BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi Kapasitas Sistem Drainase di Kecamatan Medan Johor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum

2.1 Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota

  dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan didaerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

  Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan.

  Secara umum, sistem drainase dapat didefenisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat berfungsi secara optimal. Sistem drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air.

  8 Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat dikelompokkan menjadi: a. Drainase alamiah (natural drainage)

  Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

  b. Drainase buatan (artificial drainage) Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

  Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara konstruksinya, dapat dikelompokkan menjadi: a. Saluran Terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/mengganggu lingkungan.

  b. Saluran Tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota.

  Fungsi dari saluran drainase itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu: a. Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga lahan dapat difungsikan secara optimal b. Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air/banjir c. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal

  d. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada

  e. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana banjir Beberapa penyebab terjadinya banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab-sebab berikut ini: a. Perubahan tata guna lahan (land-use)

  b. Pembuangan sampah

  c. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat

  d. Curah hujan yang tinggi

  e. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai Bencana banjir hampir setiap musim penghujan selalu melanda, berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang berada diatas normal dan adanya pasang naik air laut.

  Dalam menentukan dimensi sistem drainase, intensitas hujan dengan periode ulang tertentu di suatu jaringan drainase dipakai sebagai dasar analisis perhitungan kuantitasnya jauh lebih besar dibandingkan aliran dari domestik lainnya.

2.2 Karakteristik Wilayah Studi

  2.2.1 Letak Geografis

  Pemerintahan pada kecamatan Medan Johor mempunyai luas wilayah seluas

  2

  16,96 km yang terdiri dari 6 kelurahan yaitu Kelurahan Titi Kuning, Kwala Bekala, Kedai Durian, Pangkalan Masyhur, Gedung Johor, Sukamaju. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut:

   Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang  Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

  2.2.2 Topografi

  Secara umum topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5

  • – 37,5 meter diatas permukaan laut. Kondisi topografi suatu daerah merupakan faktor penting dalam perencanaan sistem drainase sehingga dapat diketahui tinggi rendahnya suatu daerah perencanaan (kontur) yang dapat mempermudah dalam merencanakan arah aliran air hujan yang jatuh ke tanah.

  2.2.3 Klimatologi

  Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC.

  Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 299,5 mm pada Stasiun Polonia dan 226,0 mm pada Stasiun Sampali.

2.2.4 Tata Guna Lahan

  Penggunaan lahan suatu daerah merupakan gambaran dari aktivitas penduduk sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis teknologi, jenis usaha, kondisi fisik dan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Semakin berkembang suatu kota, maka semakin beragam pula kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatnya, sehingga berarti semakin beragam pula penggunaan lahan.

  Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Kecamatan Medan Johor terletak di selatan

  2 Kota Medan dengan luas lahan 16,96 km serta jumlah penduduk 123.851 jiwa.

  Kecamatan Medan Johor merupakan daerah resapan (daerah konservasi) yang berbatasan langsung dengan kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang yaitu Kecamatan Namo Rambe dan Deli Tua.

Gambar 2.1 menunjukkan “Peta Aliran Sungai Kota Medan”.

  (Sumber : google.com)

Gambar 2.1 Peta Aliran Sungai Kota Medan

  Selat Malaka

  Analisis Hidrologi

2.3 Proses analisis hidrologi pada dasarnya merupakan proses pengolahan data

  curah hujan, data luas dan bentuk daerah pengaliran (catchment area), data kemiringan lahan/beda tinggi, dan data tata guna lahan yang kesemuanya mempunyai arahan untuk mengetahui besarnya curah hujan rerata, koefisien pengaliran, waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, dan debit banjir rencana. Sehingga melalui analisis ini dapat dilakukan juga proses evaluasi terhadap saluran drainase yang ada (eksisting).

Gambar 2.2 Siklus hidrologi

  Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.3.1 Data Curah Hujan

  Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Penentuan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.

  Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan areal dapat dihitung dengan beberapa metode:  Metode Rata-Rata Aljabar Curah hujan didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung (aritmatic mean) dari penakaran pada penakar hujan areal tersebut. Cara ini digunakan apabila: 1. Daerah tersebut berada pada daerah yang datar.

