Re nca na Te r p a d u d a n Pr ogr a m I nv e s ta s i I nfr a s tr uktur J a ngka Me ne nga h (RPI 2 -J M) Kota Ta nge r a ng 2015 -2019

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  BAB. IV PROFIL KOTA TANGERANG 4. 1 GAMBARAN GEOGRAFIS DAN ADMINISTRATIF WILAYAH A. KONDISI GEOGRAFIS KOTA TANGERANG

  Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis terletak pada 106’36 – 106’42 Bujur Timur (BT) dan 6’6 -6 Lintang Selatan (LS),

  2

  2

  dengan luas wilayah 183,78 Km (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km ). Secara administrasi Kota Tangerang terdiri dari 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan (Gambar 2.1). Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 -30 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan bagian utara memiliki rata-rata ketinggian 10 meter dpl seperti Kecamatan Neglasari, Kecamatan Batuceper, dan Kecamatan Benda. Sedangkan bagian selatan memiliki ketinggian 30 meter dpl seperti Kecamatan Ciledug dan Kecamatan Larangan. Adapun batas administrasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut:

  • Sebelah utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.
  • Sebelah selatan : Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
  • Sebelah timur : DKI Jakarta.
  • Sebelah Barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Cikupa, Kabupaten Tangerang.

  Memperhatikan posisi geografis, maka Kota Tangerang memiliki letak strategis karena berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang

  1 merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta.

  M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Tangerang

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9 B. GAMBARAN DEMOGRAFI

  Posisi strategis tersebut menjadikan perkembangan Kota Tangerang berjalan dengan pesat. Pada satu sisi, menjadi daerah limpahan dari berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya Kota Tangerang menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif. Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dari tersedianya sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah Jabodetabek, serta aksesibilitas dan konektivitas berskala nasional dan internasional yang baik sebagaimana tercermin dari keberadaan Bandara International Soekarno-Hatta, Pelabuhan International Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara sebagai gerbang maupun outlet nasional. Kedudukan geostrategis Kota Tangerang tersebut telah mendorong bertumbuhkembangnya aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang saat ini.

C. KONDISI TOPOGRAFIS

  Secara topografi, Kota Tangerang sebagian besar berada pada ketinggian 10-30 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan bagian utaranya (meliputi sebagian besar Kecamatan Benda) ketinggiannya rata- rata 10 m dpl, sedang bagian selatan memiliki ketinggian 30 m dpl. Selanjutnya Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan tanah 0-3% dan sebagian kecil (yaitu di bagian selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3-8% berada di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggilan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya. Disamping itu wilayah Kota Tangerang dilalui oleh 3 (tiga) aliran sungai yaitu sungai Cisadane, kali Angke dan kali Cirarab dengan panjang daerah yang dilalui 32 kilometer ditambah dengan rata-rata curah hujan yang tinggi yaitu 2.494,60 mm per bulan selama 210 hari, hal ini mengakibatkan hampir setiap tahun terdapat daerah-daerah yang dilalui aliran sungai tersebut mengalami genangan air dengan luas 180,5 ha tersebar di 49 lokasi pada kawasan pemukiman dan jalan. Daerah genangan air tersebut antara lain di Kecamatan Larangan, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Pinang dan Kecamatan Periuk. Dari aspek penggunaan lahan memperlihatkan bahwa Kota Tangerang merupakan daerah perkotaan (urbanized area). Hal ini ditunjukkan dengan luas wilayah yang sudah terbangun mencapai 48 % (± 8. 510 Ha), sedangkan sisanya sekitar 52 % (± 9.220 Ha) belum terbangun. Lahan yang telah terbangun tersebut pemanfaatannya meliputi: permukiman, industri, perdagangan dan perkantoran.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9 D. DEMOGRAFI

  Karakteristik penduduk yang meliputi usia, tempat tinggal dan tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kebijakan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kota Tangerang dan wilayah sekitarnya menjadikan pertumbuhan penduduk tidak hanya dipengaruhi dari kelahiran (fertilitas), tetapi juga dari perpindahan (migrasi). Hal ini tidak terlepas dari posisi Kota Tangerang sebagai hinterland DKI Jakarta. Jumlah penduduk/sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan modal pembangunan yang berharga, namun demikian bila kualitasnya kurang baik ditambah dengan pertumbuhan yang tidak terkendali maka akan menjadikan permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Jumlah penduduk Kota Tangerang adalah Pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu tahun 2000-2007 cukup fluktuatif antara 0,64 % sampai dengan 4,62%. Seiring dengan pertambahan penduduk dengan luas wilayah yang tetap maka tingkat kepadatan akan semakin bertambah. Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tem pat tinggal, pekerjaan dan lain-lain, penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan lainnya, yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan manusia.

