BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Chapter I (375.3Kb)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program Penenggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara subtansi berupaya dalam penenggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun
“gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan
”,yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip- prinsip universal .
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ( P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai satuan upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berlanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa “lembaga kemandirian masyarakat” yang representif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan “program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan” yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.
Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik lingkungan yang memadai, kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang, mencakup multidimensi, baik dimensi politik,sosial,ekonomi,dan asset lain-lain.
Sejak pelaksanaan P2KP-1 hinggaa pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 LKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kabupaten/kota, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemamfaat (penduduk miskin), melalui 243.838 KSM. Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai dari tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, oleh sebab itu mulai tahun 2007,PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dsan pencapaian sasaran
Millenium Development Goals (MDGs) sehingga mencapai tercapainya pengurangan
penduduk miskin sebesar 50% di tahun 2015.Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM Mandiri Mandiri juga menjadi tujuan, prinsip dan pendekatan PMPN mandiri Perkotaan, begitu juga nama generik lembaga kepemimpinan masyarakat berubah dari BKM menjadi LKM ( Lembaga Keswadayaan Masyarakat). Pada tahun 2009, Perkotaan sebagai upaya mendorong kemandirian masyarakat serta Pemerintah Daerah dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya masing- masing. Untuk itu, Departemen pekerjaan umum menerbitkan Pedoman Pelaksanaan PNPM Perkotaan 2009 sebagai penyempurnaan pedoman pelaksanaan sebelumnya.
Sejalan dengan disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dimulai pelaksanaannya sejak tahun 1998, semakin dewasa belajar dari pengalaman untuk melakukan transisi pengelolaan program pemberdayaan secara bertahap kepada pemerintah daerah. Sebagai sebuah program pemberdayaan, PPK telah menjadi sarana belajar bagi setiap stakeholder di daerah, khususnya Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan yang bertumpu pada perencanaan dari bawah bukan lagi perencanaan dari atas. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di pedesaan, dan juga untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Selain Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Pemerintah Indonesia sejak tahun 2007 juga mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal (Departemen Dalam Negeri. 2007. PTO PNPM-PPK. Jakarta : Tim Koordinasi PNPM-PPK). Selama pelaksanaan PKK (PKK I,PKK II, PKK III dan PNPM PKK) sejak 1998-2007, program pemberdayaan masyarakat terbesar ini telah menjangkau lebih dari separuh desa termiskin di tanah air. Pada 2007 saja.
1.837 kecamatan di 32 provinsi. Pada tahun 2008, PNPM Mandiri Perkotaan dinikmati di 34.031 desa dari 2.230 kecamatan di 32 provinsi di tanah air. Sedangkan pada 2009, jumlahnya mencapai 50.201 desa dari 3.908 kecamatan di tanah air. Jumlah tesebut belum termasuk desa yang memperoleh pendanaan dari program- program lain yang melekat pada PNPM Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM-R2PN), PNPM Rencana Strategis Pembangunan Kampung (PNPM-P2SPP), PNPM Program Pengambangan Sistem Pembangunan Partisifatif (PNPM-P2SPP), dan lain-lain.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Tengah, Ir. H. Muhammad Tamzil, MT menyampai di wilayah Jawa tengah selama tahun 2008 hingga 2009, telah mampu menurunkan penduduk miskin yang ada sebesar 7,49%. Di Jawa Tengah program kemiskinan sudah diakses oleh 11.839.660 jiwa dari 300.589.724 KK Miskin yang disalurkan melalui 78.721 KSM. “Berkat PNPM Mandiri dan program penanggulangan kemiskinan yang ada. Penduduk miskin bisa diturunkan sebesar 7,49 persen. Berita Resmi BPS Papua, No.04/01/94/Th.VII,
2 Januari 2013, melaporkan, persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Berkat PNPM Mandiri Perkotaan yang ada di Papua penanggulangan kemiskinan bias teratasi. Menurut BPS, Jakarta pada awalnya pemerintah menargetkan inflasi 2013 sebesar 5,8 persen, namun karena gejolak ekonomi global yang berpangaruh negatif terhadap perekonomian Indonesia, angka tersebut direvisi menjadi 7,2 persen. Angka itu pun tidak dapat mencapai target Pada Bulan September 2013, garis kemiskinan Sumatera Utara pada Maret 2014 naik 2,36 persen. Garis kemiskinan di perkotaan naik 2,33 persen dan garis kemiskinan di perdesaan naik 2,38 persen. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2014.Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.286.700 orang atau sebesar 9,38 persen terhadap jumlah total penduduk. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi September 2013 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.416.400 orang atau sebesar 10,39 persen. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 129.700 orang serta penurunan persentase penduduk miskin sebesar 1,01 point. Perkembangan tingkat kemiskinan mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2014 (Berita Resmi
Statistik Provinsi Sumatera Utara No. 47/07/12/Th. XVII, 1 Juli 2014).
Sasaran program ini adalah kecamatan-kecamatan yang dinilai paling miskin di Indonesia dintaranya Desa Huta Padang Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru termasuk salah satu yang masuk dalam Program Nasioanal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) karena lapisan masyarakatnya yang beragam dari mulai petani, pedagang, pejabat atau pun sopir yang kesemuanya itu mempunyai kebutuhan hidup, akan tetapi lahan pertanian dalam desa tersebut tidak begitu dapat memberikan hasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sekian banyak profesi diatas maka pekerjaan yang paling dominan untuk usaha mereka adalah berdagang sehingga untuk usaha tersebut mereka meminjam pada bank sebagai modal awal dan juga untuk memajukan usaha kecil mereka demi meningkatkan taraf ekonomi untuk hidup yang lebih baik.
Dengan kehadiran PNPM Mardiri Perkotaan di Desa Huta Padang Kecamatan
Hutaimbaru dimulai sejak tahun 2008 silam, serangkaian siklus mulai dari sosial
mapping ( pengenalan wilayah) sosialisasi, tahap Rembug Kesiapan Masyarkat (
keputusan masyarakat untuk menerima dan menolak PNPM-MP), Refleksi
Kemiskinan ( masyarakat diajak mereka ulang secara focus group discussion atau
musyawarah, mengenal dari mana akar kemiskinan hingga bagaimana cara mengatasi
kemiskinan tersebut) Pemetaan swadaya ( menggali potensi yang dimiliki warga yang
berbasis hasil refleksi kemiskinan), pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM). BKM tersebut adalah lembaga kolektif yang dipilih secara langsung dari
masyarakat tanpa ada intervensi kepentingan, tanpa ada kampanye warga cukup
memilih calon anggota BKM melalui hak suara yang dimiliki seperti proses
Pilkada,pilek,pilgub,pilpres dengan berpegang pada prinsip nilai-nilai universal dan
luhur (Amanah,bertanggungjawab,terbuka, dapat dipercaya,integritas, memiliki jiwa
kerelawanan dalam pelaksanaan PNPM-MP) dan cuma ini modal masyarakat supaya
dapat dipilih dan memilih BKM,dengan adanya keterlibatan kaum perempuan 30%
tahapan selanjutnya jiwa integritas, akuntabilitas,transparansi warga dalam menyusun
dan menggodok PJM pronangkis (Program Jangka menengah-Program
Penanggulangan Kemiskinan) PJM ini adalah dasar pijakan warga dalam
menjalankan kegiatan ditingkat masyarakat desa yang berbasis Tri daya (kepedulian
warga kemudian BKM membuat agenda kerja tahunan yang memproyeksikan
kegiatan dengan BLM ( Bantuan Langsung Masyarakat) memberikan duit berupa
bantuan stimulant atau pancingan dari pemerintah (APBN/APBD) kepada masyarakat
setempat.BKM Simandar melakukan fasilitasi setelah menetapkan Prioritas Usulan
kegiatan untuk pemanfaatan BLM tahap I tahun 2012 dengan hasil kesepakatan
Pembangunan Jalan Desa (Paving blok), Dek dan drainase dengan volume 112 Meter
berlokasi di dusun 1 Desa Hutapadang dengan dana BLM 45.000.000 ditambah hasil
swadaya masyarakat 5.590.000,- dengan total keseluruhan kegiatan 50.590.000,
kemudian pelaksana kegiatan dibentuk Kelompok Swadaya masyarakat (KSM) yang
terbentuk secara relawan dari warga desa Huta Padang (dengan anggota KSM
Minimal 5 orang berhimpun dalam satu KSM 2/3 harus KK Miskin yang terdaptar
dalam PS-2) maka terpilihn KSM Mengkudu dengan anggota 5 orang 3 laki-laki 2
perempuan 3 orang KK Miskin, yang kemudian BKM,UPL dan tim faskel
melaksananakan fasilitasi dan pendampingan kepada KSM tersebut mulai tahap
perencanaan (proposal), pelaksanaan (30%,60%dan10% fisik dan pendanaan) hingga
evaluasi (sertifikasi,SP3) dan laporan Fisik dan penggunaan dana 100% yang
berbentuk LPJ, dari proses tersebutlah kami temukan warisan leluhur kita tadi "
gotong-royong" KSM mengkudu bersama warga sekitar melaksanakan pekerjaan
kegiatan Pembangunan Jalan Desa (Paving blok), Dek dan drainase secara bersama-
sama dengan prinsip utama dari kita untuk kita, nah disini kita harus bedakan
dengan warga yang cuma membantu mengangkat bahan material yang dibutuhkan
ada sekitar 21 orang baik kaum laki-laki dan perempuannya (blogspot.com).Sehubungan dengan hal tersebut, usaha kecil perlu diberdayakan dalam memanfaaatkan peluang kerja dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi dimasa yang akan datang. Yang dimaksud dengan usaha kecil sesuai dengan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
Tentang Usaha Kecil adalah “usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sertakepemilikan sebagaimana diatur dalam undang- undang ini”. Banyak masyarakat Desa Hutapadang yang berdagang kecil-kecilan terlebih lagi kaum perempuan atau ibu-ibu. Berdagang dilakukan guna membantu perekonomian keluarga supaya dapat mencukupi kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan di segala sektor kehidupan bangsa. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain sektor politik, sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya itu diperlukan peran negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang kesejahteraan. Pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Program Keluarga Berencana, pengucuran dana Inpres pendidikan, kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana transportasi. Ada berbagai program yang berskala nasional yang bertujuan untuk melakukan intervensi bagi penanggulangan masalah kemiskinan seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi tonggak pelaksanaan otonomi daerah dengan paradigma baru. Pemberlakuan UU ini tidaklah dimaksudkan sebagai upaya resentralisasi atau mengembalikan iklim politik dengan kekuasaan yang memusat. Namun di dalamnya justru terkandung semangat penguatan makna desentralisasi dengan membuka peluang luas bagi daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara lebih baik, lebih mandiri dan terkoordinasi.
Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, tak dapat dipungkiri desentralisasi selama ini masih menimbulkan bias persepsi yang menjadi tantangan tersendiri.
Pergeseran ketersediaan dana dan kewenangan pembangunan dari Pemerintah Pusat ke daerah membuat pelaksanaan program lebih efisien dan tepat sasaran karena lebih dekat ke masyarakat sebagai sasaran akhirnya, dengan syarat adanya kemauan dan kemampuan pemerintah.Dengan demikian, perlu adanya dukungan peran dan fungsi Pemerintah Daerah dalam menjaga proses pembangunan yang mempunyai fokus pemberdayaan masyarakat. Kuncinya adalah bagaimana menyediakan mekanisme yang sesuai bagi daerah untuk berlomba memberdayakan masyarakatnya dalam menanggulangi kemiskinan dan melakukan pembangunan partisipatif, serta mengesampingkan ego sektoral yang berdampak pada kepentingan masyarakat luas.
Hal-hal di atas lah yang kemudian menarik minat peneliti untuk melakukan
,mengingat desa tersebut merupakan salah satu wilayah yang menjadi target dan menerima program pembangunan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan alasan tersebut penelliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian seputar PNPM Mandiri Perdesaan dengan judul
“Efektivitas Pelaksanaan Pembangunan Program
Nasional Pemberdayaan Masyrakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa
Huta Padang Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru”.1.2 Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. penelitian sangat penting dalam menentukan batasan- batasan atau cakupan yang dilakukan, dimana dengan diterapkannya fokus penelitian akan jelas batasannya dan juga mempertajam dalam analisis pembahasan. Berdasarkan masalah yang dirumusan sesuai dengan tujuan penelitian maka fokus penelitian ini adalah : untuk mengetahui dan mendeskripsikan Efektivitas Pemabangunan Program Nasional Pembangunan Masyrakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP), apakah berjalan sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan sebelumnya, karena diketahui adanya masalah dalam penyelenggaraan program tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian adalah “Bagaimana Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) pada program pembangunan PNPM di Desa Huta Padang Di Kota Padang Sidempuan efektif atau tidak efektif ?.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pembangunan program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Desa Huta Padang Di Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru.
b.
Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di desa Huta Padang.
c.
Untuk menganalisis efektivitas dampak yang dirasakan masyarakat dengan program PNPM Mandiri Perkotaan.
1.5 Mamfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori-teori dan konsep-konsep tentang efektivitas pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Mesyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dan kemiskinan. b.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun terhadap pelaksanaan PNPM- Mandiri Perkotaan pada keluarga miskin.
c.
Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan kemiskinan perdesaan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan di FISIP USU melalui penulisan karya ilmiah.
1.6 Kerangka Teori Teori merupakan preposisi yang menggambarkan satu gejala yang terjadi.
Untuk memudahkan penelitian yang diperlukan pedoman berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih (Suyanto,2005:34).
Kerangka teori ini di harapkan memmberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang akan diteliti.
1.6.1 Efektivitas 1.6.1.1. Pengertian Efektivitas.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Suatu organisasi secara keseluruhannya dalam kaitannya dengan efektivitas adalah mencapai tujuan organisasi. Jika tiap-tiap individu berperilaku atau bekerja efektif dalam mencapai tujuannya, maka kelompok dimana ia menjadi anggota juga efektif dalam mencapai tujuan, organisasi itu juga efektif mencapai tujuan. Efektivitas berbeda dengan efesiensi. Efesiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Dimana semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efesiensi. Sedangkan Efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan (organisasi) dapat dicapai ( Sigit, 2003: 1 ).
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan ( Siagian, 2001: 24).
Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapain hasil atau pencapaian dari suatu tujuan. Sesuai dengan pendapat soewarno yang mengatakan bahwa ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama
(Bernard, 1992:207).
Masih menurut pendapat ahli, menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : a.
Keberhasilan program b. Keberhasilan sasaran c. Kepuasan terhadap program d. Tingkat input dan output e. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121)
Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara Komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.
Efektivitas organisasi merupakan suatu konsep meyeluruh yang menyertakan sejumlah konsep komponen. Konsep efektivitas organisasi Berdasaarkan teori sistem, suatu organisasi merupakan elemen sebuah sistem yang lebih besar yaitu lingkungan. Dengan berlalunya waktu setiap organisasi mengambil, memproses, dan mengembalikan sumber daya ke lingkungan. Kriteria utama dari efektivitas organisasi adalah apakah organisasi tersebut bertahan dengan lingkungan.
Sehubungan dari penjelasan tersebut maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dampak dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya.
1.6.1.2. Kriteria Efektivitas Organisasi.
Konsep mengenai efektivitas organisasi selain disandarkan pada teori sistem, tetapi perlu ditambahkan dengan sesuatu yang baru yaitu pada dimensi waktu. Hubungan antara kriteria efektivitas dan dimensi waktu dapat dijelaskan sebagai berikut : a.
Produksi Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan.
b.
Efesiensi Konsep efesiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan antara output keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau output yang merupakan bentuk umum dari ukuran ini.
c.
Kepuasan Konsep kepuasan mendefenisikan penekanan pada perhatian yang menguntungkan bagi anggota organisasi maupun pelanggannya. Artinya bahwa organisasi harus mampu memberikan kepuasan kepada kebutuhan para anggota.
d.
Adaptasi Kemampuan beradaptasi diartikan dengan sampai seberapa organisasi mampu menanggapi perubahan intren dan ekstren. Jika organisasi tidak dapat menyesuaikan diri , maka kelangsungan hidupnya akan terancam, namun adaptasi tidak memiliki ukuran yang pasti dan nyata. Dapat dijelaskan, apabila tiba waktunya untuk mengadakan penyesuaian dikarenakan adanya fenomena-fenomena tertentu, maka organisasi harus dapat menyesuaikan diri.
e.
Perkembangan Organisasi harus mengembangkan diri agar tetap hidup atau berjaya untuk jangka panjang. Efektivitas dengan pertimbangannya, maka efektivitas dapat dibagi menjadi efektivitas jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Keseimbangan optimal adalah keseimbangan dari pencapaian hubungan yang wajar antara kriteria-kriteria itu dalam periode waktu
1.6.1.3. Pendekatan Terhadap Efektivitas
Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: a.
Pendekatan Sasaran Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.
b.
Pendekatan Sumber Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya.
Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.
c.
Pendekatan Proses Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancer dimana kegiatan bagian-bagian yang berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.
Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek.
Menurut (Subagyo,2000:12) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Jarak (range) realisasi program sebagai berikut : a.
1% sampai dengan 50% : tidak efektif b. 51% sampai dengan 100% : efektif
1.6.2 Pembangunan
1.6.2.1 Pengertian Pembangunan
Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh para sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata development. Kata development ini diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Menurut Sondang P. Siagian pembangunan didefenisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar dalam rangka pembinaan bangsa.
Pembangunan menurut (Alexander,2005) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Portes mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut (Tikson,T Deddy. 2005: 176) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Menurut (Todaro,2003: 33) pembangunan merupakan suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut. Menurut Todaro defenisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa:
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan.
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti: a.
Life sustenance: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
b.
Self-Esteem: kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri dan tidak diisap orang lain.
c.
Freedom From Servitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.
Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini menjadi popular, yaitu: a.
Capacity: hal ini yang menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau produktivitas.
b.
Equity: hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.
c.
Enpowerment: hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat d.
Suistanable: hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan Esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya dapat dilihat dari sisi pengertian tetapi juga dapat dilihat dari segi tujuannya pembangunan tersebut.
Dalam hal ini Gant menyebutkan tujuan pembangunan ada dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan menghapuskan kemiskinan.
Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap keduanya adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Berdasarka pendapat diatas menunjukan bahwa pembangunan memiliki tujuan yang luas dan mulia yang menyangkut pada kesempatan pada keseluruhan kebutuhan manusia dalam mewujudkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas baik dalam bentuk materi dan non materi.
1.6.2.2 Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan sangat penting dilakukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia, yaitu kurang lebih 60% melakukan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan. Pembangunan atau pengembangan pedesaan meurut (Mosher,1968:19) yang dikuti oleh Jayadinata dan Pramandika. Maksud pembangunan pedesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial- ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga petani sehingga mereka mendapat kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material (makanan-minuman, pakaina, perumahan, alat-alat, dsb).
Pembangunan desa harus dilihat sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan (meliputi pengairan, jaringan jalan, lingkungan pemukiman dan lainnya).Tujuan pembangunan desa jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional. Sedangkan tujuan jangka pendeknya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sasaran pembangunan desa adalah terciptanya peningkatan produkti dan produktivitas, percepatan pertumbuhan desa, peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan kerja dan lapangan usaha produktif, peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dan perkuatan kelembagaan. Pembangunan pedesaan seharusnya menerapkan prinsi-prinsip yaitu transparansi, partisipasi, Pembangunan desa yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat pedesaan.
1.6.2.3 Tiga Prinsip Pokok Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral (holistic), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi dan selaras dan sinergi sehingga tercapai optimalitas. Ada tiga prinsip pokok pembangunan pedesaan, yaitu: a.
Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada pencapaian Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah dan antar wilayah secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu.
b.
Pembangunan desa dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Di samping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin.
c.
Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi,
1.6.2.4 Tujuan Pembangunan Desa
Salah satu faktor pembentuk kemampuan untuk untuk mewujudkan masa depan yang direncanakan menurut Arifin ,Muhammad (2007:24) adalah Empowerment. Dengan Empowerment masyarakat mempunyai kesempatan untuk terus mengembangkan kemampuan dan peranannya dalam merencanakan dan melaksanakan sendiri perubahan-perubahan yang mereka kehendaki untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Pembangunan yang terkait dengan empowerment adalah pembangunan desa, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga desa secara simultan atau serentak. Dengan tujuan itu pembangunan desa dirancang untuk menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan daerah dan pembangunan nasional, selain itu pembangunan desa juga diharapkan dapat menjadi pembangunan yang berwawasan masa depan dan berkelanjutan.
1.6.2.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian yang
integral yang harus ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan
menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab
(sense of responsibility) dari masyarakat secara sadar, bergairah dan bertanggung
jawab, karena partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya
setiap program sesuai kemampuan setiap orang. Partisipasi masyarakat menurut
Adisasmita (2006:41) adalah pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam
pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan masyarakat
untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program
pembangunan. Dan agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna,
Adisasmita (2006:41) menyatakan perlu memperhatikan sifat dan ciri-ciri
partisipasi tersebut, yaitu : a.Partisipasi harus bersifat sukarela.
b.
Berbagai isu atau masalah haruslah disajikan atau dibicarakan secara jelas dan
objektif.c.
Kesempatan untuk berpartisipasi haruslah mendapat keterangan/informasi
yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilaksanakan.
d.
Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri
haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sektor, bersifat dewasa, penuh arti dan berkesinambungan.Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan menurut Cohen dapat diklasifikasikan menjadi enam dan Uphoff (Tangkilisan, 2005:323) tahap berdasarkan bentuk aktifitas yang dilaksanakannya. Keenam bentuk tahapan partisipasi itu adalah sebagai berikut: a.
Partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai titik awal
pelaksanaan aktivitas tersebut.b.
Partisipasi dalam memperlihatkan atau menyerap dan memberi tanggapan informasi, baik dalam arti menerima, maupun dalam arti menolaknya.
c.
Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan
keputusan, baik yang bersifat politis yang menyangkut kepentingan mereka maupun dalam hal yang bersifat teknis.d.
Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan.
e.
Partisipasi dalam hal menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil
pembangunan.f.
Partisipasi dalam hal menilai pembangunan, yaitu keterlibatan anggota
masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.Pada hakikatnya partisipasi masyarakat itu merupakan suatu keniscayaan,
karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah betrsama-sama
dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan dan untuk kemajuan masyarakat
sendiri. Dalam hal ini pemerintah membari bantuan, sedangkan masyarakat harus
memberi respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan
tersebut. Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu
kegiatan adalah bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi
kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin
optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa berkepentingan tidak diberi
Soedjono (dalam Soetrisno, 1995:48) meyatakan pula bahwa partisipasi
adalah sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri. Dan
menurut Tjokroamidjojo partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas
tiga tahap, yaitu: a.Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b.
Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.; c.
Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan. Sedangkan partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan menurut Adi (2003:252) dapat dilihat dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap Assessment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki.
Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.
2. Tahap Alternatif Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan cara alternatif program.
Dilakukan dengan melaksanakan program yang telah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaan dilapangan.
4. Tahap Evaluasi Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas dari program yang sedang berjalan.
1.6.2.6 Paradigma Pembangunan
Pradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan
pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam
arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai
peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Pradigma
pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses
pembangunan bangsa di suatu Negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas
pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar
berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan
kesejahteraan rakyat merupakan salah satu perwujudan good governance yang
diangendakan dalam reformasi birokrasi pemerintahan.Dalam perkembangannya, pembangunan bangsa-bangsa di dunia
mengalami beberapa pergeseran pola atau model atau paradigma pembangunan
mulai dari paradigma pertumbuhan, paradigma kesejahteraan, paradigma neo -
ekonomi, paradigma dependencia sampai paradigma pembangunan manusia.
Dalam tulisan ini secara terbatas dilakukan pengkajian pada tiga paradigma saja a.
Paradigma Pertumbuhan (Growth Paradigm) Pelaksanaan pembangunan dinegara berkembang (developing countries),
penekanannya pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan
pendapatan nasional. Penerapan paradigma pertumbuhan dalam pelaksanaan
pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam hubungan ini
PBB mencanangkan dasawarsa pembangunan pertama berlangsung pada
dasawarsa 1960-1970 dengan strategi pertumbuhan ekonomi negara berkembang
sebesar 5% pertahun. Pada periode ini ternyata mengabaikan masalah distribusi
pendapatan nasional, sehingga timbul masalah kemiskinan, penganguran dan
kesenjangan pembagian pendapatan, urbanisasi dan kerusakan lingkungan.
Melihat kenyataan itu terjadilah pergeseran dari strategi pertumbuhan ekonomi
menjadi strategi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Selanjutnya timbul
pemikiran paradigma baru yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm).b.
Paradigma Kesejahteraan (welfare paradigm) Pada awal dasawarsa 1970_an muncul pemikiran baru dalam pelaksanaan
pembangunan yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm) yang
orientasinya ingin mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan keadilan
sosial dalam waktu sesingkat mungkin.Pada periode dasawarsa pembangunan kedua (1971-1980) pelaksanaan
pembangunan dengan strategi pertumbuhan ekonomi bergeser menjadi orientasi
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan (growth and equity of strategy
sebesar 6% pertahun dengan tujuan pemerataan pembangunan di bidang
pendapatan, kesehatan, keadilan, pendidikan, kewirausahaan,keamanan,
kesejahteraan sosial termasuk pelestarian dan penyelamatan lingkungan dari
kerusakan. Dalam dasawarsa ini ternyata juga belum mampu merubah
ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju ditandai dengan
ketergantungan investasi, bantuan dan pinjaman luar negeri.Penerapan paradigma kesejahteraan ini cenderung pelaksanaan
pembanagunan bersifat sentralistik (top down) sehingga cenderung
menumbuhkan hubungan ketergantungan antara rakyat dan proyek-proyek