Perbandingan Kinerja Routing Multi Copy Dan Routing First Contact Dengan Stationary Relay Node Pada Delay Tolerant Network (DTN)
Vol. 2, No. 7, Juli 2018, hlm. 2513-2522 http://j-ptiik.ub.ac.id
Perbandingan Kinerja Routing Multi Copy Dan Routing First Contact
Dengan Stationary Relay Node Pada Delay Tolerant Network (DTN)
1 23 Poltak G. Hutajulu , Widhi Yahya , Eko Sakti Pramukantoro
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Abstrak
Internet menjadi salah satu media penyaji dan pertukaran informasi yang paling banyak digunakan.Pertukaran informasi tersebut dapat diakses jika menggunakan konektivitas yang memadai. Beberapa tempat masih memiliki konektivitas yang rendah dan tidak memiliki konektivitas seperti daerah pendakian gunung Semeru, sehingga pertukaran informasi akan sulit diakses dikarenakan delay dan tingkat loss yang tinggi. Masalah tersebut diatasi dengan Delay Tolerant Network (DTN). DTN adalah sebuah konsep jaringan yang toleran terhadap delay dan koneksi yang terputus pada suatu jaringan. Pada penelitian ini menggunakan proses simulasi jaringan DTN pada The ONE simulator untuk membandingkan kinerja protokol routing DTN dengan penambahan Stationary Relay Node. Jenis
routing yang digunakan adalah routing First Contact, Epidemic, MaxProp, ProPHET, dan Spray and
Wait dengan skenario jalur pendakian Semeru. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan delivery
probability tertinggi didapatkan sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node
oleh routing Spray and Wait. Overhead ratio tertinggi yang didapatkan sebesar 6,7484 dengan jumlah 50 node dan 20 stationary relay node oleh routing Spray and. Routing First Contact sebelum dan sesudah penambahan Stationary Relay Node memiliki tingkat average latency yang lebih tinggi.
Average latency terendah yang didapatkan sebesar 7491,9710 dengan jumlah 200 node dan 15
Stationary Relay Node oleh routing MaxProp .
Kata kunci: Delay Tolerant Network, Stationary Relay Node, Epidemic, First Contact, MaxProp, ProPHET,
Spray and Wait, delivery probability, overhead ratio, average latency.
Abstract
Internet has become the most widely used as media presentations and information exchange. Theinformation exchange can be accessed by using adequate connectivity. Some places still have low
connectivity and some place do not have connectivity like Semeru mountain climbing areas, because of
that the exchange of information will be difficult to access due to high delay and loss rate. The problem
can be solved with Delay Tolerant Network (DTN). DTN is a network concept that is tolerant of delay
and disconnected connections on a network. In this study using DTN network simulation process on The
ONE simulator to compare the performance of DTN routing protocol with the addition of Stationary
Relay Node. Routing types used are routing First Contact, Epidemic, MaxProp, ProPHET, and Spray
and Wait with Semeru climbing scenarios. The results of this research show that the highest delivery
probability is 0,5388 with 200 node and 15 Stationary Relay Node by Spray and Wait routing. The
highest overhead ratio is 6.7484 with 50 nodes and 20 stationary relay nodes by Spray and routing.
Routing First Contact before and after the addition of Stationary Relay Node has a higher average
latency rate. The lowest average latency is 7491,9710 with 200 nodes and 15 Stationary Relay Nodes
by MaxProp routing.Keywords: Delay Tolerant Network, Stationary Relay Node, Epidemic, First Contact, MaxProp, ProPHET, Spray and Wait, delivery probability, overhead ratio, average latency.
informasi yang paling banyak digunakan.