  2. Penempatan alat ukur tersebar merata.

  3. Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya. Rumus yang digunakan:

  1 R = (R + R + ........ + R ) .......................................................................... (2.1) 1 2 n n

  dimana:

  R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) n = jumlah stasiun pengamatan R 1 = curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm)

  R = curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm)

  2 R = curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm) n

   Metode Polygon Thiessen Cara ini didasarkan atas cara rata-rata timbang, dimana masing-masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun, dengan planimeter makan dapat dihitung luas daerah tiap stasiun. Sebagai kontrol maka jumlah luas total harus sama dengan luas yang telah diketahui terlebih dahulu. Masing-masing

  luas lalu diambil prosentasenya dengan jumlah total 100%. Kemudian harga ini dikalikan dengan curah hujan daerah di stasiun yang bersangkutan dan setelah dijumlah hasilnya merupakan curah hujan dicari. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah: 1. Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun.

  2. Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan.

  3. Topografi daerah tidak diperhitungkan.

  4. Stasiun hujan tidak tersebar merata. Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut: 1 1 2 2 n n 1 2 n

  A R + A R + ........ + A R R = A + A + ........ + A

  ................................................................. (2.2) dimana:

  R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) 1 2 n R , R ,........, R

  = curah hujan pada stasiun 1,2……..,n (mm) 1 2 n

  A , A ,........, A

  = luas daerah pada polygon 1,2,……..n (km

  2

  )

Gambar 2.3 Polygon Thiessen STA 4 STA 5 STA 6 STA 2 STA 3 STA 1

  A4 A3

A1

A5 A6 A2

  dimana:

  A = luas daerah pengaruh stasiun pertama 1 A 2 = luas daerah pengaruh stasiun ke-2

  A = luas daerah pengaruh stasiun ke-3 3 A = luas daerah pengaruh stasiun ke-4

4 A = luas daerah pengaruh stasiun ke-5

  5

   Metode Isohyet Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah tangkapan hujan tidak merata. Dengan cara ini kita harus menggambar kontur berdasarkan tinggi hujan yang sama, sama seperti Gambar 2.4. Metode ini digunakan dengan ketentuan:

  1. Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan

  2. Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

  3. Yang bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat Stasiun hujan Batas DAS

  Kontur tinggi hujan A1 A3 A5 A2

A4

A6 10 mm 50 mm 60 mm 70 mm 20 mm 30 mm

40 mm

Gambar 2.4 Metode Isohyet

  Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

  R + R R + R R + R 1 2 2 4 n n-1 A + A + ........ + A 1 2 n

  2

  2

  2 R =

  .................................. (2.3)

  A + A + ........ + A 1 2 n

  dimana:

  R = curah hujan rata-rata (mm) R , R ,........, R 1 2 n = curah hujan pada stasiun 1,2……..,n (mm)

  2 A , A ,........, A = luas area antara 2 (dua) isohyet (km ) 1 2 n

  Pada umumnya, data curah hujan yang tercatat terdapat beberapa yang hilang atau dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya. Untuk mengisi data yang hilang digunakan Metode Reciprocal, dimana metode ini menggunakan data curah hujan referensi dengan mempertimbangkan jarak stasiun yang akan dilengkapi datanya dengan stasiun referensi tersebut. Persamaan matematis yang digunakan:

   H   H   H  1 2 2 n 2 + ........ + 2      

  • L L L
  • 1 2 n      

      Hh = .............................................. (2.4)

           

      1

      1

      1 2 2 + ........ + 2      

    • L L L
    • 1 2 n       dimana:

        Hh = hujan di stasiun yang akan dilengkapi H ,........, H = hujan di stasiun referensi 1 n

      L ,........, L = jarak stasiun referensi dengan stasiun yang dilengkapi (m)

      1 n

        2.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

        Untuk menghitung debit banjir dengan periode ulang tertentu, diperlukan juga hujan maksimum dengan periode ulang tertentu pula. Hujan maksimum ini sering disebut dengan hujan rencana.

        Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah:

         Distribusi Normal  Distribusi Log Normal  Distribusi Log Person III  Distribusi Gumbel

        Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien

        skewness (kecondongan atau kemencengan).

      Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting

        Parameter Sampel Populasi n

        1 x = x

        Rata-rata i μ = E(X) = x f(x) dx

          n i=1 n 2 1 2  - 2 1

        

      1 

      2 Simpangan baku s = x - x i   σ = E x -μ

        

            n -1 i=1

       

      s σ

        CV =

        CV =

        Koefisien variasi

        x μ n 3 2   n x - x E x -

         i  μ   

         

        Koefisien skewness i=1

        γ = 2 G = 3 σ n -1 n - 2 s

          

        (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)

      2.3.2.1 Distribusi Normal

        Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

        2

          x - 1 μ

         

        P(X) = exp -      x ............................................................ (2.5)   2

        2 σ

        σ 2π     dimana:

        = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

      P(X)

        = variabel acak kontinu

        X

        = rata-rata nilai X

        μ

        σ = simpangan baku dari nilai X Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan:

        X - X T

      K = ........................................................................................................ (2.6)

      T S

        dimana:

        X = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun T X = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

        K = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)

        T

        Nilai faktor frekuensi K umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk

        T

        mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced Gauss).

      Tabel 2.2 Nilai variabel reduksi Gauss

        No. Periode ulang, T (tahun) Peluang K T 1 1,001 0,999 -3,05 2 1,005 0,995 -2,58 3 1,010 0,990 -2,33 4 1,050 0,950 -1,64 5 1,110 0,900 -1,28 6 1,250 0,800 -0,84 7 1,330 0,750 -0,67 8 1,430 0,700 -0,52 9 1,670 0,600 -0,25

        10 2,000 0,500 11 2,500 0,400 0,25 12 3,300 0,300 0,52 13 4,000 0,250 0,67 14 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1000,000 0,001 3,09

        (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

      2.3.2.2 Distribusi Log Normal

        Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut: 2

          Y - 1 μ

         Y 

        P(X) = exp -   X > 0 ............................................................... (2.7)

        2 X 2 σ

        σ 2π   Y  

        Y = Log X dimana:

        P(X) = peluang log normal X = nilai variat pengamatan Y σ = deviasi standar nilai variat Y Y

        μ = nilai rata-rata populasi Y Dengan persamaan yang dapat didekati: T T

        Y = Y + K S ...................................................................................................... (2.8) T T

        Y - Y K = S

        ......................................................................................................... (2.9) dimana: T Y = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan

        Y

        = nilai rata-rata hitung variat

        S = deviasi standar nilai variat T

        K = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

      2.3.2.3 Distribusi Log Person III

        Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.

        Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III).

        Tiga parameter penting dalam LP III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefesien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefesien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.

        Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III:  Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X  Hitung harga rata-rata: n i i=1

        log X LogX = n

        

        ................................................................................. (2.10)  Hitung harga simpangan baku:

          0,5 n 2 i i=1 logX - logX s = n -1  

                 

        

        .................................................................... (2.11)  Hitung koefesien kemencengan:

             3 n i i=1 3 n logX - logX G = n -1 n - 2 s

        

        ....................................................................... (2.12)  Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus: T

        LogX = LogX + K.s ............................................................................ (2.13) K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G, dicantumkan pada Tabel 2.3.

      • 0,667
      • 0,714
      • 0,769
      • 0,832
      • 0>0,636
      • 0,666
      • 0,696
      • 0,725
      • 0
      • 0,396
      • 0,384
      • 0,368
      • 0,351
      • 0,330

