BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Efektivitas Pelayanan Sosial Anak di Bidang Pendidikan di Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Efektifitas

  Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama. (Barnard, 1992:27)

  Dalam Ensklopedia umum (1977: 129), disebutkan bahwa efektivitas menunjukkan taraf tercapaunya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dikatakan dengan ukuran yang agak pasti.

  Menurut Cambel, J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang paing menonjol adalah: 1) Keberhasilan program. 2) Keberhasilan sasaran. 3) Keputusan terhadap program. 4) Tingkat input dan output. 5) Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121).

  Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas (kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Dimana efektif adalah: 1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) 2) manjur atau mujarab (seperti obat) 3) dapat membawa hasil; berhasil guna (seperti usaha, tindakan) 4) mulai berlaku (seperti undang-undang, peraturan)

  (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga tahun 2003:284) Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan jumlah penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Singkatnya efektivitas memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas tersebut, maka tidaklah mengherankan jika sekian banyak pemdapat mengalami pertentangan sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengatur, dan bahkan csra menetukan indikatot dari efektivitas.

2.2 Pengertian Pelayanan Sosial Pelayanan sosial terdiri dari dua kata, yaitu pelayanan dan sosial.

  Pelayanan berarti usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik materi dan non materi agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. berupa uang, makanan, sandang, perumahan, dan lain-lain yang bersifat materi melainkan juga bersifat non materi seperti bimbingan. Sedangkan sosial berarti kawan, yaitu : 1) suatu badan umum ke arah kehidupan bersama manusia dan masyarakat, 2) suatu petunjuk ke arah usaha-usaha menolong orang miskin dan sengsara (Soetarso, 1977:78)

  Selanjutnya Syarif Muhidin memberikan defenisi pelayanan sosial dalam arti luas dan sempit, yaitu: 1)

  Pelayanan dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan tenaga kerja, dan sebagainya. 2)

  Pelayanan dalam arti sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung..

  Motif utama dalam pelayanan sosial adalah masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk membantu masyarakat yang lebih lemah dan kurang beruntung serta memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dupenuhi oleh mereka sendiri secara perorangan. Motif inilah yang kemudian mendorong terbentuknya lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti yayasan yang berusaha membantu, menghibur, dan memberikan kepada kliennya dengan berbagai aktivitas kegiatannya

2.2.1 Klasifikasi Pelayanan Sosial

  Pelayanan sosial sebagai suatu kegiatan yang terorganisir bertujuan untuk membantu tercapainya penyesuaian timbal balik antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya.

  Klasifikasi pelayanan sosial dikemukakan oleh Alfred J. Khan dengan berdasarkan pada fungsinya sebagai berikut, yaitu:

  1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan.

  Tujuan kegiatan ini adalah sosialisasi, menanamkan pemahaman akan tujuan dan motivasi, serta meningkatkan mutu perkembangan kepribadian.

  2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial.

  Pelayanan ini dapat berupa bntuan singkat, intensif dan pribadi sifatnya dengan program-program perbaikan situasi lingkungan sosial, antar orang atau unsur-unsur kepribadiannya juga termasuk pemulihan kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial individu.

  3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan pelayanan sosial yang sudah ada dan pemberian informasi dan nasihat.

  Pelayanan sosial yang disusun dengan baik dan disampaikan dengan efektif akan dapat memenuhi kebutuhan dan bahkan menciptakan kepuasan. Pelayanan sosial yang dilaksanakan secara luas dan mempunyai karakter kehidupan masyarakat.

2.2.2 Program-Program Pelayanan Sosial

  Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi kesejahteraan sosial. Pelayanan sosial melalui kegiatan-kegiatan atau intervensi kasus yang dilanksanakan secara diindvidualisasikan, langsung, dan terorganisir yang bertujuan membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai penyesuaian.

  Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut: 1)

  Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan layanan yang tersedia. 2)

  Pelayanan terapi, mencakup pertolongan dan terapi, atau rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya, pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah, perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia. 3)

  Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre (Nurdin 1989 : 50).

2.2.3 Standart Pelayanan Sosial

  Kata “standart” yang digunakan disini dapat berarti: • Suatu norma bagi pelayanan sosial.

  • Suatu bentuk norma atau peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk digunakan sebagai pedoman. Adapun jenis standart pelayanan sosial itu adalah:

  1) Standart minimum.

  Standart ini digunakan apabila pemerintah menginginkan penetuan persyaratan wajib untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan sosial. Badan-badan sosial didorong untuk melampaui standart minimum tersebut.

  2) Standart maksimum.

  Standart ini merupakan sasaran pencapaian mutu pelayanan tertinggi yang ditentukan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu. Standart maksimum ini dapat digunakan dalam perencanaan sosial jangka panjang. 3) Standart realistis.

  Standart ini lebih banyak berfungsi sebagai pedoman dan oleh karenanya tidak mempunyai kkuatan memaksa. Tujuan utama standart ini adalah mendorong badan-badan sosial untuk meningkatkan pelayanannya.

  Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang saling menunjang dan saling melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan pelayanan diluar panti. Keduanya harus tercakup dalam standart yang berisikan:

  1) Bangunan dan fasilitas lingkungannya.

  Bangunan dan fasilitas lingkungan merupakan objek yang secara langsung digunakan untuk menampung atau menyembuhkan penerima pelayanan.

  Biasanya luas panti untuk satu orang klien digunakan sebagai standart lias bangunan. Veifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan merupakan hal-hal yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang akan dibangun.

  2) Peralatan.

  Peralatan ini mencakup tempat tidur, meja, kursi, dan lain-lain yang digunakan baik secara perorangan maupun bersama-sama.

  3) Pelayanan operasional.

  Mencakup hal-hal sebagai berikut: a. makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah belah dan lain-lain).

  b. pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian) c. kesehatan dan kebersihan.

  d. rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang.

  4) Pelayanan professional.

  Mencakup hal-hal sebagai berikut: a.

  Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh) b. Pekerja sosial dan pelayanan professional lain yang terkait (jumlah dan tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh, dan sebagainya).

  c.

  Pelayanan pendidikan.

  d.

  Latihan kerja e. Pelayanan bimbingan lanjut

  5) Tenaga.

  Standart ini mencakup kualifikasi petugas, dan peremajaan, kondisi kerja, perawatan kesehatan, dan jaminan-jaminan lainnya.

  6) Administrasi.

  Mencakup supervisi, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan tugas- tugas professional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan, peraturan-peraturan intern, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya.

2.3. Panti Asuhan

2.3.1 Pengertian Panti Asuhan

  Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:826) mendefinisikan panti asuhan sebagai rumahtempat memelihara dan

  Departemen Sosial Republik Indonesia (1997:4) menjelaskan bahwa :Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan social yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar denganmelaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,memberikan pelayanan pengganti fisik, mental dan sosial padaanak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepatdan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuaidengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi peneruscita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif didalam bidang pembangunan nasional.Kesimpulan dari uraian di atas bahwa panti asuhan merupakanlembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan penganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dansosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh kesempatanyang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuaidengan harapan.

2.3.2. Tujuan Panti Asuhan

  Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997:6) yaitu:

  1) Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara membantudan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yangwajar serta mempunyai keterampilan kerja, sehingga merekamenjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuhtanggung jawab, baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.

  Tujuan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial anak di panti asuhan adalah terbentuknya manusia-manusia yang berkepribadian matang dan berdedikasi, mempunyai keterampilankerja yang mampu menopang hidupnya dan hidup keluarganya.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pantiasuhan adalah memberikan pelayanan, bimbingan dan keterampilankepada anak asuh agar menjadi manusia yang berkualitas.

2.3.3. Fungsi Panti Asuhan

  Panti asuhan berfungsi sebagai sarana pembinaan dan pengentasan anak terlantar. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1997:7) panti asuhan mempunyai fungsi sebagai berikut:

  1) Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak.Panti asuhan berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan, pengembangan dan pencegahan.

2) Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraansosial anak.

  3) Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang merupakanfungsi penunjang).Panti asuhan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat dalam perkembangan dan kepribadian anak-anak remaja Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi panti asuhan adalah memberikan pelayanan, informasi, konsultasi dan pengembangan keterampilan bagi kesejahteraan sosial anak

2.4. Kerangka Pemikiran

  Anak terlantar identik dengan kemiskinan sehingga bertambahnya Kemiskinan memunculkan gelandangan dan pengemis (gepeng), mereka menjadikan tempat apapun sebagai arena hidup termasuk pasar, kolong jembatan, trotoar ataupun ruang terbuka yang ada.

  Penanganan anak, seperti anak terlantar sering dimanfaatkan oleh orang- orang yang tidak bertanggungjawab. Sementara anak jalanan berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  Dalam ketentuan pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian anak terlantar dijabarkan dalam dalam pasal 1 ayat 6 yakni yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Sementara ketentuan yang lebih tinggi, yakni Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam pasal 28B ayat 2 disebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  Dengan berbagai payung hukum yang telah diberikan berarti Negara sebenarnya telah memberikan perlindungan terhadap keberadaan anak jalanan dan terlantar tersebut. Namun dalam banyak hal seringkali masih terjebak dalam paradigma lama, kuat dalam konsep, namun lemah dalam tataran implementasi.

  Political will yang tidak kuat, serta kurangnya pemenuhan hak secara Indonesia masih tinggi.

  Oleh karena itu, selain dari peran pihak pemerintah diharapkan masyarakat juga ikut berperan aktif dalam penanganan masalah anak terlantar juga disikapi dengan serius. Dimana anak terlantar yang merupakan calon pemimpin bangsa yang seharusnya mendapat kasih sayang dan pendidikan yang memadai, bukan bekerja di jalanan demi menghasilkan uang dan agar mereka tetap bisa hidup. Peran masyarakat juga turut andil dimana masyarakat bisa membina dan mengajar anak-anak terlantar yang tidak mempunyai orangtua, kita bisa menjadi orangtua asuh bagi mereka dengan membangun rumah singgah atau panti asuhan dimana mereka merasa terlundungi dan merasakan kasih sayang yang sama dengan anak- anak yang masih memiliki orangtua. Yang hasilnya diharapkan kelak anak terlantar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.

  Salah satu panti asuhan yang terlibat langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial kepada anak terlantar adalah Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah yang berlokasi di Medan Johor. Dimana panti asuhan ini membina anak-anak terlantar dengan metode pembinaan melalui pendidikan formal dan pendidikan agama islam. Proses pelayanan ini merupakan suatu upaya untuk membina wawasan pengetahuan si anak dan berahklak mulia serta melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan ditengah-tengah masyarakat.

  Panti Asuhan Yayasan Amal- Sosial Al-Washliyah Bagan 1 Kerangka Pemikiran Secara Sistematis Metode Pelayanan: a.

  Pendidikan formal b.

  Pendidikan agama islam Anak Asuhan (anak terlantar, fakir miskin, dan anak yatim piatu) a.

  Perkembangan yang dihasilkan: Berwawasan luas b. Dapat berfungsi sosial dengan baik c. Mandiri sesuai dengan kemampuannya

2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.5.1. Defenisi Konsep.

  Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, peristiwa, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

  Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep yang akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

  1) Efektivitas adalah suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana yang dimiliki melalui program-program tertentu.

  2) Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorgnisasi yang bertujuan untuk membantu masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya agar berfungsi dengan baik.

  3) Anak asuhan adalah anak yang hidup di jalanan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan anak yang mempunyai orangtua serta tempat tinggal tetapi dititipkan ke panti asuhan untuk diasuh .

  4) Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah adalah salah satu panti pembinaan sosial yang terlibat pembinaan anak terlantar yang berlokasi di berlandaskan keagamaan dan pendidikan formal dalam pembinaan anak- anak terlantar di panti.

2.5.2. Defenisi Operasional

  Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:63). Untuk melihat variabel-variabel dan indicator-indikator dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan, yaitu sebagai berikut:

  1. Metode pelayanan Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah meliputi: a.

  Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran b.

  Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Kemudian usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam (knowing), terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran Islam (doing), dan

2. Sarana dan prasarana fasilitas yang tersedia: a.

  Gedung dan bangunan-bangunan b. Tempat ibadah c. Kegiatan olahraga 3. Kesejahteraan dan kemandirian anak binaan, meliputi: a.

  Dapat berfungsi sosial atau mandiri dalam melayani dirinya sendiri.

  b.

  Sudah memiliki keterampilan..

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka - Analisis Conjoint Terhadap Preferensi Konsumen Produk Minyak Goreng Kelapa Sawit Di Kota Medan

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA sPEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Mengonsumsi Gula Putih Bermerek Di Kota Medan

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wakaf Secara Umum - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

0 0 8

I. Identitas Responden - Pengaruh Ekuitas Merek dan Bauran Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Merek Samsung di Kota Medan

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekuitas Merek (Brand Equity) - Pengaruh Ekuitas Merek dan Bauran Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Merek Samsung di Kota Medan

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Ekuitas Merek dan Bauran Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Merek Samsung di Kota Medan

0 0 10

Pengaruh Ekuitas Merek dan Bauran Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Merek Samsung di Kota Medan

0 0 11

Pengendalian Intern, Moralitas Manajemen dan Sistem Kompensasi terhadap Perilaku Etis Karyawan dalam Sistem Penggajian di Kantor Bupati Labuhanbatu Selatan dan Kantor Bupati Padang Lawas Utara

0 1 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 2.1. Pasar Modal - Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di BEI Tahun 2006 – 2011

0 0 11