1. Pertukaran informasi tersebut berjalan dalam PENDAHULUAN jaringan komputer global atau internet.
Saat ini pertukaran informasi merupakan hal Pertukaran informasi tersebut dapat diakses jika yang utama dalam era modern. Internet menjadi menggunakan konektivitas yang memadai. Saat salah satu media penyaji dan pertukaran ini masih ada beberapa tempat yang memiliki
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
2513 konektivitas yang rendah dan ada juga yang tidak memiliki konektivitas sehingga pertukaran informasi akan sulit diakses dikarenakan delay yang panjang dan tingkat loss yang tinggi. Kini masalah tersebut dapat diatasi dengan arsitektur dan protokol jaringan yang dinamakan Delay
Tolerant Network (DTN).
node. Tujuan penelitian ini untuk
Gambar 1. Lapisan Internet dan lapisan DTN Sumber: Siswanti (2013)
Prokol utama yang digunakan pada DTN adalah lapisan bundle. Bundle merupakan sebuah unit dasar yang berupa variable dan signal untuk melintasi jaringan DTN (Siswanti, 2013). Lapisan bundle berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan sebagian atau semua bundle diantara node. Lapisan bundle melewati semua jaringan yang ada pada region, berbeda dengan lapisan internet. Gambar 1 akan menunjukkan perbedaan letak antara lapisan internet dengan lapisan DTN.
konsep jaringan jarak jauh yang memiliki waktu tunda yang lama dengan koneksi yang selalu berubah-ubah
2.1. Delay Tolerant Network (DTN) Delay Tolerant Network adalah sebuah
2 . LANDASAN KEPUSTAKAAN
disimpulkan jenis routing yang lebih optimal kinerjanya. Untuk melakukan pengujian akan digunakan The ONE Simulator sebagai media pengujian.
Contact. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
penambahan Stationary Relay Node. Hasil yang didapatkan pada Multi Copy akan dibandikan dengan hasil yang didapatkan pada First
average latency sebelum dan sesudah
Semeru. Untuk kedua routing akan dianalisis nilai delivery probality, overhead ratio, dan
Relay Node pada peta jalu pendakian gunung
dengan penambahan Stationary
First Contact
membandingkan kinerja routing Multi Copy dan
akan disimulasikan pada peta jalur pendakian Semeru. Alasan mengunakan peta simulasi di jalur pendakian Semeru adalah yang pertama karena jalur pendakian Semeru merupakan jalur pendakian yang masih memiliki konektivitas yang rendah,yang kedua seringnya para pendaki tersesat karena tidak bisa berkomunikasi dengan yang lainnya, dan yang ketiga karena jalur pendakian Semeru memiliki jalur sehingga memenuhi syarat penggunaan stationary relay
Delay Tolerant
perbandingan kinerja routing Multi Copy dan routing First Contact dengan Stationary Relay Node pada Delay Tolerant Network . Penelitian
Penelitian kali ini akan dilakukan
node akan meningkatkan performansi.
”. Pada penelitian tersebut didapatkan juga hasil dengan penambahan relay
”Improving Vehicular Delay Tolerant Network Performance with Relay Node
kedua ialah penelitian yang dilakukan oleh Soares V.N.G.J., Farahmand F., dan Rodrigues J.J.P.C.(2009), yang berjudul
routing First Contact dengan Stationary Relay Node meningkatkan delivery probability, nilai overhead ratio dan average latency. Penelitian
jaminan sebuah node akan bertemu dengan node lainnya sebagai relay atau media transfer berikutnya menuju ke tujuan. Pada penelitian
Stationary Relay Node akan meningkatkan
meneruskan pengiriman paket ke node yang lain.
Stationary Relay Node bertindak sebagai node relay yang memiliki kemampuan untuk
Dalam perkembangannya, algoritma routing semakin dikembangkan untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang melakukan penelitian peningkatan performasi pada algoritma routing. Penelitian pertama ialah penelitian yang dilakukan oleh Yovita dan Restu (2016). Pada penelitian tersebut dilakukan peningkatan performasi routing First Contact dengan penambahan Stationary Relay Node.
jaringan yang memiliki komunikasi dan mampu dibentuk dengan jaringan yang terputus-putus dikarenakan node yang selalu bergerak (Muis, dkk, 2013).
Network (DTN) adalah teknologi dengan konsep
Metode yang digunakan dalam mentransmisikan paket node ke node disebut metode store and forward. Pada DTN sistem pengiriman dari node ke node dengan meneruskan pesan sampai ketujuan setelah melewati rute pada jaringan local (Warthman, 2003, dalam jurnal Siswanti, 2013). Gambar 2 menunjukkan metode store and forward. Gambar 2. Metode Store and forward Sumber: Siswanti 2013
Setiap node yang ada pada DTN akan memiliki penyimpanan, penyimpanan tersebut dinamakan store. Setiap paket data yang akan dikirimkan terlebih dahulu akan disimpan pada
store. Ketika node dengan node saling bertemu maka data tersebut akan diforward.
Gambar 4. Skema kerja Routing Spray And Wait
terjadi dirouting Epidemic. Gambar 4 bagian (a) menunjukkan fase Spray yaitu pesan yang dihasilkan oleh sumber salinan pesan L akan didistribusikan ke L relay yang berbeda. Jika pesan yang didistribusikan belum sampai ketujuan maka pesan akan direlay lagi ketetangga terdekat sampai masuk ke fase wait. Gambar 4 bagian (b) menunjukkan fase wait, parameter L dipilih tergantung kepadatan jaringan dan waktu rata-rata yang diinginkan. Pada fase wait pesan akan langsung direlay ketujuan pengiriman (Alaoui, dkk, 2015).
and Wait sama dengan penyebaran pesan yang
Strategi replikasi pesan pada routing Spray
Pada tahap Wait semua node akan menunggu untuk bertemu secara langsung dengan node tujuan.(Wahanani, dkk, 2015).
node sumber akan meneruskan salinan pesan ke node yang pertama. Selanjutnya, masuk ke tahap Wait untuk melakukan konfirmasi pengiriman.
yaitu tahap Spray dan Wait. Pada tahap Spray
2.2.3 Routing Spray and Wait Spray and Wait memiliki dua tahap metode,
paket yang baru dan melakukan pencegahan menerima paket yang sama dua kali.
node . MaxProp memprioritaskan pengiriman
dikirimkan yang diurutkan berdasrkan cost pada setiap tujuan. Cost yang dimaksud adalah perkiraan kemungkinan pengiriman pesan ke
MaxProp memiliki daftar paket yang harus
Protokol MaxProp menggunakan beberapa mekanisme untuk meningkatkan delivery rate dan lower latency dari paket yang dikirimkan. Protokol MaxProp juga menggunakan beberapa mekanisme untuk menentukan urutan paket yang akan ditransmisikan dan dihapus. Protokol
routing . MaxProp menunjukkan performanya baik dilingkungan bervariasi dengan DTN.
Pada MaxProp terdapat adaptive threshold yang berperan untuk memprioritaskan paket yang baru dan meningkatkan kinerja jalur berdasarkan
2.2. Routing Multi Copy
2.2.1 Routing Epidemic
ditransmisikan ke node lain dan berperan dalam penghapusan buffer pada ruang yang rendah.
MaxProp merupakan protokol routing yang efektif untuk penyebaran DTN secara nyata. MaxProp menyatukan penjadwalan paket untuk
Gambar 3. Skema Cara Kerja Routing Epidemic Sumber: Widhiyanto (2016)
cepat ke dalam jaringan sehingga dapat menghasilkan waktu pengiriman yang optimal namun jaringan akan kebanjiran salinan pesan dan menyebabkan kemacetan jaringan (Widhiyanto, 2016).
Epidemic dapat melakukan penyebaran salinan
bersifat flooding-based forwarding, setiap node akan terus menerus mengirimkan pesan ke node yang baru ditemukan yang belum memiliki salinan pesan hingga TTL berakhir. Semua pesan akan tersebar keseluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan. Routing Epidemic dapat memastikan database tetap terdistribusi dan tetap disinkronkan (Widhiyanto, 2016). Routing
Routing Epidemic adalah routing yang
2.2.2 Routing MaxProp
2.2.4 Routing ProPHET
harus menciptakan jumlah yang lebih banyak kesempatan konektivitas dan meningkatkan kinerja (Soares, dkk, 2009).
jaminan bawa sebuah node akan bertemu dengan
node
lainnya sebagai relay atau media transfer berikutnya menuju tujuan (Yovita & Restu, 2016).
Stationary Relay Node
adalah perangkat stationer yang berada pada tempat yang ditentukan dengan kemampuan store-and- forward.