      • 0,990
      • 1,087
      • 1,197
      • 1,318
      • 1>0,777
      • 0,799
      • 0,817
      • 0,832
      • 0
      • 0,307
      • 0,282
      • 0,254
      • 0,225
      • 0,195
      • >1,558
      • 1,733
      • 1,880
      • 2,029
      • 2>0,852
      • 0,856
      • 0,857
      • 0,855
      • 0
      • 0,164
      • 0,132
      • 0,099
      • 0,066
      • 0,033
      • >2,326
      • 2,472
      • 2,615
      • 2,755
      • 2
      • 0,842
      • 0,830
      • 0,816
      • 0,800
      • 0,780
      • >0,2
      • 0,4
      • 0,6
      • 1,0
      • 1,2
      • 1,4
      • 1,6
      • 3,022
      • 2,149
      • 2,271
      • 2,238
      • 3
      • 0,758
      • 0,732
      • 0,705
      • 0,675
      • 0,643
      • >2,0
      • 2,2
      • 2,4
      • 2,6
      • 2,8
      • 3,605
      • 3,705
      • 3,800
      • 3,889
      • 3,973
      • 7
      • 0,609
      • 0,574
      • 0,532
      • 0,490
      • 0,469
      • 0,420

        1,340 1,336 1,328 1,317 1,301

        2,043 1,993 1,939 1,880 1,818

        2,542 2,453 2,359 2,261 2,159

        3,022 2,891 2,755 2,615 2,472

        0,0

        0,000 0,033 0,066 0,099 0,132

        0,842 0,850 0,855 0,857 0,856

        1,282 1,258 1,231 1,200 1,166

        1,715 1,680 1,606 1,528 1,448

        2,051 1,945 1,834 1,720 1,606

        2,236 2,178 2,028 1,880 1,733

        0,164 0,195 0,225 0,254 0,282

        0,852 0,844 0,832 0,817 0,799

        1,128 1,086 1,041 0,994 0,945

        1,366 1,282 1,198 1,116 1,035

        1,492 1,379 1,270 1,166 1,069

        1,588 1,449 1,318 1,197 1,087

        0,307 0,330 0,351 0,368 0,384 0,396

        0,777 0,752 0,725 0,696 0,666 0,636

        0,895 0,844 0,795 0,747 0,702 0,660

        0,959 0,888 0,823 0,764 0,712 0,666

        0,980 0,900 0,823 0,768 0,714 0,666

        0,990 0,905 0,832 0,796 0,714 0,667

        (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

        Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan:

        0,758 0,780 0,800 0,516 0,830

        1,0 0,8 0,6 0,4 0,2

        3,605 3,449 3,388 3,271 3,149

        10

      Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log-Person III

        Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang) Koef. G

        1,0101 1,2500

        2

        5

        10

        25 50 100 Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

        99

        80

        50

        20

        4

        2,192 2,848 2,780 2,076 2,626

        2

        1 3,0 2,8 2,6 2,4 2,2

        0,420 0,460 0,499 0,537 0,574

        1,180 1,120 1,238 1,262 1,284

        2,278 2,275 2,267 2,256 2,240

        3,152 3,144 3,071 3,023 2,970

        4,051 3,973 2,889 3,800 3,705

        2,0 1,8 1,6 1,4 1,2

        0,609 0,643 0,675 0,705 0,732

        1,302 1,318 1,329 1,337 1,340

        2,219 2,193 2,163 2,218 2,087

      2.3.2.4 Distribusi Gumbel

        X = X + SK ........................................................................................................ (2.14) dimana:

        1

        

      100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

        9

      10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5520

      20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353

      30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436

      40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

      50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

      60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

      70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

      80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

      90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

        8

        7

        6

        5

        4

        3

        2

        N

        X = peluang log normal S = nilai variat pengamatan

      Tabel 2.4 Reduksi Standar deviasi (Y n ) untuk distribusi Gumbel

        Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.15.

      Tabel 2.4 : Standard Deviasi (Y n ), Tabel 2.5 : Reduksii Standard Deviasi (S n ), dan Tabel 2.6 : Reduksi Variat (Y tr ) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel

        ................................................................................................ (2.16)

        T      

        T -1 Y = -ln

        Y = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: r r T r

        ..................................................................................................... (2.15) dimana: n Y = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data ke-n n S = reduced standar deviation yang tergantung pada jumlah sampel/data ke-n r T

        Y - Y K = S

        Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan: T n T n

        (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51)

      Tabel 2.5 Reduksi standar deviasi (S n ) untuk untuk distribusi GumbelTabel 2.6 Reduksi variat (Y

        Pengujian parameter yang sering dipakai adalah (a) Chi-Kuadrat dan (b) Smirnov- Kolmogorov.

