BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Srikandi Pemuda Pancasila Sumatera Utara (1982 – 2007)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Dewasa ini perempuan sebagai sumber insani yang amat potensial bagi

  

  pembangunan, menempati jumlah terbesar dalam masyarakat. Sumber ini tidak pernah habis karena merupakan kekayaan nasional yang tidak ternilai harganya dan akan lebih berharga

  

  lagi apabila dipersiapkan sebagai kader pembangunan. Perhatian yang ditujukan terhadap masalah perempuan di dalam organisasi sosial kemasyarakatanpun masih sangat kecil, menyertakan perempuan di dalam proses pembangunan yang nyata bukanlah hanya suatu tindakan perikemanusiaan yang adil belaka, melainkan tindakan nyata didalam memasukkan perempuan didalam proses pembangunan bangsa merupakan tindakan efisien. Bukankah ikutnya perempuan di dalam pembangunan berarti pula memanfaatkan suatu sumber manusia dengan potensi yang tinggi.

  Melihat hasil sensus penduduk tahun 1990-2000, yang mencatat penduduk Indonesia terdiri dari pria : 49,53 juta jiwa dan wanita : 51,47 juta jiwa, maka sudah selayaknya ditinjau apakah kaum perempuan dibandingkan dengan kaum pria sudah berperan serta sepenuhnya dalam pembangunan nasional, jumlah perempuan di Indonesia saat ini sebanyak

  

  ± 50, 3% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Jumlah yang besar ini merupakan potensi 1 Perempuan = orang (manusia) yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan

  

menyusui ; Wanita = perempuan dewasa: kaum - kaum putri (dewasa), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus

Bahasa Indonesia , Jakarta : Bumi Aksara 1991, hal 1251 dan 1616. 2 3 Pudjwati Sajogyo, Peranan wanita dalam masyarakat desa, Jakarta: CV Rajawali, 1983, hal 42.

  Website BPStanggal 20 maret 20 maret 2012. dari sumber daya manusia yang perlu didayagunakan di dalam pembangunan. Hal ini pun didukung dengan adanya kesadaran internasional yang didukung dengan data-data sebagai

  

  berikut :

  a) Jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah pria

  b) 70% perempuan di dunia ini masih perlu diangkat dalam apa yang disebut dengan arus utama pembangunan.

  c) 50% dari tenaga kerja di dunia adalah perempuan

  d) 66% jam kerja yang ada adalah jam kerja perempuan

  e) Perempuan hanya memperoleh 10% pendapatan dunia

  f) Perempuan hanya memiliki ± 1% dari world properties

  Data tersebut membuktikan gambaran keadaan perempuan Indonesia bahwa betapa usaha-usaha mengintregasikan potensi-potensi kaum perempuan dalam pembangunan nasional kita ini, merupakan sesuatu yang bersifat mendesak. Dalam zaman pembangunan yang multidimensional ini, maka disamping tugas pokoknya sebagai pembina kesejahteraan keluarga pada umumnya dan pembina generasi muda pada khususnya, maka dari kaum perempuan dituntut pula partisipasinya dalam kehidupan kemasyarakatan yang berguna bagi tercapainya tujuan pembangunan.

4 L. Sutanto, Partisipasi Wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, hal. 197.

  Kemajuan yang dicapai oleh perempuan Indonesia dimulai dari Kongres Wanita I sampai saat ini grafiknya terus menanjak. Kenaikan ini bukan berarti sudah memenuhi keinginan kaum perempuan seluruhnya, karena masih banyak kedudukan dan hal-hal perempuan yang masih harus diperjuangkan lagi, sehingga benar-benar dapat tercipta hak yang sama sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945.

  UUD 1945 pun telah menjamin adanya kesamaan kedudukan, kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara. Dengan rumusan–rumusan konstitusional itulah maka kaum perempuan Indonesia telah dibekali dengan kekuatan yang dapat menempatkan dirinnya sebagai salah satu unsur perjuangan bangsa Indonesia yang sama kemampuan dan haknya dengan kaum pria dan yang kemampuan dan kewajibannya tidak terbatas pada lingkup keluarganya.

