BAB II PERKEMBANGAN DAN PERSAINGAN PERUSAHAAN OTOBUS DI KOTA MEDAN 2.1. Perkembangan Perusahaan Otobus Di Kota Medan - Strategi Persaingan Bisnis (Studi Etnografi tentang Penerapan Strategi Persaingan Bisnis pada Perusahaan Otobus CV. Makmur di Kota Medan

BAB II PERKEMBANGAN DAN PERSAINGAN PERUSAHAAN OTOBUS DI KOTA MEDAN

2.1. Perkembangan Perusahaan Otobus Di Kota Medan

  Dalam rangka pembangunan daerah, transportasi memegang peranan yang sangat penting. Karena dengan adanya transportasi waktu tempuh antara suatu daerah ke daerah lain terasa semakin dekat. Suatu daerah tidak dapat berdiri sendiri secara total dalam memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga daerah tersebut membutuhkan daerah lain sebagai pendukung, sarana penghubungnya adalah pengangkutan atau transportasi.Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang, tidak dapat diharapkan tercapainya hasil maksimal dalam usaha mewujudkan tujuan pembangunan. “Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau berguna untuk tujuan-tujuan tertentu” (Fidel 2005:4) .

  Di Kota Medan terdapat dua terminal terpadu yang berfungsi sebagai pintu gerbang transportasi darat, yaitu Terminal Terpadu Amaplas dan Terminal Terpadu Pinang Baris. Terminal Terpadu Amplas adalah sebuah terminal terpadng melayani bus-bus antar provinsi maupun dalam provinsi yang datang dari arah selatan Kota Medan. Bus-bus di terminal ini terutama melayani trayek antar provinsi tujuan Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung, dan Jakarta via Selat Sunda. Terminal ini terletak di Kecamatanyang merupakan pintu gerbang Kota Medan dari

  

  sebelah selatan . Sedangkan Terminal Terpadu Pinang Baris khusus menampung bus-bus antar provinsi dan dalam provinsi yang masuk ke Kota Medan dari sebelah barat, dalam hal ini terutama bus-bus dari Aceh. Terminal ini terletak di Kecamatanyang merupakan pintu masuk Kota Medan dari

   sebelah barat .

  Berbicara masalah transportasi darat khususnya transportasi antar kota antar provinsi (AKAP) tentunya juga terkait dengan perusahaan-perusahaan yang menyediakan jasa transportasi. “Perusahaan jasa transportasi adalah suatu unit kegiatan ekonomi yang terletak pada suatu tempat tertentu yang menyediakan jasa angkutan penumpang, atau barang dari suatu tempat ketempat lain dengan

   menggunakan alat angkutan” . Salah satu contohnya adalah perusahaan otobus.

  Perusahaan otobus adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang dengan kendaraan umum di jalan pada trayek antar kota dalam provinsi (AKDP) dan antar kota antar provinsi (AKAP).

  Menarik untuk melihat perkembangan perusahaan-perusahaan otobus di Kota Medan yang mengalami pasang surut sejak tahun 1950 hingga 2012 yang juga berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan jalan Lintas Sumatera (Lintas Barat, Tengah dan Timur), dampak krisi ekonomi pada tahun 1998 dan kalah bersaingnya perusahaan otobus dengan maskapai penerbangan untuk msalah tarif. (diakses tanggal 2 September 2012). 20 (diakses tanggal 2 September 2012).

  

Hutagalung A.S, “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen

Menggunakan Jasa Transportasi CV. Sibuluan Indah Rute Medan-Sibolga. (Skripsi S1

Departemen Manejement Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara).

  Pada tahun 1950-an hingga tahun 1980-an, sebelum dibukanya jalan Lintas Timur Sumatera, hanya ada dua jalan besar besar di Sumatera yakni Lintas Barat dan Lintas Tengah. Jalan Lintas Barat Sumatera melewati daerah Aceh, Sumater Utara (Medan - Sibolga – Mandailing Natal), Sumatera Barat (Pariaman

  • – Padang), Bengkulu, dan Bandar Lampung. Sedangkan Lintas Tengah Sumatera melewati daerah Sumatera Utara (Medan – Tarutung – Pandang Sidempuan), Sumatera Barat (Lubuksikaping – Bukittinggi), Riau (Bangkinang - Pekanbaru), Jambi (Muarobungo), Sumatera Selatan dan Bandar Lampung.

  Pada saat itu seluruh akses transportasi darat yang menghubungkan antar provinsi-provinsi di Pulau Sumatera harus melewati Lintas Barat ataupun Lintas Tengah. Dengan jarak tempuh yang jauh, situasi medan jalan yang melewati perbukitan diperparah dengan kondisi jalan yang buruk mengharuskan perushaan otobus yang ada pada saat itu menggunakan bus yang kuat seperti Chevrolet C-50. Untuk mendapatkan armada bus Chevrolet C-50 tidak mudah pada saat itu, karena bus ini langsung di impor dari negara asalnya, sehingga pada saat itu tiap perusahaan otobus yang ada di Kota Medan setidaknya hanya memiliki dua hingga lima unit armada bus. Oleh sebab-sebab itulah pada tahun 1950-an hingga tahun 1970-an keberadaan perusahaan otobus sebagai layanan jasa transportasi dapat dikatakan kurang berkembang.

  Pada pertengahan tahun 1980-an mulailah dibangun jalan Lintas Timur Sumatera yang melewati daerah Aceh (Lhokseumawe – Kualasimpang), Sumatera

  Utara (Binjai – Medan – Rantauprapat), Riau (Dumai – Pekanbaru – Kerinci),

Jambi (Merlung – Sengeti), Palembang dan Bandar Lampung. Pembangunan

  

jalan Lintas Timur Sumatera ini jelas memberi pengaruh yang positif bagi arus

transportasi di Sumatera, khususnya bagi perusahaan otobus yang menyediakan

layanan transportasi. Hal ini lebih disebabkan karena jarak tempuh yang relatif

lebih dekat, kondisi jalan yang baru dan situasi medan jalan yang melewati

dataran datar disepanjang pantai Timur Sumatera.

  Selain dari pada itu, penggunan armada bus juga mulai mengalami perubahan dari yang menggunakan merek Chevrolet dan Dodge untuk melewati jalan Lintas Barat dan Tengah, kini menggunakan Mercedez Benz. Penyedian armada bus Mercedez Benz tidak serumit Chevrolet dan Dodge karena hanya mesin dan chasis saja yang di impor sedangkan body bus dirakit di Indonesia. Dengan demikian jumlah armada bus yang dimiliki oleh tiap perusahaan juga semakin meningkat begitu juga dengan pertumbuhan perusahaan-perusahaan otobus yang baru. Mulai pada saat itulah perkembangan perusahaan otobus di Kota Medan terus mengalami pertumbuhan yang dimulai dari akhir tahun 1980-an hingga akhir 1990-an, trayak tujuannyapun bukan hanya di Pulau Sumatera tapi juga sampai ke Pulau Jawa (Jakarta – Solo - Jogjakarta). Adapun dari beberapa perusahaan otobus AKAP yang pernah berjaya di masa itu adalah PMH, Sibualbuali, PMTS, Sampagul, Batang Pane, ALS, ABS, Makmur, Bramun, Bintang Utara, Medan Jaya, Palansa, PMTOH dan Rapi.

  Memasuki akhir tahun 1990-an Indonesia dilanda krisis ekonomi yang turut berdampak pada perkembangan perusahaan otobus. Dampak yang paling terasa ialah pada naiknya harga satu unit armada bus baru yang mengakibatkan perusahaan terasa berat untuk membeli armada bus tersebut. Kondisi ini terus berlangsung hingga memasuki awal tahun 2000-an. Pada tahun 2003 kondisi diperparah dengan kalah bersaingnya perusahaan otobus dengan maskapai penerbangan yang mematok tiket nyaris sama dengan harga karcis bus kelas

   eksekutif . Hal ini sangat berpengaruh untuk bus yang bertujuan ke Pulau Jawa.

  Penyusutan penumpang terjadi hingga 60%, karena alasan waktu tempuh dan harga yang hampir sama penumpang lebih memilih menggunakan pesawat terbang dari pada menggunakan bus. Akibatnya hampir seluruh perusahaan otobus yang memiliki trayek Medan – Pulau Jawa memilih untuk menutup trayeknya.

  Alhasil, kondisi ini mengakibatkan belasan perusahaan otobus yang ada di kota Medan terancam gulung tikar.

  Geliat perkembangan perusahaan otobus kembali muncul sekitar tahun 2006. Karena trayek menuju ke Pulau Jawa sudah ditiadakan, pada saat itu sebagian besar perusahaan otobus di Kota Medan hanya berkonsentrasi pada layanan transportasi dengan jarak yang tidak terlalu jauh seperti, Medan – Aceh, Medan – Riau, Medan – Sumatera Barat, dan Medan – Jambi. Perkembangan itu jelas terlihat dari semakin bertambahnya jumlah armada bus baru yang dimiliki masing-masing perusahaan, muculnya perusahaan otobus yang baru, serta dibukanya trayek-trayek baru yang dahulu hanya berpusat pada ibukota provinsi sekarang menyebar ke kabupaten kota bahkan hingga ke kecamatan. Kembali bangkitnya perusahan-perusahaan otobus tersebut juga berkaitan dengan masalah pelayanan. Karena kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi membuat pemilihan jasa layanan bus sebagai alternatif transportasi tidak hanya dilihat dari

  

“Belasan Perusahaan Bus Terancam Gulung Tikar (diakses tanggal 2 September 2012). fasilitas yang diberikan, namun juga menyangkut kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan kepada konsumen. Maka tidak jarang untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa perusahaan otobus rela mengeluarkan dana besar untuk membeli bus baru dengan fasilitas yang nyaman untuk para konsumennya.

  Pada tahun 2010 tercatat sebanyak perusahaan otobus di Kota Medan yang melayani jasa transportasi antar provinsi, berikut adalah data jumlah armada bus yang dimiliki serta jumlah armada bus yang beroperasi oleh masing-masing perusahaan.

  38

  9 Medan Jaya 105

  52

  10 Bintang Utara

  45

  42

  11 Makmur 100

  70

  12 Rajawali Perdana Inti (Rapi)

  20

  44

  13 Sentosa

  20

  20

  14 Bramun

  21

  12

  15 Indah Transport

  32

  21

  8 Persatuan Motor Horas (PMH)

  

Tabel 3

Perusahaan Otobus (AKAP) di Kota Medan dan Jumlah Armada yang

Dimiliki Pada Tahun 2010 NO NAMA PERUSAHAAN JUMLAH ARMADA BUS ARMADA BUS YANG BEROPRASI

  4 Pelangi

  1 Pusaka

  26

  22

  2 PMTOH

  93

  57

  3 Kurnia 103

  75

  85

  94

  50

  5 Anugerah

  45

  31

  6 Sampagul

  24

  13

  7 Antar Lintas Sumatera (ALS) 292

  22 Sumber: Dinas Perhubungan Sumatera Utara, Direktorat LLAJ 2010.

  Data diatas merupakan data resmi pada tahun 2010, namun pada kurun waktu dua tahun (2010 – 2012) ada tiga perusahan baru yang dibuka yakni Batang Pane Baru, Chandra, dan Halmahera. Halmahera sendiri merupakan perkembangan atau pembentukan perusahaan baru dari CV. Makmur.

2.2. Persaingan Perusahaan Otobus Di Kota Medan

  Semakin bertumbuhnya perusahaan-perusahaan otobus yang ada di Kota Medan mengakibatkan perasingan diantara perusahan tersebut semakin jelas terlihat dalam rangka merebut konsumen. Dalam persaingan tersebut juga membawa dampak positif dan negatif. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan masalah di bab pertama, dampak negatif dari persaingan yang terjadi lebih dirasakan oleh para pengusaha perusahaan otobus yang harus mengeluarkan modal yang besar untuk dapat tetap bersaing. Sebagian besar dari modal tersebut dihabiskan untuk masalah pelayanan seperti membeli armada bus baru dengan fasilitas kelas Executive, kelas Royal dan kelas Economi. Akibatnya pengusaha dengan modal yang pas-pasan terancam gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain yang memiliki modal yang besar. Sementara untuk dampak positif dari persaingan tersebut lebih dirasakan oleh para konsumen yakni para penumpang yang menggunakan jasa transportasi mereka. Karena persaingan yang terjadi sepertimembeli atau meremajakan hampir semua armadanya, menseragami semua karyawan,memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada konsumennya setidaknya memberi efek positif pada dunia

  

  transportasi . Akibatnya penumpang diberikan banyak pilihan untuk memilih perusahaan otobus yang mana yang inigin digunakan sesuai dengan keinginannya.

  Menarik untuk melihat persaingan perusahaan otobus yang ada di Kota Medan karena beberapa perusahaan yang ada membangun citra kedaerahan dalam usaha merebut konsumen. Hal itu bisa terlihat dari konsentrasi trayek yang menuju ke suatu daerah etnik dan nama perusahaan yang identik dengan suatu etnik, misalnya ialah PMTS dan PMH. PMTS adalah singkatan dari Persatuan Motor Tapanuli Selatan yang melayani trayek tujuan dari Medan ke daerah-daerah di Tapanuli Selatan hingga ke Sumatera Barat. Sedangkan PMH adalah singkatan dari Persatuan Motor Horas yang melayani trayek tujuan dari daerah Toba dan Medan menuju ke Riau. Pencitraan kedaerahan ini merupakan salah satu strategi bersaing yang masih dipertahankan oleh beberapa perusahaan hingga saat ini.

  Persoalan pelayanan menjadi permasalahan pokok dalam persaingan antar perusahaan otobus selain masalah tarif dan trayek tujuan. Beberapa contoh pelayanan yang diberikan kepada konsumen di berbagai perusahaan seperti: bersikap ramah dan sopan, menyediakan armada bus dengan berbagai pilihan kelas, memberikan snack pada saat perjalanan, menyediakan fasilitas internet (wifi), tepat waktu, sampai pada memberikan nomor pengaduan konsumen (kritik dan saran) apabila konsumen merasa tidak nyaman dengan pelayanan yang diberikan. Berbagai macam pelayanan coba diberikan pihak perusahaan agar 22 dapat tetap bersaing mengingat semakin banyak perusahaan baru yang

  

Debiariwidawan, “Persaingan sehat antar PO bus berwujud kemajuan bidang transportas, (diakses tanggal 9 Januari 2012) bermunculan. Tidak mudah bagi perusahaan memberikan pelayanan yang baik, karena seperti yang telah dijelaskan diatas untuk memberikan pelayanan tersebut dibutuhkan modal yang besar oleh tiap-tiap perusahaan.

  Persaingan tarif dan trayek tujuan juga menarik untuk dilihat. Karena dari data yang saya dapati di lapangan ada sebagian perusahaan yang menerapkan tarif di bawah tarif yang telah ditetapkan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Sumatera Utara. Penetapan tarif yang dilakukan DLLAJ berdasarkan pada jarak tempuh per-kilometer dan jumlah penumpang yang dibawa untuk satu tujuan trayek tertentu. Namun apabila ada tambahan fasilitas pelayanan seperti penggantian jenis kursi, pengurangan jumlah penumpang, penambahan AC dan

  

audio visual pihak perusahaan bebas menatapkan harga sesuai dengan batas atas

  penetapan tarif yang telah ditetapkan oleh DLLAJ. Penetapan tarif yang lebih murah ini dijadikan strategi sebagian perusahaan untuk bisa merebut konsumen mengingat untuk satu tujuan trayek saja ada 4 sampai 10 perusahaan yang beroperasi. Tiap-tiap perusahaan juga memiliki trayek tujuan unggulan, maksudnya dari sekian banyak trayek tujuan yang dilayani ada satu trayek yang menjadi konsentrasi atau prioritas utama mereka. Biasanya, suatu daerah menjadi prioritas perusahaan karena trayek menuju daerah tersebut memberikan keuntungan besar bagi perusahaan. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya jumlah armada bus yang diberangkatkan per-hari menuju daerah tersebut. Beberapa perusahaan yang memiliki trayek unggulan adalah sebagai berikut: Pelangi dan PMTOH ke Banda Aceh, ALS ke Padang, Pinem dan Medan Jaya ke Ujung Batu, Makmur ke Pekanbaru dan Dumai, Bintang Utara ke Dumai, dan Rapi ke Jambi.

  Berbicara tentang persaingan diantara perusahaan otobus tidak hanya membahas tentang strategi-strategi apa saja yang diterapkan oleh perusahaan.

  Tetapi peran dari orang-orang yang terlibat langsung dalam persaingan tersebut juga sangat vital, karena merekalah yang melaksanakan strategi-strategi yang telah diciptakan. Orang-orang yang dimaksud ialah para karyawan lapangan yaitu supir dan kernet bus. Apabila supir dan kernet bus tidak melaksanakan tugasnya dengan baik atau melanggar peraturan yang telah ditetaapkan maka hal ini akan berakibat fatal untuk perusahaan itu sendiri. Dalam posisinya di perusahaan para supir dan kernet bus bukanlah karyawan tetap perusahaan, mereka adalah karyawan lepas harian yang dibayar harian sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh masing-masing perusahaan. Ada perusahaan yang membayar gaji mereka dengan sistem harian sesuai dengan per-trip keberangkatan, dan ada juga perusahaan yang menerapkan sistem setoran per-bulan kemudian sisa dari setoran tersebut merupakan gaji untuk mereka. Dalam melaksanakan tugasnya dilapangan para supir dan kernet bus juga saling bersaing dilapangan untuk mendapatkan penumpang. Persaingan ini biasanya terjadi diantara supir dari perusahaan yang lain, misalnya kebut-kebutan dijalan. Aksi kebut-kebutan untuk mencari penumpang di jalan ini umumnya dilakukan para supir dari perusahaan yang menerapkan sistem setoran untuk penggajian mereka. Namun untuk para supir yang bekerja dengan sistem penggajian harian pada umumnya jarang sekali melakukan kebut-kebutan, mereka hanya mengandalkan agen jalanan yang ada disepanjang jalan lintas untuk mendapatkan penumpang.