar-10 6.45 Nop-11 6.56

Agust-08 8.04 Apr-10 6.75 Des-11 6.35


(62)

Adapun trend pergerakan suku bunga deposito selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.2

Perkembangan Suku Bunga Deposito Tahun 2007-2011

4.3 Perkembangan BI Rate di Indonesia

Perkembangan BI Rate selama Juni 2007 sampai Desember 2011 menunjukkan penurunan yang cukup stabil, walaupun pada Mei 2008 mengalami peningkatan hingga Desember 2008, dan kembali mengalami penurunan hingga tahun 2011. 0 2 4 6 8 10 12 Ju n -0 7 Sep -0 7 Des -0 7 Ma r-0 8 Ju n -0 8 Sep -0 8 Des -0 8 Ma r-0 9 Ju n -0 9 Sep -0 9 Des -0 9 Ma r-1 0 Ju n -1 0 Sep -1 0 Des -1 0 Ma r-1 1 Ju n -1 1 Sep -1 1 Des -1 1 DEPOSITO


(63)

Perkembangan BI Rate dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3

Perkembangan BI Rate Jun 07 – Des 11 (%)

Bulan BI Rate Bulan BI Rate Bulan BI Rate

Jan-07 - Sep-08 9.25 Mei-10 6.50

Feb-07 - Okt-08 9.50 Jun-10 6.50

Mar-07 - Nop-08 9.50 Jul-10 6.50

Apr-07 - Des-08 9.25 Agust-10 6.50

Mei-07 - Jan-09 8.75 Sep-10 6.50

Jun-07 8.50 Feb-09 8.25 Okt-10 6.50

Jul-07 8.25 Mar-09 7.75 Nop-10 6.50

Agust-07 8.25 Apr-09 7.50 Des-10 6.50

Sep-07 8.25 Mei-09 7.25 Jan-11 6.50

Okt-07 8.25 Jun-09 7.00 Feb-11 6.75

Nop-07 8.25 Jul-09 6.75 Mar-11 6.75

Des-07 8.00 Agust-09 6.50 Apr-11 6.75

Jan-08 8.00 Sep-09 6.50 Mei-11 6.75

Feb-08 8.00 Okt-09 6.50 Jun-11 6.75

Mar-08 8.00 Nop-09 6.50 Jul-11 6.75

Apr-08 8.00 Des-09 6.50 Agust-11 6.75

Mei-08 8.25 Jan-10 6.50 Sep-11 6.75

Jun-08 8.50 Feb-10 6.50 Okt-11 6.50

Jul-08 8.75 Mar-10 6.50 Nop-11 6.00

Agust-08 9.00 Apr-10 6.50 Des-11 6.00

Sumber : BI Kantor Cabang Medan, data diolah 2011.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 BI Rate berada pada titik tertinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya selama periode penelitian khususnya pada Oktober 2008. Hal ini karena adantya krisis keuangan y

ang melanda Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, sehingga Bank Indonesia sebagai pengatur kebijakan moneter melakukan berbagai tindakan untuk dapat mengantisipasi berbagai dampak negatif yang akan mengguncang perekonomian Indonesia. Salah satu dari tindakan yang diambil adalah dengan menaikkan BI Rate yang merupakan suku bunga acuan di Indonesia agar dapat


(64)

menekan tingkat inflasi melalui mekanisme pembatasan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Selain itu, dengan meningkatkan BI Rate diharapkan dana-dana asing dapat masuk ke Indonesia akibat adanya penurunan suku bunga acuan di berbagai negara lainnya. Sedangkan pada tahun 2009 sampai 2011, BI Rate cenderung mengalami penurunan.

Adapun trend pergerakan BI Rate selama kurun waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.3

Perkembangan BI RateTahun 2007-2011

4.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia

Inflasi di Indonesia cenderung mengalami naik turun setiap bulannya. Pada tahun 2008 inflasi di Indonesia cenderung tinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya, hal ini karena pengaruh krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2006 dan negara-negara Eropa pada tahun 2008. Krisis-krisis tersebut

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ju n -0 7 Sep -0 7 Des -0 7 Ma r-0 8 Ju n -0 8 Sep -0 8 Des -0 8 Ma r-0 9 Ju n -0 9 Sep -0 9 Des -0 9 Ma r-1 0 Ju n -1 0 Sep -1 0 Des -1 0 Ma r-1 1 Ju n -1 1 Sep -1 1 Des -1 1 BI RATE


(65)

mempengaruhi keadaan perekonomian Indonesia yang masih tergantung kepada berbagai situasi yang terjadi di negara-negara lain.

Namun pada Januari 2009 inflasi kembali mengalami penurunan hingga Desember 2009. Dan kembali mengalami peningkatan walaupun masih bisa dikatakan cukup stabil.

Perkembangan inflasi dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4

Perkembangan Inflasi Jun 07 – Des 11 (%)

Bulan Inflasi Bulan Inflasi Bulan Inflasi

Jan-07 - Sep-08 12.14 Mei-10 4.16

Feb-07 - Okt-08 11.77 Jun-10 5.05

Mar-07 - Nop-08 11.68 Jul-10 6.22

Apr-07 - Des-08 11.06 Agust-10 6.44

Mei-07 - Jan-09 9.17 Sep-10 5.05

Jun-07 5.77 Feb-09 8.60 Okt-10 6.44

Jul-07 6.06 Mar-09 7.92 Nop-10 5.80

Agust-07 6.51 Apr-09 7.31 Des-10 5.67

Sep-07 6.95 Mei-09 6.04 Jan-11 6.33

Okt-07 6.88 Jun-09 3.65 Feb-11 6.96

Nop-07 6.71 Jul-09 2.71 Mar-11 7.02

Des-07 6.59 Agust-09 2.75 Apr-11 6.84

Jan-08 7.36 Sep-09 2.83 Mei-11 6.65

Feb-08 7.40 Okt-09 2.57 Jun-11 6.16

Mar-08 8.17 Nop-09 2.41 Jul-11 5.98

Apr-08 8.96 Des-09 2.78 Agust-11 5.54

Mei-08 10.38 Jan-10 3.72 Sep-11 4.61

Jun-08 11.03 Feb-10 3.81 Okt-11 4.42

Jul-08 11.90 Mar-10 3.43 Nop-11 4.15

Agust-08 11.85 Apr-10 3.91 Des-11 3.79


(1)

Lampiran 4. Hasil Pengujian Multikolinieritas Deposito, BI Rate, Inflasi

dan IHSG

Dependent Variable: DEPOSITO Method: Least Squares

Date: 04/03/12 Time: 17:14 Sample: 2007M06 2011M12 Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 10.53268 1.753188 6.007729 0.0000 BIRATE -0.120531 0.232108 -0.519289 0.6058 INFLASI 0.119169 0.068407 1.742044 0.0875 IHSG -0.001092 0.000179 -6.091420 0.0000 R-squared 0.673719 Mean dependent var 7.466545 Adjusted R-squared 0.654526 S.D. dependent var 1.156970 S.E. of regression 0.680033 Akaike info criterion 2.136595 Sum squared resid 23.58466 Schwarz criterion 2.282583 Log likelihood -54.75636 F-statistic 35.10230 Durbin-Watson stat 0.211530 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Lampiran 5. Hasil Pengujian Multikolinieritas BI Rate, Deposito, Inflasi