        

      fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang

      diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.

        Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of

        (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

        10 2,2510 250 5,5206 20 2,9709 500 6,2149 25 3,1993 1000 6,9087 50 3,9028 5000 8,5188 75 4,3117 10000 9,2121

        Reduced variate, Y Tr 2 0,3668 100 4,6012 5 1,5004 200 5,2969

        Periode ulang, T r (tahun)

        T r (tahun) Reduced variate, Y Tr

        ) sebagai fungsi periode ulang Periode ulang,

        Tr

        (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

        N

        

      100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

        9

      10 0,9496 0,9676 0,9883 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

      20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080

      30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

      40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1547 1,1590

      50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

      60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

      70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

      80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

      90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060

        8

        7

        6

        5

        4

        3

        2

        1

      2.3.3 Uji Kecocokan Distribusi

        a. Uji Chi-Kuadrat Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.

        2

        , yang dapat dihitung Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ dengan rumus berikut: G 2 2 (O  E ) i i

          ....................................................................................... (2.17) h

         i 1  E i dimana: 2  = parameter chi-kuadrat terhitung h

        = jumlah sub kelompok

        G O = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i i

        E = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

        i 2 2

        

        Parameter merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai h h

        2

        sama atau lebih besar dari nilai chi- ) dapat dilihat pada kuadrat sebenarnya (χ Tabel 2.7. Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut:  Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima,  Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima,  Apabila peluang berada di antara 1 – 5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu data tambahan.

        b. Uji Smirnov-Kolmogorov Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Prosedur untuk uji Smirnov-Kolmogorov ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:  Urutkan data dari besar ke kecil dan tentukan peluang dari masing-masing data tersebut dengan rumus:

        m P 100% n 1  

        

        ..................................................................................... (2.18) dimana:

        P

        = peluang (%)

        m = nomor urut data n = jumlah data

         Tentukan peluang teoritis untuk masing-masing data tersebut berdasarkan persamaan distribusinya:

        1 P T 

        ...................................................................................................... (2.19)  Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis:

            maks maks D maksimum P Q P ' Q    

         

        .................................................. (2.20)  Apabila D lebih kecil dari D

        o maka distribusi yang digunakan untuk

        menentukan debit rencana dapat diterima, sebaliknya jika harga D lebih besar dari D o , maka distribusi yang digunakan untuk menentukan debit rencana tidak diterima.  Berdasarkan Tabel 2.8, nilai kritis Smirnov-Kolmogorov ditentukan harga D o .

      Tabel 2.7 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)

        dk α derajat kepercayaan

        0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005 1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879 2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 6,783 9,210 10,597 3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838 4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860 5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750 6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548 7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278 8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 24,955 9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

        10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188 11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757 12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300 13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819 14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319 15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801 16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267 17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718 18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156 19 6,884 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582 20 7,434 8,260 9,591 10,851 34,410 34,170 37,566 39,997 21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401 22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796 23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181 24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558 25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928 26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,920 27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645 28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993 29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336 30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 372)

      Tabel 2.8 Nilai kritis D o untuk uji Smirnov-Kolmogorov

        1,63/N

        .................................................................................................... (2.21)

        24 I = 24 t      

        Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian adalah sebagai berikut: 2 3 24 R

        Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris.

        (Sumber : Bonnier, 1980)

        0,5

        0,5

        N Derajad kepercayaan,

        1,36/N

        0,5

        1,22/N

        0,5

        N>50 1,07/N

        10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,20 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23

        α 0,20 0,10 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0,67

      2.3.4 Intensitas Curah Hujan

        dimana: = intensitas curah hujan (mm/jam)

        I R = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) 24 t = lamanya curah hujan (menit) atau (jam)

        Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24 jam).

      2.3.5 Koefisien Limpasan

        Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).

        Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan.

        Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur aliran yang terdekat.

        Faktor-faktor yang berpengaruh limpasan aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

         Faktor meteorologi yaitu karakteristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.  Karakteristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan.

        Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besar harga koefisien pengaliran (C). Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGueen, 1989 disajikan di dalam tabel 2.9.

      Tabel 2.9 Koefiesien limpasan untuk metode Rasional

        Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, C Business perkotaan pinggiran

      • – 0,90 0,50
      • – 0,70 0,30
      • – 0,50 0,40
      • – 0,60 0,60
      • – 0,75 0,25
      • – 0,40 0,50
      • – 0,70 0,50
      • – 0,80 0,60
      • – 0,90 0,70
      • – 0,95 0,50
      • – 0,70 0,75
      • – 0,95 0,05
      • – 0,10 0,10
      • – 0,15 0,15
      • – 0,20 0,13
      • – 0,17 0,18
      • – 0,22 0,25
      • – 0,35 0,10
      • – 0,35

        Perumahan rumah tunggal multiunit, terpisah multiunit, tergabung perkampungan apartemen

        Industri ringan berat

        Perkerasan aspal dan beton batu bata, paving

        Atap Halaman, tanah berpasir datar 2% rata-rata 2-7% curam, 7%

        Halaman tanah berat datar 2% rata-rata 2-7% curam, 7%

        Halaman kereta api 0,70

        Taman tempat bermain 0,20

      • – 0,35 Taman, pekuburan

        0,10

      • – 0,25 Hutan datar, 0-5%

        0,10

      • – 0,40 bergelombang, 5-10% 0,25
      • – 0,50 berbukit, 10-30%

        0,30

      • – 0,60 (Sumber : McGuen, 1989)

      2.3.6 Debit Rencana

        Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya oleh banjir. Pemilihan atas metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut:

        

      Q = 0, 278×C×C × I× A ................................................................................. (2.22)

      p s

        dimana:

        3 Q = debit rencana (m /detik) p

        = koefisien aliran permukaan

        C C s = koefisien tampungan

        I = intensitas hujan (mm/jam)

      2 A = luas daerah pengaliran (km )

        Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (sub area) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing sub area nilainya berbeda untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang akan ditetapkan oleh rencana kota.

        Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relatif mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini:

        2T c

      C = ..................................................................................................... (2.23)

      s

        2T + T c d

      2.3.7 Waktu Konsentrasi

        Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut: 2 0,385

         0,87× L 

      t = ........................................................................................... (2.24)

      c   1000×S  

        dimana:

        t = waktu konsentrasi (jam) c L = panjang saluran (km) S = kemiringan rata-rata saluran

        Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (t o ) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran t sehingga T = t + t .

        d c o d

         2 n  t = ×3, 28× L× ................................................................................... (2.25) o  

        3 S  

        L s

      t = ............................................................................................................ (2.26)

      d

        60V

        dimana: t = inlet time ke saluran terdekat (menit) o t = konduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) d = angka kekasaran manning

        n

        S = kemiringan lahan (m) = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)

        L L s = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m) V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)

        Titik terjauh t menuju saluran drainase

        o

        Titik pengamatan Titik terjauh t menuju saluran drainase

        d

      Gambar 2.5 Lintasan aliran waktu inlet time (t o ) dan conduit time (t d )

        Analisis Hidrolika

      2.4 Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam

        menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.

      2.4.1 Saluran Terbuka

        Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang:

         Lahan yang masih memungkinkan (luas)  Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang  Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan

        Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran:  Kecepatan dalam saluran Chezy V = C RI .............................................................................................. (2.27) dimana:

        V = kecepatan rata-rata (m/detik) C

        = koefesien Chezy = jari-jari hidrolis (m)

        R

        I = kemiringan atau gradien dari dasar saluran

        Koefesien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut:

        0, 00155

        1 23 +  I n C =

         Kutter: ……………………. (2.28)

        23 + 0, 00155 n   1+

        I 1/6 R

        R C =

         Manning: ……………………………………..…. (2.29) n

        87 C = 1+  Bazin: ……………………………………. (2.30) m

        R dimana: V = kecepatan (m/detik)

        1/2

        C = koefesien Chezy (m /detik)

        R = jari-jari hidraulis (m)

        S = kemiringan dasar saluran (m/m)

        1/3 n = koefesien kekasaran Manning (detik/m )

      m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran

         Debit aliran bila menggunakan rumus Manning 2 1