J agung merupakan sumber karbohidrat kedua yang banyak diusahakan di Kabupaten

  

TINGKAT CEMARAN DAN JENIS MIKOBIOTA PADA JAGUNG DARI

KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

  • Yuliana Tandi Rubak

  

ABSTRACT

The purpose of this research are to determine fungal contamination and any kinds of

micobiota which are infected corn seed from Kupang district. Sixty five of samples were

collected from 4 places in Kupang district and doing fungal infection test. Enumeration was

done by the direct plating with DCPA media (Dichloran Chloramphenicol Petone Agar),

DRBC ( Dicholoram Rose Bengal Chloramphenicol), and DG-18 ( Dichloram18 % Glyserol

Agar), Identification the kind of fungal infection on corn seed has done by MEA media (Malt

Ekstrac Agar). The result of this research show us that the range percentage of fungal

infection in corn seed ranged 88.46 ± 7.33% - 99.50 ± 0.50%. The infected samples by

Fusarium spp 62.11 %, Black aspergilli 2,6 and Penicillium spp 1.02 %.

  Key words : Corn, Kupang, Micobiota.

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran dan jenis mikobiota pada jagung yang dihasilkan di Kabupaten Kupang sebagai salah satu sentra produksi jagung tertinggi di Daratan Timor NTT. Sebanyak 65 sampel jagung diperoleh dari petani dari 4 kecamatan di Kabupaten Kupang dan dilakukan uji terhadap tingkat cemaran dan populasi jamur. Enumerasi dilakukan dengan metode Direct Plating menggunakan media DCPA, DRBC, dan DG-18,. Identifikasi jamur yang menginfeksi dilakukan menggunakan media MEA (Malt

  

Ekstrac Agar ). Hasil uji infeksi jamur terhadap sampel menunjukkan persentase biji terinfeksi

  jamur berkisar 88.46 ± 7.33% hingga 99.50 ± 0.50%. Sampel Jagung rata-rata terinfeksi jamur Fusarium spp 62.11 %, Black aspergilli sebesar 2,6% dan Penicillium spp 1.02 %.

  Kata kunci : Jagung, Kabupaten Kupang, Mikobiota

J agung merupakan sumber karbohidrat kedua yang banyak diusahakan di Kabupaten

  Kupang, dan sebahagin masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok pengganti beras. Sebahagian lagi banyak dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Produksi Jagung di NTT pada tahun 2008 sebesar 673.112 ton dengan luas areal tanaman 270.717. Kabupaten Kupang merupakan salah satu sentra produksi jagung di NTT. Kebutuhan jagung akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Kualitas jagung salah satunya dipengaruhi oleh prkatek budidaya dan penanganan pasca panen. Adanya praktek budidaya dan pascapanen yang kurang baik dikalangan petani, pengumpul dan pendagang dapat menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan biji jagung. Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan fisik, kimia dan kerusakan mikrobiologis akibat adanya cemaran jamur. Jamur yang sering ditemukan menginfeksi jagung di Indonesia diantaranya adalah

  

Aspergillus flavus, Fusarium miniformae, Aspergillus niger, Eurotium rubrum . Infeksi jamur

  tersebut bisa terjadi sebelum dan sesudah panen, selama distribusi dan penyimpanan dan diperkirakan berasal dari tanah serta kondisi selama penyimpanan. Beberapa dari jamur yang ditemukan pada jagung mampu menghasilkan toksin seperti Aspergillus flavus dan

  

Aspergillus parasiticus yang menghasilkan aflatoksin sedangkan fusarium monoformae dan

Fusarium graminearum mampu menghasilkan toksin trichotheceme atau toksin Fusarium

  yang lain (Pitt and Hocking, 1985) Salah satu jamur yang mendapat perhatian penting karena banyak menginfeksi kacang- kacangan dan serealia terutama jagung serta mampu menghasilkan mikotoksin adalah

  

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Pertumbuhan jamur ini terjadi pada kisaran

  suhu 25-35 C dengan kelembaban nisbi sekitar 85 %. Adanya kondisi iklim dan kandungan karbohidrat yang tinggi pada jagung yang berfungsi sebagai substrat merupakan kondisi yang kondusif bagi jamur Aspergillus flavus untuk produksi aflatoksin. Kontaminasi jamur dan kandungan aflatoksin merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan kelayakan jagung untuk dikonsumsi manusia dan ternak. Laporan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa propinsi menunjukkan bahwa tingkat infeksi jamur dapat mencapai 100 persen dari biji yang diperoleh dari petani, pengumpul dan pedagang, terinfeksi jamur Aspergillus dan Penicillium. Sedangkan kondisi cemaran aflatoksin pada komoditi pertanian di Indonesia seperti pada jagung dan kacang tanah serta beberapa produk olahannya telah dilaporkan oleh Rahayu et al., (2003) ; Ginting et. al., (2005) dan Lilieanny