Penggunaan
relay node
3. METODOLOGI PENELITIAN
meneruskan pengiriman paket ke node lainnya.
Metodologi yang menjelaskan tentang metode yang akan digunakan dalam melakukan penilitian, dengan beberapa tahapan yang digambarkan pada gambar 5 diagram alir penilitian
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
3.1. Studi Literatur
Studi literatur merupakan penjelasan tentang beberapa paper yang terkait dengan penilitian ini, teori pendukung yang diperoleh dari jurnal, makalah ilmiah, dan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penulisan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Studi literatur yang ada pada penilitian ini yaitu mengenai protokol routing delay tolerant
network (DTN) Multi copy, First Contact, Stationary Relay Node dan alat simulasi ONE Simulator .
3.2. Rancangan Skenario Pengujian
Pada tahap ini menjelaskan gambaran umum tentang bagaimana rancangan skenario pengujian yang akan dibangun. Peta yang
Stationary Relay Node akan meningkatkan
Protokol routing ProPHET (Probabilistic
Routing Protokol using History of Encounters and Transitivity)
ProPHET mengizinkan pengalihan pesan ke node yang lain jika prediktabilitas pengiriman
merupakan protokol yang dapat memprediksi probabilitas node akan bertemu kembali. Protokol ini probabilistiknya berdasarkan metrik probabilitas bertemu dengan
node dan transitivity-nya. Untuk transitivity, node akan berubah menjadi relay untuk
menyampaikan pesan untuk node lain (Oria, dkk, 2003, dalam skripsi Putra, 2016).
Routing ProPHET merupakan evolusi dari routing Epidemic yang memperkenalkan konsep
prediktabilitas pengiriman. Asumsi dasar
ProPHET adalah mobilitas node tidak
sepenuhnya secara acak, namun memiliki sejumlah sifat deterministic mengulangi pola penyampaian pesan misalnya dalam ProPHET kemungkinan node telah bertemu dan mengunjungi beberapa lokasi dalam beberapa waktu. Perbedaan mendasar rotuing ProPHET dengan routing Epidemic adalah strategi penyampaiannya. Ketika dua node bertemu,
tujuan pesan lebih tinggi pada node yang lainnya (Mehta dan Shah, 2016).
secara acak. Jika tidak ada node bisa mengakses, node akan menyimpan data dan meneruskannya sampai muncul koneksi. Namun, node ini tidak akan langsung mendrop pesan yang ditransfer, tetapi akan mendrop data paling awal saat penyimpanan penuh (Wang, dkk.).
2.3. Routing First Contact Routing first contact merupakan algoritma routing yang sederhana, sehingga algoritma ini
tidak dilengkapi dengan komputasi yang tinggi.
Routing first contact dapat memberikan delivery probability yang tinggi (Mangrulkar, 2012,
dalam jurnal Yovita dan Restu, 2016).
Routing First Contact termasuk kedalam
mekanisme routing Single Copy, satu node hanya mengirim paket ke yang lain didekatnya. Strategi pengiriman pesan pada routing First
Contact, satu node akan mengirimkan pesan ke node yang lain yang terhubung dengannya