  Sumber Kota Tangerang Dalam Angka

Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Tangerang

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Berdasarkan grafik terlihat bahwa kepadatan penduduk Kota Tangerang mengalami kecenderungan meningkat pada periode tahun 2001 hingga 2008 dengan total jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 1.531.666 jiwa.

Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang

  Perhitungan kepadatan penduduk per km² dilakukan pada area Kota Tangerang dengan luas cakupan 164.55 km² (tahun 2000

  • – 2007) yang sudah dikurangi

  2 Gambar 4.4 Grafik Kepadatan Penduduk Per KM

  Kota Tangerang

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Secara umum, permasalahan kependudukan yang dialami oleh suatu daerah melingkupi berbagai Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang permasalahan berikut :

  • Jumlah penduduk yang tinggi.
  • Penyebaran penduduk/distribusi yang tidak merata.
  • Komposisi penduduk usia muda tinggi
  • Arus urbanisasi tinggi
  • Penyebaran sumberdaya juga tidak merata

Gambar 4.5 Grafik Jumlah Dokumen Dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang

  2) Jumlah Rumah Tangga Pengertian rumah tangga lebih mengacu pada sisi ekonomi, sedangkan keluarga lebih mengacu pada hubungan kekerabatan, fungsi sosial dan lain sebagainya.

  M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Terkait dengan pertumbuhan penduduk, maka pada tahun 2007, Kecamatan Larangan dengan luas wilayah

  2 2 9,40 Km , merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terbesar, mencapai 14.902 jiwa/km .

  Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Karawaci yaitu 171.966 jiwa. Namun kepadatan di Kecamatan Karawaci masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan Kecamatan Larangan. Kepadatan penduduk di setiap kecamatan dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut.

  • Administrasi Kependudukan Jumlah penduduk yang memiliki KTP dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan, dan telah mencapai 60% dari jumlah penduduk keseluruhan di Kota Tangerang. Peningkatan tersebut disebabkan adanya kemudahan dalam pelayanan administrasi kependudukan seperti pelayanan KTP, Kartu Keluarga, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Kelahiran dan Akta Nikah. Sedangkan untuk jumlah kelahiran bayi yang memiliki akte setiap tahunnya mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2005 mengalami penurunan cukup drastis yaitu 29.329 jiwa, dibandingkan pada tahun 2004 sebesar 41.864 jiwa (lihat Tabel 2.1). Tantangan yang dihadapi Kota Tangerang terkait masalah kependudukan adalah pengendalian pertumbuhan penduduk dan database. Salah satu upaya pengendalian pertumbuhan penduduk, terutama diarahkan pada pengendalian jumlah migrasi masuk melalui penataan sistem administrasi kependudukan dan penguatan pengawasan kependudukan. Di samping itu perlu adanya peningkatan kerjasama pengelolaan administrasi kependudukan dengan DKI Jakarta maupun Kabupaten Tangerang. Sementara untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh angka kelahiran, dilakukan peningkatan penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB). Adapun permasalahan dan tantangan database kependudukan, terletak pada belum akurat dan sempurnanya data kependudukan. Hal tersebut dipengaruhi oleh belum adanya sistem pengarsipan data kependudukan, sehingga seringkali terdapat perbedaan data kondisi penduduk.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

Tabel 4.1 Jenis Dokumen yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang

  2004-2007

  Indikator 2004 2005 2006 2007

Jumlah penduduk ber KTP 643.724 654.974 784.184 847.759

Jumlah bayi ber-akte 41.864 29.329 32.140 45.828 kelahiran Jumlah akte nikah 316 266 313 527

  Sumber : LKPJ AMJ Walikota Tangerang 2004-2008 3)

SOSIAL BUDAYA

  Pembangunan manusia di Kota Tangerang merujuk pada perkembangan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran yang banyak digunakan untuk mengetahui derajat kesejahteraan masyarakat, menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Kota Tangerang

  Peningkatan IPM atau Indeks Pembangunan Manusia di Kota Tangerang terlihat dari pencapaian IPM di tahun 2005 sebesar 74, meningkat menjadi 74,56 di tahun 2008. Terjadinya pergerakan IPM terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan dari masing-masing indeks kompositnya, yaitu daya beli, angka harapan hidup, angka melek huruf dan angka tamat sekolah.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Angka harapan hidup dan angka melek huruf mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 0,002 dan 0,004. Sedangkan untuk angka tamat sekolah dan daya beli mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Namun keduanya secara umum meningkat dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya 0,001 dan 0,003. Bervariasinya angka tamatan sekolah dan daya beli diakibatkan pengaruh gejolak sosial ekonomi yang berdampak pada terjadinya krisis multidiensi.

  4)

Urusan Kesejahteraan Keluarga

  Kesejahteraan sosial masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pembangunan suatu daerah. Taraf kesejahteraan sosial masyarakat dapat menjadi indikator tercapai atau tidaknya progam pembangunan yang dilakukan oleh suatu daerah.

Gambar 4.7 Grafik Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kota Tangerang

  Merujuk pada Gambar 4.7 tentang grafik tingkat kesejahteraan keluarga di Kota Tangerang pada periode 2003-2007, maka hampir disemua golongan, tingkat kesejahteraan keluarga menunjukkan trend yang meningkat. Untuk jumlah golongan Pra KS menunjukkan trend yang menurun kecuali pada tahun 2006 mengalami peningkatan, yang diperkirakan akibat kenaikan harga BBM yang terjadi pada akhir tahun 2005. Terjadinya penurunan jumlah KS I disebabkan oleh meningkatnya kualitas pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan khususnya pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Penurunan jumlah KS I ini

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  menyebabkan pergeseran peningkatan jumlah pada golongan KS II dan KS III, sehingga secara umum telah terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga di Kota Tangerang.

  5) Urusan Sosial

  • Angka Kemiskinan dan Tingkat Pendapatan Masyarakat Salah satu indikator yang menjadi titik krusial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu daerah adalah jumlah keluarga dan penduduk miskin. Pada wilayah Kota Tangerang jumlah penduduk miskin cenderung meningkat pada periode tahun 2003-2005, dengan jumlah masyarakat miskin terbanyak, terdapat pada tahun 2005 yang mencapai 137.366 jiwa. Nilai ini kemudian mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 112.577 jiwa, dan meningkat kembali pada tahun 2007 menjadi 134.436 jiwa. Peningkatan jumlah masyarakat miskin tersebut diperkirakan akibat meningkatnya laju inflasi yang berdampak pada kondisi kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang.

  Gambar 4.7

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  6) Penyandang Masalah Sosial

  Indikator lainnya yang menjadi bahan evaluasi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah kondisi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Terdapat berbagai kasus terkait dengan permasalahan kesejahteraan sosial yang secara detail terlihat pada tabel 2.2. Jika dilihat dari kondisi permasalahan sosial pada tahun 2007 terdapat beberapa kasus utama yang terdapat di wilayah Kota Tangerang, yaitu:

  • Keluarga fakir miskin 28.550 kasus
  • Wanita rawan sosial 6.299 kasus
  • Lansia (usia 60 tahun lebih) terlantar 4.480 kasus
  • Anak terlantar 4.109 kasus Dengan banyaknya jumlah penyandang masalah sosial, maka diperlukan suatu kebijakan untuk memberikan kemudahan atau peluang bagi akses pelayanan umum serta pelayanan sosial dasar, terutama

Tabel 5.2 Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kota bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus dan masyarakat miskin.

Tangerang Tahun 2007

  No Kecamatan Balita Anak Anak Anak Wanita Terlantar Terlantar Nakal Jalanan Rawan Sosial L P L P L P L P P

  1 Tangerang

  33 - 30 260 166 4 - 5 442

  2 Karawaci 152 159 171 153 11 1

  22 6 609

  8

  9

  94 62 3 1 1 585

  • 3 Jatiuwung

  4 Cibodas

  2

  1

  58 39 - -

  6 6 671

  5 Periuk

  10 5 159 141 10 -

  41 5 235

  6 Neglasari

  54 53 813 341 12 -

  3 1 576

  7 Batu Ceper

  7 7 222 174 - -

  22 4 529

  8 Benda 2 - - 144 - - - - -

  9 Cipondoh

  9 9 365 255 6 -

  17 1 1,006

  10 Pinang

  14 7 200 165 7 1

  5 1 541

  11 Cileduk

  7

  6

  47 23 17 - - 2 210

  12 Larangan

  9

  11

  47 49 14 7 1 - 398 Karang

  13

  11

  5

  46 59 3 - 353 - - Tengah

1,62

JUMLAH 316 302 2,482 89 10 118 31 6,299

  7 618 4,109 99 149 6,299

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  FUNGSI EKONOMI Urusan Penanaman Modal dan Investasi Pembahasan dalam bagian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi iklim berinvestasi di Kota Tangerang termasuk capital inflow investment dan capital outflow investment serta kinerja administrasi pemerintah Kota Tangerang dalam rangka menanggapi setiap arus investasi yang masuk ke Kota Tangerang.

   Perkembangan Investasi Perkembangan investasi di Kota Tangerang menurut strukturnya lebih banyak didominasi oleh jenis investasi asing (Penanaman Modal Asing/PMA), dimana pada tahun 2008 tercatat jumlah PMA sebesar 262 sedangkan jumlah PMDN adalah 120. Jumlah tersebut selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga mengindikasikan masih besarnya potensi pengembangan investasi di Kota Tangerang (Tabel 4.2).

  Tabel 4.2 Selanjutnya jika merujuk pada nilai investasi pertahun yang masuk ke Kota Tangerang berdasarkan nilai dan jumlah penanam modalnya, maka di tahun 2008 untuk PMA adalah sebesar Rp. 2.102.821.926.006, sedangkan PMDN sebesar Rp. 9.318.633.438.197. Pencapaian nilai investasi tersebut di atas rata-rata investasi yang terdapat di Kota Tangerang per tahunnya.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  

Tabel 4.3

  Kondisi di atas memberikan gambaran bahwa tingkat investasi di Kota Tangerang masih perlu mendapatkan perhatian, mengingat investasi menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Terkait dengan peningkatan investasi, maka kondusivitas iklim berinvestasi di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keamanan dan ketertiban; kemudahan perijinan; peraturan daerah yang mendukung iklim usaha; serta pengenaan pajak daerah. Langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah Kota Tangerang dalam meningkatkan investasi diantaranya melalui pelaksanaan Program Pengembangan Kebijakan Investasi Daerah melalui Kegiatan Sosialisasi Perijinan dan Program Pengembangan pembangunan secara terpadu. Dalam kaitan ini, diterapkan pelayanan one stop service atau pelayanan satu atap. Artinya Pemerintah Kota dapat memberikan pelayanan perijinan usaha dan penanaman modal secara cepat dalam satu tempat terpadu. Sementara dari aspek peraturan, penyelengaraan investasi di Kota Tangerang dilindungi dan didukung secara optimal oleh keberadaan Perda-perda yang antara lain adalah Perda No. 7 tahun 2001 tentang IMB, Perda No. 13 tahun 2007 tentang IG, dan Perda No. 11 tahun 2002 tentang SIPA. Dari berbagai jenis perizinan, IMB memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai retribusi yang masuk. Walau demikian, nilai ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi jika ada upaya untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat dan pengusaha untuk mengurus IMB. Disinyalir masih banyak bangunan, baik perumahan atau perkantoran yang belum dilengkapi dengan IMB. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah melalui razia IMB, pemberian insentif pada momen-momen tertentu atau dengan menerapkan strategi jemput bola.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Pembahasan dalam bagian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi iklim berinvestasi di Kota Tangerang termasuk capital inflow investment dan capital outflow investment serta kinerja administrasi pemerintah Kota Tangerang dalam rangka menanggapi setiap arus investasi yang masuk ke Kota Tangerang.

  • Perkembangan Investasi Perkembangan investasi di Kota Tangerang menurut strukturnya lebih banyak didominasi oleh jenis investasi asing (Penanaman Modal Asing/PMA), dimana pada tahun 2008 tercatat jumlah PMA sebesar 262 sedangkan jumlah PMDN adalah 120. Jumlah tersebut selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga mengindikasikan masih besarnya potensi pengembangan investasi di Kota Tangerang (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Perkembangan Jumlah PMDN/PMA Kota Tangerang Tahun 2004-2008

  Tahun PMDN PMA 2004 9.035.822.438.197 1.940.232.610.640 2005 9.285.822.438.197 1.945.632.450.488 2006 9.290.822.438.197 1.975.507.000.000 2007 9.290.822.438.197 1.975.507.000.000 2008 9.318.633.438.197 2.102.821.926.006

  Rata-rata 9.244.384.638.197 1.987.940.197.427

  Sumber: LKPJ Walikota Tangerang 2008 Selanjutnya jika merujuk pada nilai investasi pertahun yang masuk ke Kota Tangerang berdasarkan nilai dan jumlah penanam modalnya, maka di tahun 2008 untuk PMA adalah sebesar Rp. 2.102.821.926.006, sedangkan PMDN sebesar Rp. 9.318.633.438.197. Pencapaian nilai investasi tersebut di atas rata-rata investasi yang terdapat di Kota Tangerang per tahunnya.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

Tabel 4.5 Nilai Investasi di Kota Tangerang Tahun 2004-2008

  Tahun PMDN PMA 2004 155 225 2005 118 240 2006 118 243 2007 120 243 2008 120 262

  Rata-rata 127 243

  Sumber: LKPJ Walikota Tangerang 2008 Kondisi di atas memberikan gambaran bahwa tingkat investasi di Kota Tangerang masih perlu mendapatkan perhatian, mengingat investasi menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Terkait dengan peningkatan investasi, maka kondusivitas iklim berinvestasi di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keamanan dan ketertiban; kemudahan perijinan; peraturan daerah yang mendukung iklim usaha; serta pengenaan pajak daerah. Langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah Kota Tangerang dalam meningkatkan investasi diantaranya melalui pelaksanaan Program Pengembangan Kebijakan Investasi Daerah melalui Kegiatan Sosialisasi Perijinan dan Program Pengembangan pembangunan secara terpadu. Dalam kaitan ini, diterapkan pelayanan one stop service atau pelayanan satu atap. Artinya Pemerintah Kota dapat memberikan pelayanan perijinan usaha dan penanaman modal secara cepat dalam satu tempat terpadu. Sementara dari aspek peraturan, penyelengaraan investasi di Kota Tangerang dilindungi dan didukung secara optimal oleh keberadaan Perda-perda yang antara lain adalah Perda No. 7 tahun 2001 tentang IMB, Perda No. 13 tahun 2007 tentang IG, dan Perda No. 11 tahun 2002 tentang SIPA. Dari berbagai jenis perizinan, IMB memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai retribusi yang masuk. Walau demikian, nilai ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi jika ada upaya untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat dan pengusaha untuk mengurus IMB. Disinyalir masih banyak bangunan, baik perumahan atau perkantoran yang belum dilengkapi dengan IMB. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah melalui razia IMB, pemberian insentif pada momen-momen tertentu atau dengan menerapkan strategi jemput bola.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Urusan Tenaga Kerja

  • Kesempatan Kerja Jumlah pengangguran terbuka di Kota Tangerang mengalami perkembangan yang fluktuatif setiap tahunnya. Tercatat tingkat pengangguran terbuka terbesar terdapat pada tahun 2007 yaitu 20,43%. Sedangkan untuk tingkat pengangguran terbuka terkecil terdapat di tahun 2008 yaitu 11,98%.

Tabel 4.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Tangerang (2004-2008)

  Sumber: BPS Kota Tangerang Secara konseptual, tingkat pengangguran terbuka akan dipengaruhi oleh jumlah pengangguran dan angkatan kerja. Meskipun jumlah penganggurannya besar, namun apabila jumlah angkatan kerjanya cukup besar, maka besaran tingkat pengangguran terbuka di daerah tersebut tidak akan terlalu signifikan. Berbeda halnya dengan jumlah pengangguran yang besar namun angkatan kerjanya kecil, kondisi ini akan menyebabkan tingkat pengangguran terbuka di wilayah tersebut juga turut besar pula.

  Sumber : LKPJ AMJ Walikota Tangerang 2004-2008

  Tahun Total Angkatan kerja

  

Jumlah

Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

  2004 650,128 107,598

  16.55 2005 612,856 122,571 20.00 2006 662,862 119,069 17.96 2007 683,291 139,587 20.43 2008 705,021 84,443

  11.98 Tabel 4.7 Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Kerja yang Tersedia (2004-2008) Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Pencari kerja terdaftar 30.893 29.306 23.863 29.024 29.052 Lowongan yang dilaporkan 10.963 7.759 9.923 9.883 10.325 Penempatan tenaga kerja yang dilaporkan

  10.854 7.751 4.892 9.844 10.212 % Perbandingan penempatan dengan pencari kerja 35,13% 26,45% 20,50% 33,91% 35,15% % Perbandingan Penempatan dengan Lowongan pekerjaan

  99,01% 99,90% 99,37% 99,60% 98,91%

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Setidaknya selama 5 tahun terakhir sejak tahun 2004 hingga tahun 2008, terindikasi adanya penurunan jumlah pencari kerja di Kota Tangerang. Kondisi ini cukup beralasan karena tingkat partisipasi angkatan kerja di Kota Tangerang sangat rendah, yakni rata-rata hanya mencapai sekitar 5%, yang artinya penduduk usia kerja (angkatan kerja) banyak yang tidak memilih untuk bekerja karena berbagai alasan, seperti melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan bekerja pada sektor informal. Selanjutnya apabila dibandingkan dengan jumlah lowongan kerja yang ditawarkan di Kota Tangerang, dengan rata-rata kesempatan kerja yang ditawarkan pertahun sekitar 9.000 lowongan, maka terlihat adanya ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia di Kota Tangerang. Hal ini merefleksikan betapa sulitnya mencari pekerjaan di Kota Tangerang. Bertolak dari kondisi tersebut, maka upaya perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja perlu untuk ditingkatkan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi tepat guna. Misalnya dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja.

  • Dukungan Ketenagakerjaan Menyikapi permasalahan tingginya tenaga kerja kota Tangerang namun tidak memiliki kesesuaian dengan ketersediaan lapangan kerja yang ada, serta dalam rangka menciptakan tenaga kerja mandiri yang berbasis kemampuan dan keahlian, Pemerintah Kota Tangerang secara berkala menyelenggarakan pelatihan ketenagakerjaan yang mencakup pelatihan untuk montir motor dan mobil, las, m enjahit pakaian, salon kecantikan, dan tata rias pengantin. Setiap tahunnya, pelatihan ketenagakerjaan ini menampung sekitar 200 angkatan kerja di Kota Tangerang dengan rata-rata setelah lulus, 80% di antaranya dapat langsung bekerja dengan komposisi 60% bekerja untuk sektor formal dan 20% bekerja untuk sektor informal. Sisanya, 20% lainnya masih belum bekerja (Data Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang 2007). Urusan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah • Pengembangan Kelembagaan KUKM

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  KUKM yang terdapat di Kota Tangerang, berkembang pada berbagai sektor usaha seperti sektor industri, pertanian, pariwisata dan perdagangan. Berdasarkan data tahun 2008, jumlah KUKM yang tercatat pada Dinas Perindagkopar Kota Tangerang sebanyak 15.153 unit/pelaku. Walaupun jumlah KUKM cenderung berubah (bertambah dan berkurang) namun perkembangan KUKM telah banyak memberikan kontribusi terhadap masyarakat dan perekonomian Kota Tangerang.

Tabel 4.7 Jumlah Koperasi, KUKM, dan LKM di Kota Tangerang Tahun 2004-2008

  

Lembaga 2004 2005 2006 2007 2008

Koperasi aktif 382 411 423 453 465

KUKM non BPR/LKM

  • 5.112 14.211 15.153 15.153 UKM BPR/LKM

  8

  8

  8

  8

  8 Sumber: LKPJ Walikota Tangerang 2008

  Pertumbuhan Koperasi aktif di Kota Tangerang setiap tahunnya rata-rata mencapai 2%, dengan jumlah koperasi aktif pada tahun 2008 tercatat sebanyak 465 unit, yang melayani dan membina Usaha Kecil Menengah. Selain Koperasi, dalam rangka mendukung kegiatan usaha kecil menengah untuk memperoleh akses perbankan, maka BPR (Bank Perkreditan Rakyat atau Lembaga Keuangan Mikro) dibangun di setiap daerah untuk menyediakan fungsi mediasi keuangan yang tidak optimal dilakukan oleh perbankan berskala besar.

  Perkembangan jumlah koperasi aktif pada wilayah Kota Tangerang, mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan. Periode 2004-2005 terjadi peningkatan 19 koperasi atau 7.6%, periode 2005-2006 sebanyak 12 koperasi atau sekitar 2.9%, periode tahun 2006-2007 bertambah 30 koperasi atau sekitar 7.1% dan periode 2007-2008 terjadi peningkatan 12 koperasi atau sekitar 1.3%. Karawaci, Tangerang dan Cibodas merupakan Kecamatan yang memiliki rata-rata pertumbuhan koperasi aktif terbesar dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Karawaci memiliki rata-rata pertumbuhan 3 koperasi/tahun, Tangerang 4 koperasi/tahun dan Cibodas dengan 3 koperasi/tahun. Namun demikian terdapat satu Kecamatan yang memiliki rata-rata pertumbuhan koperasi aktif sebesar 0% yaitu Kecamatan Ciledug. Bahkan pada tahun 2007 terjadi penurunan sebesar 1 koperasi.

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  • Akses Permodalan KUKM Salah satu faktor yang dianggap sebagai penghambat pengembangan KUKM adalah rendahnya peluang terhadap akses permodalan (14,66 %). Walaupun hal tersebut tidak secara otomatis menggambarkan rendahnya partisipasi berbagai sumber permodalan, tetapi lebih disebabkan oleh belum terinformasikannya sumber-sumber permodalan yang bisa diakses oleh KUKM. Untuk itu telah dilakukan fasilitasi melalui aktivitas mempertemukan KUKM dengan sumber permodalan yang dapat di akses dan ditindak lanjuti dengan pola pendampingan, antara lain melalui :

   BRI, BNI dan Bank Syariah Mandiri Cabang Tangerang melalui program KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

   Kemitraan Koperasi dan UKM melalui program Dana Bergulir  PROGRAM KEMITRAAN dan BINA LINGKUNGAN (PKBL) atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) dalam bentuk Dana Bergulir  Program Kemitraan antara Koperasi dan UKM  Dana Bergulir dari Pemerintah Kota Tangerang  Program TEMU BISNIS triwulanan tingkat Kota Tangerang Urusan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat di Kota Tangerang mencakup sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas sosial kemasyarakatan yang terkait dengan pembangunan daerah. Wilayah Kota Tangerang yang terdiri dari 104 kelurahan, 915 rukun warga/RW, dan 4.376 rukun tetangga/RT, berdasarkan Statistik Potensi Desa Provinsi Banten 2005 menunjukkan:  Terdapat 26 kelurahan (25,00%) yang memiliki lembaga keuangan mikro informal; hal ini mengindikasikan tersedianya lembaga pendukung finansial bagi masyarakat, yang hendak mengembangkan usaha informal sebagai alternatif dari sulitnya memperoleh pekerjaan formal. Apabila kemandirian masyarakat dapat terbina, setidaknya pengangguran formal tidak terlalu menjadi masalah karena masyarakat dapat memperoleh pendapatan melalui usaha pada sektor informal.

   Sebanyak 100 kelurahan (96,15%) masih mempunyai tradisi gotong royong, kondisi tersebut

  M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9 menunjukkan prinsip kekeluargaan antar warga yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat.

   99 kelurahan (95,15%) di Kota Tangerang dihuni oleh lebih dari satu suku/etnis, hal ini menunjukkan bahwa Kota Tangerang merupakan daerah dengan penduduk yang multietnis dan majemuk.

   Terdapat 54 LSM (organisasi pemuda) yang aktif menampung dan menggerakan partisipasi pemuda di Kota Tangerang yang mencakup kegiatan pendidikan dan perpustakaan, keagamaan, olahraga, pembinaan karang taruna.

  Urusan Perhubungan

  • Aksesibilitas Daerah Wilayah Kota Tangerang sebagai wilayah penyangga ibukota negara memiliki 3 pintu masuk utama yaitu jalan Tol Jakarta-Merak, Kereta Rel Listrik, dan Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta. Moda transportasi yang beroperasi di wilayah Kota Tangerang terdiri dari moda transportasi darat dan udara. Moda transportasi darat terdiri dari:

   Angkutan kota dan bus baik sedang maupun besar yang melayani antar kota kecamatan dan antar kota/kabupaten dan provinsi;  Kereta Rel listrik (KRL) yang beroperasi menghubungkan Stasiun Tangerang (Pasar Anyar) dengan Stasiun Jakarta Kota.

  Secara keseluruhan, regionalisasi transportasi antara DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Tangerang, serta daerah lain di sebelah Barat Kota Tangerang (Serang, Cilegon, Merak, dan lain-lain) dicirikan oleh arus lalu lintas yang sangat padat. Karakteristik lalu lintas ditandai dengan pola pergerakan utama ke pusat kota dan ke arah Jakarta pada pagi hari dan sebaliknya pada sore hari, dengan kemacetan yang tinggi terutama pada jam sibuk. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi dan kendaraan umum dengan daya angkut kecil serta pertumbuhan ruas jalan yang terbatas, menyebabkan meningkatnya kepadatan lalu lintas sehingga menimbulkan kemacetan dan antrian. Hal ini diperparah dengan adanya hambatan samping, sehingga menyebabkan penurunan kinerja jalan. Jumlah titik kemacetan di Kota Tangerang menunjukan penurunan titik kemacetan dari 32 titik pada tahun 2004 menjadi 15 titik pada tahun

  M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9 2007, namun di tahun 2008 meningkat kembali menjadi 25 titik lokasi.

Tabel 4.8 Jumlah Titik Kemacetan di Kota Tangerang 2004-2008

  

Kemacetan 2004 2005 2006 2007 2008

Titik

  32

  23

  19

  15

  25 Kemacetan

  Sumber : LKPJ Walikota Tangerang 2008 Kinerja pelayanan jalan di Kota Tangerang antara lain tergambar dari masih adanya 18,00% ruas jalan yang memiliki memiliki V/C dibawah 0,8 dan 36,00% jalan hanya dapat dilalui dengan kecepatan dibawah 20 km/jam. Secara umum, penetapan dan operasionalisasi hirarkhi dan fungsi jalan masih perlu ditingkatkan, begitu juga dengan ketersediaan fasilitas kelengkapan (rambu dan marka) jalan. Termasuk pula masalah rute angkutan yang tumpang tindih turut menambah beban permasalahan pelayanan jalan.

  • Pelayanan transportasi massal Pengembangan moda transportasi massal merupakan salah satu prioritas untuk mengatasi kemacetan melalui pengurangan kendaraan pribadai. Saat ini, penyediaan moda transportasi massal masih terbatas, pada kereta api yang keberadaannya didukung oleh 4 stasiun yang setiap harinya melayani 10 jadwal keberangkatan Tangerang –Jakarta, melalui Stasiun KA Tangerang, Stasiun KA Tanah Tinggi, Stasiun KA

  Batuceper dan Stasiun KA Poris. Permasalahan yang dihadapi pada pelayanan moda transportasi massal adalah belum terintegrasinya angkutan KA dengan angkutan jalan raya. Selain itu, angkutan barang dan angkutan lokal juga masih bercampur. Sedangkan untuk moda transportasi massal lainnya, seperti bus masih belum melayani trayek transportasi internal Kota Tangerang. Angkutan umum yang terdapat di Kota Tangerang tidak termasuk dalam transportasi massal, karena kuota pengangkutannya yang terbatas. Jumlah angkutan umum di Kota Tangerang sendiri tercatat sebanyak 2.465 kendaraan, masih lebih kecil jika dibandingkan dengan angkutan Kabupaten Tangerang sejumlah 3.787 kendaraan, sehingga kendaraan luar kota justru yang lebih membebani jaringan dalam Kota Tangerang. Sistem transportasi Kota Tangerang didukung oleh keberadaan terminal, yang merupakan prasarana transportasi penting terkait dengan fungsinya sebagai pengaturan lalu-lintas kendaraan umum. Kota Tangerang saat ini memiliki satu terminal tipe A di kecamatan Cipondoh, 2 terminal tipe B di kecamatan Karawaci dan Ciledug, dan 2 terminal tipe C di kecamatan Karawaci dan Cibodas. Berdasarkan data Dinas

M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  Perhubungan, kinerja terminal hingga tahun 2005 secara rata-rata baru mencapai 50,00%. Keberadaan terminal saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, sementara pada sisi lainnya muncul terminal bayangan. Ketidaklancaran perhubungan dan kemacetan akan mempengaruhi kegiatan perekonomian maupun aktivitas masyarakat. Untuk itu, perlu ada upaya untuk mewujudkan daya saing kota melalui: (1) Terselenggaranya manajemen operasional transportasi yang baik; (2) Mengembangkan transportasi massal serta memberikan kenyamanan kepada para pengguna jalan dan penumpang angkutan umum (3) Mereduksi dan mengeliminasi sumber-sumber kemacetan yang menjadi faktor utama keterlambatan lalu lintas, terutama dalam mengendalikan pertum buhan jumlah sarana angkutan; serta (4) Mengembangkan jaringan terminal. Untuk mengurangi kemacetan jalan darat, Pemerintah Kota telah mengambil inisiatif merencanakan pengembangan moda transportasi lainnya yaitu bus way dan transportasi air (water way) dengan memanfaatkan aliran Sungai Cisadane yang mengalir membelah kota Tangerang mulai dari Serpong sampai dengan jalan Benteng Betawi (Pasar Lama). Namun pembangunan water way ini masih terkendala dengan besarnya anggaran yang harus disediakan untuk penyediaan sarana dan prasarana dermaga serta peninggian jembatan dibawah jalan tol Jakarta-Merak.

  Urusan Pertanian

  • Lahan Pertanian Wilayah Neglasari menjadi wilayah dengan potensi lahan pertanian terbesar dibandingkan dengan potensi wilayah pertanian di Kecamatan lain di Kota Tangerang baik untuk lahan sawah maupun untuk lahan kering. Sebagian besar wilayah Tangerang tidak memiliki potensi lahan sawah, seperti Kecamatan Larangan, Karang Tengah, Tangerang, Cibodas, dan Jatiuwung. Namun potensi lahan yang ada dioptimalkan untuk potensi lahan kering. Saat ini masih terdapat sekitar 312 ha (2.01%) lahan kering yang belum diusahakan. Indikasi kuat yang menyebabkan menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian kota adalah terjadinya transformasi struktural, di mana perekonomian Kota Tangerang mulai mengandalkan sektor sekunder-tersier dan tidak lagi mengandalkan pada sektor primer (pertanian). Hal ini tercermin dari penurunan jumlah lahan pertanian sebesar + 500 Ha dari 1.627 pada tahun 2004 Ha menjadi 1.101 Ha

  M e n e n g a h (RP I 2 -J M ) Kot a Ta n g e r a n g 2 0 1 5 -2 0 1 9

  pada tahun 2008 (Data Dinas Pertanian Kota Tangerang 2008). Kondisi ini diindikasikan sebagai akibat dari alih fungsi lahan menjadi permukiman dan industri serta sarana perdagangan.

Dokumen yang terkait

An al i s i s T ak s o n om i S i as at P e r m u k aan T u t u r an M ah as i s w a d al am S e m i n ar P r op os al S k r i p s i M ah as i s w a P r ogr a m S t u d i Pe n d i d i k a n B ah as a d an S as t r a I n d on e s i a Un i ve r s i t as J e

0 8 14

Anal isi s K or e sp on d e n si S e d e r h an a d an B e r gan d a P ad a B e n c an a Ala m K li m at ologi s d i P u lau Jaw a

0 27 14

D i a j u k a n Gu n a Me me n u h i S a l a h S a t u S y a r a t u n t u k Me n y e l e s a i k a n Pe n d i d i k a n Pr o g r a m S t r a t a Sa t u Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember

1 7 150

K a j i a n F i s i o l o g i s B i j i K o p i R o b u s t a D a n A r a b i k a S e l a m a P r o s e s P r a P e r k e c a m b a h a n

0 5 14

KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Di a j u k a n Gu n a Me me n u h i S a l a h S a t u S y a r a t u n t u k Me n y e l e s a i k a n P e n d i d i k a n P r o g r a m S t r a t a S a t u Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas P

0 5 18

P r i n s i p D a s a r L i s t r i k

1 1 31

Ra h a s ia S e n yu m Mu h a m m a d

0 1 9

Sebuah telaah m e n d a l a m tentang p e r t u m b u h a n Islam d a n K e d a u l a t a n n y a masa itu

0 0 220

Sebuah telaah m e n d a l a m tentang p e r t u m b u h a n Islam d a n K e d a u l a t a n n y a masa itu

0 1 317

Re nca na Te r p a d u d a n Pr ogr a m I nv e s ta s i I nfr a s tr uktur J a ngka Me ne nga h (RPI 2 -J M) Kota Ta nge r a ng 2015 -2019

0 0 93