  Peranan (role) ialah tingkah laku yang diwujudkan sesuai dengan hak-hak dan

  

  kewajiban-kewajiban suatu kedudukan tertentu. Pada umumnya peranan perempuan dapat dibagi berdasarkan Panca Dharma Wanita sebagai berikut :

1. Perempuan sebagai istri pendamping suami 2.

  Perempuan sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga 3. Perempuan sebagai pekerja sosial dan penambah pendapatan keluarga 4. Perempuan sebagai ibu pendidik anak-anaknya 5. Perempuan sebagai warga negara dan anggota masyarakat

5 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Aspek-aspek Peranan Wanita, Jakarta: Binacipta, 1986, hal. 232-234.

  Perempuan sebagai warga negara dan anggota masyarakat yang bergerak dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik, dimana Perempuan sebagai warga masyarakat harus pula menunjukkan baktinya di tengah-tengah masyarakat atau dengan pengertian lain bahwa wanita mempunyai kewajiban di luar rumahtangga yaitu di lingkungan masyarakat. Sebagai warga masyarakat perempuan harus memperhatikan perkembangan ditengah-tengah masyarakat itu sendiri, misalnya berpartisipasi bagi kemajuan masyarakat dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial atau organisasi.

  Jika kita melihat sisi historis Kongres Perempuan Indonesia pertama diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928 yang diprakarsai oleh Ibu Soekanto (Wanita Oetomo), Nyi Hajar Dewantoro (Wanita Taman Siswa), dan Nona Soejatin (Putri Indonesia). Ki Hajar Dewantara menyambut peristiwa itu sebagai tonggak sejarah pergerakan perempuan Indonesia dan mengakhiri sambutannya dengan tembang “witing kelopo” yang

   melambangkan sebagai mahluk yang sanggup dan mampu mengatur masyarakat.

  Demikianlah sedikit ungkapan sejarah permulaan pergerakan perempuan Indonesia, bahwa semenjak itulah kaum perempuan dengan kaum pria bahu membahu berjuang bersama untuk kejayaan nusa dan bangsa, tidak pernah absen pada tahap perjuangan. Di era Reformasi perempuan sudah terlibat di dalam pembangunan secara nyata, misalnya keterlibatan perempuan di dalam Organisasi Kemasyarakatan, salah satunya ialah Organisasi

6 Sutanto, Perkembangan Pergerakan Wanita Indonesia, Jakarta: Yayasan Idayu, 1977, hal. 5 dan 6.

  Kemasyarakatan (ORMAS) Pemuda Pancasila Sumatera Utara, adapun perjalanan panjang Pemuda Pancasila dimulai semenjak era kemerdekaan Indonesia.

  Pada mulanya Pada tanggal 28 Oktober 1962 Wanita Pancasila dilahirkan oleh IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bersamaan dengan Pemuda Pancasila untuk mengimbangi GERWANI Komunis pada saat itu. Tahun 1973 setelah pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No.3 tentang pengurangan partai politik dari 10 partai menjadi 3 partai yaitu PDI, P3, GOLKAR, kemudian IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) memutuskan melakukan peleburan partai kedalam PDI. Sehingga pada tahun 1974 Pemuda Pancasila menunjukkan reaksi keberatan terhadap kebijakan IPKI tersebut dan keluar dari naungan IPKI dan menyatakan dirinya Independen, tidak lagi sebagai anak partai dari IPKI tetapi telah berdiri sendiri. Ternyata hal ini membawa dampak yang kurang sehat dalam tubuh Wanita Pancasila, mereka tidak menunjukkan reaksi pada kebijakan IPKI tersebut tetapi mereka mulai mengalami penurunan, kegiatannya tidak pernah lagi kelihatan, seolah- olah bagaikan wadah yang mati sampai pada tahun 1980.

  Pada tahun 1980 Wanita Pancasila menyatukan diri dengan Pemuda Pancasila. Pada tahun 1980 pada Mubes ke III Pemuda Pancasila di Cibubur, masalah perempuan Pancasila dimasukkan ke dalam agenda pembahasan. Maka disepakati bahwa nama perempuan Pancasila diganti menjadi Srikandi Pemuda Pancasila, dan pemantapan nama Srikandi dilakukan di Jakarta tahun 1982. Pada tahun 1982 atas usulan rancangan rancangan yang diajukan DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara dibawah pimpinan Amran YS, disepakati penyempurnaan nama Wanita Pancasila menjadi SRIKANDI.

  Nama Srikandi sendiri tercetus oleh Dik Tandayu yang merupakan ketua bidang Peranan Wanita Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Pancasila, nama sosok perempuan Panglima Perang yang merupakan sosok putri kedua Prabu Drupada, Raja Negara Pancala dengan

   Permaisuri Dewi Gandawati, yang kemudian diperistri oleh Arjuna. Srikandi merupakan

  perempuan cantik, anggun, luwes, sayang keluarga, punya kekuasaan tapi dibalik kehebatannya dia mampu menjaga harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan dan berjuang untuk negaranya. Dari nama inilah diharapkan perempuan Pemuda Pancasila menjadi mitra sejajar pria bukan dibawah pria. Maka pembinaan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria ditujukan untuk meningkatkan peran aktif dalam pembangunan serta kemampuan wanita lebih ditingkatkan dalam penguasaan ilmu dan teknologi, termasuk pula proses pengambilan keputusan dan mampu menghadapi perubahan baik didalam masyarakat maupun keluarga.

  Pada tahun 1989 melalui Musyawarah Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara

  VIII dibentuklah bidang Peranan Wanita. Maka kehidupan berorganisasi Srikandi Pemuda Pancasila menjadi berkembang secara struktural karena dimasukkannya ke dalam susunan kepengurusan di Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Sumatera Utara bidang Peranan Wanita dan menjadikan Srikandi Pemuda Pancasila ini lebih berkembang secara kuantitatif dan kualitasnya. Tahun 1990 DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara membentuk BKS (Badan Kordinasi Srikandi) Pemuda Pancasila Sumatera Utara dengan SK NO.OO3/KPTS- PP/SU/I/1990, dengan ketuanya langsung dipegang oleh Wakil Ketua Bidang Peranan Wanita. Tahun 1994 MPP Pemuda Pancasila di Cisarua Bogor memutuskan BKS Pemuda Pancasila masuk sebagai satu lembaga di AD/ART dan tahun 1996 saat Mubes VI di Jakarta 7 http://ki-demang.com/galeria256/index.php/wayang-aksara-s/436-srikandi-solo.

  BKS Pemuda Pancasila menjadi Lembaga Srikandi Pemuda Pancasila dan masuk kedalam AD/ART.

  Salah satu lembaga yang ada di dalam Pemuda Pancasila adalah BKS atau Badan Koordinasi Srikandi yang dibentuk pada tahun 1990 di Sumatera Utara yang pada Mubes ke

  VI resmi menjadi Lembaga Srikandi dan dimasukkan ke dalam AD/ ART dan langsung dipimpin oleh Ketua Bidang Peranan Wanita di Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Peranan Srikandi ini adalah merekrut kader dari kalangan wanita, sebab banyak organisasi yang tidak tahu bahwa Pemuda Pancasila ada wanitanya. Barangkali karena nama Pemuda didepan Pancasila sehingga identik dengan jenis kelamin laki-laki, maka masyarakat menganggap pemuda Pancasila organisasinya laki- laki. Tapi setelah dikenalkannya nama Srikandi ternyata banyak wanita yang suka dan masuk menjadi anggota organisasi Pemuda Pancasila.

  Memang jumlah anggota Srikandi Pemuda Pancasila Sumut belum didata secara pasti, tetapi sebenarnya jumlah anggota Srikandi tidak kalah jauh dari jumlah anggota pemudanya, padahal organisasi Pemuda Pancasila sudah mengakar di tingkat basis, yakni ranting- ranting tetapi amat disayangkan jumlah Srikandi yang besar tidak dioptimalkan perannya. Srikandi memang sering kecewa karena tidak diperhatikan, banyak program kerja yang ingin dilaksanakan oleh Srikandi tetapi karena birokrasi membuat program kerja tidak jalan. Peranan wanita seolah nama baru di dalam di Pemuda Pancasila yang menjalankan program sendiri dan sementara Srikandi juga melaksanakan program sendiri, semestinya tidak begitu karena peranan wanita itu hanya menjalankan program yang didukung Srikandi.