2.4. Stationary Relay Node Stationary Relay Node bertindak sebagai node relay yang memiliki kemampuan untuk
Protokol Routing Multi copy dan First
digunakan adalah peta jalur pendakian Semeru
Contact
dengan skenario pergerakan node mengikuti
Jumlah Node 50, 100, dan 200 node
jalur pada peta. Stationary Relay Node akan
Kecepatan Node 0,83-1,38 m/s
diletakkan statis secara acak sesuai dengan
Ukuran Buffer
5 MB
skenario jumlah stationary relay node. Node
Ukuran Buffer
1 GB stationary relay node akan bergerak mengikuti jalur pada peta.
Ukuran Paket 500 kB
- – 1 MB
3.3. Pengujian Kecepatan pengiriman 250 kBps data
Dari rancangan skenario yang telah dibuat,
Waktu Simulasi 54000 detik
maka pengujian dalam penelitian ini akan
Cakupan area node 10 m
menggunakan The Opportunistic Network
Model Mobilitas Shortest Path Map based Movement, Stationary
Environtment(ONE) simulator untuk Movement
mendapatkan hasil dan data yang akan dianalisis dalam pengambilan kesimpulan pada akhir
4.2.Skenario Simulasi
penelitian Pengujian pada penelitian ini akan dilakukan
3.4. Pengumpulan dan Pengambilan Data
dengan beberapa parameter umum sesuai dengan Data yang diambil dan dikumpulkan parameter tetap pada Tabel 1. Berikut ini adalah dilakukan saat pengujian telah selesai dilakukan tambahan kondisi pengujian berdasarkan sehingga mendapatkan data dari hasil pengujian skenario yang dibuat pada Tabel 2 berikut: yang telah dilakukan pada simulator. Kemudian
Tabel 2. Skenario Simulasi
hasil dari pengujian pada simulator akan di
No. Skenario Penjelasan
masukkan kedalam table data yang akan diubah
1 Skenario 1 Simulasi tanpa Stationary Relay
menjadi data statistic sehingga dapat dilakukan
Node analisis data.
2 Skenario 2 Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
3.5. Analisis Stationary Relay Node
5 Bagian analisis menjelaskan tentang
3 Skenario 3 Simulasi dengan Stationary Relay Node dengan jumlah
perbandingan dari model routing yang telah diuji
Stationary Relay Node
10
sehingga didapatkan hasil protokol routing yang
4 Skenario 4 Simulasi dengan Stationary
terbaik dari perbandingan kinerja dalam
Relay Node dengan jumlah pengiriman data. Stationary Relay Node
15
3.5. Kesimpulan
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah
5.1. Delivery Probability
dilakukan, akan dapat dilakukan penarikan
- – kesimpulan terhadap kinerja setiap masing
Deliver y probability adalah rasio jumlah
masing protokol routing Multi Copy dan First total pesan yang dikirim ke tempat tujuan
Contact dengan penambahan Stationary Relay
dengan jumlah total pesan yang dibuat Node. disumber node.
Delivery Probability =
4. PERANCANGAN SIMULASI
D merupakan total pesan yang sampai ketujuan
JARINGAN
dan G merupakan total pesan yang dibuat
4.1. Parameter Simulasi (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).
Pada penelitian ini menggunakan paramater yang bersifat tetap. Paramater ini akan digunakan dengan nilai yang sama untuk setiap simulasi yang berbeda. Berikut adalah parameter parameter tersebut:
Tabel 1. Paramater Simulasi Parameter Skenario Lokasi Penelitian Jalur pendakian Semeru Panjang Rute 17,5 KM Gambar 6. Delivery Probability dengan 50 node Gambar 7. Delivery Probability dengan 100 node Gambar 8. Delivery Probability dengan 200 node
Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter
routing First Contact, routing MaxProp, dan 0,1 0,2 0,3 0,4
tertinggi sebesar 0,1016 dengan jumlah 100
node dan 15 Stationary Relay Node. Pada saat
jumlah Stationary Relay Node 5, 10, dan 15 dengan 200 node akan mengalami penurunan
delivery probability serta penurunan jumlah pesan yang sampai ketujuan. yang terbatas.
5. Routing Spray and Wait Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
Spray and Wait menunjukkan terjadi
kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Jumlah pesan yang terkirim lebih banyak dibandingkan dengan routing Epidemic,
5 1 0 1 5 D EL
Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
IV ER Y P R O B AB LI TY STATIONARY RELAY NODE D E L I V E R Y P R O B A B I L I T Y Epidemic First Contact MaxProp Prophet SprayAndWait
0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000
5 1 0 1 5 D EL
IV ER Y P R O B AB
ILI TY STATIONARY RELAY NODE D E L I V E R Y P R O B A B I L I T Y Epidemic First Contact MaxProp Prophet SprayAndWait
0,2 0,4 0,6
5 1 0 1 5 D EL
IV ER Y P R O B AB
ProPHET menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Delivery probabality
15 Stationary Relay Node 4. Routing ProPHET
delivery probability : 1.
2. Routing First Contact Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
Routing Epidemic Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan
Stationary Relay Node
dibandingkan tanpa menggunakan Stationary
Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node
memberi jaminan untuk setiap
node saling bertemu. Delivery probability
tertinggi untuk routing Epidemic sebesar 0,1678 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
First Contact menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Jumlah pesan yang
sebesar 0,1224 dengan jumlah 200 node dan
tersampaikan dengan routing First Contact lebih banyak dibandingkan dengan routing
epidemic . Hal tersebut bisa terjadi karena
pada routing First Contact setiap pesan akan menukar pesan secara bolak balik dan hanya menerima pesan jika pesan tersebut belum melewatinya sebelumnya. Delivery
probability tertinggi untuk routing First Contact sebesar 0,2257 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
3. Routing MaxProp Dari grafik gambar 6, 7, dan 8 untuk routing
MaxProp menunjukkan terjadi kenaikan delivery probability dengan menggunakan Stationary Relay Node. Routing MaxProp
dalam mengirim pesan mengurutkan pesan berdasarkan nilai cost nya. Delivery
probability tertinggi untuk routing MaxProp
ILI TY STATIONARY RELAY NODE D E L I V E R Y P R O B A B I L I T Y Epidemic First Contact MaxProp Prophet SprayAndWait
.. Delivery probability
routing ProPHET O V E R H E A D R A T I O
tertinggi untuk routing Spray and Wait sebesar 0,5388 dengan jumlah 200 node dan
Epidemic First Contact 15 Stationary Relay Node. MaxProp Prophet SprayAndWait
5.2. Overhead Ratio
600,0000 Overhead ratio merupakan perbandingan
O
antara jumlah seluruh salinan pesan dengan
ATI 400,0000
R
jumlah pesan yang dibuat. Jika nilai overhead
D ratio bernilai rendah dapat dipastikan protokol
HEA 200,0000 routing sangat baik dalam pengiriman pesan
ER karena tidak terlalu membebani jaringan. OV
0,0000 −
5 1 0 1 5 Overhead Ratio =
STATIONARY RELAY NODE
D merupakan jumlah pesan yang yang diteruskan oleh node relay, dan R adalah jumlah
Gambar 11. Overhead Ratio dengan 200 node
pesan yang dikirimkan ke tempat tujuan (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013).
Berikut adalah penjelasan dari grafik
O V E R H E A D R A T I O
berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter
Epidemic First Contact overhead ratio :
Routing Epidemic Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan
MaxProp Prophet 1.
SprayAndWait
terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
80 Epidemic dengan menggunakan Stationary O
Relay Node dibandingkan tanpa
60 ATI R
menggunakan Stationary Relay Node. Pada
40 routing Epidemic dengan tambahan relay
HEAD
20 ER node akan membebani jaringan yang
V O
disebabkan oleh banyak salinan pesan pada
5 1 0 1 5 setiap node dan juga pada Stationary Relay Node. . Overhead ratio tertinggi untuk
STATIONARY RELAY NODE
routing Epidemic sebesar 457,5277 dengan
jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay
Gambar 9. Overhead Ratio dengan 50 node Node.
O V E R H E A D R A T I O 2.
Routing First Contact Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan
Epidemic First Contact
terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
MaxProp Prophet First Contact dengan menggunakan
SprayAndWait Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini
200 O
terjadi karena jumlah node yang ada lebih
150 ATI
banyak sehingga salinan pesan yang sampai
R
akan semakin banyak ketujuan Overhead
100 HEAD ratio tertinggi untuk routing First Contact
ER
50
sebesar 136,2518 dengan jumlah 200 node
V O dan 15 Stationary Relay Node.
3.
5 1 0 1 5 Routing MaxProp
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan
STATIONARY RELAY NODE
terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
MaxProp dengan menggunakan Stationary Gambar 10. Overhead Ratio dengan 100 node
Relay Node dibandingkan tanpa menggunakan Stationary Relay Node. Kenaikan overhead ratio yang terjadi
A V E R A G E L A T E N C Y
dikarenakan sifat pengiriman data pada
routing MaxProp lebih memprioritaskan Epidemic First Contact
pengiriman pesan yang baru untuk
MaxProp Prophet
dikirimkan terlebih dahulu dan mencegah
SprayAndWait
pesan yang sama dua kalu sehingga tidak terlalu banyak pesan yang terrelay. Overhead
8000 ratio tertinggi untuk routing MaxProp
7000
sebesar 310,9710 dengan jumlah 200 node
6000 CY dan 15 Stationary Relay Node.
5000 4.
Routing ProPHET
LATEN 4000
E
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan
AG 3000
terjadi kenaikan overhead ratio pada routing
ER ProPHET dengan menggunakan Stationary
2000 AV
Relay Node dibandingkan tanpa 1000
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena pada routing ProPHET
5 1 0 1 5
banyaknya relay yang terjadi sehingga pesan
STATIONARY RELAY NODE
yang dibawa cendurung cepat menua sehingga banyak pesan yang dihapus.
Gambar 12. Average Latency dengan 50 node Overhead ratio tertinggi untuk routing ProPHET sebesar 484,3593 dengan jumlah
A V E R A G E L A T E N C Y 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
5. Routing Spray and Wait Epidemic First Contact
Grafik gambar 9, 10, dan 11 menunjukkan
MaxProp Prophet
terjadi kenaikan overhead ratio pada Spray
SprayAndWait and Wait dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
8000
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini
7000
terjadi karena routing Spray and Wait lebih efektif dalam pengiriman pesan sampai 6000 ketujuan sehingga overhead ratio yang NCY
5000
terjadi bersifat konstan dan tidak terlalu besar
LATE 4000
E
peningkatannya meskipun tanpa dan dengan
AG Stationary Relay Node. Overhead ratio
3000 ER
tertinggi untuk routing Spray and Wait
AV 2000
sebesar 7,6805 dengan jumlah 200 node dan
1000 15 Stationary Relay Node.
5.3. Average Latency
5 1 0 1 5
Yang dimaksud dengan Average Latency
STATIONARY RELAY NODE
adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh semua pesan untuk disampaikan dari sumber ke
Gambar 13. Average Latency dengan 100 node tujuan (Mehto, A., dan Chawla, M., 2013). Gambar 14. Average Latency dengan 200 node
Berikut adalah penjelasan dari grafik berdasarkan jumlah Stationary Relay Node terhadap jenis jenis routing dengan parameter
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node dengan jumlah yang banyak menyebabkan waktu yang lama untuk saling betukar pesan dan semakin banyak terjadi relay. Average
routing ProPHET dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena pada routing ProPHET dapat memprediksi node akan bertemu kembali.
Average latency tertinggi untuk routing ProPHET sebesar 6364,6477 dengan jumlah
200 node dan 10 Stationary Relay Node.
5. Routing Spray and Wait Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada Spray
and Wait dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
latency tertinggi untuk routing Spray and Wait sebesar 6119,3770 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
dominan tidak terlalu besar. Average latency tertinggi untuk routing MaxProp sebesar 7491,9710 dengan jumlah 200 node dan 15 Stationary Relay Node.
6. KESIMPULAN 1.
Delivery probability yang dihasilkan oleh
protokol routing Spray and Wait tertinggi dari pada routing yang lain. Setelah penambahan stationary relay node dengan jumlah Stationary Relay Node 5, 10, dan 15 mengalami kenaikan delivery probability
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
5 1 0 1 5 AV ER AG E LATE NCY AVERAGE LATENCY A V E R A G E L A T E N C Y
Epidemic First Contact MaxProp Prophet SprayAndWait
4. Routing ProPHET Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada
MaxProp dilengkapi mekanisme lower latency sehingga latency yang didapat
average latency : 1.
latency tertinggi untuk routing Epidemic
Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
dengan menggunakan
routing MaxProp
3. Routing MaxProp Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada
dengan jumlah 200 node dan 5 Stationary Relay Node.
Routing Epidemic Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada
menggunakan Stationary Relay Node. Kenaikan average letency yang terjadi tidak signifikan dikarenakan pada routing
routing Epidemic dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini disebabkan Stationary Relay Node dengan jumlah yang banyak menyebabkan waktu yang lama untuk saling betukar pesan dan semakin banyak terjadi relay. Average
sebesar 7176,7860 dengan jumlah 200 node dan 10 Stationary Relay Node.
2. Routing First Contact
Grafik gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan terjadi kenaikan average latency pada
routing First Contact dengan menggunakan Stationary Relay Node dibandingkan tanpa sehingga jumlah pesan yang terkirim sampai ke node tujuan terkirim lebih banyak daripada protokol routing Epidemic, First
relay. Average Latency tertinggi untuk routing First Contact sebesar 5688,6398
menggunakan Stationary Relay Node. Hal ini terjadi karena banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk saling bertukar pesan hingga sampai ketujuan dan terjadi banyak
Contact, MaxProp, dan ProPHET. Delivery probability tertinggi yang didapatkan sebesar
No. 2. Wahanani, H.E., Suartana, I.M., Adityawati, D.,
Tolerant Network Routing Protocols for Optimizing L-Copies in Spray and WaitRouting for Minimum Delay.
Conferense on Advances in Communication and Control Systems 2013 (CAC2S 2013).
Muis, A., Niswar, M., Ilham, A.A., 2013.
Optimisasi kinerja manajemen buffer pada jaringan Delay Tolerant Network (DTN) untuk jenis routing Multycopy. Program Pascasarjana UNHAS.
Putra, P.A., 2016. Analisis energi protokol ProPHET di jaringan Oportunistik. S1.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Siswanti, S.D., 2013. Pengembangan sistem
aplikasi pengiriman data daerah terpencil berbasis Delay Tolerant Network. Vol. 8,
2015. Analisa kinerja protokol routing
Internasional Journal of Future Generation Communication and Networking. Vol.9, No. 1, pp. 11-12.
Delay Tolerant Network (DTN) untuk transportasi publik. UPN Vetaran Jawa
Timur. Wang, H., Liu, X., Hu, X., Liu, Q. The Mobile Scenario Influence on DTN Routing.
School of Software Beihang University Beijing 100191, China. School of Telecommunications Engineering with Management Beijing University of Posts and Telecommunications Beijing, China.
Widhiyanto, A., 2016. Analisis unjuk kerja
protokol routing RAPID di Jaringan Oportunistik. S1. Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Yovita, L.V., Restu, J.N., 2016. Analisis
performansi algoritma routing First Contact dengan Stationary Relay Node pada Delay Tolerant Network. Vol. 4, No.
Mehto, A., Chawla, M., 2013. Comparing Delay
Based Spray and Wait: Efficient Routing Protocol for Pocket Switched Networks.
0,5388 dengan jumlah 200 node dan 15
penambahan Stationary Relay Node memiliki tingkat average latency yang lebih tinggi dibanding dengan routing Epidemic,routing
Stationary Relay Node oleh routing Spray and Wait.
2. Spray and Wait mendapatkan hasil overhead ratio yang sangat tinggi sehingga lebih
efektif dalam penyampaian pesan ke ketujuan serta tidak membutuhkan penyimpanan yang lebih banyak dan tidak membebani jaringan dibandingkan menggunakan protokol routing
Epidemic, First Contact, MaxProp, dan ProPHET. Overhead ratio tertinggi yang
didapatkan sebesar 6,7484 dengan jumlah 50
node dan 20 Stationary Relay Node oleh routing Spray and Wait
3. Routing First Contact sebelum dan sesudah
MaxProp , routing PROPHET dan routing Spray and Wait. Semakin banyak node yang
Mehta, N., Shah, M., 2016. Human Mobility
bergerak dan semakin banyak stationary relay node akan menambah average latency.
Average latency terendah yang didapatkan
sebesar 7491,9710 dengan jumkah 200 node dan 15 Stationary Relay Node oleh routing
MaxProp.
7. DAFTAR PUSTAKA
Alaoui, E.A.A., Agoujil, S., Hajar, M., Qaraai, Y., 2015. The Performance od DTN Routing Protocols: A Comparative Study.
WSEAS TRANSACTIONS on COMMUNICATIONS. Vol. 14, E-ISSN: 2224-2864.
2:123-133.