dan IHSG

Dependent Variable: BIRATE Method: Least Squares Date: 04/03/12 Time: 17:16 Sample: 2007M06 2011M12 Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.627878 0.871463 8.752958 0.0000 DEPOSITO -0.043637 0.084033 -0.519289 0.6058 INFLASI 0.247241 0.024422 10.12380 0.0000 IHSG -0.000570 0.000117 -4.867540 0.0000 R-squared 0.843217 Mean dependent var 7.354545 Adjusted R-squared 0.833994 S.D. dependent var 1.004263 S.E. of regression 0.409175 Akaike info criterion 1.120597 Sum squared resid 8.538616 Schwarz criterion 1.266585 Log likelihood -26.81643 F-statistic 91.43013 Durbin-Watson stat 0.248182 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 6. Hasil Pengujian Multikolinieritas Inflasi, Deposito, BI Rate

dan IHSG

Dependent Variable: INFLASI Method: Least Squares Date: 04/03/12 Time: 17:17 Sample: 2007M06 2011M12 Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -20.82605 3.500545 -5.949376 0.0000 DEPOSITO 0.471285 0.270535 1.742044 0.0875 BIRATE 2.700743 0.266772 10.12380 0.0000 IHSG 0.001438 0.000423 3.398682 0.0013 R-squared 0.761735 Mean dependent var 6.435818 Adjusted R-squared 0.747719 S.D. dependent var 2.692453 S.E. of regression 1.352354 Akaike info criterion 3.511517 Sum squared resid 93.27186 Schwarz criterion 3.657505 Log likelihood -92.56671 F-statistic 54.34906 Durbin-Watson stat 0.275147 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Lampiran 7. Hasil Pengujian Multikolinieritas IHSG, Inflasi, Deposito, dan

BI Rate

Dependent Variable: IHSG Method: Least Squares Date: 04/03/12 Time: 17:18 Sample: 2007M06 2011M12 Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 8842.445 566.2140 15.61679 0.0000 DEPOSITO -385.6594 63.31191 -6.091420 0.0000 BIRATE -556.2596 114.2794 -4.867540 0.0000 INFLASI 128.4161 37.78409 3.398682 0.0013 R-squared 0.753390 Mean dependent var 2698.327 Adjusted R-squared 0.738883 S.D. dependent var 790.8594 S.E. of regression 404.1257 Akaike info criterion 14.91128 Sum squared resid 8329195. Schwarz criterion 15.05726 Log likelihood -406.0601 F-statistic 51.93475 Durbin-Watson stat 0.304188 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 8. Hasil Regresi Mengobati Multikolinieritas

Dependent Variable: ORI Method: Least Squares Date: 03/28/12 Time: 22:27 Sample: 2007M06 2011M12 Included observations: 55

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 24.78252 15.67904 1.580615 0.1201 DEPOSITO 6.278082 1.211736 5.181065 0.0000 BIRATE -7.000218 1.194878 -5.858523 0.0000 IHSG 0.004999 0.001895 2.638004 0.0110 R-squared 0.560358 Mean dependent var 33.66464 Adjusted R-squared 0.534496 S.D. dependent var 8.877948 S.E. of regression 6.057230 Akaike info criterion 6.510329 Sum squared resid 1871.192 Schwarz criterion 6.656317 Log likelihood -175.0341 F-statistic 21.66781


(6)

Lampiran 9. Hasil Regresi Mengobati Autokorelasi

Dependent Variable: D(ORI) Method: Least Squares Date: 04/12/12 Time: 09:42

Sample (adjusted): 2007M07 2011M12 Included observations: 54 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(DEPOSITO) 1.855298 2.027301 0.915157 0.3645 D(BIRATE) -6.166530 3.519005 -1.752350 0.0858 D(INFLASI) 1.513367 0.794190 1.905547 0.0625 D(IHSG) 0.000855 0.002629 0.325304 0.7463 R-squared 0.049640 Mean dependent var 0.612944 Adjusted R-squared -0.007381 S.D. dependent var 3.316507 S.E. of regression 3.328725 Akaike info criterion 5.314243 Sum squared resid 554.0205 Schwarz criterion 5.461575 Log likelihood -139.4846 Durbin-Watson stat 2.366177