BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Eksperimental Perilaku Mekanik Balok Beton Bertulang dengan Substitusi Abu Cangkang Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

  Kelapa sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 %

  

pericarp (daging buah) dan 20 % cangkang. Hasil dari pengolahan kelapa sawit

  dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang terutama industri makanan, kosmetik, sabun, cat, bahkan akhir-akhir ini sedang di galakkan penggunaannya dari minyak kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif (Biodiesel).

  Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar). Sawit yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30 kg/tandan (Pardamean, 2008). Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya.

  Dari hasil proses pembuatan Crude Palm Oil (CPO) maka akan dihasilkan limbah padat diantaranya serabut buah dan cangkang kelapa sawit itu sendiri, namun ini tidak menjadi masalah bagi Pabrik Kelapa sawit (PKS) karena limbah ini akan menjadi bahan bakar boiler. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas. Uap dari boiler dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik dan untuk merebus TBS sebelum diolah di dalam pabrik.

  2.1.1 Cangkang Kelapa Sawit

  Cangkang merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit

  content ) yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit.

  2.1.2 Abu Cangkang Kelapa Sawit

  Abu cangkang sawit merupakan limbah hasil pembakaran cangkang kelapa sawit yang mengandung banyak silikat. Selain itu, abu sawit tersebut juga mengandung Kation Anorganik seperti Kalium dan Natrium (Graille dkk, 1985). Reaksi antara unsur silikat dengan unsur kalsium dapat membentuk suatu reaksi yang disebut dengan reaksi pozzolanic yang dapat membentuk suatu masa yang kaku dan keras.

  Unsur silika yang dihasilkan abu cangkang kelapa sawit sangat mendominasi yaitu kandungan silika sebesar 61%, sedangkan unsur kalsium yang dihasilkan sebesar 1,5% (Graille dkk, 1985). Jika unsur silika (SiO

  2 ) ditambahkan

  dengan campuran beton, maka unsur silika tersebut akan bereaksi dengan kapur

  2 bebas Ca(OH) yang merupakan unsur lemah dalam beton menjadi gel CSH baru.

  Gel CSH merupakan unsur utama yang mempengaruhi kekuatan pasta semen dan kekuatan beton.

2.2 Semen Portland

  Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga- rongga udara di antara butiran agregat. Jika ditambah air, semen akan menjadi sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

  Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu semen non-hidrolik dan semen hidrolik. Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non- hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozollan, semen portland terak tanur tingggi, semen alumina dan semen expansif.

  Menurut SNI 15-2049-2004, semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silika (SiO

  2 ),

  alumina (Al

2 O 3 ), sedikit magnesia (MgO) dan terkadang sedikit alkali.

2.2.1 Jenis-jenis Semen Portland

  Tipe semen Portland yang berbeda diproduksi agar kebutuhan akan keadaan fisikdan kimia yang berbeda-beda dapat terpenuhi. Secara umum, semen Portland yang ada diproduksi ada 5, antara lain : a.

  Tipe I (Ordinary Portland Cement) berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada dibawah air.

  b.

  Tipe II (Modified Cement) Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.

  c.

  Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement) Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton massal atau dalam skala besar karena tingginya panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

  d.

  Tipe IV (Low-Heat Portland Cement) Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir. e.

  Tipe V (Sulphate-Resisting Cement) Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yangcukup tinggi.

  Sifat-sifat fisik dari semen portland antara lain: a.

  Kehalusan (Fineness) Kehalusan semen mempengaruhi panas yang dihasilkan dan besarnya hidrasi.

  Nilai kehalusan yang tinggi akan meningkatkan hidrasi semen dan meningkatkan pertumbuhan kuat tekan.

  b.

  Kekuatan (Soundness) Kekuatan ini berdasarkan pada kemampuan pasta untuk mengeras serta mempertahankan volumenya setelah pengikatan.

  c.

  Konsistensi (Consistency) Konsistensi didasarkan pada gerakan relatif pada semen pasta segar atau mortar atau kemampuannya untuk mengalir.

  d.

  Waktu Pengikatan (Setting Time) Waktu pengikatan diindikasikan dengan pasta yang sedang menimbulkan reaksi hidrasi yang normal.

  e.

  Salah Pengikatan (False Set) Salah Pengikatan adalah bukti dari hilangnya plastisitas tanpa berkembangnya panas setelah pencampuran. f.

  Kuat Tekan (Compressive Strength) Kuat tekan didukung oleh tipe semen, komposisi bahan dan kehalusan semen.

  g.

  Panas Hidrasi (Heat of Hydration) Panas Hidrasi adalah panas yang ditimbulkan ketika semen dan air bereaksi.

  Panas yang dihasilkan bergantung pada komposisi kimia dari semen tersebut. Kehilangan Pembakaran (Loss on Ignition)

  Kehilangan Pembakaran diindikasikan sebelum hidrasi dan karbonasi, yang diakibatkan penyimpanan yang tidak sesuai.

  2.2.3 Kandungan Semen Portland

  Secara garis besar, ada 4 (empat) senyawa kimia utama yang menyusun semen portland, yaitu:

  1.

  2 ) yang disingkat menjadi C 3 S.

  Trikalsium Silikat (3CaO.SiO 2.

  2 ) yang disingkat menjadi C 2 S.

  Dikalsium Silikat (2CaO.SiO 3.

  2 O 3 ) yang disingkat menjadi C

  Trikalsium Aluminat (3CaO.Al

  3 A.

  2

  3

  2

  O .Fe O ) yang disingkat menjadi Tetrakalsium Aluminoferit (4CaO.Al

  3 4.

  C 4 AF.

  3

  2 Komposisi C S dan C S adalah 70%-80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen (Cokrodimuldjo, 1992).

  Senyawa C

  3 S jika terkena air akan cepat bereaksi dan menghasilkan panas. Panas

  tersebut akan mempengaruhi kecepatan mengeras sebelum hari ke-14. Senyawa C

  

2 S lebih lambat bereaksi dengan air dan hanya berpengaruh terhadap semen

  setelah umur 7 hari. C

  2 S memberikan ketahanan terhadap serangan kimia

  (chemical attack) dan mempengaruhi susut terhadap pengaruh panas akibat lingkungan. Jika kandungan C

3 S lebih banyak maka akan terbentuk semen dengan

  kekuatan tekan awal yang tinggi dan panas hidrasi yang tinggi, sebaliknya jika kandungan C

2 S lebih banyak maka akan terbentuk semen dengan kekuatan awal yang rendah dan ketahanan terhadap serangan kimia yang tinggi.

  Unsur C

3 A sangat berpengaruh pada nilai panas hidrasi tertinggi, baik

  Semen yang mengandung unsur C

3 A lebih dari 10% tidak akan tahan terhadap

  Nama Oksida Utama Rumus Empiris Rumus Oksida Notasi Pendek Kadar rata-rata oksida dalam semen portland (%)

  2 O

  serangan sulfat. Senyawa keempat, yakni C

  4 AF, kurang begitu besar pengaruhnya

  terhadap kekerasan semen atau beton sehingga kontribusinya dalam peningkatan kekuatan kecil.

  Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

  H S C 3,5

  2 2 _

  4 .2H

  CaSO

  8 Kalsium Sulfat Dihidrat (Gypsum)

  4 AF

  3 C

  2 O

  .Fe

  3

  2Ca2AlFeO5 4CaO.Al

  Trikalsium Silikat Ca3SiO5

  12 Tetrakalsium Aluminoferrit

  3 A

Tabel 2.1 Empat senyawa utama dari semen portland

  2 O

  3CaO.Al

  Ca3Al2O6

  25 Trikalsium Aluminat

  2 S

  2 C

  2CaO.SiO

  50 Dikalsium Silikat Ca2SiO4

  3 S

  2 C

  3CaO.SiO

  3 C

Tabel 2.2 Komposisi umum oksida-oksida semen portland tipe I

  

Oksida Notasi Pendek Nama Umum % Berat

  CaO C Kapur

  63 SiO

  2 S Silika

  22 Al

  2 O

  3 A Alumina

  6 Fe

  2 O

  

3 F Ferrit oksida 2,5

  MgO M Magnesia 2,6

  2 K O K Alkalis 0,6

  2 Na O N Disodium oksida 0,3 _

  SO

  

2 Sulfur dioksida 2,0

S _

  CO Karbon dioksida -

  2 C

  2 O H Air

  • H

  Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

2.3 Agregat

  Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

  Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua, yaitu yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

  Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

  2.3.1 Agregat Halus

  Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

  2.3.2 Agregat Kasar

  Agregat kasar (kerikil/batu pecah) adalah hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm. Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar harus bersih dari bahan-bahan organik, dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan gel semen.

2.4 Air

  Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.

  Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi semen (water cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.

  Air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1)

  Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan- bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. 2)

  Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

  3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi:

  (1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

  (2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

  Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa,

  “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C 109 ).

2.5 Bahan Tambahan (Admixture)

  Bahan tambah adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama pencampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

  Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah kimia (chemical

  admixture ) lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja beton pada saat

  pelaksanaan. Sedangkan, bahan tambah additive merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan, sehingga dapat dikatakan bahwa bahan tambah aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatan beton.

2.5.1 Bahan Tambah kimia (chemical admixture)

  a) Tipe A (Water-Reducing Admixtures)

  Water-Reducing Admixture adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.

  Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan beton.

  c) Tipe C (Accelerating Admixtures)

  Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.

  d) Tipe D (Water Reducing and Retarding Admixtures)

  Water Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan awal.

  e) Tipe E (Water Reducing and Accelerating Admixtures)

  Water Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal.

  f) Tipe F (Water Reducing, High Range Admixtures)

  Water Reducing, High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.

  g) Tipe G (Water Reducing, High Range Retarding Admixtures)

  yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton.

2.5.2 Bahan Tambah Mineral (Additive)

  Bahan tambah mineral merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton, terutama kuat tekan sehingga bahan tambah mineral ini cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzollan, fly ash, dan silica fume.

  Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral antara lain : Memperbaiki kinerja workability

  • Mengurangi panas hidrasi
  • Mengurangi biaya pekerjaan beton
  • Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat
  • Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika
  • Mempertinggi usia beton
  • Mempertinggi kekuatan tekan beton
  • >Mempertinggi keawetan beton

  Mengurangi penyusutan

  • Mengurangi porositas dan daya serap air
  • 2.6 Beton

  Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, tambahan lainnya. Campuran yang masih plastis ini dicor ke dalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi campuran semen-air, yang menyebabkan pengerasan beton. Campuran antara semen dan air akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai bahan ikat. Sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi sebagai bahan pengisi, dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen. Seiring berjalannya waktu, ikatan antara pasta semen dengan agregat ini akan menjadi keras dan padat yang disebut beton.

  Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Nilai kuat tarik beton berkisar antara 9%-15% kuat tekannya (Tri Mulyono, 2004).

  Kecilnya kuat tarik ini merupakan salah satu kelemahan dari beton biasa. Untuk mengatasinya, beton dikombinasikan dengan tulangan baja, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Beton yang demikian disebut dengan istilah beton bertulang.

  Beton dan tulangannya harus disusun komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai material yang optimal. Hal ini dimungkinkan karena beton dapat dengan mudah dibentuk dengan cara menempatkan campuran yang masih basah ke dalam cetakan beton sampai terjadi pengerasan beton. Jika berbagai unsur pembentuk beton dirancang dengan baik, maka hasilnya adalah bahan yang kuat, tahan lama dan apabila dikombinasikan dengan baja tulangan akan menjadi elemen yang utama pada suatu sistem struktur. Parameter-parameter yang mempengaruhi kualitas beton, antara lain : 1.

  Kualitas semen. Proporsi semen terhadap air dalam campurannya.

  3. Kekuatan dan kebersihan agregat.

  4. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dan agregat.

  5. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton.

  6. Penempatan yang benar, penyelesaian dan kompaksi beton segar.

  ° 7.

  F pada saat beton Perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50 hendak mencapai kekuatannya.

  8. Kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton ekspos dan 1% untuk beton terlindung.

2.6.1 Sifat-sifat Beton Segar (Fresh Concrete)

  Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan).

  Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu :

  kemudahan pengerjaan (workability), pemisahan kerikil (segregation), dan pemisahan air (bleeding).

a. Kemudahan Pengerjaan (Workabilitas)

  Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan. Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas adukan beton, yaitu : Jumlah air pencampur.

  Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan.

  2. Kandungan semen.

  Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai faktor air semen tetap.

  3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

  Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

  4. Bentuk butiran agregat kasar Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

  5. Cara pemadatan dan alat pemadat.

  Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

b. Pemisahan Kerikil (Segregasi)

  Segregasi adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

  Campuran kurus atau kurang semen.

  2. Terlalu banyak air.

  3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

  4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat, semakin mudah terjadi segregasi.