  

et al (2005). Komoditi dan produk-produk olahan dari komoditi tersebut tercemar aflatoksin melebihi ambang batas yang telah ditentukan Dirjen POM RI yaitu 20 ppb (Badan POM, 2002). Penelitian ini dilakukan untuk melihat kualitas jagung dari Kabupaten Kupang ditinjau dari cemaran jamur, sehingga dapat dilakukan perbaikan penanganan pascapanen guna mencegah atau menekan laju infeksi jamur.

  METODOLOGI PENELITIAN Sampel dan Lokasi Pengambilan sampel

  Sampel jagung ditingkat petani diambil dari 4 kecamatan yang ada di Kabupaten Kupang yaitu kecamatan Kupang Tengah, Takari, Amarasi dan Semau Selatan. Pengambilan sampel jagung dilakukan pada bulan Juni

  • – Juli 2009. Pengambilan sampel jagung dari petani dilakukan dalam bentuk jagung pipilan dan jagung tongkolan. Jumlah sampel yang diambil dalam bentuk jagung pipilan sebanyak 2 kg dan 3 kg dalam bentuk jagung tongkolan.

  Pengujian infeksi jamur

  Uji infeksi jamur pada sampel dilakukan dengan metode langsung (direct plating) menggunakan media DRBC, DG-18, dan DCPA. Sampel sebanyak 50 g didisenfektasi dengan mencelupkan pada larutan klorin 0,4% selama 2 menit dan kemudian dicuci dengan air steril. Dilakukan pencucian sebanyak 2 kali untuk menghilangkan klorin pada sampel dan dilakukan penirisan. sebanyak 2 x 10 biji ditanam pada 4 media uji (untuk satu cawan Petri diberi 10 biji sampel) dengan menggunakan forcep steril. Inkubasi dilakukan pada suhu 27 C selama 5-7 hari untuk media DRBC, DG-18 dan DCPA. . Jumlah biji yang terkontaminasi dihitung sebagai persentase biji terinfeksi jamur (Samson et al., 1992) .

  Isolasi dan identifikasi Jamur

  Isolasi dilakukan dengan mengambil miselia atau spora jamur berdasarkan warna koloni dan kenampakan jamur yang berbeda. Isolat jamur ditumbuhkan pada media transfer yaitu PDA (Potato Dextrose Agar) miring dalam tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu kamar selama 4 hari sehingga diperoleh kultur murni. Selanjutnya, spora diambil dengan menggunakan tusuk sate steril, dimasukkan ke dalam cairan semi solid (Agar 0.02 % dengan 0.05 % Tween 80) diaduk dan inokulasi dengan cara menitikkan pada media MEA (Malt Extract Agar ) dalam cawan petri pada 3 titik dan dinkubasi pada suhu kamar selama 5 hari. Identifikasi dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis maupun mikroskopis dengan pembuatan preparat. Pengamatan secara makroskopis didasarkan pada warna koloni, diameter koloni, warna reverse yang dihasilkan serta karakteristik koloni. Sedangkan pengamatan mikroskopis didasarkan pada pengamatan hifa bersepta atau tidak, produksi seksual dan aseksual, terdapat vesikel atau tidak, karakteristik stipa (kasar/halus) serta karakteristik kepala konidia (conidia

  head) .

  Uji Kadar Air

  Uji kadar air menggunakan metode thermogravimetri (Sudarmadji dkk., 1997) HASIL DAN PEMBAHASAN

  Persentase Biji Terinfeksi Jamur

  Beberapa jamur dapat merusak pangan yang dapat berakibat terjadinya penurunan mutu pada bahan pangan tersebut. Kandungan air yang tinggi pada jagung dapat menjadi salah satu faktor keberadaan jamur tersebut. Persentase biji terinfeksi jamur dan kadar air biji jagung dari Kabupaten Kupang secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Rerata dan standard deviasi kadar air (%) dan biji jagung terinfeksi jamur (%) per kecamatan di Kabupaten Kupang Biji terinfeksi No Kec. Kadar air (%) jamur (%)

  Kabupaten Kupang

  1 Takari 10.32 ± 0.94 96.00 ± 3.11 Kupang 2 11.04 ± 0.67 88.57 ± 3.73 Tengah

  Amarasi 3 11.37 ± 1.33 88.46 ± 7.33 Timur Semau

  Kisaran persentase biji jagung terinfeksi jamur dari kabupaten Kupang menunjukkan kisaran persentase infeksi yaitu 88.46 ± 7.33% hingga 99.50 ± 0.50%. Hasil uji kadar air menunjukkan bahwa kadar air dari jagung berkisar 10.32 ± 0.94 hingga 11.37 ± 1.33. Kadar air merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan jamur. Hasil uji kadar air menunjukkan bahwa kadar air dari jagung tersebut masih dibawah 14 %. Kadar air ini masih memenuhi standar kadar air jagung yang dipersyaratkan sebagai bahan baku pangan sesuai dengan SNI 01-4483-1998. . Tercapainya kadar air sampel jagung yang diperoleh dari petani tidak lepas dari praktek penyimpanan yang petani lakukan. Setelah panen umumnya petani menyimpan jagung mereka diperapian. Sampel jagung yang diteliti berasal dari sampel jagung yang telah mengalami penyimpanan selama kurang lebih satu bulan. Praktek ini cukup berperan untuk mengurangi kandungan air dan menekan laju cemaran infeksi jamur, karena kadar air yang tersedia tidak cukup untuk tumbuh dan berkembangnya jamur. Salah satu kemungkinan cemaran infeksi jamur yang tinggi pada sampel yang mencapai tingkat infeksi jamur lebih dari 90% adalah proses pengeringan sebelum penyimpanan dalam jangka waktu lama (1-1,5 bulan) yang dilakukan dilahan dengan kondisi tongkol jagung masih berada pada tanaman. Pada proses ini kemungkinan terjadi kontaminasi jamur karena pada awal pengeringan, kadar air masih tinggi sehingga jamur dapat tumbuh dan berkembang. Spora jamur kemudian terinfestasi/sudah ada dalam biji jagung. Pada penanganan selanjutnya terjadi penurunan kadar air > 14 % (Tabel 1) karena praktek penyimpanan yang dilakukan petani yang umumnya menyimpan jagung diperapian yang menyebabkan spora jamur tersebut dorman atau tidak tumbuh. Akan tetapi bila kondisi lingkungan memenuhi syarat untuk pertumbuhannya maka jamur tersebut akan tumbuh seperti ketika spora jamur telah ditumbuhkan dalam cawan petri dengan kondisi yang mendukung pertumbuhannya maka jamur tersebut akan berkembang pesat. Penyebab yang lain cemaran infeksi jamur yang tinggi pada sampel adalah tidak dilakukannya sortasi saat penyimpanan jagung. Jagung yang rusak akibat serangan hama atau karena praktek panen yang diterapkan yang menyebabkan luka pada jagung tidak dipisahkan dari jagung yang tidak mengalami kerusakan. Penyebab lain adalah adanya serangan hama selama penyimpanan jagung. Serangan hama ini terjadi hampir di semua sampel jagung yang diperoleh dari petani, menyebabkan biji jagung menjadi luka dan rusak. Biji yang luka menjadi inisiasi infeksi jamur. Invasi jamur ke dalam biji karena adanya luka pada kulit ari biji (Rahmania et. al., 2006).

  Jenis Mikobiota.

  Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada media uji yang digunakan koloni jamur yang nampak pada media uji dan menginfeksi biji jagung meliputi jamur dengan konidia berwarna hijau, hijau-kuning, hitam, hijau-biru dan jamur dengan miselia berwarna putih. Hasil identifikasi yang dilakukan menunjukkan jamur yang menginfeksi biji jagung dari Kabupaten Kupang terdiri dari genera Aspergillus spp., Penicillium spp, dan Fusarium spp.

  Identifikasi hingga tingkat spesies dilakukan menggunakan media MEA yang didasarkan pada kunci penentuan spesies menurut Samson and Hoekstra (2004). Genera Aspergillus spp yang muncul terdiri atas golongan Aspergillus flavus group yaitu

  

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang ditandai dengan koloni jamur dengan

  warna konidia hijau, hijau-kuning dan kuning, koloni menyerupai karpet kasar dan memiliki diameter 3-5 cm. Pembedaan kedua jenis jamur ini didasarkan pada tipe kepala konidia dan tipe konidianya. Pada A. parasiticus, tipe kepala konidia lebih dominan uniseriate dan konidia tampak sangat kasar, sedangkan pada A. flavus tipe kepala konidia bisa biseriate atau uniseriate, tetapi lebih dominan biseriate, dan konidia sedikit kasar. Aspergillus spp dengan warna konidia hitam merupakan Black aspergilli. Hasil identifikasi pada media MEA juga ditemukan adanya Aspergillus penicilloides yang diisolasi dengan warna miselia putih yang terdapat pada media enumerasi. Ciri atau karakteristik dari jamur ini adalah berwarna hijau dan hijau kekuningan, dengan diameter koloni relati kecil sekitar 1-2 cm serta memiliki tipe kepala konidia sedikit radiate. Jamur yang berwarna hijau biru dengan koloni menyerupai karpet halus, teridentifikasi sebagai

  

Penicillium spp. Sedangkan jamur dengan miselia berwarna putih, sebagian besar

  teridentifikasi sebagai Fusarium spp, yang dicirikan dengan adanya konidia bersepta, terdapat makrokonidia dan mikrokonidia Distribusi dan macam jamur yang menginfeksi biji jagung dari Kabupaten Kupang rata-rata terinfeksi jamur dengan miselia berwarna putih yang pada umumnya teridentifikasi sebagai

  

Fusarium spp sebesar 62,11 %, kemudian diikuti oleh, Black aspergilli sebesar 2,6 %,

Aspergillus flavus group sebesar 1,6 % dan Penicillium spp sebesar 1,02 %. Dengan

  demikian jamur yang dominan menginfeksi biji jagung dan tersebar merata pada semua sampel adalah jamur dengan miselia berwarna putih yang banyak teridentifikasi sebagai

  

Fusarium spp. Fusarium spp adalah tipe jamur lapangan. Sedangkan golongan Aspergillus

flavus group adalah tipe jamur penyimpanan.

  KESIMPULAN

  Jagung di tingkat petani dari kabupaten Kupang pada 4 kecamatan terinfeksi jamur berkisar 88.46 ± 7.33% hingga 99.50 ± 0.50% . Rata-rata terinfeksi jamur dengan miselia berwarna putih yang pada umumnya teridentifikasi sebagai Fusarium spp sebesar 62,11 %, kemudian diikuti oleh, Black aspergilli sebesar 2,6 %, Aspergillus flavus group sebesar 1,6 % dan Penicillium spp sebesar 1,02 %.

  DAFTAR PUSTAKA Badan POM, 2002.

  “Aflatoksin, Bulletin POM: keamanan Pangan”, volume 2 edisi I. Choct,

  2001. “Nutritional Constraints to Alternative Ingridients, ASA Technical” Bulletin, Vol AN31, Hal.3-4. Ginting, E., A.A. Rahmianna, dan E. Yusnawan, 2005.

  “Pengendalian Kontaminasi Aflatoksin pada Produk Olahan Kacang Tanah melalui Penanganan Pra dan Pasca

  

  Panen

  . Diambil dar Lilienny, O.S. Dharmaputra, dan A.S.R. Putri, 2005.

  “Populasi Kapang Pascapanen dan Kandungan Aflatoksin pada Produk Olahan Kacang Tanah. J. Mikrobiologi Indonesia

  . Hlm 17-20 Pitt, J. I.,and A. D. Hocking. 1985. “Fungi and Food Spoilage. Academic Press.

  Sydney. Rahayu, E. S., Sri Raharjo dan Agustina A. Rahmianna, 2003. ” Cemaran Aflatoksi pada Produksi Jagung di Daerah Jawa Timur . Agritech, volume 23 No. 4. FTP UGM.

  Rahmianna, A.A. dan Erliana Ginting. 2006. ”Teknologi Pra Dan Pasca Panen Untuk Meningkatkan Produktivitas Dan Menekan Kontaminasi Aflatoksin Pada Kacang Tanah . Makalah Pada Training For Trainer (ToT) 9 November 2006 di Fak. Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. Samson, R. A., A. D. Hocking, J.I. Pitt, and Douglas King. 1992.

  “ Modern Methods In Food Mycology ”. Elsevier Science Publishers. Amsterdam. Netherland. Samson, R. A., and E. S. Hoekstra. 2004.

  “Introduction to Food Borne Fungi”. Centraal- Bereau voor Schimmelcultures Baarn. The Netherland. SNI. 1998.

  “Jagung Bahan Baku Pakan”. SNI-01-4483-1998. Dewan Standarisasi Nasional Jakarta. Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. (1997).

  “ Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian ”. Liberty, Yogyakarta. Syarief, Rizal., La Ega, C.C. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB Press, Bandung.