1.2 Rumusan Masalah

  Dalam pertumbuhan dan perkembangan peranan perempuan Indonesia di dalam organisasi masyarakat telah mengalami berbagai peristiwa sejarah. Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut sangat banyak dan tidak semua bisa di tulis dan di teliti satu persatu. Melihat begitu banyaknya peristiwa sejarah yang ada di dalam perjuangan peranan perempuan-perempuan Indonesia, khususnya perempuan di dalam organisasi Pemuda Pancasila maka pokok permasalahan yang akan dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut : 1.

  Bagaimana latar belakang lahirnya SRIKANDI PP SUMUT? 2. Bagaimana perkembangan dan dinamika SRIKANDI di dalam organisasi Pemuda

  Pancasila SUMUT ? 3. Apa peranan SRIKANDI di dalam organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila

  SUMUT? 1.3 Tujuan dan Manfaat.

  Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian mengenai perempuan di dalam Ormas Srikandi PP Sumut : 1.

  Menjelaskan latar belakang lahirnya SRIKANDI PP SUMUT 2. Menjelaskan bagaimana perkembangan dan dinamika SRIKANDI PP SUMUT 3. Menjelaskan peranan SRIKANDI di dalam organisasi Pemuda Pancasila

  Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian mengenai perempuan di dalam Ormas Srikandi PP Sumut :

1. Memberi informasi bagi peneliti dan pembaca serta tentang Srikandi Pemuda

  Pancasila di Sumatera Utara 2. Pembaca mengetaui peranan Srikandi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara 3. Memperkaya inventarisasi pergerakan perempuan, serta membantu pemerintah dalam mendokumentasikan Srikandi Pemuda Pancasila.

1.4. Tinjauan Pustaka

  Ada beberapa buku yang digunakan sebagai tinjauan pustaka untuk mendekatkan konsep-konsep teori yang diajukan dalam penelitian ini dan diharapkan mampu mendekatkan dengan pokok permasalahan yang ada.

  Adapun salah satu buku yang digunakan adalah “ Swadaya Politik Masyarakat “ oleh Arbi Sanit tahun 1998 dimana buku ini membahas tentang organisasi didalam kemasyarakatan dimana organisasi masyarakat merupakan unit sosial yang sengaja dibentuk atau didirikan kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu.

  Buku kedua yang digunakan penulis sebagai acuan penulisan proposal ini yaitu

  

“Partisipasi Wanita dalam Pembangunan” oleh Ny. L Sutanto tahun 1977, dimana buku

  ini membahas tentang persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita, dan tidak ada satupun yang mencerminkan diskriminasi terhadap kaum wanita. Dengan rumusan–rumusan konstitusional itulah maka kaum wanita Indonesia telah dibekali dengan kekuatan yang dapat menempatkan dirinya sebagai salah satu unsur perjuangan bangsa Indonesia yang sama kemampuan dan haknya dengan kaum pria dan yang kemampuan dan kewajibannya tidak terbatas pada lingkup keluarganya juga di dalam lingkungan masyarakat termasuk didalam berorganisasi.

  Buku ketiga yang digunakan adalah “Perkembangan Sosial Politik Organisasi

  

Pemuda Pancasila Sumatera Utara” oleh Nina Karina tahun 2009. Dalam penulisan ini

  mengungkapkan peranan organisasi Pemuda Pancasila yang secara langsung dapat menyentuh masyarakat Sumatera Utara melalui program-program yang sudah direncanakan, termasuk juga peranan Srikandi sebagai salah satu elemen di dalam tubuh Pemuda Pancasila, baik dalam menggalang pemuda untuk berpartisipasi dalam pembangunan maupun dalam bentuk kegiatan yang dapat memperlancar roda pembangunan di Sumatera Utara.

  Buku keempat yang digunakan adalah “ Kedudukan Wanita Indonesia dalam

  

Hukum dan Masyarakat” oleh Nani Soewondo tahun 1997. Dalam buku ini dituliskan

  berbicara tentang wanita tak terlepas dari konsep emansipasi, karena justru hal inilah yang menjadi tema sentral perdebatan panjang selama ini. Penindasan kaum wanita dianggap mengingkari nilai-nilai hakiki pemberian ilahi dan merupakan penyelewengan terhadap martabat wanita sendiri. Karena itu kemudian muncullah gerakan-gerakan emansipasi yang memeratakan persamaan hak antara pria dan wanita.

  Buku kelima yang digunakan adalah “Buku Saku Anggota Pemuda Pancasila” oleh Sekretariat Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Pancasila. Dalam buku ini dituliskan tentang visi misi dari organisasi Pemuda Pancasila itu sendiri, program, struktur organisasi, anggaran-anggaran, keputusan musyawarah besar dan esensi dari Pemuda Pancasila tersebut.

1.5 Metode Penelitian.

  Kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, sangat berpengaruh terhadap ilmu sejarah, setiap gejala sejarah tampak sebagai kompleksitas yang mencakup berbagai aspek atau memiliki berbagai dimensi. Analisis terhadap suatu unsur dan faktor penyebab yang melatar-belakangi gejala sejarah, oleh karena itu penggarapan sejarah harus menggunakan metodologi dan teori serta konsep-konsep dari ilmu-ilmu lain seperti ilmu Sosiologi, Antropologi dan lain-lain. Metodologi adalah ilmu yang membahas mengenai cara-cara yang di gunakan untuk mengumpulkan data dan menjelaskan segala suatu peristiwa sejarah dengan bantuan seperangkat konsep dan teori.

  Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun tulisan, dilakukan melalui tahapan-tahapan penulisan yang disesuaikan dengan syarat-syarat dalam penulisan sejarah. Secara kronologis penulis menempuh langkah-langkah penulisan berikut : Langkah Pertama yaitu Heuristik.

  Yaitu proses pemilihan objek dan pengumpulan informasi atau sumber yang berkaitan dengan tulisan yang sedang dikaji. Untuk mengumpulkan sumber-sumber atau data mengenai peralihan sistem Peranan Perempuan dalam Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) Penulis melakukan dua metode. Metode yang pertama dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan (library research). Penulis mengumpulkan sumber yang berupa buku-buku yang relevan, majalah, artikel –artikel, skripsi dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya berkaitan dengan judul yang dikaji dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

  Beberapa buku yang digunakan penulis untuk penulisan skripsi ini adalah buku-buku dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan dokumen, arsip dan poto-poto didapat dari Srikandi Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Field research (penelitian lapangan) yaitu mencari informasi melalui metode sejarah lisan dan teknik yang digunakan adalah wawancara. Penulis melakukan wawancara dengan berbagai pihak, seperti wawancara dengan Ketua Srikandi Pemuda Pancasila Sumatera Utara, Srikandi-Srikandi Pemuda Pancasila, beberapa anggota Pemuda Pancasila dan masyarakat sekitar.

  Langkah kedua Kritik Intern dan Ekstern

  Proses ini merupakan proses kedua sesudah pengumpulan data. Kritik intern yaitu melihat dan menyelidiki isi dari sumber-sumber sejarah dalam hal ini buku-buku dan dokumen yang berkaitan yang dikumpulkan. Dalam proses menulis, penulis meneliti apakah pernyataan yang dibuat merupakan fakta historis. Kritik Intern meliputi isi dan bahasa.

  Selanjutnya, akan dilakukan kritik ekstern yang menyelidiki keadaan luar dari sumber- sumber penulisan yang meliputi penelitian terhadap otentik tidaknya tulisan untuk mengetahui keaslian atau palsukah sumber tersebut, juga bentuk kertas dan usia dari sumber yang bersangkutan.

  Langkah ketiga Interpretasi

  Yaitu hasil pengamatan dan menganalisa sumber- sumber itu suatu dengan berpedoman pada fenomena yang telah di selidiki. Dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan suatu analisis yang baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapat fakta sejarah yang objektif. Dalam menganalisis permasalahan, penulis juga menggunakan ilmu bantu sosiologi. Karena dalam permasalahannya, penulis berbicara tentang sistem dan struktur serta perubahan yang terjadi di dalam pandangan terhadap peranan perempuan.

  Langkah keempat Historiografi

  Proses ini adalah tahapan terakhir dalam langkah- langkah penulisan sejarah dimana melakukan pemaparan atas hasil sintesa dengan merangkum semuanya menjadi sebuah tulisan ilmiah. Dimana dibuat penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah.