BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) - Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L)

  Tanaman kelapa (Cocos Nucifera L) termasuk genus cocos yang hanya memiliki satu species yaitu cocos nucifera L, tetapi memiliki fenotipik yang sangat beragam. Keanekaragaman tanaman ini terutama pada sifat kecepatan berbunga pertama , warna buah, bentuk dan ukuran buah, jumlah buah pertandan, tinggi batang, hasil dan kualitas kopra. Indonesia merupakan negara penghasil kelapa utama dunia dengan luas 3,9 juta hektar, diikuti dengan filiphina seluas 3,2 juta hektar dan india seluas 1,9 juta hektar (jabatan pertanian malaysia, 2007). Kelapa (cocos nicifera L) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan budaya dalam kehidupan masyarakat indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh baik di wilayah dengan iklim panas seperti Amerika, Asia, dan di Afrika. Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20-35 cm, lurus dan tidak bercabang. Biasanya satu tandan kelapa tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun. Tanaman kelapa memiliki taksonomi klasifikasi sebagai berikut: Kingdom :Plantae (Tumbuhan) Subkingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi :Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi :Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas :Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas :Arecidae Ordo :Arecales Famili suku pinang-pinangan) Genus Spesies :Cocos nucifera L.

  Tinggi tanaman kelapa mencapai 20-30 m. Batangnya bergaris tengah 20 – 35 cm, lurus dan tidak bercabang. Normalnya tanaman ini tumbuh tegak lurus pada Karangan bunga kelapa yang biasa disebut manggar tumbuh keluar dari ketiak daun setelah pohon kelapa mencapai umur tertentu. Biasanya satu tandan tumbuh pada satu ketiak daun, jadi jumlah tandan sama dengan jumlah daun. Bunga betinanya dalam bahasa Jawa disebut bluluk, dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga disebut nira. Bila manggar kelapa disadap niranya, maka dari manggar tersebut tidak akan dihasilkan buah kelapa.

  Kesemua bagian pohon kelapa berguna kecuali kemungkinannya bagian akar. kurang baik digunakan untuk bangunan. Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuningatersusun majemuk pada rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari pangkal (http:/eemoo-espirit.blogspot.com/2010/09/kelepacoconut.html).

  Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu.

  berupa serat yang berlignin, disebut sabut, melindungi bagia dan kedap air;

  

endokarp melindungiyang hanya dilindungi oleh membran yang melekat pada

  sisi dalam endokarberupa cairan yang mengandung banyak enzim, dan fase padatannya mengendap pada dinding endokarp ketika buah menua; embrio kecil dan baru membesar ketika buah siap untuk berkecambah.

Gambar 2.1. Tanaman Kelapa dan tandan kelapa

  Konstituen utama dari serat kelapa adalah :

  1. Selulosa

  2. Hemiselulosa

  3. Lignin dan komponen - komponen vital lainnya yang disebut dengan “building

  

block” dalam struktur sel. Serat kelapa secara alami merupakan multiselular dan

  diameternya dan panjang seratnya berbeda dimensinya dan biasanya sangat tebal pada bagian tengah serat.

  4. Serat kelapa mengandung volume lignin dengan persentase yang tertinggi, dimana membuat serat kelapa ini sangat kuat dan kaku jika dibandingkan dengan serat alami lainnya. Hal ini menjadi pelengkap fakta bahwa lignin membantu menyediakan jaringan tanaman dan sel – sel individu dengan kekuatan yang baik dan juga kekakuan dinding sel serat melindungi karbohidrat dari kerusakan secara fisik maupun kimia.

  5. Kandungan lignin juga mempengaruhi struktur; sifat; fleksibilitas, laju hidrolisis dan dengan kandungan lignin yang tinggi menjadikannya lebih halus dan lebih fleksibel (Rajan, et al, 2005).

  Tandan kelapa

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Berbagai Jenis Serat Lignoselulosa Daun Kelapa Daun Batang Softwood Hardwood

  kelapa nenas pisang sawit ekstraktif 4,5 6,4 5,5 10,6 0,2 – 8,5 0,1 – 7,7 Holoselulosa 83,5 56,3 80,5 65,2 60 – 80 71 - 89

  49,8 44,2 73,4 63,9 30 – 60 31 – 64

  α-selulosa Lignin 20,5 32,8 10,5 18,6 21 – 37 14 – 34 Abu 2,4 2,2 2,0 1,5 < 1 < 1

  Dikutip dari (Tsoumis, 1991) Hasil bioenergi kotor yang dihasilkan dari kelapa, termasuk nira, tempurung, dan sabut diperkirakan sebesar 316,1 MJ/pohon (Soerawidjaja (2006) di dalam Prastowo, (2007)). Tanaman kelapa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi, diperhitungkan sekitar 25% dari luas areal tanam dan sekitar 25% yang memerlukan peremajaan, karena sudah tua, rusak, dan kurang terawat, sehingga diperhitungkan menghasilkan bioenergi sekitar 0,13 EJ atau 130 juta GJ (Prastowo, 2007).

  Biomassa lignosellulosik dari tanaman kelapa seperti tandan kelapa, lembaran daun, dan sabut kelapa telah diujikan sebagai substrat untuk pembudidayaan jamur tiram Pleurotus sajr-caju (Fr.) yang dilaporkan oleh Thomas et al (1998). Budidaya jamur konsumsi adalah salah satu proses yang secara ekonomis dapat berjalan terus sebagai biokonversi dari limbah lignosellulosik. Tabel 2.2 Komposisi kimia dari bagian tanaman kelapa seperti yang dilaporkan oleh Thomas et al, 1998 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Komposisi kimia berbagai bagian dari tanaman kelapa Selulosa Lignin Rasio selulosa Nitrogen Fenol Bagian tanaman (%) (%) lignin (%) (%)

  Tangkai daun 31,73 25,08 1,31 0,31 2,84 Tandan 29,18 31,28 0,97 0,55 2,26 Pucuk daun muda 23,83 38,68 0,58 1,00 8,45 Sabut kelapa 22,00 34,73 0,06 0,41 1,28

  Dikutip dari (Thomas et al, 1998) Pemilihan tandan kelapa (Cocos Nucifra L) sebagai bahan pembuatan mikrokristal selulosa adalah karena dilihat dari diameter dan panjang nya serat tandan kelapa merupakan serat multiseluler (Rajan et al, 2005) memiliki % lignin dan % slulosa yang tinggi sehingga membuat serat menjadi kuat dan kaku ( Tsoumis, 1991) dan merupakan serat terorientasi.

2.2 Material Komposit

  Komposit adalah suatu bahan yang tersusun melalui pencampuran dua atau lebih bahan konstituen yang berbeda bentuk maupun komposisinya dan tidak larut satu sama lain. Penyusun komposit secara umum adalah logam, bahan organik dan anorganik. Bentuk bahan utama yang digunakan dalam pembentukan komposit adalah fiber, partikel, laminae atau layer, flakes, filler (pengisi) dan matriks. Matriks merupakan body constituent yang bertanggung jawab dalam pembentukan akhir komposit, sedangkan fiber, partikel, laminae, flake dan filler (pengisi), merupakan constituent pembentuk struktur internal komposit. Menurut Premasingan (2000) komposit dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Komposit jenis serat yang mengandung serat-serat pendek dengan diameter kecil yang disokong oleh matriks yang berfungsi untuk menguatkan komposit, seperti serat tandan sawit, serat sintetis, kaca atau logam.

  2. Komposit jenis lamina yaitu komposit yang mengandung bahan pelapis yang diikat bersama antara satu sama lain dengan menggunakan pengikat. polimer. Berdasarkan konstituennya (Schwart, 1984) komposit dapat dibagi menjadi lima , yaitu:

  1. Komposit serat yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks

  2. Komposit flake yang terdiri dari flake dengan atau tanpa matriks

  3. Komposit partikel yang terdiri dari partikel dengan atau tanpa matriks

  4. Komposit rangka (komposit terisi) yang terdiri dari matriks rangka selanjar yang terisi dengan bahan kedua.

  5. Komposit laminat yang terdiri dari konstituen lapiasan atau laminat.

Gambar 2.2 Pembagian komposit berdasarkan konstituennya (Schwartz,1984)

  Secara umum fasa matriks haruslah berperan sebagai (Kennedy dan Kelly, 1966):

  a. Bahan yang mampu memindahkan beban yang dikenakan kepada fasa tersebar atau fasa penguat yang berfungsi sebagai media alas beban.

  b. Bahan yang dapat menjaga fasa penguat atau fasa tersebar dari kerusakan oleh faktor lingkungan seperti kelembaban dan panas.

  c. Pengikat yang memegang fasa penguat untuk menghasilkan antara muka fasa matriks dan fasa penguat yang kuat.

   Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai (inert)

  dalam bentuk serat, partikel atau kepingan yang ditambahkan ke dalam fasa matriks dan keliatan. Beberapa sifat yang dapat dihasilkan dengan menggunakan fasa penguat yaitu ( Ismail, 2004) : peningkatan sifat fisik, penyerapan kelembaban yang rendah, sifat pembahasan yang baik, biaya yang rendah dan mudah diperoleh, ketahanan api yang baik, ketahanan kimia yang baik, sifat kelarutan dalam air dan pelarut yang rendah, ketahanan terhadap panas yang baik, sifat penyebaran yang baik, dapat diperoleh dalam berbagai ukuran.

  Komposit polipropilena dengan serat kayu (fiber wood) dapat digunakan sebagai pengganti bahan komposit konvensional yang mahal dan kurang bersahabat dengan lingkungan. Polipropilena adalah matrik polimer yang dapat didaur ulang sedangkan, serat kayu (fiber wood) diperoleh dari sumber yang dapat diperbaharui dan dapat terbiodegradasikan (Andrzejk, et al. 2004). Serat kayu yang merupakan serat alami (natural fiber) sebagai penguat (reinforcement) polipropilena mempunyai keuntungan dibandingkan dengan fiber glass, yaitu biaya rendah, berat jenis (density) rendah mempunyai kekakuan dan kekuatan yang spesifik, sifat termal yang baik, mempunyai nilai tambah dari hasil produksi pertanian yang rendah dan bersahabat dengan lingkungan seperti recovery energi dengan pembakaran yang bersih dari biodegradasi ( bledzki, A.K, et al. 1999)

  Berbagai jenis pengisi digunakan dalam polimer alamiah dan polimaer sintetik untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan. Penambahan pengisi bertujuan untuk mengurangi biaya, mewarnai dan menguatkan bahan polimer. Secara umum, keupayaan penguat suatu pengisi dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu:

  1.Ukuran dan luas permukaan partikel Peningkatan sifat fisik bahan polimer dapat dikaitkan denagn ukuran partikel pengisi. Contohnya, tegasandan modulus polimer berpengisi tergantung pada ukuran partikel. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan meningkatkan tingkat penguatan polimer dibandingkan dengan ukuran partikel yang besar (Leblanc, 2002). Ukuran partikel mempunyai hubungan secara langsung dengan permukaan per gram pengisi. Oleh sebab itu, ukuran partikel yang kecil akan memperluas permukaan sehingga penguatan baha polimer. Ringkaannya, semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi interaksi antara pengisi dan matrik polimer. Kohls & beaucage (2002) melaporkan bahwa luas permukaan bahwa luas permukaan dapat ditingkatkan dengan adnya permukaan yang poros pada permukaan pengisi maka polimer dapat menembus masuk ke dalam permukaan yang poros semasa proses pencampuran.

  Selain dari luas permukaan, kehomogenan penyebaran di dalam matrik polimer juga penting untuk meningkatka kekuatan interaksi diantara pengisi dan matriks polimer. Partikel yang berserakan secara homogen dapat meningkatkan interaksi mulai penyerapan polimer pada permukaan pengisi. Sebaliknya, partikel yang tidak berserakan secara homogen mungkin menghasilkan anglomerat dalam matriks polimer. Adanya anglomerat akan memperkecil luas permukaan dan seterusnya akan melemahkan interaksi diantara pengisi dan matriks dan mengakibatkan penurunan sifat fisik bahan polimer.

  2.Bentuk dan Struktur Partikel Bentuk partikel pengisi merupakan ciri yang penting selain dari pada ukuran partikel. Pengisi organik dan mineral memiliki bentuk yang berbeda. Terdapat tiga bentuk partikel pengisi yang utama yaitu sfera, platelet dan rod. Bentuk partikel dapat mempengaruhi sifat mekanik polimer

  3. Aktivitas dan Sifat Kimia Ukuran dan struktur partikel dikatagorikan sebagai ciri fisikal pengisi tetapi aktifitas permukaan dikatagorikan sebagai ciri kimia pengisi yang memberi kesan terhadap penguatan polimer (Kohls & Beucage, 2002). Kimia permukaan pengisi merupakan keupayaan pengisi untuk berinteraksi dengan polimer yang seterusnya akan menghasilkan ikatan. Pembentukan ikatan diantara polimer dan pengisi akan meningkatkan kekuatan bahan. Ikatan diantara polimer dan pengisi dapat dibentuk apabila pengisi memiliki tempat yang aktif untuk berinteraksi dengan rantai polimer.

  Pada awalnya pengisi dapat dibagi atas pengisi organik dan anorganik tetapi dapat juga dibagikan pada pengisi berserat dan partikulat.

  Pengisi

  Organik Anorganik Berserat: Tidak Berserat: Berserat: Tidak Berserat:

  • kapas -karbon hitam -asbestos -silika

  Ber

  • serbuk kayu
  • tanah >grafit -serat kaca
  • kelapa sawit -abu sekam padi -serat kevlar -kalsium
  • dsb -dsb -serat aramid -
  • dsb
  • dsb

Gambar 2.3. Skema bahan pengisi polimer

  Menurut Maulida, et al (2000), penggunaan pengisi alamiah sebagai penguat pada material komposit memberikan beberapa keuntungan dibanding bahan pengisi mineral, yaitu: kuat dan pejal, ringan, ramah lingkungan, sangat ekonomis dan sumber dapat diperbaharui. Tetapi disisi lain menurut Belmares, et al (1983), pengisi alamiah juga memiliki kelemahan dan kekurangan yaitu, mudah terurai karena kelembaban, adhesi permukaan yang lemah pada polimer hidrofobik, ukuran pengisi yang tidak seragam, tidak cocok dipakai pada temperatur tinggi dan mudah terpengaruh pada serangan serangga dan jamur. Diantara berbagai jenis bahan pengisi yang umum digunakan dalam komposit ialah serat kaca, serat karbon, serat kevlar, dan serat alamiah seperti serat kelapa, serat nenas, sera kelapa sawit, serat pohon Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bahan pengisi alami sebagai penguat pada komposit seperti: nenas, sisal, sabut kelapa, tempurung kelapa, rami, kapas, sekam padi, bambu dan tandan kosong kelapa sawit. Luo dan Netravali (1999) telah meneliti dan membuktikan bahwa sifat-sifat regangan dan fleksibilitas yang dihasilkan pada komposit dengan kandungan serat nenas yang berbeda-beda, lebih baik dibandingkan dengan resin tanpa pengisi. Belmeras, et al (1983), menemukan bahwa serat-serat sisal dan kelapa sawit memiliki sifat regangan, sifat kimia dan fisika yang sama sehingga baik digunakan sebagai bahan pengisi.

  Serat selulosa saat ini banyak digunakan sebagai material penguat yang potensial karena memiliki banyak keuntungan seperti ketersediaan yang melimpah massa yang rendah, biodegradabel, murah, dapat diperbaharui, abrasif rendah, merupakan limbah biomassa, dan sifat-sifat mekanik yang baik (Bledzki et al, 1996)

  Serat selulosa mempunyai kekuatan yang relatif tinggi, kekakuan yang tinggi, dan densitas yang rendah. 23. Perbedaan sifat mekanik dapat digabungkan kedalam serat alami selama periode pemrosesan. Teknik digesti pada serat adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan struktur begitu juga nilai karakteristik serat. Modulus elastik dari sejumlah besar serat alami seperti kayu sekitar 10 GPa. Serat selulosa dengan modulus diatas 40 GPa dapat dipisahkan dari kayunya dengan proses kimia. Serat tersebut selanjutnya dapat dibagi menjadi mikrofibril dengan modulus elastik sebesar 70 GPa (Kalia et al, 2011).

  Serat selulosa bersifat higroskopis; absorpsi kelembapan dapat menyebabkan penggelembungan serat sehingga menghasilkan keretakan mikro dari komposit dan degradasi sifat mekanik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mereaksikan serat ini dengan bahan kimia yang mengurangi gugus hidroksil yang terlibat dalam pembentukan ikatan hidrogen dalam molekul selulosa. Perlakuan secara kimia dapat mengaktifkan gugus–gugus ini atau menghasilkan gugus baru yang dapat secara efektif terikat dengan matriks. modifikasi antara selulosa dengan poliasam laktat (PLA) dengan tujuan mengkarakterisasi sifat mekanik, absorpsi kelembapan, dan sifat biodegradasi. Hasilnya adalah bahwa selulosa dapat menurunkan absorpsi kelembapan, dan dapat juga mengurangi laju transmisi oksigen dengan meningkatkan konsentrasi selulosa modifikasi. Tetapi film modifikasi selulosa ini kurang efektif dalam memperlambat laju peresapan uap air (Laxmeshwar et al, 2012).

  Perkembangan teknologi dewasa ini yang menuntut dihasilkannya produk yang ramah lingkungan dan lebih ekonomis, membuat setiap industri berusaha memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Di dalam pembuatan komposit, bahan pengisi yang mengandung selulosa menjadi perhatian yang besar karena kemampuannya sebagai penguat pada polimer – polimer termoplastik dengan titik peleburan yang rendah, salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pengisi adalah selulosa yang diperoleh dari tandan kelapa.

2.3 Polipropilena Salah satu bahan plastik yang umum digunakan adalah polipropilen (PP).

  Monomer-monomer penyusun rantai polipropilen adalah propilena yang diperoleh dari pemumian minyak bumi. Propilena, merupakan senyawa vinil yang memiliki struktur CH = CH-CH . Secara industri polimerisasi polipropilena dilakukan dengan

  2

  3

  menggunakan katalisasi koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linear yang terbentuk -A-A-A-A- dengan A merupakan propilena. Polipropilen biasanya didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5": (http:// Wikipedia, diunduh pada september 2012). Berdasarkan struktur rantainya polipopilena terdapat tiga susunan gugus metil terhadap bidang utama rantai-rantai karbon, atau terdapat tiga isomer (taktisitas):

  C H H C C C C C C C H CH

  2. Sindiotaktik: Gugus-gugus metil tertata secara berselang-seling pada sisi rantai

  3

  3. Ataktik: Gugus-gugus metil tertata secara acak pada rantai polipropilena (Hans, 1977).

  3 H

  H H CH

  3 H

  3 CH

  H H CH

  3 H

  H H H H CH

  H H C C C C C C C H CH

  3 C

  H CH

  3 H

  H CH

  3 H

  H H H H CH

  1. Isotaktik: Gugus-gugus metil berada pada sisi-sisi yang sama

3 H

3 H

3 H

  H CH

  Krisatlinitas merupaka sifat penting yang terdapat pada polimer yang menunjukkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan regangannya tinggi dan kaku. Dalam polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin dan amorf yang mana atom-atom yang terikat secara tetrahedral dengan sudut ikatan C-C sebesar 109,5°C dan membentuk rantai zig-zag planar (cowd, 1991). Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintetik isotaktik sehingga kekristalinnya tinggi. Karena

  3 H

  H H H CH

  C H H C C C C C C C H CH keteraturan ruang ini rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. memiliki titik lebur ~160 °C (320 °F), sebagaimana yang ditentukan Differential

  

Scanning Calorimetry

  2012). Ciri-ciri plastik jenis ini biasanya transparan tetapi tidak jernih atau berawan, keras tetapi fleksibel, kuat, permukaan berlilin, tahan terhadap bahan kimia, panas dan minyak. Merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk kemasan pangan, tempat obat, botol susu, sedotan. Polipropilena juga lebih kuat dan lebih tahan dari polietilena.

  Polypropylene memiliki sifat – sifat yang serupa dengan polyethylene Sifat

  mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas dan pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan bahan thermoseting. Sifat- sifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat pada polyethylene. Tahan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik dari pada polyethylene massa jenis tinggi.

  Polypropylene paling umum digunakan untuk cetakan plastik, dimana hal ini

  disuntikkan ke dalam cetakan sementara cair, membentuk bentuk kompleks dengan biaya yang relatif rendah dan volume tinggi; contoh termasuk tutup botol, botol, dan alat kelengkapan. Polypropylene memiliki rumus molekul (C3H6)n. Massa jenisnya rendah (0,90 - 0,92) termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer, dapat terbakar bila dinyalakan dibandingkan polyethylene massa jenis tinggi. Titik lelehnyanya tinggi sekali (176°C), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatannya lebih tinggi tetapi tahan impaknya lebih rendah terutama pada temperatur rendah.Sifat-sifat umun polipropilena dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Sifat Umum Polipropilena.

  92 80 - D256 Pengaruh berkumai IZOD (ft- lb/in)

  106 / 41 57 / 14 D341 Titik Leleh (°F / °C) 327 / 164 327 327 / 164

  

210 / 99

125 / 52

173/ 78 110/ 43

  

6.2

in /in/°F) 6.6 - D648 Defleksi panas suhu (°F / °C) pada 66 psi pada 264 psi

  0.65 PANAS D696 Koefisien Linear Ekspansi panas (x 10 -5

  7.5

  

1.9

  28 D790 Kekuatan Lentur (psi) 7,000 5,400 - D790 Modulus Lentur (psi) 180,000 160,000 145,000 D695 Kekuatan Tekan (psi) 7,,000 6,000 - D695 Modulus Tekan (psi) - - - D785 Kekerasan, Rockwell R

  SIFAT UMUM POLIPPROPILENA ASTM atau UL test Properti Homopolimer Co- Polymer Flame Retardant FISIK D792 Densitas (lb/in 3 (g/cm

  23

  12

  0.02 MEKANIS D638 Kekuatan Tarik (psi) 4,800 4,800 4,300 D638 Modulus Young (psi) 195,000 - - D638 Elastisitas Yield (%)

  0.01

  0.035 0.988 D570 Daya serap air, 24jam (%) <0.01

  ) 3

0.333

) 0.905 0.333 0.897

  Sumber : Boedeker.com

2.3.1 Sifat-sifat Polipropilena

  Poliproilena mempunyai konduktifitas panas yang rendah (0.12 w/m) , pelarut organk, bahan kimia organik, uap air, minyak, asam dan basa, isolator yang baik tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh 160 °C dan suhu dekomposisi 380 °C. Pada suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluena, dalam silena larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida ( Al-malaika, 1983).

  Sifat – sifat polipropilena serupa dengan sifat – sifat polietilen. Massa jenisnya rendah (0,90 – 0,92). Termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan , titik lunaknya tinggi sekali (176°C, Tm), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan impaknya rendah terutama pada suhu rendah. Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik daripada polietilen dengan permukaan yang mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan resin termoset. Sifat – sifat listriknya hampir sama dengan sifat – sifat listrik polietilen. Ketahanan kimianya kira – kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen massa jenis tinggi. Ketahanan retak – tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada suhu biasa hanya memuai.

  Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polietilen yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya. Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah 0°C dapat dihilangkan terdapat adhesi yang baik.Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilena (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.

  Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmad Hafizullah,2011)

2.3.2 Penggunaan Polipropilena

  Polipropilena diproduksi sejak tahun 1958 dengan menggunakan katalis ziegler. Polimer khas ruang (stereo spesifik) ini khususnya disintesis isotaktik sehingga kekristalannya tinggi. Karena keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Sebagai jenis plastik komoditas , polipropilena banyak digukana untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil dan suku cadang otomotif, botol kemasan, margarin, isolaor plastik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan dan barang (cowd, 1991). Juga dapat digunakan utuk memebuat tali, karpet, kursi, tangkai pegangan, dan film. Sedangkan polipropilena daur ulang dapat digunakan untuk membuat sikat gigi, corong minyak, dan kabel baterai.

2.4 Selulosa

  Selulosa berasal dari kata Selopan yang terdiri dari cello dan phane yaitu

  

cellulose dan diaphane (bahasa Perancis) dimana cello artinya selulosa dan phane

  artinya transparan. Selulosa (C H O ) adalah polimer berrantai panjang,

  6

  10

5 n

  polisakarida karbohidrat dari beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen struktural utama dari tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh manusia. Rumus bangun selulosa dapat dilihat sebagai berikut :

  C H O H H O H

2 H H

  C O C C H H O H H C C O C C H H O H O O C C C H O H O H C H O H

  2 Gambar 2.4. Rumus Bangun Selulosa (C

  6 H

  12 O 5 ) (Mimms, 1993)

  Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersana lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Kira-kira 40-45 % bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa (Eero Sjostrom,1995). Selulosa tersusun atas glukosa. Selulosa lazim disebut serat dan merupaka polisakarida terbanyak.

  Selulosa banyak terdapat pada dinding sel tanaman, alga dan jamur. Beberapa bakteri mengeluarkan selulosa dalam bentuk biofin. Selulosa banyak dijumpai di alam. Sekitar 33% dari bagian tanaman terdir dari selulosa (pada kapas sekitar 90% dan pada kayusekitar 50%). Dalam industri selulosa digunakan sebagai bahan pembuatan pulp dan kapas yang akan memproduksi kertas dan karton. Tanaman selulosa dapat digunakan sebagai rayon. Selain itu selulosa juga dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar alternatif dengan mengubah selulosa dari energi menjadi biofluels. Beberapa batang, terutama skala pemamah biak dan pemakan rumput, dapat dicerna oleh manusia dan dalam bentuk serat berfungsi untuk melancarkan pembuangan sisa makanan.

  Selulosa ditemukan oleh ahli kimia Prancis yang bernama Anselme Payen yang diisolasinya dari tanaman dan ditentukan rumus kimianya selulosa yang diperoleh berhasil memproduksi polimer termoplastik yaitu seluloid oleh Hyatt Manufacturing Company pada tahun 1870. Herman Staudinger menentukan struktur polimer selulosa pada tahun 1920. Pada tahun 1992 disintesa pertama sekali oleh Kobyasi dan Shoda. Selulosa tidak mempunyai rasa dan bau, bersifat hidrofilik, tidak larut dalam kebanyakan bahan pelarut organik serta dapat terbiodegradasi.

  Dibandingkan denagn pati, selulosa lebih bersifat kristal dimana pati berubah dari kristal menjadi amorf pada suhu berkisar antara 60-70°C dalam air, selulosa pada suhu sekitar 320°C dan pada tekanan 25Mpa berubah menjadi bentuk amorf dalam air. Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan mempunyai kecendrungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril- fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.

  Untuk mengetahui kualitas dari selulosa, antara lain dengan pemantauan Derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : 1.

  Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 -

  1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

  Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.

  Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murmi). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak.

2.4.1 Sifat-sifat Selulosa Morfologi selulosa mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya.

  Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Eero Sjőstrőm, 1995). Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:

  1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun.

  2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.

  3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air

  4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya (Fengel, 1995). Sifat-sifat fisika selulosa dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Sifat-sifat fisika selulosa

  Sifat Nilai Rumus Kimia (C

  6 H

  10 O 5 )n

  Kandungan Selulosa 44 – 99.6 %

  3 Densitas 1 – 1.1 g/cm

  Temperatur Bakar 290°C Temperatur Maksimum Penggunaan 200 °C Kandungan Kelembapan 2 – 10% Absorpsi Kelembapan 420 – 1000% Kandungan Abu 0.13 – 0.4 % Ukuran Pori 100°A ( hanya polimer BM < 10.000) Panjang Serat 22 – 290 µm Diameter Serat 5 – 30 µm

  2

  2 Luas Permukaan Spesifik 1 m /g (kering) atau 100 – 200 m /g (basah)

  Sumber: Wypych, (2000)

2.4.2 Mikrokristal Selulosa ( MCC )

  Salah satu turunan selulosa adalah mikrokristal selulosa. Selulosa mikrokristal diperkenalkan pada awal tahun 1960-an merupakan eksipien terbaik dalam pembuatan tablet secara cetak langsung . Selulosa mikrokristal dibuat dengan cara hidrolisis terkontrol alfa selulosa, suatu pulp dari tumbuhan yang berserat dengan larutan asam mineral encer (Rowe, et al., 2009). Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dari berbagai kualitas dan merek dagang. Salah satu produk selulosa mikrokristal di perdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel. Di alam kristal selulosa terdapat dalam dua bentuk utama, triklinik dan monoklinik. Daerah kristal disebut kristalit selulosa yang dibentuk oleh rantai seulosa karena interaksi antara ikatan vander walls dan ikatan hidrogen. Mikrokristalin selulosa ( MCC ) merupakan bentuk yang dimurnikan dari subunit poliselubiosa yang berasal dari selulosa melalui hidrolisa asam dari tumbuhan kayu ( Batlista et al, 1997 ).

  Mikrokristalin selulosa ( MCC ) merupakan bagian hasil hidrolisa dengan asam mineral encer. Mikrokristal selulosa memiliki struktur paling teratur, homogenitas yang tinggi diantara bahan selulosa dengan batas derajat polimerisasi 150-250. Selulosa mikrokristalin menunjkkan reaktivtas terhadap karboksimetilasi, asetilasi dan oksidasi ( Kazakova , 2008 )

  Mikrokristalin selulosa (MCC) digambarkan sebagai hasil pemurnian, sebagian depolimerisasi selulosa dengan mereaksikan α-selulosa, yang didapat sebagai pulp dari tanaman yang berserat dengan suatu asam mineral. Mikrokristalin selulosa komersial didapat dari berbagai tanaman gymnospermae (umumnya tanaman conifer) dan berbagai softwood dan tanaman hardwood dicotyledons. Selulosa mikrokristal dibuat dari tumbuhan berkayu dan kapas. Produk komersial selulosa mikrokristal yang ada di pasaran bersumber dari tumbuhan berkayu, misalnya konifer (Bimte dan Tayade, 2007; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005). Mikrokrisstalin selulosa sebagai penguat komposit polimer memiliki keuntungan seperti renewability, biodegradabilitas, sifat mekanik yang baik dan luas kapasitas grafting spesies kimia

  (kimia modifikasi), untuk meningkatkan sifat penghalang ( yakubu, A et al, 2011). Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat tongkol jagung, bambu India dan lain-lain (Ejikeme, 2000).

  Hasil penelitian Ohwoavrhua et al (2011) bahwa mereka telah membuat dan mengkarakterisasi mikrokristalin selulosa yang diperoleh dari serat kasar tanaman

  

Cochlospermum planchonii yang digunakan sebagai bahan pengisi dan bahan

  pengikat dalam tablet obat – obatan. Berdasarkan hasil yang didapat, MCC yang dapat diekstrak sekitar 21%. Material selulosa tersusun sebagai serat – serat selulosa yang tidak teratur dengan kandungan kelembapan 7,2% dan kadar abu 0,12%. Densitas yang diperoleh 1,38 (Ohwoavrhua et al, (2011).

  Yakubu et al (2011) juga telah melaporkan bahwa mikrokristalin selulosa juga dapat dimodifikasi secara kimia dengan proses blending dengan polimer sintetik yakni polietilen menghasilkan kemasan yang biodegradable yang diaplikasikan pada industri tekstil, makanan dan farmasi.

  Hasil blending yang diperoleh antara MCC dengan polietilen menunjukkan peningkatan sifat – sifat fisik seperti fleksibilitas, kehalusan, transparansi, kekuatan dan biodegradabilitas yang mana menunjukkan peningkatan hidrofobisitas relatif terhadap sampel yang non modifikasi. Modifikasi ini sangat penting untuk membawa perubahan terhadap interaksi permukaan antara selulosa dengan HDPE (high density polyethylene ) berdasarkan prinsip “like dissolve like” (Yakubu et al, 2011).

  Selulosa fibril secara alami memiliki polaritas permukaan yang tinggi (hidrofilik) dimana tidak dapat berinteraksi dengan baik dengan permukaan yang bersifat hidrofobik yang umumnya digunakan dalam polimer sintetik. Mikrokristalin selulosa sebagai penguat polimer komposit menarik perhatian lebih karena kelebihannya yang potensial seperti sifat terbarukan, biodegradabilitas, sifat mekanik yang baik dan kapasitas luas permukaannya yang memungkinkan penyesuaian atau

  

grafting secara kimia (modifikasi kimia) untuk meningkatkan sifatnya sebagai

  penahan (Galina et al dan Robert et al, 2011)

  Hasil penelitian dari Yakubu et al (2011), yang memodifikasi mikrokristalin selulosa yang telah diasetilasi dan diblending dengan polietilen (AMCCPB) dihasilkannya tekstur yang halus, transparan, fleksibel, dan biodegradabel.

  Karekteristik yang dihasilkan dari proses blending antara mikrokristalin selulosa terasetilasi dengan polietilen mengindikasikan bahwa sifat penahan dalam selulosa dapat berinteraksi dengan polimer sintetik dan karenanya, dimungkinkan untuk proses blending dalam aplikasi untuk kemasan pada makanan, farmasi dan industri tekstil (Yakubu et al, 2011).

2.5 Degradasi Bahan Polimer

  Degradasi adalah pemutusan rantai molekul polimer akibat adanya pengaruh cahaya panas, atmosfer, dan lingkungan. Material polimer yang telah mengalami degradasi akan mengalami oksidasi dengan sendirinya (auto-oksidasi) membentuk radikal peroksida, kemudian radikal ini akan merusak rantai olimer lain, sehingga proses perusakannya akan terus menerus terjadi. Polimer alam, seperti halnya lignin dan polisakarida, dapat terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Mekanisme umum degradasi polimer menjadi molekul yang sederhana dapat dijelaskan secara kimiawi. Organisme hidup mempunyai kemampuan untuk memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat menghancurkan struktur biopolimer. Kerja suatu enzim sebagai katalisator dalam merombak struktur polimer merupakan kerja yang spesifik, artinya suatu enzim tertentu hanya memiliki kemampuan untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia tertentu pula.

  Biodegradasi material organik, terutama Biodegradasi material organik, terutama polimer alam seperti selulosa, lignin, atau karet alam, dapat terjadi akibat serangan secara mikrobiologis terhadap material tersebut. Mikroorganisme mempunyai kemampuan memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat bereaksi dengan polimer alam. Reaksi enzimatik terhadap polimer merupakan suatu proses kimiawi dimana mikroorganisme memperoleh sumber makanan dari polimer. Fenomena biodegradasi terhadap material organik, termasuk polimer, terlihat dari fakta bahwa dalam siklus makanan di alam, secara langsung atau tidak, cepat atau inilah yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai sumber nutrisi oleh mikroorganisme.

  Studi tentang biodegradasi dapat dilakukan dalam lingkungan yang sesungguhnya; yaitu dipendam dalam tanah, atau dilakukan dengan metode simulasi. Metode simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme campuran atau dengan mikroorganisme tertentu yang telah diketahui jenisnya. Hasil yang ada menunjukkan bahwa laju biodegradasi oleh mikroorganisme campuran umumnya berlangsung lebih cepat, namun sukar untuk memperkirakan mekanisme degradasi yang terjadi. Pada tulisan ini akan dibahas berbagai karakterisasi yang perlu dilakukan untuk menentukan kemudahan biodegradasi dari polimer dan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi, sifat termal, dan kristalinitas akibat biodegradasi serta pengamatan kerusakan permukaan akibat biodegradasi. Kemudahan biodegradasi dapat dilakukan melalui analisis kuantitatif dengan teknik gravimetri.

  Kestabilan polimer akan terganggu dan berkurang bahkan hilang seiring berjalannya waktu, proses ini dikenal dengan proses degradasi polimer. Penggunaan bahan polipropilena dalam lingkunagn suhu tinggi, misalnya dalam suku cadang mesin dan industri otomotif, selalu diharapkan dengan masalah degradasi termal. Mekanisme sirkulasi degraddasi polimer dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5. Mekanisme sirkulasi degradasi polimer

  Tahap pertama adalah tahap inisiasi , dimana pada tahap ini radikal bebas menginisiasi terjadinya reaksi oksidasi , tahap kedua adalah propagasi dimana radikal terminasi atau tahap pengakhiran dari reaksi oksidasi . Kenaikan energi kinetik molekul pada suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan rantai polimer (R-R) membentuk makroradikal, yang memicu degradasi selanjutnya, seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut :

  R R 2R* Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu yang pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena putusnya ikatan rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi oleh pengaruh radiasi ultra violet dalam sinar matahari.

  Disamping itu kondisi lingkungan seperti adanya oksigen dan bahan-bahan kimia oksidator turut pula mempengaruhi kecepatan degradasi. Jika bahan baku polimer dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan mengalami degradasi. Perubahan yang diamati selama degradasi dapat dilihat dari hasil perubahan struktur dari bahan polimer., kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan senyawa dan perubahn sifat- sifat mekanis. Proses degradasi polimer dapat dipercepat atau pun diperlambat. Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya degradasi polimer adalah antara lain : panas (degradasi termal), penyinaran (degradasi UV), gesekan, bakteri (biodegradasi), oksigen (bahan kimia), waktu atau umur polimer (Gerald dan Norman,G, 1985)

  Penurunan kestabilan/ degradasi polimer ini tidak hanya membuat suatu polimer itu hancur tetapi juga dengan terjadinya penurunan sifat seperti menurunnya elastisitas (kehilangan kekenyalan sehingga jaddi lembut/lengket), perubahan warna (jadi buram), dan terjadinya proses oksidasi bahkan polimer bisa mengalami proses depolimerisasi yang lebih dikenal dengan perombakan polimer. Misalnya bila dipanasskan beberapa polimer terurai akibat kehilangan satuan monomernya satu per satu pada reaksi yang ada pada dasarnya merupakan reaksi kebalikan dari polimerisasi.

  Monomer Polimer Depolimerisasi

  Pengguraian polimer oleh energi bahan biasanya terabaikan pada suhu normal karena energi pengaktifan bagi depolimerisasi sangat tinggi dibandingkan dengan polimerisasinya. Namun pada suhu tinggi laju depolimerisasi menjadi sama. Kemerosotan mutu polimer sering kali terjadi karena pengaruh gabungan dari sinar matahari dan oksigen. Pengaruh gabungan ini mengeraskan permukaan polimer sehingga polimer menjadi rapuh. Adakalanya bahan bening menjadi berwarna gelap kerena atom hidrogen berlepasan dari rantai sebagai radikal, membentuk gas hidrogen atau air, akibat oksidasi menghasilkan sederetan ikatan ganda yang terberbentuk dalam polimer (Cowd, 1991).

2.6 Biodegradasi Polimer

  Polimer terbiodegradasikan bila ditempatkan di lingkungan bioaktif, seperti kompos, akan pecah menjadi gas karbon dioksida dan air di bawah aksi bakteri dan jamur. Ada dua langkah utama didalam proses biodegradasi, pertama melibatkan depolimerisasi atau pemutusan rantai polimer menjadi oligometer, dan yang kedua adalah mineralisasi dari oligomer yang dihasilkan. Langkah depolimerisasi secara normal terjadi diluar mikroorganisme dan melibatkan endo dan ekso enzim.endo enzim menyebabkan pemelahan acak di rantai utama, sementara eksso enzim menyebabkan pemutusan urutan dari terminal monomer dalam rantai polimer utama. Begitu depolimerisasi terjadi, fragmen oligomer ukuran kecil terbentuk. Fragmen ini diangkut ke dalam sel dimana mineralisasi terjadi. Mineralisasi digambarkan sebagai konversi polimer ke dalam biomassa, mineral, air, CO

  2 , CH 4 , dan N 2 . Langakh

  mineralisasinya biasanya terjadi secara intraseluler. (Abubakar, 2009)

  Persyaratan yang utama untuk memulai proses biodegradasi adalah bahwa rantai polimer harus berisi ikatan kimia yang bersifat rentan terhadap hidrolisis atau adalah ester. Ikatan peptida didalam protein dapat juga dihidrolisis secara enzimatis. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan degradasi adalah percabangan, hidrofilisitas/ hidrofobisitas, berat molekul, kristalinitas, stereokimia, kelenturan rantai, dan morfologi. Polisakarida dan protein adalah substrat yang baik untuk serangan enzimatik karena sifatnya yang hidrofilik. Ketiadaan pencabangan dan menurunnya kristalinitas juga meningkatka biodegradabilitas. Persyaratan berikutnya untuk biodegradasi adalah keberadaan dari mikroorganisme yang ssuai untuk menyatukan enzim spesifik yang diperlukan untuk depolimerisasi dan mineralisasi polimer target. Dua langkah ini dalam proses biodegradasi mungkin tidak melibatkan mikroorganisme yang sama. Poliemer alami, seperti polisakarida, protein, dan selulosa, dengan mudah terbiodegradasi karena banyak mikroorganisme menghassilkan enzim yang diperlukan untuk metabolisme senyawa ini tersedia secara alami. Persyaratan terakhir untuk proses biodegradasi adalah suatu lingkungan yang dengan baik diatur dimana mikroorganisme yang diinginkan dapat tumbuh dengan subur.

  Plastik sampai ketanah dengan dua cara yaitu secara sengaja (pengkomposan dan keperluan pertanian) dan secara tidak sengaja (pembuangan). Faktor lingkungan pada tanah dibagi menjadi dua kelas, yaitu:

  a. Faktor permukaan (sinar matahari : efek irradiasi UV, dan efek panas, curah hujan dan irigasi, makrorganisme).

  b. Faktor bawah tanah (struktur tanah : tekstur, sifat kimia-fisika tanah : temperatur, mimeral, dan kapasitas penukar kation, bahan organik, air, pH, kandungan gas, sifat biologi tanah)

  Degradasi mengubah kimia poliemer sehingga meterial yang aman sebelumnya bisa bersifat racun setelah biodegradasi. Produk intermediet dapat berupa monomer, oligomer, turunan metabolik dan dapat berinteraksi dengan organisme hidup. Sehingga penting untuk mengetahui pengaruh ekotoksik polimer terhadap tanah. Metode yang dapat dilakukan adalah : b. Keracunan pada tumbuhan.

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Limbah Tandan Kelapa Mudan Cocos nucifera Linn) sebagai Bahan Pengisi dalam Film layak Makan Pati Tapioka dengan Gliserol sebagai Plastisiser

17 142 134

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

15 97 116

Pemanfaatan Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengisi Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE)

5 70 105

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Perekat Polipropilena Hasil Daur Ulang Sebagai Bahan Papan Partikel

5 36 82

Pemanfaatan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisa Selulosa Dari Dami Nangka (Artocarpus heterophyllus lamk) Sebagai Pemanis Pada Pembuatan Manisan Dari Buah Kelapa (Cocos nucifera L)

8 111 71

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Lignin

1 41 95

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plastik - Pengaruh Asam Stearat Terhadap Termoplastik Elastomer Berpengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Peredam Suara

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polipropilena - Pengaruh Asam Stearat Pada Campuran Termoplastik Elastomer Dengan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya Sebagai Peredam Suara

0 0 16

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Limbah Tandan Kelapa Mudan Cocos nucifera Linn) sebagai Bahan Pengisi dalam Film layak Makan Pati Tapioka dengan Gliserol sebagai Plastisiser

0 1 7

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan

0 1 5