Perbandingan Antara Pengaruh Variasi Substitusi Abu Cangkang Kerang Dan Abu Cangkang Kelapa Sawit 10-30% Terhadap Waktu Ikat Semen Dan Kuat Tekan Beton

(1)

PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH VARIASI SUBSTITUSI

ABU CANGKANG KERANG DAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT 10-30% TERHADAP WAKTU IKAT SEMEN DAN KUAT TEKAN BETON

TUGAS AKHIR

Disusun Oleh :

RAHMADSYAH YAZID PUTRA

09 0404 045

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH VARIASI SUBSTITUSI

ABU CANGKANG KERANG DAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT 10-30% TERHADAP WAKTU IKAT SEMEN DAN KUAT TEKAN BETON

TUGAS AKHIR

Disusun untuk melengkapi persyaratan

dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil di Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

RAHMADSYAH YAZID PUTRA

09 0404 045

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara pengaruh variasi substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit terhadap waktu ikat semen dan kuat tekan beton serta menetapkan sifat substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit bersifat sebagai accelerator atau retarder dari campuran semen. Abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit yang digunakan harus lolos ayakan No. 200 dan ditetapkan faktor air semen 0.4.

Dalam penelitian ini perancangan campuran beton berdasarkan SNI 03-2834-2000 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal dan diperoleh komposisi campuran yaitu 1.00 : 1.38 : 1.97 : 0.44 (semen : pasir : batu pecah : air) dalam perbandingan berat. Variasi persentase substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit 10%, 20%, dan 30% terhadap berat semen. Untuk mengetahui nilai kuat tekan beton maka dibuat benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm masing-masing sebanyak 6 buah untuk benda uji beton normal dan untuk beton dengan substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur benda uji beton 28 hari.

Analisis Korelasi Momen Product Pearson menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variasi substitusi abu cangkang kerang terhadap waktu ikat akhir dengan nilai r = 0.944. Sedangkan hubungan antara variasi substitusi abu cangkang kelapa sawit terhadap waktu ikat akhir menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan dengan r = -1.000. Pemakaian abu cangkang kerang sebagai bahan substitusi semen cenderung bersifat sebagai bahan retarder dalam campuran pasta semen, sedangkan abu cangkang kelapa sawit cenderung bersifat sebagai accelerator dalam campuran pasta semen.

Nilai slump campuran beton menurun dengan meningkatnya persentase substitusi abu cangkang kerang, sebaliknya dengan meningkatnya persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit maka nilai slump campuran beton naik. Dengan f.a.s yang tetap, maka jumlah air campuran antara kedua campuran beton sama, pemakaian abu cangkang kerang sebagai substitusi semen cenderung lebih bersifat menyerap air campuran daripada abu cangkang kelapa sawit.

Kekuatan silinder beton pada pengujian beton umur 28 hari menurun seiring meningkatnya persentase substitusi abu. Kuat tekan beton dengan substitusi abu cangkang kerang yang memenuhi kriteria perencanaan campuran beton dengan mutu f’c 20 MPa (K-240.96) diperoleh pada variasi substitusi 10% sebesar 387.60 kg/cm2 dan variasi substitusi 20% sebesar 263.40 kg/cm², sedangkan dengan substitusi abu cangkang kelapa sawit diperoleh pada variasi substitusi 10% sebesar 364.30 kg/cm2.

Hubungan antara persentase substitusi abu cangkang kerang dengan kuat tekan didekati dengan persamaan regresi linierY-777.3X428.2dengan koefisien determinasi (r2) = 0.938 , dapat dikatakan bahwa jika terjadi perubahan persentase substitusi abu cangkang kerang, maka akan terjadi penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 777.3 kg/cm2 dan hubungan keduanya sangat kuat. Sedangkan hubungan antara persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit dengan kuat tekan didekati dengan persamaan

421.2 -871.2X

Y  dengan koefisien determinasi (r2) = 0.964, dapat dikatakan bahwa jika terjadi perubahan persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit, maka akan terjadi penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 871.2 kg/cm2 dan hubungan keduanya adalah sangat kuat.

Kata kunci : abu cangkang kerang, abu cangkang kelapa sawit, waktu ikat semen, waktu ikat awal, waktu ikat akhir, accelerator, retarder, slump, kuat tekan, persamaan regresi linier, koefisien determinasi


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul :

PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH VARIASI SUBSTITUSI ABU CANGKANG KERANG DAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT 10-30%

TERHADAP WAKTU IKAT SEMEN DAN KUAT TEKAN BETON

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Ibu Nursyamsi, ST, MT. selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(5)

iii 4. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc yang telah saya anggap sebagai orang tua saya

sendiri, yang selama ini telah membimbing dan memotivasi saya dalam hal menjaga integritas dan kedisiplinan.

5. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa: Prima’09, Reza’09, Hafiz’09, Rahmad’10, Fauzi’10.

8. Teristimewa di hati buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda H. Yaziddin dan Ibunda Hj. Ilmiwati Br Sagala yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasihat kepada saya. Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada batas untuk saya. Saudara-saudari tercinta kak Razimah Yazid, SKM; kak Zur Erwina Yazid, S.Kep, Ners; kak Budiana Yazid, S.Kep, Ners; Sari Purnama Yazid, SKM; dan adik saya Ridhosyah Yazid Putra, serta kedua abang ipar saya bang Haris Seyuti Simatupang, S.Pd dan bang Yasir Mahfudz Siregar, ST yang telah banyak membantu dan mendukung saya selama ini, terima kasih atas doanya. Buat keponakan saya tersayang yang selalu membuat saya kangen rumah dan ingin secepatnya mengelarkan studi, Amira Yauma Adha Siregar, Rafa Al-Fathi Simatupang, dan Arkan Rasyid Siregar.

9. Buat saudara/i seperjuangan: Junwesdy, John, Khairun, Hendriko, Hisbulloh, Sahala, Wahyu, Manna, Desi, Gina, Maria, Mariance, Yessica, dan stambuk 2009 lainnya; Bang Tofandi’08, bang Arif’08, bang Hafiz’08, bang


(6)

Rumanto’08, bang Pardi’08, bang Sandro’08, bang Arthur’08, bang Hafizh’08, bang Khaidir’08, bang Andi’08, bang Sam-Pak’08, bang Alfrendi’08, bang Robi’08, bang Mike’08,bang Yusuf’08, bang Ibnu’08, kak Ade’08, kak Nurul H’08, kak Silvia’08, kak Vivi’08, abang dan kakak stambuk 2008 lainnya, kakak dan abang program Ekstensi, Elvan’11, Eko’11, adik-adik junior stambuk 2010, 2011, dan 2012, dan semua mahasiswa Teknik Sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

10. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2013

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Batasan Masalah ... 5

1.4.1 Pengujian Waktu Ikatan Semen ... 6

1.4.2 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 6

1.5Metode Penelitian ... 7

1.6Pengujian ... 8

1.6.1 Pengujian Waktu Ikat Semen ... 8

1.6.2 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 10

1.7 Manfaat Penelitian... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1Kerang ... 14

2.1.1 Cangkang Kerang ... 15

2.1.2 Abu Cangkang Kerang ... 16

2.2Kelapa Sawit ... 16

2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit ... 21

2.2.2 Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 23

2.3Semen ... 23

2.3.1 Jenis Semen ... 24

2.3.2 Semen Portland ... 24

2.3.3 Jenis-jenis Semen Portland ... 26

2.3.4 Sifat Fisik dan Karakteristik Semen Portland ... 27

2.3.4.1 Kehalusan Butir (Fineness) ... 29

2.3.4.2 Kepadatan (Density) ... 29

2.3.4.3 Konsistensi ... 30

2.3.4.4 Waktu Pengikatan ... 30

2.3.4.5 Reaksi Hidrasi ... 32

2.3.4.6 Panas Hidrasi ... 35

2.3.4.7 Perubahan Volume (Kekalan) ... 37


(8)

2.4Agregat ... 38

2.4.1 Jenis-jenis Agregat ... 39

2.4.1.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat ... 40

2.4.1.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk ... 40

2.4.1.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal ... 42

2.4.1.4 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan ... 46

2.5Air Campuran ... 48

2.6Bahan Tambahan ... 49

2.7Beton ... 51

2.7.1 Sifat-sifat Beton ... 53

2.7.1.1 Sifat-sifat Beton Segar (Fresh Concrete) ... 53

2.7.1.2 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ... 54

2.7.1.3 Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 57

2.7.1.4 Pemisahan Air (Bleeding) ... 58

2.7.2 Sifat-sifat Beton Keras (Hardened Concrete) ... 58

2.7.2.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) ... 59

2.8Analisis Korelasi Product Moment Pearson ... 66

2.9Persamaan Regresi Linier ... 68

BAB III METODE PENELITIAN ... 70

3.1Metode ... 70

3.2Bahan Penyusun Beton ... 71

3.2.1 Semen Portland ... 71

3.2.2 Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 71

3.2.2.1 Abu Cangkang Kerang ... 71

3.2.2.2 Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 72

3.2.3 Agregat Halus ... 72

3.2.4 Agregat Kasar ... 75

3.2.5 Air ... 79

3.3Pengujian Waktu Ikat Semen ... 79

3.4Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ... 81

3.5Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 82

3.6Pembuatan Benda Uji ... 83

3.7 Penggunaan Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 84

3.8Pengujian Sampel ... 85

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 86

4.1Waktu Ikat Semen ... 86

4.1.1 Hasil Pengujian Waktu Ikat Semen... 87

4.1.2 Analisis Hubungan Variasi Substitusi Terhadap Waktu Ikat Akhir ... 93 4.1.3 Pemutusan Sifat Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu


(9)

4.2Nilai Slump ... 98

4.3Uji Kuat Tekan ... 101

4.3.1 Kuat Tekan Beton ... 101

4.3.2 Persamaan Regresi Linier ... 104

4.3.3 Estimasi Perkembangan Kuat Tekan Beton ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

5.1Kesimpulan ... 111

5.2Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Persiapan Campuran ... 9

Tabel 1.2 Persiapan Campuran Pasta Semen ... 9

Tabel 1.3 Persiapan Campuran Pasta Semen dengan Variasi Substitusi Abu Cangkang Kerang ... 10

Tabel 1.4 Persiapan Campuran Pasta Semen dengan Variasi Substitusi Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 10

Tabel 1.5 Persiapan Campuran Beton dengan Variasi Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 12

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Pada Abu Cangkang Kerang ... 16

Tabel 2.2 Komposisi Unsur yang Terkandung Pada Cangkang Kelapa Sawit ... 22

Tabel 2.3 Komposisi Unsur Kimia dari Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 23

Tabel 2.4 Empat Senyawa Utama dari Semen Portland ... 28

Tabel 2.5 Komposisi Oksida Semen Portland Tipe I ... 28

Tabel 2.6 Reaksi Hidrasi Senyawa Semen ... 33

Tabel 2.7 Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21oC ... 35

Tabel 2.8 Pengaruh Sifat Agregat pada Sifat Beton ... 39

Tabel 2.9 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus ... 44

Tabel 2.10 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 45

Tabel 2.11 Daftar Konversi ... 60

Tabel 2.12 Perkembangan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur ... 63

Tabel 2.13 Interpretasi Nilai r ... 67

Tabel 2.14 Nilai r Korelasi Product Moment Pearson ... 68

Tabel 4.1 Pengujian Waktu Ikat Semen Campuran Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Kerang 0%, 10%, 20%, dan 30% Terhadap Berat Semen dengan FAS 0.4 ... 88

Tabel 4.2 Pengujian Waktu Ikat Semen Campuran Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Kelapa Sawit 0%, 10%, 20%, dan 30% Terhadap Berat Semen dengan FAS 0.4 ... 90


(11)

Tabel 4.3 Perbandingan Waktu Ikat Awal dan Waktu Ikat Akhir Campuran Pasta Semen Dengan Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Variasi 0%, 10%, 20%, dan 30% ... 92 Tabel 4.4 Penetapan Waktu Ikat Campuran OPC/PSA ... 96 Tabel 4.5 Rata-rata Waktu Ikat Untuk Variasi Campuran Kubus OPC dan PKHA . 97 Tabel 4.6 Nilai Slump Campuran Beton Dengan Substitusi Abu Cangkang Kerang

dan Abu Cangkang Kelapa Sawit ... 99 Tabel 4.7 Nilai Slump Campuran Beton Dengan Substitusi Abu Cangkang Kerang100 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Dengan Atau Tanpa Substitusi Abu

Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Pada Umur 28 Hari102 Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Pengujian Kuat Tekan Beton Dengan Atau Tanpa

Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit

Pada Umur 28 Hari ... 106 Tabel 4.10 Uji Normalitas Dengan Kolmogorov-Smirnov ... 107 Tabel 4.11 Uji Korelasi Pearson ... 107 Tabel 4.12 Uji Regresi Linier Persentase Abu Cangkang Kerang dan Kuat Tekan

Beton ... 108 Tabel 4.13 Uji Regresi Linier Persentase Abu Cangkang Kelapa Sawit dan Kuat

Tekan Beton ... 108 Tabel 4.14 Estimasi Perkembangan Kuat Tekan Beton Dengan Atau Tanpa

Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Pada Pengujian Beton Umur 3, 7, 14, dan 21 Hari ... 109


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder ... 7

Gambar 1.2 Alat Vicat dan Cetakan Benda Uji ... 9

Gambar 1.3 Compression Machine ... 11

Gambar 2.1 Kerang Darah (Anadara granosa) ... 15

Gambar 2.2 Pohon Kelapa Sawit ... 17

Gambar 2.3 Jenis Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Cangkang ... 18

Gambar 2.4 Cangkang Kelapa Sawit ... 21

Gambar 2.5 Diagram Reaksi Hidrasi Partikel Semen ... 32

Gambar 2.6 Evolusi Panas Hidrasi Semen ... 36

Gambar 2.7 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai Tipe Portland Cement ... 37

Gambar 2.8 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber ... 39

Gambar 2.9 Unsur-Unsur Pembuat Beton ... 52

Gambar 2.10 Kerucut Abrams ... 56

Gambar 2.11 Tipe-tipe Slump ... 56

Gambar 2.12 Pola Keruntuhan Pada Silinder Beton ... 61

Gambar 2.13 Hubungan Antara Faktor Air Semen dengan Kekuatan Beton Selama Masa Perkembangannya ... 62

Gambar 2.14 Diagram Kuat Beton Versus Umur Beton ... 63

Gambar 2.15 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar Untuk Berbagai Tipe Portland Semen ... 63

Gambar 2.16 Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton Pada Faktor Air Semen Sama ... 64

Gambar 2.17 Pengaruh Jenis Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton ... 65

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 70

Gambar 3.2 Abu Cangkang Kerang Yang Lolos Ayakan No.200 ... 71

Gambar 3.3 Abu Cangkang Kelapa Sawit Yang Lolos Ayakan No.200 ... 72


(13)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu Ikat dan Penetrasi Campuran Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Kerang 0%, 10%, 20%, dan 30% Terhadap Berat Semen dengan FAS 0.4 ... 89 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Waktu Ikat dan Penetrasi Campuran

Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Kelapa Sawit 0%, 10%, 20%, dan 30% Terhadap Berat Semen dengan FAS 0.4 ... 91 Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Persentase Substitusi Abu Cangkang

Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Waktu Ikat Awal Campuran Pasta Semen ... 92 Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Persentase Substitusi Abu Cangkang

Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Waktu Ikat

Akhir Campuran Pasta Semen ... 92 Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Variasi Substitusi Abu Cangkang

Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Nilai Slump ... 100 Gambar 4.6 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Kerang

dan Abu Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton ... 103 Gambar 4.7 Grafik dan Persamaan Regresi Linier Abu Cangkang Kerang dan

Abu Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton ... 106 Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Estimasi Perkembangan Kuat Tekan Beton

Dengan Atau Tanpa Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu


(14)

DAFTAR NOTASI

f’c : kekuatan tekan (kg/cm2) P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2) S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : kekuatan masing-masing benda uji (kg/cm2) σ’bm : kekuatan beton rata-rata (kg/cm2)

N : jumlah total benda uji hasil pemeriksaan / jumlah data r : koefisien Korelasi Product Momen Pearson

r2 : koefisien determinasi Y : variabel dependen

a : intersep (titik potong kurva terhadap sumbu Y) b : kemiringan (slope) kurva linier

X : variabel independen X : rata-rata variabel X Y : rata-rata variabel Y


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara pengaruh variasi substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit terhadap waktu ikat semen dan kuat tekan beton serta menetapkan sifat substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit bersifat sebagai accelerator atau retarder dari campuran semen. Abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit yang digunakan harus lolos ayakan No. 200 dan ditetapkan faktor air semen 0.4.

Dalam penelitian ini perancangan campuran beton berdasarkan SNI 03-2834-2000 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal dan diperoleh komposisi campuran yaitu 1.00 : 1.38 : 1.97 : 0.44 (semen : pasir : batu pecah : air) dalam perbandingan berat. Variasi persentase substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit 10%, 20%, dan 30% terhadap berat semen. Untuk mengetahui nilai kuat tekan beton maka dibuat benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm masing-masing sebanyak 6 buah untuk benda uji beton normal dan untuk beton dengan substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur benda uji beton 28 hari.

Analisis Korelasi Momen Product Pearson menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variasi substitusi abu cangkang kerang terhadap waktu ikat akhir dengan nilai r = 0.944. Sedangkan hubungan antara variasi substitusi abu cangkang kelapa sawit terhadap waktu ikat akhir menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan dengan r = -1.000. Pemakaian abu cangkang kerang sebagai bahan substitusi semen cenderung bersifat sebagai bahan retarder dalam campuran pasta semen, sedangkan abu cangkang kelapa sawit cenderung bersifat sebagai accelerator dalam campuran pasta semen.

Nilai slump campuran beton menurun dengan meningkatnya persentase substitusi abu cangkang kerang, sebaliknya dengan meningkatnya persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit maka nilai slump campuran beton naik. Dengan f.a.s yang tetap, maka jumlah air campuran antara kedua campuran beton sama, pemakaian abu cangkang kerang sebagai substitusi semen cenderung lebih bersifat menyerap air campuran daripada abu cangkang kelapa sawit.

Kekuatan silinder beton pada pengujian beton umur 28 hari menurun seiring meningkatnya persentase substitusi abu. Kuat tekan beton dengan substitusi abu cangkang kerang yang memenuhi kriteria perencanaan campuran beton dengan mutu f’c 20 MPa (K-240.96) diperoleh pada variasi substitusi 10% sebesar 387.60 kg/cm2 dan variasi substitusi 20% sebesar 263.40 kg/cm², sedangkan dengan substitusi abu cangkang kelapa sawit diperoleh pada variasi substitusi 10% sebesar 364.30 kg/cm2.

Hubungan antara persentase substitusi abu cangkang kerang dengan kuat tekan didekati dengan persamaan regresi linierY-777.3X428.2dengan koefisien determinasi (r2) = 0.938 , dapat dikatakan bahwa jika terjadi perubahan persentase substitusi abu cangkang kerang, maka akan terjadi penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 777.3 kg/cm2 dan hubungan keduanya sangat kuat. Sedangkan hubungan antara persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit dengan kuat tekan didekati dengan persamaan

421.2 -871.2X

Y  dengan koefisien determinasi (r2) = 0.964, dapat dikatakan bahwa jika terjadi perubahan persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit, maka akan terjadi penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 871.2 kg/cm2 dan hubungan keduanya adalah sangat kuat.

Kata kunci : abu cangkang kerang, abu cangkang kelapa sawit, waktu ikat semen, waktu ikat awal, waktu ikat akhir, accelerator, retarder, slump, kuat tekan, persamaan regresi linier, koefisien determinasi


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertumbuhan populasi manusia yang sangat pesat dan pembangunan yang terus berkembang harus diikuti dengan perkembangan teknologi infrastruktur yang memegang peranan yang sangat penting. Seiring dengan munculnya isu pemanasan (global warming) dan hadirnya penerapan konsep pembangunan hijau (green building), dalam bidang rekayasa bahan material terus diupayakan berbagai inovasi ramah lingkungan dengan mengadakan penelitian yang intensif terutama untuk komponen struktur. Semen portland (portland cement) merupakan salah satu material komponen struktur yang populer dan merupakan kebutuhan yang paling besar di bidang konstruksi dan penggunaannya sebagai material komponen struktur yang berkelanjutan menjadi tujuan penting pada saat ini.1

Keberadaan kegiatan produksi semen pada suatu daerah selain memberikan banyak manfaat terutama di bidang konstruksi, juga menjadi ancaman ekologis yang serius. Hal ini dapat dilihat mulai dari proses pengambilan bahan baku (eksplorasi terus-menerus), proses produksi serta dampak polusi yang ditimbulkan. Terbatasnya ketersediaan batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen portland merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan jika pengambilannya dilakukan secara terus-menerus maka keberadaan bahan baku tersebut akan habis pada masa mendatang. Produksi semen yang meningkat berkontribusi terhadap meningkatnya polusi udara yang berakibat terhadap pemanasan global. Menurut International Energy Authority: World Energy


(17)

Outlook, produksi semen portland adalah penyumbang CO2 sebesar 7% dari keseluruhan CO2 yang dihasilkan oleh berbagai sumber.2

Oleh karena itu, perlu dipikirkan dan dikaji bahan baku alternatif agar produksi semen di masa mendatang masih tetap ada dan proses produksinya lebih ramah terhadap lingkungan.

Upaya penelitian yang telah dilakukan terhadap bahan substitusi semen dengan pemanfaatan limbah industri semakin berkembang. Penelitian tidak hanya dilakukan oleh perusahaan produksi semen melainkan juga para akademisi di perguruan tinggi. Beberapa hasil penelitian telah menemukan bahwa limbah industri seperti abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit dapat dijadikan sebagai material pozzolan dalam beton.

Penelitian terus dilakukan dan dikembangkan untuk upaya pemanfaatan limbah industri dan rumah tangga yang jumlahnya cukup melimpah dan mungkin menjadi penyebab pencemaran lingkungan. Beberapa penelitian mengenai pemakaian abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen terhadap teknologi beton diharapkan dapat memperbaiki sifat beton terutama kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, memberikan nilai tambah bagi limbah ini di bidang konstruksi serta dapat mereduksi pencemaran lingkungan.

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Pada


(18)

umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1-2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25-40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60-75%.3

Salah satu permasalahan yang muncul adalah bagaimana pengaruh abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen dalam campuran beton terhadap pengikat dan kuat tekan beton.

Pengikat (set) adalah perubahan bentuk dari bentuk cair menjadi bentuk padat, tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikat ini terjadi akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan semen, terutama butir trikalsium aluminat. Dengan penambahan gypsum, waktu pengikat dapat diatur karena gypsum memodifikasi hidrasi awal. Pengerasan (hardening) adalah pertumbuhan kekuatan dari beton atau mortar setelah bentuknya menjadi padat.

Semen bila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis dan lecak (workable). Namun setelah selang beberapa waktu, pasta akan mulai menjadi kaku dan sukar dikerjakan. Inilah yang disebut pengikat awal (initial set). Selanjutnya pasta akan meningkat kekakuannya sehingga didapatkan padatan yang utuh. Ini disebut pengikat akhir (final set). Proses selanjutnya hingga pasta mempunyai kekuatan, disebut pengerasan (hardening). Pada umumnya waktu pengikat awal minimum adalah 45 menit, sedangkan waktu pengikat akhir adalah 6-10 jam.4

Pemakaian abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi pada semen juga dapat mempengaruhi waktu pengikat. Jika bahan tersebut membantu memperlambat waktu pengikat (setting time) sehingga campuran akan tetap mudah dikerjakan (workable) untuk waktu yang


(19)

lebih lama maka bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan retarder sedangkan jika bahan tersebut mempercepat waktu pengikat maka bahan dapat digunakan sebagai bahan accelerator.

Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang diisyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari kekuatan tekan beton seperti yang telah dipersyaratkan.3

Dengan demikian, pemakaian abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen perlu diteliti berapa lama waktu yang dibutuhkan campuran semen tersebut mengalami pengikat awal (initial set) dan berapa lama pengikat akhir (final set) dengan menggunakan alat vicat berdasarkan SNI-03-6827-2002 dan berapa kekuatan tekan beton yang dihasilkan dengan menggunakan alat compression machine berdasarkan SNI 03-1974-1990.

1.2Perumusan Masalah

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana pengaruh dan perbandingan antara substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit dengan beberapa variasi campuran terhadap waktu ikat pasta semen ?


(20)

sawit pada campuran semen dapat memperlambat atau mempercepat waktu ikat semen?

3. Apakah abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan retarder atau accelerator pada campuran semen? 4. Bagaimana pengaruh dan perbandingan antara substitusi abu cangkang

kerang maupun abu cangkang kelapa sawit dengan beberapa variasi campuran terhadap kuat tekan beton?

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan membandingkan antara pengaruh substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit dengan beberapa variasi campuran terhadap waktu ikat pasta semen.

2. Untuk mengetahui sifat dari abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit pada campuran semen sebagai bahan retarder atau bahan accelerator.

3. Untuk mengetahui pengaruh dan perbandingan antara substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit dengan beberapa variasi campuran terhadap kuat tekan beton.

1.4Batasan Masalah

Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu karakteristik bahan sebagai benda uji dan metode pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut :


(21)

1.4.1 Pengujian Waktu Ikat Semen

1. Benda uji yang digunakan adalah berupa campuran pasta semen dengan atau tanpa substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit. Variasi substitusi untuk masing masing-masing abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit 10%, 20%, dan 30% dari berat semen.

2. Semen yang digunakan adalah semen Tipe I.

3. Faktor Air Semen (FAS) yang digunakan adalah sebesar 0.4.

4. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian waktu ikat semen portland dengan menggunakan alat vicat berdasarkan metode SNI-03-6827-2002. Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan waktu ikat awal dan waktu ikat akhir dari campuran semen.

1.4.2 Pengujian Kuat Tekan Beton

1. Mutu beton yang direncanakan adalah f’c 20 MPa.

2. Benda uji menggunakan bahan campuran dengan atau tanpa substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit. Variasi substitusi untuk masing masing-masing abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit 10%, 20%, dan 30% dari berat semen.

3. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm,


(22)

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder

4. Perawatan beton dengan cara perendaman di air.

5. Pengujian kuat tekan beton menggunakan metode pengujian kuat tekan beton berdasarkan SNI 03-1974-1990 dengan menggunakan alat compression machine dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan kuat tekan beton rata-rata dari benda uji silinder beton.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental di laboratorium dengan melakukan pengujian waktu ikat pasta semen dan pengujian kuat tekan beton. Pengujian waktu ikat pasta semen menggunakan metode pengujian waktu ikat awal semen portland berdasarkan SNI-03-6827-2002 dengan menggunakan alat vicat yang sesuai dengan Standard ASTM C-91-82.

Pengujian kuat tekan beton menggunakan metode pengujian kuat tekan beton berdasarkan SNI 03-1974-1990 dengan menggunakan alat compression machine.


(23)

1.6Pengujian

1.6.1 Pengujian Waktu Ikat Semen 1. Persiapan Benda Uji

Abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan substitusi semen harus lewat ayakan No.200 sehingga dapat digunakan dalam campuran benda uji.

Benda uji yang digunakan adalah semen Tipe I untuk masing-masing variasi campuran dengan atau tanpa substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit di mana total campuran adalah 300 gram.

1. Campuran semen normal

Benda uji untuk campuran pasta semen normal terdiri dari 3 buah. 2. Campuran semen dengan abu cangkang kerang

Benda uji sebanyak 3 buah untuk bahan substitusi abu cangkang kerang, untuk tiap variasi 10%, 20%, dan 30% dari berat semen. 3. Campuran semen dengan abu cangkang kelapa sawit

Benda uji sebanyak 3 buah untuk bahan substitusi abu cangkang kelapa sawit, untuk tiap variasi 10%, 20%, dan 30% dari berat semen.

Penggunaan air pada campuran semen disesuaikan dengan Faktor Air Semen (FAS) yang telah ditentukan yaitu sebesar 0.4. Untuk tiap benda uji memakai air sebanyak 120 gram.


(24)

2. Pengujian

Pengujian waktu ikat pasta semen menggunakan metode pengujian waktu ikat awal semen portland berdasarkan SNI-03-6827-2002 dengan menggunakan alat vicat yang sesuai dengan Standard ASTM C-91-82. Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan waktu ikat awal dan waktu ikat akhir dari campuran semen.

Sumber : URL:http://dosen.itats.ac.id/feri/files/2013/01/SNI-03-6827-2002.pdf

Gambar 1.2 Alat Vicat dan Cetakan Benda Uji Tabel 1.1 Data Persiapan Campuran

Semen Tipe I

FAS 0.4

Berat Campuran 300 gram

Tabel 1.2 Persiapan Campuran Pasta Semen Benda

Uji

Berat Semen

(gram) FAS Air (gram)


(25)

Tabel 1.3 Persiapan Campuran Pasta Semen dengan Variasi Substitusi Abu Cangkang Kerang

Tabel 1.4 Persiapan Campuran Pasta Semen dengan Variasi Substitusi Abu Cangkang Kelapa Sawit

% Abu Benda Uji Berat Campuran (gram) Berat Semen (gram) Berat Abu

(gram) FAS

Air (gram)

10 3 300 270 30 0.4 120

20 3 300 240 60 0.4 120

30 3 300 210 90 0.4 120

Total jumlah benda uji yang digunakan untuk pengujian waktu ikat semen sebanyak 21 buah untuk benda uji dengan atau tanpa substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit terhadap semen.

1.6.2 Pengujian Kuat Tekan Beton 1. Persiapan Benda Uji

1. Penyediaan bahan penyusun beton : semen, bahan substitusi semen (abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit), batu pecah, dan pasir.

2. Pemeriksaan bahan campuran beton.

 Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar. % Abu Benda Uji Berat Campuran (gram) Berat Semen (gram) Berat Abu

(gram) FAS

Air (gram)

10 3 300 270 30 0.4 120

20 3 300 240 60 0.4 120


(26)

 Pemeriksaan berat isi pada agregat halus dan agregat kasar.

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian agregat kasar dan agregat halus lewat ayakan No.200).

 Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus.

Mix design (perancangan campuran)

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik f’c 20 MPa.

2. Pengujian

Pengujian kuat tekan beton menggunakan metode pengujian kuat tekan beton berdasarkan SNI 03-1974-1990 dengan menggunakan alat compression machine dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan kuat tekan beton rata-rata dari benda uji silinder beton.

Sumber : URL : http://203.21.74.28/pdimage/10/1068810_compressionmachine2000kn.jpg


(27)

Tabel 1.5 Persiapan Campuran Beton dengan Variasi Substitusi Abu Cangkang Kerang dan Abu Cangkang Kelapa Sawit

Jenis Campuran Variasi Substitusi Terhadap Semen (%)

Jumlah Benda Uji Silinder

Beton Normal 0 6

Jenis Campuran Variasi Substitusi Terhadap Semen (%)

Jumlah Benda Uji Silinder Beton; Abu Cangkang

Kerang

10 6

20 6

30 6

Beton; Abu Cangkang Kelapa Sawit

10 6

20 6

30 6

Total Benda Uji 42

Total jumlah benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan beton sebanyak 42 buah untuk tiap variasi substitusi abu terhadap semen. Pengujian kuat tekan beton dengan atau tanpa substitusi dengan abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit.

1.7Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi perkembangan teknologi beton, antara lain sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bahwa penggunaan limbah abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan campuran beton merupakan suatu pilihan (choice) yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan/merubah sifat beton tertentu sesuai yang diinginkan.

2. Mengetahui pengaruh dan perbandingan antara variasi substitusi abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit terhadap waktu ikat pasta semen.


(28)

3. Dapat menentukan sifat dari substitusi abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit bersifat bahan retarder atau accelerator dalam campuran pasta semen.

4. Sebagai bahan pertimbangan penggunaan abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit sebagai bahan substitusi semen dalam campuran beton dan dapat meminimalkan penggunaan semen dalam campuran beton.

5. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang akan membahas masalah penggunaan abu cangkang kerang maupun abu cangkang kelapa sawit dengan mengombinasikan dengan bahan tambahan polimer untuk beton mutu tinggi. 6. Dengan pemanfaatan abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit

sebagai bahan substitusi semen terhadap teknologi beton diharapkan dapat memperbaiki sifat beton terutama kuat tekan dan memberikan nilai tambah bagi limbah ini di bidang konstruksi serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah cangkang kerang dan cangkang kelapa sawit.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerang

Kerang adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Berasal dari bahasa latin, molluscus yang berarti lunak, tubuhnya lunak dan tidak bersegmen, terbungkus oleh mantel yang terbuat dari jaringan khusus, dan umumnya dilengkapi dengan kelenjar-kelenjar yang dapat menghasilkan cangkang.

Semua kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang disebut juga cangkok atau katup yang biasanya simetri cermin dan pada bagian tengah dorsal yang dihubungkan oleh jaringan ikat (ligamen), berfungsi seperti engsel untuk membuka dan menutup cangkang dengan cara mengencangkan dan mengendurkan otot.5

Jenis-jenis kerang yang telah diketahui hidup di perairan Indonesia adalah A. granosa (kerang darah), A. nodifera (kerang darah), A. inflata (kerang bulu), A. rhombea, A. antoguata (kerang gelatik) dan A. indica (kerang mencos). Di antara ke-5 jenis kerang tersebut yang banyak tertangkap adalah kerang mencos. 6

Kerang termasuk komoditas laut yang sudah dapat dibudidayakan. Kerang yang sering dibudidayakan antara lain adalah jenis kerang darah, kerang hijau dan abalone (tiram). Kerang merupakan komoditas dengan pangsa pasar yang masih sangat terbuka. Komoditas ini dikenal sebagai makanan dengan nilai eksklusif tinggi. Beberapa daerah yang mengembangkan budi daya kerang antara lain provinsi Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.7


(30)

Sumber : URL : http://www.tempo.co/read/news/2012/05/02/060401150/Kerang-Darah-Pengerek-Kualitas-Sperma

Gambar 2.1 Kerang Darah (Anadara granosa) 2.1.1 Cangkang Kerang

Cangkang adalah rangka luar pada kerang. Cangkang ini dibentuk oleh sel-sel cangkang (epitel mantel) yang mengeluarkan sekreta. Cangkang terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam adalah :

a. Periostrakum, yang berwarna hitam, terbuat dari bahan tanduk yang disebut cocchiolin.

b. Prismatik, yang tersusun dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma).

c. Lapisan nakreas (mutiara), juga terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma tetapi susunannya lebih rapat). Engsel cangkang dibentuk oleh jaringan ikat yang disebut ligamentum. Kedua cangkang dapat membuka dan menutup, karena adanya dua otot adduktor, satu terletak di bagian anterior dan satunya lagi terdapat di bagian posterior.


(31)

Cangkang kerang mengandung kalsium karbonat (CaCO3) dalam kadar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan batu gamping, cangkang telur, keramik, atau bahan lainnya. Hal ini terlihat dari tingkat kekerasan cangkang kerang. Semakin keras cangkang, maka semakin tinggi kandungan kalsium karbonat (CaCO3) nya.9

2.1.2 Abu Cangkang Kerang

Abu cangkang kerang diperoleh dari proses pembakaran cangkang kerang hingga menjadi abu atau dimasukkan ke dalam oven dengan suhu tertentu. Setelah itu cangkang kerang dengan sendirinya akan menjadi halus.

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Pada Abu Cangkang Kerang10

Komponen Kadar (% berat)

CaO 66.70

SiO2 7.88

Fe2O3 0.03

Mg O 22.28

Al2O3 1.25

Sumber : Siregar, S. M. 2009

2.2 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg) merupakan tumbuhan tropis diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni Brazilia. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak di antara Afrika dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang.


(32)

Sumber : URL: http://klinikagrominabahari.wordpress.com/2012/04/14/kelapa-sawit-dilema-tambang-emas-pertanian-indonesia/

Gambar 2.2 Pohon Kelapa Sawit

Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Ke-4 batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.11

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Tanaman tersebut memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Psifera, dan Tenera. Dura merupakan kelapa sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, tetapi biasanya tandan buahnya besar‐besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Adapun tipe Deli Duraadalah tipe Dura yang berasal dari Kebun Raya Bogor. Psifera buahnya tidak memiliki cangkang tetapi bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera merupakan


(33)

persilangan antara Dura dan Psifera. Jenis tersebut dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing‐masing induk dengan sifat cangkang buah tipis, tetapi bunga betinanya tetap fertil. Beberapa varietas Tenera unggul memiliki persentase daging 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28 persen.

Sumber : URL: http://disbun.kaltimprov.go.id/berita-142-tenera--tipe-sawit-unggul-untuk-komersil.html

Gambar 2.3 Jenis Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Cangkang

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut. Jika aerasi cukup baik, akar tanaman kelapa sawit dapat menembus kedalaman 8 m di dalam tanah, sedangkan yang tumbuh ke samping dapat mencapai radius 16 m. Keadaan akar tersebut bergantung pada umur tanaman, sistem pemeliharaan, dan aerasi tanah. Di sekitar pangkal batang keluar akar-akar adventif yang menggantung. Jika sudah mencapai tanah, akar-akar adventif akan berubah menjadi akar biasa.

Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah kelapa sawit yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk yang di bagian pangkal


(34)

pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun.

Bunga kelapa sawit termasuk berumah satu. Pada tanaman kelapa sawit terdapat bunga betina dan bunga jantan yang letaknya terpisah. Akan tetapi, sering kali terdapat pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hermafrodit). Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah ketika bunga tersebut matang. Tandan bunga yang masak akan memiliki bau yang khas. Pada tanaman kelapa sawit muda, jumlah bunga jantan lebih sedikit dibandingkan dengan bunga betina, tetapi perbandingan tersebut akan berubah sesuai dengan bertambahnya umur tanaman. Bunga betina terletak dalam tandan bunga yang muncul pada ketiak daun. Letak bunga betina dan bunga jantan pada satu pohon terpisah dan matangnya tidak bersamaan, sehingga tanaman kelapa sawit biasanya menyerbuk silang. Penyerbukan terjadi dengan bantuan angin atau oleh serangga.12

Buah kelapa sawit terbentuk pada bakal buah dan disebut buah sejati tunggal dan berkelamin (carnosus). Proses pembentukan buah sejak saat penyerbukan sampai buah matang lebih kurang 6 bulan. Buah dapat juga terjadi lebih lambat atau lebih cepat tergantung dari keadaan iklim setempat. Dalam satu tandan dewasa dapat mencapai lebih kurang 2000 buah. Biji kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian penting. Biji merupakan buah yang telah terpisah dari bagian buah, yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman.

Biji terdiri atas cangkang, embrio, dan inti atau endosperma. Embrio panjangnya 3 mm, berdiameter 1.2 mm berbentuk silindris seperti peluru memiliki


(35)

2 bagian utama. Bagian yang tumpul permukaan berwarna kuning dan bagian yang lain agak tajam berwarna putih.13

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik, dan cangkang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan arang aktif.14

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di indonesia adalah Adrien Haller, seorang berkebangsan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schdt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar 5123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian di tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada


(36)

waktu itu, namun kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk Belanda.15

2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % pericarp dan 20% yang di lapisi dengan cangkang. Kelapa sawit mengandung lebih kurang 67% daging buah kelapa sawit (brondolan), 23% janjangan kosong (tandan), dan 10% air (penguapan). Di dalam daging diperoleh kadar minyak mentah (crude oil) sekitar 43%, biji 11%, dan ampas 13%, dalam biji mengandung inti sekitar 5%, cangkang 5%, dan air 1%. Cangkang merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit dapat diolah menjadi beberapa produk yang bernilai ekonomis tinggi, yaitu karbon aktif, fenol, asap cair, tepung tempurung dan briket arang.16

Sumber : URL: http://belajarsawit.blogspot.com/2012/12/ketel-uap-boiler-di-pabrik-kelapa-sawit.html


(37)

Tabel 2.2 di bawah ini menunjukkan komposisi unsur yang ada pada cangkang kelapa sawit.

Tabel 2.2 Komposisi Unsur yang Terkandung Pada Cangkang Kelapa Sawit17 Nama Unsur Cangkang Kelapa Sawit

Karbon (C) 61.34

Hidrogen (H2) 3.25 Oksigen (O2) 31.16 Nitrogen (N2) 2.45

Abu (A) 1.8

Sumber : URL :http://belajarsawit.blogspot.com/2012/12/ketel-uap-boiler-di-pabrik-kelapa-sawit.html

Pada bagian cangkang ini terdapat berbagai unsur kimia antara lain: Karbon (C), Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2) dan Abu. Dimana unsur kimia yang terkandung pada cangkang mempunyai persentase (%) yang berbeda jumlahnya. Penggunaan cangkang ini sebagai bahan bakar setelah mengalami proses pembakaran akan berubah menjadi arang, kemudian arang tersebut dengan adanya udara pada dapur akan terbang sebagai ukuran partikel kecil yang dinamakan partikel pijar.

Prinsip pemisahan biji dari cangkangnya adalah karena adanya perbedaan berat jenis antara inti dan cangkang. Caranya adalah dengan mengapungkan biji- biji yang telah dipecahkan dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1.16. Dalam keadaan ini inti kelapa sawit akan mengapung dalam larutan dan cangkang akan mengendap di dasar. Inti dan cangkang diambil secara terpisah kemudian dicuci sampai bersih. Alat yang digunakan untuk memisahkan inti dari cangkangnya disebut hydrocyclone separator. Inti buah dimasukkan ke silo dan dikeringkan pada suhu 80o C. Selama pengeringan harus selalu dibolak-balik agar keringnya merata.18


(38)

2.2.2 Abu Cangkang Kelapa Sawit

Dalam pemrosesan buah kelapa sawit menjadi ekstrak minyak sawit, menghasilkan limbah padat yang sangat banyak dalam bentuk serat, cangkang dan tandan buah kosong, di mana untuk setiap 100 ton tandan buah segar yang diproses, akan didapat lebih kurang 20 ton cangkang, 7 ton serat, dan 25 ton tandan kosong. Untuk membantu pembuangan limbah dan pemulihan energi, cangkang dan serat ini digunakan lagi sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap pada penggilingan minyak sawit. Setelah pembakaran dalam ketel uap, akan dihasilkan 5% abu (oil palm ashes) dengan ukuran butiran yang halus. Abu hasil pembakaran ini biasanya dibuang dekat pabrik sebagai limbah padat dan tidak dimanfaatkan.19

Komposisi unsur kimia dari abu cangkang kelapa sawit yang telah diteliti dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Unsur Kimia dari Abu Cangkang Kelapa Sawit19

Unsur Kimia Berat (%)

SiO2 58.02

Al2O3 8.7

Fe2O3 2.6

CaO 12.65

MgO 4.23

Na2O 0.41

K2O 0.72

H2O 1.97

Hilang Pijar 8.59

Sumber : Hutahaean, B, 2007

2.3 Semen20

Beton umumnya tersusun dari tiga bahan penyusun utama yaitu semen, agregat dan air. Jika diperlukan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan.


(39)

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan.

Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1-2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25-40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60-75%.

2.3.1 Jenis Semen20

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu semen non-hidrolik dan semen hidrolik. Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzollan, semen terak, semen portland, semen portland-pozzollan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus.

2.3.2 Semen Portland20

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-105, 1985, semen portland


(40)

didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pengembangan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete).

Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi sangat penting.

Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Berat jenis yang dihasilkan antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume sekitar 1500 kg/cm3. Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silika (SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol komposisinya,terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan gypsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen.


(41)

2.3.3 Jenis-jenis Semen Portland

Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen portland antara lain:

a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat).

c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan di mana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar.


(42)

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

2.3.4 Sifat Fisik dan Karakteristik Semen Portland20

Semen yang satu dapat dibedakan dengan semen lainnya berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen portland adalah kapur (CaO) sekitar 60-65%, silika (SiO2) sekitar 20-25%, dan oksida besi serta alumina sekitar 7-12%. Sifat-sifat semen portland.

Secara garis besar, ada 4 (empat) senyawa kimia utama yang menyusun semen portland, yaitu :

a. Trikalsium silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S. b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yand disingkat menjadi C2S. c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A. d. Tetrakalsium aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat

menjadi C4AF.

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang saling mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah 70-80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen. Semen dan air saling bereaksi. Persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan hidrasi semen.


(43)

Tabel 2.4 Empat Senyawa Utama dari Semen Portland3

Nama Oksida Utama Rumus Empiris

Rumus Oksida

Notasi Pendek

Kadar Rata-rata

(%)

Trikalsium silikat CaSiO5 3CaO.SiO2 C3S 50 Dikalsium Silikat CaSiO4 2CaO.SiO2 C2S 25 Trikalsium Aluminat Ca3Al2O6 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetrakalsium

Aluminoferrit 2Ca2AlFeO5

4CaO.Al2O3.

Fe2O3 C4AF 8

Gypsum CaSO4.2H2O CŜH2 3.5

Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

Sedangkan komposisi oksida semen portland tipe I disajikan dalam Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Komposisi Oksida Semen Portland Tipe I3 Oksida Notasi Pendek Nama Umum %

Berat

CaO C Kapur 63

SiO2 S Silika 22

Al2O3 A Alumina 6

Fe2O3 F Ferrit oksida 2.5

MgO M Magnesia 2.6

K2O K Alkalis 0.6

Na2O N Disodium oksida 0.3

SO2 S Sulfur dioksia 2

CO2 C Karbon dioksida -

H2O H Air -

Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

Sifat-sifat fisika semen meliputi kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan, kekuatan, pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing sifat.


(44)

2.3.4.1 Kehalusan Butir (Fineness)

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Kehalusan penggilingan butir semen dinamakan penampang spesifik, yaitu luas butir permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butir semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan “Turbidimeter” dari Wagner atau “Air Permeability” dari Blaine.

2.3.4.2 Kepadatan (Density)

Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3.15 Mg/m3. Pada kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3.05 Mg/m3 sampai 3.25 Mg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask menurut standar ASTM C-188.


(45)

2.3.4.3 Konsistensi

Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhya pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat pencampurnya.

2.3.4.4 Waktu Pengikatan

Pengikatan (set) adalah perubahan bentuk dari bentuk cair menjadi bentuk padat, tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikatan ini terjadi akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen, terutama butir trikalsium aluminat. Dengan penambahan gypsum , waktu pengikatan dapat diatur karena gypsum memodifikasi hidrasi awal. Pengerasan (hardening) adalah pertumbuhan kekuatan dari beton atau mortar setelah bentuknya padat.

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua:

1. Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.

2. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Pada semen portland initial


(46)

setting time berkisar 1.0-2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam.

Waktu ikatan awal sangat penting pada control pekerjaan beton. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating) dan penyelesaiannya (finishing). Proses ikatan ini disertai perubahan temperatur yang dimulai terjadi sejak ikatan awal dan mencapai puncaknya pada waktu berakhirnya ikatan akhir. Waktu ikatan akan memendek karena naiknya temperatur sebesar 30oC atau lebih. Waktu ikatan ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang dipakai dan oleh lingkungan sekitarnya.

Pengikatan semu diukur dengan alat “Vicat” atau “Gillmore”. Pengikatan semu untuk persentase penetrasi akhir minimum pada semua jenis semen adalah 50%.

1. Pengikatan Semu

Pengikatan semu (false set) adalah reaksi hidrasi yang belum waktunya, yaitu beberapa menit saja. Hal ini terjadi karena jumlah gypsum di dalam campuran semen yang berlebih. Jika diaduk kembali tanpa menambahkan air maka daya plastisitasnya akan kembali dan kehilangan kekuatan akhir tidak akan terjadi.

2. Pengikatan Kilat

Pengikatan kilat (flash set/quick set) terjadi karena pengaruh panas reaksi trikalsium aluminat (C3A) dengan air yang cepat, yang terjadi karena kandungan C3A yang tinggi atau gypsum dalam semen kurang jumlahnya.


(47)

Pengadukan tambahan pada beton tidak akan dapat mengembalikan plastisitas beton. Agar beton dapat digunakan maka harus ditambahkan air dan semen ke dalam campuran agar faktor air-semen tetap konstan.3

2.3.4.5 Reaksi Hidrasi

Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia di dalam semen akan bereaksi dengan air dan membentuk komponen baru.

Mekanisme hidrasi semen ada dua, yaitu mekanisme larutan dan mekanisme padat. Pada mekanisme larutan, zat yang direaksikan larut dan menghasilkan ion dalam larutan. Ion-ion ini kemudian akan bergabung sehingga menghasilkan zat yang menggumpal (flocculate). Pada semen, karena daya larut senyawa yang ada kecil maka hidrolisis lebih dominan daripada larutan.

dalam campuran

Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007


(48)

Tabel 2.6 Reaksi Hidrasi Senyawa Semen3

Senyawa yang bereaksi Komponen yang dihasilkan Trikalsium Silikat + Air Gel Tobermorit + Kalsium Hidroksida

Dikalsium Silikat + Air Gel Tobermorit + Kalsium Hidroksida Tetrakalsium Aluminoferrit + Air

+ Kalsium Hidroksida Kalsium Aluminoferrit Hidrat Tetrakalsium Aluminat + Air

+ Kalsium Hidroksida Tetrakalsium Aluminat Hidrat Tetrakalsium Aluminat + Air

+ Gypsum Kalsium Monosulfoaluminate Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007

1. Hidrasi C3S dan C2S

Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi gel kalsium silikat hidrat (gel tobermorite) dan kalsium hidroksida. Gel kalsium silikat hidrat, sering disingkat gel C-S-H, memiliki komposisi yang bervariasi berbentuk rongga sebanyak 70% dari semen. Kalsium hidroksida yang dihasilkan akan membuat sifat basa kuat (pH=12.5). Ini menyebabkan semen sensitif terhadap asam dan akan mencegah timbulnya karat pada besi baja.

hidroksida kalsium te tobermori gel silikat trikalsium 3CH gel H -S -C 6H S 2C 3Ca(OH) O .3H 3CaO.2SiO O 6H 3CaO.SiO 2 3 2 2 2 2 2      

hidroksida kalsium te tobermori gel silikat dikalsium CH gel H -S -C 6H S 2C Ca(OH) O .2H 3CaO.2SiO O 4H 2CaO.SiO 2 2 2 2 2 2 2      

2. Hidrasi C3A

Hidrasi C3A terjadi secara mendadak dengan disertai pengeluaran panas yang banyak. Akan terbentuk Kristal kalsium aluminat hidrat yang menyebabkan pengerasan (hardening) dari pasta semen. Kejadian ini disebut flash set atau quick


(49)

set. Itu sebabnya perlu ditambahkan gypsum pada saat penggilingan klinker, untuk memperkecil reaktivitas C3A.

hidrat aluminat kalsium aluminat trikalsium O .12H .Ca(OH) O 3CaO.Al Ca(OH) O 12H O 3CaO.Al ettringite gypsum aluminat trikalsium O .12H .CaSO O 3CaO.Al O .2H CaSO O 10H O 3CaO.Al 2 2 3 2 2 2 3 2 2 4 3 2 2 4 2 3 2      

C3A dan gypsum akan bereaksi lebih dahulu, menghasilkan kalsium sulfoaluminat. Kristal yang berbentuk jarum disebut ettringite. Ettringite memblokir air dari permukaan C3A sehingga menunda hidrasi. Setelah gypsum bereaksi semua, barulah akan terbentuk kalsium aluminat hidrat.

3. Hidrasi C4AF

Pada tahap awal, C4AF bereaksi dengan gypsum dan kalsium hidroksida membentuk kalsium sulfo-aluminat hidrat dan kalsium sulfo-ferrit hidrat yang kristalnya berbentuk jarum.

hidrat rit aluminofer kalsium ferrit -alumino um tetrakalsi O .12H O .Fe O 6CaO.Al 2Ca(OH) O 10H O .Fe O

4CaO.Al2 3 2 3222 3 2 3 2

Kecepatan reaksi hidrasi maksimum pada tahap awal dan kemudian menurun terhadap waktu. Ini disebabkan makin terbentuknya lapisan gel C-S-H pada kristal semen. Makin tebal lapisan semakin lambat hidrasi. Secara teoritis, proses hidrasi akan terhenti apabila tebal lapisan mencapai 25 mikron. Semen portland pada umumnya memiliki ukuran Kristal antara 5 hingga 50 mikron. Proses hidrasi semen memerlukan air sebanyak 20% dari berat semen (faktor air-semen (w/c) = 0.2).


(50)

2.3.4.6 Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butir semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

Panas hidrasi naik sesuai dengan nilai temperatur pada saat hidrasi terjadi. Untuk semen biasa, panas hidrasi bervariasi mulai 37 kalori/gram pada temperatur sekitar 5oC hingga 80 kalori/gram pada temperature 40oC. Semua jenis semen pada umumnya telah membebaskan sekitar 50% panas totalnya pada satu hingga tiga hari pertama, 70% pada hari ke tujuh, serta 83-91% setelah 6 bulan. Laju perubahan panas ini bergantung pada komposisi semen.

Perkembangan panas hidrasi untuk berbagai jenis semen pada suhu 21oC ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21oC20 Jenis Semen

Portland

Hari

1 2 3 7 28 90

Tipe I 33 53 61 80 96 104

Tipe II - - - 58 75 -

Tipe III 53 67 75 92 101 107

Tipe IV - - 41 50 66 75

Tipe V - - - 45 50 -

Sumber : Mulyono, T. 2004

Dari pengamatan kecepatan evolusi panas hidrasi, atau dari pengukuran kenaikan temperatur di bawah kondisi isothermal, ada 5 tahap yang dapat diidentifikasi, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.


(51)

Tahap 1 : Hidrolisis awal yang langsung terjadi waktu semen kontak dengan air, semen bereaksi cepat untuk beberapa menit.

Tahap 2 : Periode pasif (dormant period) di mana gypsum mencegah terjadinya flash set pada C3A karena butir semen dilapisi gel. Periode reaksi lambat berlangsung sekitar setengah sampai dua jam. Selama itu terjadi pemecahan dan pembentukan kembali lapisan coating gel yang semakin tebal.

Tahap 3 : Percepatan terjadi dengan pecahnya coating karena bertambahnya tekanan osmosis. Inilah waktu initial set. Kecepatan reaksi bertambah sampai final set.

Tahap 4 : Perlambatan. Proses menjadi kaku berlanjut sampai tercapai pengerasan.

Tahap 5 : Kondisi stabil di mana difusi lambat mengendalikan proses hidrasi yang lama.

Sumber : Nugraha, P. dan Antoni, 2007


(52)

2.3.4.7 Perubahan Volume (Kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland adalah “Autoclave Expansion of Portland Cement” cara ASTM C-151, atau cara Inggris, BS, “Expansion by Le Chatellier”.

Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Semen yang digunakan untuk membangun suatu struktur harus mempunyai kualitas tertentu agar dapat berfungsi secara efektif. Pemeriksaan secara berkala perlu dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah menjadi pasta semen.

2.3.4.8 Kekuatan Tekan

Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian ditekan sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silica dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5×5×5 cm.

Setelah berumur 3, 7, 14, dan 28 hari dan mengalami perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan tekannya. Perkembangan kekuatan


(53)

tekan untuk mortar dan beton yang menggunakan berbagai jenis semen dapat dilihat pada Gambar 2.7

Sumber : Mulyono, T. 2004

Gambar 2.7 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai Tipe Portland Cement

2.4 Agregat20

Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Komposisi agregat tersebut berkisar 60-70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya cukup besar, agregat ini menjadi penting dan karakteristik agregat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan.

Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang


(54)

berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Tabel 2.8 Pengaruh Sifat Agregat pada Sifat Beton

Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beton

Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair Kelecakan Pengikatan dan Pengerasan Sifat fisik, sifat kimia,

mineral Beton keras

Kekuatan. Kekerasan, ketahanan (durability)

2.4.1 Jenis-jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, bentuknya, ukuran butir nominal (gradasi) dan tekstur permukaannya. Pada Gambar 2.8 dapat dilihat pembagian jenis agregat berdasarkan sumber material.

Sumber : Mulyono, T, 2003


(55)

2.4.1.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat20

Agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan beratnya, yaitu : 1. Agregat Normal

Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2.5-2.7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2200-2500 kg/m3. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 MPa (SK.SNI.T-15-1990:1).

2. Agregat Ringan

Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halusnya (SK.SNI.T-15-1990:1).

3. Agregat Berat

Agregat berat memiliki berat jeni lebih besar dari 2800 kg/m3. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).

2.4.1.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk20

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan.


(1)

campuran beton dengan mutu f’c 20 MPa (K-240.96) diperoleh pada variasi substitusi 10% sebesar 387.60 kg/cm2 dan variasi substitusi 20% sebesar 263.40 kg/cm², sedangkan dengan substitusi abu cangkang kelapa sawit diperoleh pada variasi substitusi 10% sebesar 364.30 kg/cm2.

4. Hubungan antara persentase substitusi abu cangkang kerang dengan kuat tekan didekati dengan persamaan regresi linier Y-777.3X428.2 dengan koefisien determinasi (r2) = 0.938 , dapat dikatakan bahwa jika terjadi perubahan persentase substitusi abu cangkang kerang, maka akan terjadi penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 777.3 kg/cm2 dan hubungan keduanya sangat kuat. Sedangkan hubungan antara persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit dengan kuat tekan didekati dengan persamaan

421.2 -871.2X

Y  dengan koefisien determinasi (r2) = 0.964, dapat dikatakan bahwa jika terjadi perubahan persentase substitusi abu cangkang kelapa sawit, maka akan terjadi penurunan kuat tekan rata-rata sebesar 871.2 kg/cm2 dan hubungan keduanya adalah sangat kuat.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan perencanaan campuran beton (mix design) yang berbeda baik dari segi variasi substitusi, penetapan/penguncian pada faktor air semen ataupun nilai slump.

2. Penggunaan kedua abu cangkang kerang dan abu cangkang kelapa sawit secara bersamaan sebagai bahan substitusi semen dengan variasi tertentu perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kedua abu tersebut dalam campuran beton.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Syafpoetri, N.A., Olivia,M., Darmayanti, L. 2013. Pemanfaatan Abu Kulit Kerang (Anadara grandis) Untuk Pembuatan Ekosemen. Penelitian Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Riau, Riau. <URL: http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/2014/1/Nelvia%20A di%20Syafpoetri%200807135289.pdf > [ diakses 20 Februari 2013] 2. Putranto, D. 2011. Bahaya Semen Untuk Dunia <URL:

http://kimiadahsyat.blogspot.com/2011/02/bahaya-semen-untuk dunia.html> [diakses 20 Februari 2013]

3. Nugraha, P.,Antoni. 2007. Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi. Yogyakarta : Penerbit Andi.

4. SK SNI 03-6827-2002. Metode Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland Dengan Menggunakan Alat Vicat Untuk Pekerjaan Sipil.<URL: http://dosen.itats.ac.id/feri/files/2013/01/SNI-03-6827-2002.pdf> [diakses 20 Februari 2013]

5. Silitonga, J. 2010. Apa Sebenarnya Cangkang Kerang Itu? <URL: http://josuasilitonga.wordpress.com/2010/04/29/apa-sebenarnya-cangkang-kerang-itu/> [diakses 3 April 2013]

6. Supian, B. 2012. Mencoba Budi Daya Kerang Darah <URL: http://bakritomaiwa-nusantara.blogspot.com/2012/04/mencoba

budidaya-kerang-darah.html?zx=a8a2a1e5acd0ffe2> [diakses 3 April 2013]

7. Retro. 2010. Ragam Jenis Komoditas Budidaya laut <URL: http://budidayaukm.blogspot.com/2010/12/ragam-jenis-komoditas-budidaya-laut.html> [diakses 3 April 2013]

8. Cester20. 2012. Anadara granosa (Kerang Darah) <URL: http://cester20.wordpress.com/2012/01/01/anadara-granosa-kerang-darah-2/> [diakses 3 April 2013]

9. Aswar59engineer. 2012. Pemanfaatan Kulit Kerang Sebagai Alternatif Penjernih Air dan Destilasi Sebagai Pengubah Air Asin Menjadi Air Tawar (Studi Kasus di Bontang Kuala, Kota Bontang Provinsi


(3)

Kalimantan Timur)<URL:http://aswar59engineer.wordpress.com/20 12/07/02/pemanfaatan-kulit-kerang-sebagai-alternatif-penjernih-air- dan-destilasi-sebagai-pengubah-air-asin-menjadi-air-tawar-studi-kasus-di-bontang-kuala-kota-bontang-provinsi-kalimantan-timur/> [diakses 3 April 2013]

10. Siregar, S.M. 2009. Pemanfaatan Kulit Kerang dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer. Sekolah Pasca Sarjana USU. 11. Risza, S., 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius

12. Ugroseno, R. 2013. Karakteristik Botani Kelapa Sawit <URL:

http://minyak-sawit.blogspot.com/2013/01/karakteristik-botani-kelapa-sawit.html> [diakses 3 April 2013]

13. Kata Cinta dan Mutiara. 2013. Botani Tanaman Kelapa Sawit

<URL:http://www.katamutiaracintaindah.com/2013/03/botani-tanaman-kelapa-sawit.html > [diakses 3 April 2013]

14. CV Purnama Jaya. 2012. Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia

<URL:

http://investasi-sawit.blogspot.com/2012/09/sejarah-kelapa-sawit-di indonesia.html> [diakses 3 April 2013]

15. Wan, A. 2012. Sejarah Kelapa Sawit <URL: http://belajarsawit.blogspot.com/2012/12/sejarah-kelapa-sawit.html> [diakses 3 April 2013]

16. Prananta, J. 2008. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa Serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami

<URL:http://www.scribd.com/document_downloads/direct/5008374?e xtension=pdf&ft=1365222001&lt=1365225611&user_id=22452244 &uahk=7/yksVRpoFj0jGaM7GYO5vucZC0> [diakses 3 April 2013] 17. Wan, A. 2013. Ketel Uap (Boiler) di Pabrik Kelapa Sawit <URL :

http://belajarsawit.blogspot.com/2012/12/ketel-uap-boiler-di-pabrik-kelapa-sawit.html> [diakses 3 April 2013]

18. Broken, L. 2010. Pengolahan Kelapa Sawit <URL : http://lordbroken.wordpress.com/2010/10/31/pengolahan-kelapa-sawit/> [diakses 3 April 2013]


(4)

19. Fitriyani. 2010. Pengaruh Abu Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Tambahan Pada Pembuatan Batako. Departemen Fisika. FMIPA USU .

20. Mulyono, T. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta : Penerbit Andi.

21. ASTM, Annual Books of ASTM Standards 1991 : Concretes And Aggregates, Vol.04.02 Construction, Philadelphia-USA: ASTM, 1991, PA19103-1187.

22. SK SNI 1972 : 2008. Cara Uji Slump Beton < URL : http://lauwtjunnji.weebly.com/uploads/1/0/1/7/10171621/sni-1972-2008_cara_uji_slump_beton.pdf> [diakses 3 April 2013].

23. SK SNI 03-1974-1990. Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. < URL : http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20120809160432.pdf> [diakses 3 April 2013].

24. Dipohusodo, I. 1993. Struktur Beton Bertulang, Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

25. Mason, R.D & Douglas A. Lind. 1996. Teknik Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

26. Usman, H. dan R. Purnomo Setiady Akbar. 2000. Pengantar Statistika . Jakarta : Bumi Aksara.

27. Anonim. tabel r <URL:http://teorionline.files.wordpress.com/2010/01/tabel-r.doc> [diakses 3 April 2013]

28. Algifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus,dan Solusi, Edisi 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

29. Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: LSFK2P.

30. SK SNI 03-2834-2000. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.<http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik2012080916 2638.pdf > [diakses 3 April 2013]


(5)

31. Olutoge & al. 2012. Assessment Of The Suitability Of Periwinkle Shell Ash (PSA) As Partial Replacement For Ordinary Portland Cement (OPC) In Concrete. IJRRAS 10 (3).

32. A.W. Otunyo. 2011. Palm Kernel Husk Ash (PKHA) As An Admixture (Accelerator) In Concrete. Nigerian Journal of Technology. Vol. 30, No. 3, October 2011.


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I DATA ANALISIS BAHAN

LAMPIRAN II DATA PENGUJIAN WAKTU IKAT SEMEN LAMPIRAN III CONCRETE MIX DESIGN

LAMPIRAN IV DATA PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON