ANALISIS KEUANGAN DAERAH PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 (STUDI KASUS PADA PEMERINTAH KABUPATEN BERAU)

  

ANALISIS KEUANGAN DAERAH PADA ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN

ANGGARAN 2014 (STUDI KASUS PADA PEMERINTAH

KABUPATEN BERAU)

  

Firda Khumairoh, Tri Lestari, Cholifah

  Progam Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Bhayangkara Surabaya bidhokzphyrda@ymail.com

  

ABSTRAK

  Dalam penelitian yang ingin dilihat adalah proses penyusunan APBD dan analisis komparatif (keuangan). Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Data sekunder dalam bentuk Laporan Keuangan yang akan dianalisis adalah Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Berau mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dan Neraca Kabupaten Berau mulai tahun 2011 sampai dengan 2013. Masing-masing analisis akan disajikan dalam bentuk grafik dan deskripsi dari hasil analisis masing-masing. Analisis komparatif yang digunakan terdiri dari rasio perhitungan likuiditas, rasio solvabilitas, rasio leverage, rasio kemandirian, dan rasio perbandingan. Kata Kunci: APBD, Laporan Keuangan Daerah, Analisis Komparatif

  

ABSTRACT

In research which wish to see compilation process of RPAS and comparative

analysis (financial). This research is qualitative analysis with method descriptive

analysis, secondary data in the form of Financial Statement which will be analysed is

Realization Report of Budget Sub-Province Berau to start the year 2010 up to 2014 and

Area Balance Sub-Province Berau start the year 2011 up to 2013 each analysis will be

presented in the form of chart and description from result each analysis. Comparative

analysis applied consisted of calculation liquidity ratio, solvency ratio, leverage ratio,

independence ratio, and comparability ratio.

  Keyword: RPAS, Financial Statement of Area, Comparative Analysis PENDAHULUAN

  Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah menyusun dan menyajikan laporan pertanggungjawaban tersebut setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Maka dari itu pemerintah menerbitkan paket undang-undang bidang keuangan Negara, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

  Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah transformasi dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi daerah secara mandiri dan bertanggungjawab, yang berarti hasil-hasilnya harus lebih diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan untuk masyarakat di daerah tersebut. Semakin kuatnya tuntutan akan peningkatan mutu pelayanan dan akuntabilitas publik yang ditujukan kepada masyarakat, maka pemerintah perlu memperhatikan dan menyadari bahwa anggaran merupakan perwujudan amanat dari masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan.

  Dengan demikian tuntutan atas pelayanan pemerintahan yang baik dalam arti pemerintahan yang bersih (jujur), terbuka (transparan), dan bertanggungjawab terhadap masyarakat menjadi tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mewujudkannya (Zulkarnaini, 2003:2). Adanya perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah membawa konsekuensi terjadinya pergeseran pola penganggaran terutama dalam proses pengalokasian belanja daerah. Sebelumnya mekanisme pembagian dan penggunaan anggaran untuk pembangunan daerah lebih didasarkan pada pola “fungsi mengikuti anggaran” (function follow money). Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 27 ayat 5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, digunakan pola “anggaran mengikuti fungsi” (money follow function ).

  Anggaran pengeluaran pemerintah daerah akan membantu pemerintah daerah dalam mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan serta dapat dikembangkan menjadi ukuran-ukuran standar untuk mengevaluasi kinerja semua aktivitas unit kerja. Tujuan perencanaan pengeluaran adalah menjamin bahwa suatu keputusan yang menyangkut pengalokasian dana yang terbatas, telah dipertimbangkan prioritas kebutuhan dan akibat yang akan timbul jika dilihat dari perekonomian secara keseluruhan (Kunarjo, 2006:81). Pada prinsipnya perencanaan pengeluaran oleh pemerintah bertujuan untuk memenuhi keinginan seluruh masyarakat. Menurut Suwandi (2000:39) kenyataan saat ini menunjukkan bahwa struktur APBD belum seperti yang diharapkan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi anomali dalam sistem alokasi pembiayaan daerah.

  Sektor pembinaan aparatur yang notabene lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan birokrasi telah menyerap dana yang terbanyak. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya.

  Suatu unit kerja dalam mengajukan usulan kegiatan kurang memperhatikan kenyataan yang sesungguhnya, yaitu dengan memprediksi kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya diperlukan, melainkan berlomba-lomba mengajukan usulan kegiatan sebanyak-banyaknya dan menganggarkannya melebihi kebutuhan riil. Selain itu usulan kegiatan yang dibuat lebih mendahulukan angka (uang) daripada sasaran kegiatan itu sendiri sehingga kegiatan tersebut kurang layak untuk dilaksanakan dan akibatnya sasaran yang dicapai kurang efektif. Pendekatan incremental ini tidak saja kurang menjamin terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga bisa mengakibatkan kesalahan yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena tidak pernah diketahui apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan tahun dasar penyusunan anggaran tahun bersangkutan telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.

  Pendekatan line item menurut Halim (2001:17) merupakan pendekatan yang paling tradisional adalah perancangan anggaran yang disusun berdasarkan jenis penerimaan dan jenis pengeluaran yang telah ditentukan pada periode sebelumnya. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah tidak dapat mengganti satu atau lebih “item” pengeluaran yang telah ada sekalipun keberadaannya mungkin sudah tidak layak lagi. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maka reformasi keuangan daerah secara langsung akan berdampak pada perlunya dilakukan reformasi anggaran daerah.

  Reformasi Anggaran atau budgeting reform tersebut meliputi proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Berdasarkan Kepmendagri Nomor 21 Tahun 2011 tersebut, maka untuk menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memenuhi asas tertib, transparansi, akuntabilitas, konsistensi, komparatibilitas, akurat, dapat dipercaya dan mudah dimengerti perlu disusun arah dan kebijakan umum APBD yang diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat yang berpedoman pada rencana strategis daerah.

  Informasi tersebut digunakan untuk menjamin agar penentuan arah dan kebijakan umum APBD sesuai dengan aspirasi murni (kebutuhan riil) masyarakat, tersebut, maka disusun Strategi dan Prioritas APBD yang selanjutnya menjadi pedoman bagi perangkat daerah dalam menyusun usulan kegiatan, program dan anggaran yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip anggaran kinerja dan dituangkan dalam rencana anggaran satuan kerja dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan keuangan daerah. Penjelasan Kepmendagri tersebut mengisyaratkan bahwa semua pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD, sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Kepmendagri tersebut memfokuskan pada penyusunan APBD berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu sistem penganggaran yang lebih mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.

  Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang memuat tentang

  rencana penerimaan, rencana pengeluaran serta rencana pembiayaan daerah selama satu tahun anggaran. Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah, APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam hal ini APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal/ investasi.

  Proses Penyusunan Anggaran Belanja Daerah

  Merupakan perencanaan daerah jangka pendek yang terdiri dari formulasi kebijakan anggaran dan perencanaan operasional anggaran. Formulasi kebijakan anggaran berkaitan dengan analisis fiskal, sedangkan perencanaan operasional anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya. APBD disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.

  Akuntansi Keuangan Daerah

  Adalah Proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah (pemda).

  

Analisis Laporan Keuangan Daerah adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri

  keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Ada dua aspek penting dalam manajemen keuangan, yaitu : (i) money dan (ii) men serta information. Selanjutnya, diperlukan aplikasi teknis ini menjadi dasar dalam manajemen keuangan. Dalam hal ini, ada 4 konsep penting yang perlu diketahui, yaitu: (i) resiko dan hasil, (ii) diskonto, (iii) dasar keuangan dan akuntansi, (iv) aliran dana dan perpajakan.

METODE PENELITIAN

  Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.

  Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah Data sekunder yaitu data tambahan guna menganalisis data. Data sekunder yang digunakan penelitian ini yaitu wawancara kepada pihak intern yang berada didalam perusahaan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah unit analisis data yang ada dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus selama pengumpulan data berlangsung sampai pada akhir penelitian atau penarikan kesimpulan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Studi Kepustakaan, Observasi, dan Wawancara.

  Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

  Kabupaten Berau 2. Menganalisis semua data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 3.

  Melakukan penarikan kesimpulan dan memberikan saran untuk pemerintah Kabupaten Berau.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

  Deskripsi Obyek Penelitian yaitu Kabupaten Berau memiliki luas wilayah

  2

  2

  34.127,47 km terdiri dari daratan seluas 21.951,71 km dan luas laut 11.962,42

  2

  km , serta terdiri dari 52 pulau besar dan kecil dengan 13 kecamatan, 10 kelurahan, 100 kampung/ desa. Jika ditinjau dari luas wilayah Kalimantan Timur, dengan prosentase luas perairan 28,74 %, dan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar 193.831 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 103.579 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 90.252 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Berau pada tahun 2013 mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu 1,06 %.

  Kabupaten Berau merupakan salah satu daerah Pintu Gerbang Pembangunan di wilayah Propinsi Kalimantan Timur Bagian Utara, yang terletak di sebelah utara dari ibukota Provinsi Kalimantan Timur dan sekaligus merupakan Wilayah Daratan dan Pesisir Pantai yang memiliki Sumber Daya Alam, dimana wilayah daratan terdiri dari gugusan bukit yang terdapat hampir disemua kecamatan terutama Kecamatan Kelay yang mempunyai perbukitan Batu Kapur

  2

  yang luasnya hampir 100 km . Sementara di daerah Kecamatan Tubaan terdapat perbukitan yang dikenal dengan Bukit Padai.

  Daerah pesisir Kabupaten Berau terletak di kecamatan Biduk-Biduk, Talisayan, Pulau Derawan dan Maratua yang secara geografis berbatasan langsung dengan lautan. Kecamatan Pulau Derawan terkenal sebagai daerah tujuan wisata yang memiliki pantai dan panorama yang sangat indah serta mempunyai beberapa gugusan pulau seperti Pulau Sangalaki, dengan batas wilayah sebagai berikut: 1.

  Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bulungan 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Sulawesi 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten

  Kutai Kertanegara Dalam pembagian wilayah pembangunan Kabupaten Berau memiliki 3 (tiga) wilayah yaitu: a.

  Wilayah Pantai yang meliputi: Kecamatan Biduk-Biduk, Talisayan, Pulau Derawan, Maratua dan Tubaan.

  b.

  Wilayah Pedalaman yang meliputi: Kecamatan Segah, dan Kecamatan Kelay c. Wilayah Kota yang meliputi: Kecamatan Tanjung Redeb, Gunung Tabur,

  Sambaliung, Teluk Bayur d. Berada di daerah tropis dengan posisi geografis 10 LU-20 33 LS dan 1160

  BT-1190 BT. Ketinggian di atas permukaan laut 5-55 m. Topografi dan Fisiografi, bentangan daratan Kabupaten Berau didominasi topografi dengan selang ketinggian 101 m- 500 m (37,1 %), kemudian 23,2 % merupakan bentang daratan dengan selang ketinggian 26-100 m, sisanya terbagi sebagai daerah dengan selang ketinggian 8-25 m (7,3 %) dan 0-7 m (12,2 %).

  Kebijakan Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Berau Tahun 2014: Penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang berorientasi pada kinerja memberikan implikasi kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan efisiensi dalam pengeluaran daerah. Manajemen pengeluaran daerah mencakup perencanaan dan pengendalian yang keduanya merupakan satu kesatuan yang terkait. Perencanaan pengeluaran daerah diimplimentasikan melalui pengalokasian belanja untuk setiap tahun anggaran sedangkan pengendalian atau pengawasan idealnya dilakukan mulai dari proses penganggaran, pelaksanaan hingga tahap pelaporan.

  Pengelolaan Pendapatan Daerah: Sumber PAD Daerah Kabupaten Berau berasal dari Pajak Daerah, Restribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain. Dalam jangka panjang pembangunan Kabupaten Berau berupaya mengoptimalkan pendapatan dari dana perimbangan, terutama yang bersumber dari Bagi Hasil Bukan Pajak yang diperoleh dari bagi hasil minyak dan gas alam, sedangkan Pendapatan Asli Daerah mengandalkan pada Pajak Daerah, terutama melalui kebijakan pengembangan lapangan usaha dan kesempatan kerja yang seluas-luasnya pada sektor-sektor potensial.

  Pengelolaan Belanja Daerah: Dalam penyusunan APBD, ketersediaan pendapatan merupakan variabel yang sangat strategis, karena alokasi anggaran harus didasarkan atas prediksi penerimaan yang rasional. Besaran belanja daerah disusun berorientasi pada tujuan, hal ini berarti bahwa setiap rupiah yang dialokasikan akan memuat tujuan- tujuan pada setiap rencana tindak yang telah dirancang sebelumnya. Terlebih dengan adanya anggaran berbasis kinerja maka cukup mempengaruhi terhadap realisasi Belanja Daerah. Pemerintah Kabupaten Berau menekankan setiap penggunaan Belanja Daerah harus lebih efisien, efektif, dan penghematan. Pada dasarnya kebijakan umum dibidang pengelolaan belanja daerah berorientasi pada terciptanya efektifitas dan efisiensi alokasi anggaran belanja yang dapat mewujudkan manfaat yang sebesar-besarnya Pada dasarnya kebijakan umum dibidang pengelolaan belanja daerah berorientasi pada terciptanya efektifitas dan besarnya kepada masyarakat dalam jangka pendek dan dapat menciptakan pendapatan baru (investasi) dalam dimensi waktu jangka panjang.

  Proses Penyusunan APBD Kabupaten Berau: Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014 merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2011-2015 tahun keempat dan memuat kerangka kerja tahunan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014 menjadi pedoman untuk menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014 serta Prioritas serta Plafon Anggaran Sementara Satuan Kerja Perangkat Daerah Tahun Anggaran 2014.

  Analisa Rasio Keuangan Finansial Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Berau: APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/ kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanainya. Program/ kegiatan yang dimaksud dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan. ekonomi daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana transfer dari pemerintah pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas.

  Dengan belanja yang berkualitas diharapkan APBD dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang analisis rasio keuangan APBD Kabupaten Berau. Berdasarkan rasio keuangan APBD tersebut maka dapat disimpulkan tentang kualitas dan tingkat kesehatan APBD. Analisis ini didasarkan pada data sekunder berupa data ringkasan APBD mulai tahun 2010-2014 untuk Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan tahun 2011-2013 untuk Neraca. Alat analisis utamanya adalah rasio keuangan yang dilakukan secara parsial (masing-masing pos-pos keuangan) dan Simultan (bersamaan).

  Intepretasi Hasil Monitoring dan Evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah:

  

Monitoring dan evaluasi merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus

  dalam keseluruhan siklus APBD. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar pelaksanaan anggaran tetap berlandaskan prinsip efisiensi, tepat guna dan tepat monitoring dan evaluasi yang dilakukan sejak dimulainya pelaksanaan anggaran juga dapat mengantisipasi setiap penyimpangan yang terjadi sejak dini sehingga dapat dengan mudah dilakukan perbaikan atau penyesuaian.

  SIMPULAN

  Hasil analisa keuangan daerah pada anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah: Kebijakan Umum Anggaran dibidang pendapatan berorientasi pada peningkatan dan pengembangan Pendapatan Asli Daerah melalui kerjasama dengan berbagai pihak, sehingga dengan mengoptimalisasi sumber Pendapatan Asli Daerah diharapkan mampu mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah. Sumber PAD Daerah Kabupaten Berau berasal dari Pajak Daerah, Restribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain. Dalam jangka panjang pembangunan Kabupaten Berau berupaya mengoptimalkan pendapatan dari dana perimbangan, terutama yang bersumber dari Bagi Hasil Bukan Pajak yang diperoleh dari bagi hasil minyak dan gas alam, sedangkan Pendapatan Asli Daerah mengandalkan pada Pajak Daerah, terutama melalui kebijakan pengembangan lapangan usaha dan kesempatan kerja yang seluas-luasnya pada sektor-sektor potensial. Seiring dengan peningkatan pendapatan penduduk, Pemerintah juga melakukan penataan pelayanan, dan perluasan obyek pajak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mempertimbangkan suasana kondusif berkembangnya investasi di Kabupaten Berau.

  SARAN

  Berdasarkan analisa terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Berau tahun 2014, maka dapat diberikan saran sebagai berikut : Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan, agar difasilitasi melalui Forum SKPD serta Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), sehingga aspirasi dan kepentingan masyarakat yang lebih luas, dapat terakomodasi secara baik. Untuk itu, tim penyusun RKPD 2014 harus mengawal secara seksama aspirasi dan kepentingan masyarakat mulai dari tingkat desa hingga tingkat pusat di dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG).

  

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B. (2002). Fungsi Manajemen Keuangan Daerah Pemeriksa No. 87.

  Jakarta: BPK. Darise, N. (2009). Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah.

  Jakarta: Indeks. Djayasinga, M. (2015). Membedah APBD. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halim, A. (2001). Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah.

  Jakarta: Salemba Empat. Harahap, S. S. (2009). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Press, PT. Rajagrafindo Persada.

  Kelana, S. A. (2005). Riset Keuangan : Pengujian-Pengujian Empiris . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Tama. Kunarjo. (2006). Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan Edisi Ketiga.

  Jakarta: UI Press. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset. Miles, M. d. (1992). Analisis Data Kualitatif : Buku Tentang Metode Metode Baru. Jakarta: UI Press.

  Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Munandar, M. (2001). Budgeting Perencanaan Kerja, Perkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Yogyakarta: BPFE. Munir, B. (2003). Perencanaan Anggaran Kinerja Memangkas Inefisiensi Anggaran Daerah. Mataram: Samawa Center. Nirzawan. (2001). Tinjauan Umum Terhadap SIstem Pengelolaan Keuangan

  Daerah Di Bengkulu Utara, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.

  Sahid, A. D. (2011). Evaluasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja

  Daerah Tahun Anggaran 2005-2007 Sebagai Alat Pengendalian Oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi. Skripsi S-1 UMS:

  (tidak dipublikasikan). Santoso, P. T. (2012). Analisis Keuangan Daerah Pada Anggaran Pendapatan

  Dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi. Skripsi S-1 UB: (tidak dipublikasikan).

  Suwandi, I. M. (2000). Sistem Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Bahan Kursus Keuangan Daerah Angkatan XVII. Jakarta: Universitas Indonesia.

  Yusuf, M. (2010). Delapan Langkah Pengelolaan Aset Daerah Menuju

Pengelolaan Keuangan Daerah Terbaik. Jakarta: Salemba Empat.

Zulkarnaini. (2003). Alokasi Pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja

  Daerah (APBD) sebagai implementasi repetada di Kabupaten Aceh Selatan. Tesis S-2, Program Pascasarjana, UGM: (tidak dipublikasikan).