  Pemisahan kerikil ini dapat dicegah dengan mengurangi tinggi jatuh adukan beton, menggunakan air sesuai dengan persyaratan, menyediakan cukup ruang antara batang tulangan dengan adukan, penggunaan ukuran agregat yang sesuai dengan persyaratan dan pemadatan yang baik.

c. Pemisahan Air (Bleeding)

  Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).

  Bleeding dapat dikurangi dengan cara : 1.

  Memberi lebih banyak semen.

  2. Menggunakan air sesedikit mungkin.

  3. Menggunakan agregat halus lebih banyak.

  4. Memasukkan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.

2.6.2 Sifat-sifat Beton Keras (Hardened Concrete)

  Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan

a. Kekuatan Tekan Beton

  Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

  Untuk pengujian tekan beton, benda uji berupa silinder beton berdiameter 15 cm dan tingginya 30 cm ditekan dengan beban P sampai runtuh. Karena ada

  c ) sebesar beban (P)

  beban tekan P, maka terjadi tegangan tekan pada beton (σ dibagi dengan luas penampang beton (A), sehingga dirumuskan :

  P

   ........................................................ (2.1) c

  A

  Dimana :  c = tegangan tekan beton (MPa)

  P

  = besar beban tekan (N)

2 A

  = luas penampang beton (mm )

b. Kekuatan Tarik Belah Beton

  Pengujian kuat tarik belah dilakukan dengan memberikan tegangan tarik pada beton secara tidak langsung. Nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut yang diletakkan mendatar sejajar dengan permukaan meja penekan mesin uji tekan. kecepatan pembebanan konstan yang berkisar antara 0,7 hingga 1,4 MPa per menit sampai benda uji hancur. Kecepatan pembebanan untuk benda uji berbentuk silinder dengan ukuran panjang 300 mm dan diameter 150 mm berkisar antara 50 sampai 100 kN per menit.

  Menurut SNI 03-2491-2002, kuat tarik belah dari benda uji silinder dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  2 P F  ...................................................... (2.2) ct

   ld Dimana :

  F = kuat tarik belah (MPa) ct P

  = beban uji maksimum (beban belah/hancur) yang ditunjukkan mesin uji tekan (N)

  l = panjang benda uji (mm) d = diameter benda uji (mm)

c. Penyerapan Air (Absorbsi)

  Absorbsi merupakan banyaknya air yang diserap sampel beton. Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan

  Berdasarkan SNI 03-6433-2000, perhitungan besarnya penyerapan air menggunakan persamaan:

  

BA

  ......................................... (2.3)

  Absorbsi (%)   100

A

  Dimana :

  A

  = Berat beton dalam kondisi kering (gr)

  B = Berat beton setelah direndam (gr)

2.7 Baja Tulangan

  Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di dalam sistem. Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya.

  Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan leleh (f y ) dan modulus elastisitas (E s ). Tulangan polos, yang biasa digunakan untuk penulangan geser/begel/sengkang, mempunyai tegangan leleh minimal sebesar 240 Mpa.

  Sedangkan tulangan ulir yang biasa digunakan untuk tulangan longitudinal atau 03-2847-2002, nilai modulus elastisitas baja adalah 200.000 MPa.

2.8 Kuat Lentur Balok Persegi

  Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan terjadi di bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah penampang. Regangan- regangan tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah.

  Pada beban kecil, dengan menganggap belum terjadi retak beton, secara bersama-sama beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya-gaya dimana gaya tekan ditahan oleh beton saja. Kasus demikian ditemui bila tegangan maksimum yang timbul pada serat tarik masih cukup rendah, nilainya masih di bawah

  modulus of rupture . Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beton

  mengalami retak rambut. Karena beton tidak dapat meneruskan gaya tarik melintasi daerah retak, karena terputus-putus, baja tulangan akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul. Pada keadaan tersebut tegangan beton tekan masih dianggap bernilai sebanding dengan nilai regangannya. Pada beban yang lebih besar lagi, nilai regangan serta tegangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak lagi sebanding antara keduanya, dimana tegangan beton tekan akan membentuk kurva nonlinear. Pada kondisi pembebanan ultimit, dimana kapasitas batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai meluluh, mulur, terjadi lendutan besar dan tidak dapat kembali ke panjang semula.

  Pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

  1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi lenturan dan tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur balok (prinsip Bernoulli). Oleh karena itu, nilai regangan dalam penampang komponen struktur terdistribusi linear atau sebanding lurus terhadap jarak ke garis netral (prinsip Navier).

  2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban sedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampaui ±1/2 ' c

  f . Apabila

  beban meningkat sampai beban ultimit, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannya berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear.

  Bentuk blok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk ke dalam.

  3. Dalam memperhitungkan kapasitas momen ultimit komponen struktur, kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan baja tarik.

  (a) (b) (c) (d)

Gambar 2.1 Balok menahan beban ultimit; (a) penampang; (b) diagram regangan; (c) diagram tegangan; (d) gaya-gaya.

  D

  Seperti pada gambar 2.1, N adalah resultante gaya tekan dalam, merupakan resultante seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral.

  Sedangkan N T adalah resultante gaya tarik dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk daerah di bawah garis netral. Kedua gaya ini arah garisnya sejajar, sama besar, tetapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk kopel momen tahanan dalam dimana nilai maksimumnya disebut sebagai kuat lentur atau momen tahanan penampang komponen struktur terlentur.

  Menentukan momen tahanan dalam merupakan hal yang kompleks sehubungan dengan bentuk diagram tegangan tekan di atas garis netral yang berbentuk garis lengkung. Untuk menentukan momen tahanan dalam, terlebih dahulu harus dicari resultante total gaya beton tekan N D , dan letak garis kerja gaya dihitung terhadap serat tepi tekan terluar, sehingga jarak z dapat dihitung. Kedua nilai tersebut dapat ditentukan melalui penyederhanaan bentuk distribusi tegangan lengkung digantikan dengan bentuk ekivalen yang lebih sederhana, dengan menggunakan nilai intensitas tegangan rata-rata sedemikian sehingga nilai dan letak resultante tidak berubah.

  Untuk tujuan penyederhanaan, Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen. Seperti tampak pada gambar 2.2, intensitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar ,

  85 f ' c

  dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok selebar dan sedalam a , yang mana besarnya ditentukan dengan rumus :

  a   c 1 ....................................................... (2.3) dimana, c = jarak serat tekan terluar ke garis netral (mm)

   = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton 1 (a) (b) (c)

Gambar 2.2 Blok tegangan ekivalen Whitney; (a) blok tegangan tekan aktual;

  (b) blok tegangan tekan ekivalen; (c) kopel momen gaya-gaya dalam. (Dipohusodo, 1999) SNI 03-2487-2002 menetapkan nilai  harus diambil sebesar 0,85 untuk 1 beton dengan nilai kuat tekan f '  berkurang 0,05 untuk setiap c ≤ 30 MPa, 1 kenaikan kuat tekan 7 Mpa di atas 30 MPa, dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

2.8.1 Kuat Lentur Balok Persegi Bertulangan Tunggal

  Berdasarkan asumsi-asumsi tentang blok tegangan di atas, dapat diperoleh persamaan-persamaan statis untuk jumlah gaya-gaya horizontal dan jumlah momen-momen penahan yang dihasilkan oleh kopel internal. Dengan menyamakan gaya horizontal C dan T didapat persamaan keseimbangan :

   ................................................ (2.4) , 85 f ' ab A f c s y

  Dari persamaan (2.4) didapat nilai a, yaitu :

  A f s y a  ................................................... (2.5)

  , 85 f ' b c Dimana :

  f ' = kuat tekan beton (MPa) c

  = tinggi blok tegangan (mm)

  a b = lebar balok (mm)

  2 s

  A = luas tulangan tarik (mm ) f y = tegangan leleh baja (MPa)

  Karena jumlah tulangan baja terbatas dan akan leleh sebelum beton mencapai kekuatan ultimatnya, nilai momen nominal M dapat ditulis sebagai : n

  a a  

  MT   dA f   d ............................... (2.5) n s y    

  2

  2    

  Kuat lentur yang dapat digunakan adalah :

  a

  MMA f   d .................................. (2.6)

n n s y  

 

  2  

  Dimana :  = faktor reduksi kekuatan lentur tanpa beban aksial = 0,80 (SNI 03-2847-2002)

  d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal (mm)

2.8.2 Kuat Lentur Balok Persegi Bertulangan Rangkap

  Tulangan yang digunakan pada sisi tekan balok disebut tulangan tekan, dan balok yang memiliki tulangan tekan dan tulangan tarik disebut balok bertulangan rangkap. Tulangan tekan sangat efektif untuk mengurangi lendutan jangka panjang karena susut dan aliran plastis. Tulangan tekan menerus juga sangat membantu untuk menempatkan sengkang dengan mengikatkan sengkang pada tulangan tekan dan menjaga sengkang tetap pada tempatnya selama penuangan dan penggetaran beton.

  Dalam analisis dan desain balok yang mempunyai tulangan tekan A s

  ,

  penampangnya secara teoritis dibagi menjadi dua bagian. Kedua bagian solusi ini terdiri atas:

1. Bagian yang bertulangan tunggal, termasuk juga blok segiempat ekuivalen, dengan luas tulangan tariknya adalah (A s s .

  −A ’) Tulangan baja tarik dan tekan ekuivalen yang luasnya sama, yaitu A ’, yang membentuk kopel T

  s 2.

  2 dan C 2 .

  (a) (b) (c) (d)

Gambar 2.3 Desain balok bertulang rangkap; (a) penampang melintang;

  (b) regangan; (c) bagian satu dari solusi bagian bertulangan tunggal; (d) bagian dua dari solusi kontribusi tulangan tekan. (Nawy, 1998)

  Berikut ini adalah penjabaran dari kedua bagian solusi dalam analisis balok beton bertulangan rangkap: a)

  Bagian 1 Solusi (Gambar 2.3(c)) Gaya tarik . Akan tetapi, = = = − ′ karena syarat

  1

  1

  1

  1

  keseimbangan mengharuskan yang tertarik harus diimbangi oleh ′ pada

  2

  sisi yang tertekan. Dengan demikian momen tahanan nominalnya adalah:

  a a  

  MA f   d atau M   AA '    d ................. (2.7) n s y n s s 1 1   1  

  2

  2    

  dimana :

  A f ( AA ' ) f s 1 y s s y a   ...................................... (2.8)

  , 85 f ' b , c c 85 f ' b b)

  Bagian 2 Solusi (Gambar 2.3(d)) Tulangan tekan diasumsikan telah mencapai tegangan lelehnya. Dengan demikian nilai A s2 dan A s

     

  Menurut Pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002, perencanaan terhadap geser harus didasarkan pada:

  Tujuan perencanaan beton bertulang adalah menghasilkan batang daktail yang memberikan peringatan dari keruntuhan mendadak. Keruntuhan balok beton bertulang dalam geser adalah sangat berbeda dengan keruntuhan dalam lentur. Keruntuhan geser terjadi secara tiba-tiba dengan peringatan kecil atau tanpa peringatan sebelumnya. Oleh karena itu balok direncanakan runtuh dalam lentur akibat beban yang lebih kecil dari beban yang menyebabkan keruntuhan geser.

   .................. (2.12)

  a A d f A M y s y s s u

  2 ' d d f A

    ' '

     

      

    

    

  ∅ harus lebih besar atau sama dengan momen luar rencana , jadi:

  akan sama karena penambahan T akibat A s2 f y harus

  .......... (2.11) Kekuatan momen rencana

         

      

  2

'

2 1 A d d f a A d f A M M M y s y s s n n n

      ' '

  ........................................ (2.10) Dengan menjumlahkan momen untuk bagian 1 dan 2 diperoleh:

  ) ' ( 2 2 A d d f M y s n

  Dengan mengambil momen terhadap tulangan tarik kita peroleh:

  

’ f

y untuk mencapai keseimbangan.

  sama dengan penambahan C akibat A s

2.9 Geser pada Balok Beton Bertulang

  

  Vn u V .................................................. (2.13)

  Dimana :

  V = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau (N) u V = kuat geser nominal (N) n

   = faktor reduksi geser = 0,75 Kuat geser nominal dapat dihitung dari:

  V

n s c

V

V ............................................ (2.14) .

  Dimana :

  V = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton (N) c V = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (N) s

  Kekuatan geser yang diberikan oleh beton ( ) dianggap sama dengan kekuatan tegangan geser rata-rata dikalikan dengan luas penampang efektif batang

  ( ) dengan ( ) adalah lebar balok persegi atau web dari balok T atau I.

  1 Vf ' b d c c w .............................................. (2.15)

  6 Kuat geser nominal tulangan geser dapat ditentukan sebagai berikut :

  

A f d

v y

V  ............................................... (2.16) s

s

  Dimana :

  2 A = luas tulangan geser dalam daerah sejarak s (mm ) v f = kuat leleh tulangan baja (MPa) y d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal (mm)